Anda di halaman 1dari 26

STATUS PENDERITA

Nomor RekamMedik : 307176


Tanggal dan Pukul Masuk RSAM : 09Juni 2013

I. ANAMNESIS
Alloanamnesis (dari ayah pasien)09 Juni 2013
a. Identitas
Nama penderita : An. RA
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
BB : 28 kg
Agama : Islam
Suku : Palembang
Alamat : Jalan Purnawirawan Gang swadaya, Gunung
Terang, Bandar Lampung
Nama Ayah : Tn. AA
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan : SMP
Nama Ibu : Ny. Y
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP

b. Riwayat Penyakit
Keluhan utama :Demam
Keluhan tambahan : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit os mengalami demam tinggi. Demam
naik turun dan dirasakan lebih tinggi terutama pada malam hari. Demam disertai
batuk berdahak, mual, muntah, sakit disaat menelan, menggigil,dan badan terasa
pegal-pegal. Demam tanpa disertai kejang. Selain itu ibu os juga mengeluh os
sulit BAB dan tidak nafsu makan. Sesak napas disangkal oleh ibu os.Karena
keluhan tersebut 1 hari sebelum masuk Rumah Sakitos dibawa kepuskesmas dan
diberi obat penurun panas namun tidak ada perbaikan. Malam hari sebelum masuk
rumah sakit os dibawa berobat kedokter dan dirujukke RSAM Bandar Lampung
untuk rawat inap.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os belum penah mengalami sakit seperi ini, namun os pernah sakit asma.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga os yang menderita sakit seperti ini.

Riwayat Penyakit Kehamilan


Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan, tidak ada keluhan yang
berarti selama kehamilannya.

Riwayat Persalinan
Bayi lahir cukup bulan, lahir spontan, bayi lahir langsung menangis. Berat badan
lahir 2700 gram, panjang badan 51 cm.

Riwayat Makanan
1. Usia 0-6 bulan : ASI. Frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan
tampak kehausan.
2. Usia 6-9 bulan : ASI dan Nasi saring
3. 9-12 bulan : nasi timdisertai dengan sayuran, lauk pauk serta buah-
buahan
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengansayur
bervariasi dan lauk pauk, dan diselingi dengan buah-buahan, sesuai
makanan keluarga
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Imunisasi
BCG : 1X, umur 1 bulan
Polio : 3X, umur 2,3,4 bulan
DPT : 3X, umur 2,3,4 bulan
Campak : 1X umur 9 bulan
Hepatitis B : 3x, umur 0,1,6 bulan
Kesan : Lengkap sesuai umur

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Suhu : 39,0º C (per axiler)
Frekuensi Nadi : 123 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Frekuensi Napas : 28x/menit
Berat Badan Awal : 28 kg
Berat Badan Sekarang: 28 kg
Status gizi : Baik

b. Status Generalis
Kelainan Mukosa Kulit/Subkutan Yang Menyeluruh
Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Oedem : (-)
Turgor : Baik
Pembesaran KGB : (-)
KEPALA
Muka : Simetris
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut, pertumbuhan merata
Ubun-ubun besar : Sudah tertutup.
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),sklera ikterik
(-/-), reflek cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping
hidung(-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (+), sianosis (-), Thypoid tongue (+)

LEHER
Bentuk : Simetris
Trakhea : Di tengah
KGB : Tidak membesar

THORAKS
Bentuk : Simetris, retraksi (-)
Retraksi suprasternal : (-)
Retraksi suprasternal : (-)
Retraksi suprasternal : (-)

JANTUNG
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak 
Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas kanan sela iga IV garis parasternal dextra
Batas kiri sela iga IV garis midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
PARU
ANTERIOR POSTERIOR
KIRI KANAN KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan Pergerakan Pergerakan Pergerakan
pernafasan pernafasan simetris pernafasan pernafasan
simetris simetris simetris
Palpasi Fremitus taktil Fremitus taktil Fremitus taktil = Fremitus taktil
= kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Suara nafas Suara nafas Suara nafas Suara nafas
Vesikuler vesikuler vesikuler vesikuler
Ronkhi (-) Ronkhi (-) Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-) Wheezing (-) Wheezing (-)

ABDOMEN
Inspeksi :Datar
Palpasi :Nyeri tekan epigastrium(+), hepatomegali(-),turgorkembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal

GENITALIA EXTERNA
Kelamin : Laki-laki, tidak ada kelainan

EKSTREMITAS
Superior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-
Inferior : Oedem (-/-),sianosis (-), akral dingin -/-, nyeri sendi +/+

c. Status Neurologis
A. Motorik
Penilaian Superior ka / ki Inferior ka / ki
Kekuatan 5/ 5 5/ 5
Gerakan normal/normal normal/normal
Tonus normotonus/ normotonus normotonus/ normotonus
Klonus -/- -/-
Atropi eutropi / eutropi eutropi / eutropi
Kesan motorik :normal
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+/+)
R. Triseps : (+/+)
R. Patella : (+/+)
R. Archilles : (+/+)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)
R. Oppeinheim :(-/-)
B. Sensorik

C. Rangsang meningeal
Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I : ( - )
Brudzinsky II : ( - )
Kernig sign : (-)

D. Otonom
Miksi : normal
Defekasi : normal
Salivasi : normal

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin:
Hb :12,5gr/dl %
Leukosit : 8000/ul
Hitung jenis:
Basofil : 0%
Eosinofil: 0%
Batang : 0%
Segmen : 61%
Limfosit : 34%
Monosit :5 %
Trombosit : 331.000/ul

Urin Rutin
Tidak diperiksa

Feces Rutin
Tidak diperiksa

Pemeriksaan Penunjang Lain / Anjuran


Uji Serologi Widal

Tes Widal Hasil Titer


Typhi H antigen (+) 1/320
Typhi O antigen (+) 1/320
Paratyphi A-O Antigen (+) 1/320
Paratyphi B-OnAntigen (+) 1/320

RESUME

Seorang anak laki-laki umur 12 tahun, berat badan 28 Kg datang dengan keluhan
sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit os mengalami demam tinggi. Demam
naik turun dan dirasakan lebih tinggi terutama pada malam hari. Demam disertai
batuk berdahak, mual, muntah, sakit disaat menelan, menggigil,dan badan terasa
pegal-pegal. Demam tanpa disertai kejang. Selain itu ibu os juga mengeluh os
sulit BAB dan tidak nafsu makan. Sesak napas disangkal oleh ibu os. Karena
keluhan tersebut 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit os dibawa kepuskesmas dan
diberi obat penurun panas namun tidak ada perbaikan. Malam hari sebelum masuk
rumah sakit os dibawa berobat kedokter dan dirujukke RSAM Bandar Lampung
untuk rawat inap. Riwayat penyakit sebelumnya os pernah sakit asma. Riwayat
keluarga yang mengalami sakit seperti tidak ada.Pada pemeriksaan fisik diperoleh
keadaan umum tampak sakit sedang, komposmentis dangizi kesan baik.
PemeriksaanTanda Vital: N: 123x/menit, RR: 28x/menit, = 39°C, Pemeriksaan
fisik didapatkan thypoid tongue dan nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb 12,5 gr/dl% leukosit 8.000/uL.Uji serologi widal
:Typhi H antigen positif 1/320, Typhi O antigen positif 1/320, Paratyphi A-O
antigen positif 1/320, Paratyphi B-O antigen positif 1/320.

IV. DiagnosisBanding
Demam Typhoid
Malaria
Demam Denngue

V. Diagnosis kerja
Demam Thypoid

VI. Penatalaksanaan
Terapi
1. IVFD RL XII gtt.
2. Paracetamol 3x 1/2 tab
3. Ceftriaxon inj1gr/12jam

VII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanationam : ad bonam

VII. FOLLOW UP

Hari/tanggal Keluhan Status present Penatalaksanaan


09Juni2013 S= Demam 4hari, Muntah, KU: TS sedang 1. IVFD RLXII gtt/m
IGD Pusing, mual, seluruh Sense: CM 2. Paracetamol 3x ½
badan terasa nyeri Bb = 28 kg tab
Nadi: 123x/m 3. Amoxicillin 500 mg
Nafas: 23x/m 3x1 tab
T= 390c

10Juni2013 S= Demam naik turun, KU: TS sedang


Ruangan Pusing, mual, ada sesak Sense: CM 1. IVFD RL XII gtt/m.
napas Bb = 28 kg 2. Paracetamol 3x ½
Nadi: 100x/m tab
Nafas: 40x/m 3. Ceftriaxon 1g/12
T=38,80c jam
TD = 120/60
PF: lidah kotor
Mengi (+)
Pem.Neurologis
Motorik: baik
Reflek fisiologis+
Reflek patologis-
Rangsang
meningeal –
Otonom ;baik
11 Juni2013 Keluhan : KU : TS ringan 1. IVFD RL XII gtt/m
ruangan - Lemas, batuk Kes : CM 2. Ceftriaxon 1g/12
- BAK Lancar Vital sign jam
- BAB (-) nadi : 100x/menit 3. OBH syr 3x1 C
RR : 20x/menit
T : 37,5ºC
TD = 120/70
PF: lidah kotor (-)
Pem.Neurologis
Motorik: baik
Reflek fisiologis+
Reflek patologis-
Rangsang
meningeal –
Otonom ;baik
12 Juni 2013 S : Batuk berdahak, perut KU : TS sedang 1. Boleh Pulang
terasa sakit karena belum KS : CM 2. Amoxicillin 500 mg
BAB BB = 28,5 kg 3x1 tab
TD = 110/70 3. Dulcolax sups 1
T = 36,6 ºC
RR = 28x/m
Nadi = 88x/m
PF : Lidah kotor (-)
Mengi (+)
Pem.Neurologis
Motorik: baik
Reflek fisiologis+
Reflek patologis-
Rangsang
meningeal –
Otonom ;baik
BAB II
ANALISA KASUS

Dari pemaparan status pasien di atas, apakah penegakan diagnosa kasus tersebut
sudah tepat?

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, memberikan hasil positif


terhadap demam e.c typhoid, yaitu:
 Demam yang dialami penderita sudah hari ke-5 dengan demam yang
terjadi meningkat terutama pada sore dan malam hari dan menurun pada
pagi hari namun tidak sampai batas normal.
 Pada penderita didapatkan mukosa mulut kering, typhoid tongue, dan
nyeri sendi pada ekstremitas inferior.
 Penderita mengaku sulit untuk BAB dan penurunan nafsu makan.
 Penderita juga merasakan mual-muntah.
Penderita juga dilakukan pemeriksaan penunjang darah yang menghasilkan:
Uji Serologi Widal

Tes Widal Hasil Titer


Typhi H antigen (+) 1/320
Typhi O antigen (+) 1/320
Paratyphi A-O Antigen (+) 1/320
Paratyphi B-OnAntigen (+) 1/320

Namun dari hasil pemeriksaan darah rutin tidak menghasilkan leukopeni ataupun
trombositopeni.

Apakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan sudah tepat?

Jika hanya mengandalkan dari hasil tes Widal tersebut, maka diagnosis ini belum
dapat 100% dipastikan demam typhoid. Karena pemeriksaan Widal seharusnya
tidak dilakukan sekali saja tetapi diperlukan 2 spesimen dengan interval 7-10 hari
setelah pemeriksaan Widal pertama. Bila terdapat kenaikan 4 kali terutama
aglutinin O, bermakna penting untuk nilai diagnostik demam tifoid.
Tes Widal merupakan suatu metode serologi yang memeriksa antibodi dengan
metode aglutinasi terhadap aglutinin somatik (O), dan aglutinin flagel (H). Pada
umumnya peningkatan titer anti O terjadi pada minggu pertama yaitu pada hari ke
6-8. Interprtasi hasil pemeriksaan Widal harus dilakukan secara hati-hati karena
deteksi anti O dan anti H di dalam serum tidak selalu menunjukkan adanya infeksi
S.typhi.

Pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis demam typhoid sampai saat
ini adalah biakan empedu. Biakan dari aspirasi sumsum tulang memiliki
sensitivitas tertinggi (90%), sayangnya prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak
dapat dilakukan rutin dalam praktek sehari-hari.

Apakah penatalaksanaan awal pada kasus ini sudah tepat?

Terapi cairan yang diberikan pasien ini dengan menggunakan ringer laktat.
Pemberian RL kurang sesuai karena RL merupakan cairan resusitasi yang hanya
terdiri dari elektrolit sehingga jika hanya diberikan RL saja tidak mencukupi
untuk kebutuhan kalori.
Pada kasus ini sebaiknya diberikan cairan N4 D5. D5 ¼ NS terdiri dari glukosa 55
gram, NaCl 2,25 gram. D5 ¼ NS pada kasus ini digunakan untuk menambah
kalori dan mengembalikan keseimbangan elektrolit (maintenance).

Pada kasus ini dengan BB = 28 kg, Kebutuhan cairan = 1500 cc +


(8x20)/kgBB/hari = 1650 ml/kgBB/hari. Maka : (1650x20)/(24x60) = 23
tetes/menit (makro). Pada kasus ini diberikan 23 tetes/menit. Jumlah pemberian
tetesan sesuai untuk memenuhi kebutuhan cairan maintenance.

Terapi pemberian paracetamol pada pasien untuk mengatasi demam sudah sesuai,
paracetamol diberikan selama pasien mengalami demam yaitu dengan dosis 10-
15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6 jam. Dengan BB 28 Kg maka paracetamol
yang dapat diberikan 280-420 mg/kali pemberian. Pada pasien ini diberikan
paracetamol tab 3 x ½ saat di IGD, setelah di rawat inap diberikan 3x ½ tablet.

Pengobatan pertama di IGD (tanggal 09-06-2013) penderita mendapatkan


Amoxicillin tab 100mg/kgBB/hari,dibagi dalam 4 kali pemberian perroal sebagai
terapi antibiotik. Amoxilin memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol
walaupun penurunan demamnya lebih lama. Amoksisilin biasanya diindikasikan
untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif
seperti:
- Infeksi saluran pernafasan, tonsilitis, faringitis, pneumonia, otitis media

Ceftriaxon dapat diberikan sebagai lini kedua pengobatan pada penderita demam
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 50-80mg/kgBB/hari.dosis tunggal selama 10-
14 hari. Diindikasikan untuk kasus-kasus demam tifoid yang berat (dengan
komplikasi) dan perlu perawatan dirumah sakit.

Pengobatan lini pertama demam tifoid adalah kloramfenikol dengan dosis 100
mg/kgBB/hari dibagi 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari
bebas demam.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan
terutama oleh Salmonella typhi dan menular melalui jalur fekal-oral.
Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan
invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari
hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid


dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologis maupun klinis
adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, dimana
penyebabnya adalah Salmonella enteriditis, sedangkan istilah demam
enterik digunakan baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.

B. Epidemiologi

Demam tifoid merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di


negara berkembang. Penyakit ini endemis di negara berkembang
khususnya Asia Tenggara. Sebuah penelitian berbasis populasi yang
melibatkan 13 negara di berbagai benua, melaporkan bahwa selama tahun
2000 terdapat 21.650.974 kasus demam tifoid dengan angka kematian
10%. Insidens demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan pada kelompok
usia 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insidens
demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per
100,000 penduduk.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan serta penyediaan air bersih yang belum
memadai. Kumaninidapat hidup lama di air yangkotor,makanan tercemar,
dan alas tidur yang kotor. Lingkungan yang tidak bersih, yang
terkontaminasi dengan Salmonella typhi merupakan penyebab paling
sering timbulnya penyakit tifus.Kebiasaan tidak sehat seperti jajan
sembarangan, tidak mencuci tangan menjadi penyebab terbanyak penyakit
ini.Penyakit tifus cukup menular lewat air seni atau tinja
penderita.Penularan juga dapat dilakukan binatang seperti lalat dan kecoa
yang mengangkut bakteri ini dari tempat-tempat kotor. Penyakit ini juga
dapat menyerang bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena demam
tifoid. 

C. Etiologi

Sebagian besar kasus demam tifoid (96%) disebabkan oleh Salmonella


typhi, dan sisanya oleh Salmonella paratyphi. Kedua bakteri kelompok
Salmonella ini merupakan bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak
berkapsul, fakultatif anaerob, dan tidak membentuk spora. Salmonella
typhimempunyai antigen somatik (O), flagela (H), danenvelope (K).
Salmonella typhimempunyai makromolekul lipopolisakarida kompleks
yang membentuk lapis luar dinding sel dan dinamakan endotoksin.

D. Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 prose kompleks mengikuti ingesti


organisme, yaitu :

1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch


Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh bersama
makanan/minuman melalui mulut. Sebagian besar bakteri mati saat
melewati lambung dengan suasana asam (pH <2). Bakteri yang masih
hidup mencapai usus halus dan lalu menempel pada sel-sel
mukosanya. Bakteri ini menginvasi sel-sel mukosa dan kemudian
menembus dinding usus, tepatnya yeyenum dan ileum.

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch,


nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal
sistem RE. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri ini mencapai
folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjer limfe mesenterika
dan bermultiplikasi dalam sel fagosit mononuklear.
3. Bakteri bertahan hidup dalam aliran darah
Setelah melalui periode waktu tetentu (periode inkubasi), yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons
imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan
melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik.

4. Produksi endotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta


usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen
intestinal.

Endotoksin dalam patogenesis penyakit ini diduga menstimulasi


makrofag dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar
limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk
dari makrofag inilah yang menimbulkan nekrosis sel, ketidakstabilan
sistem vaskuler, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah
dan juga menstimulasi sistem imunologis.

E. Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid yaitu antara 5-40 hari dengan
rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi,
mulai dari ringan hingga berat, yang disebabkan oleh faktor galur
Salmonella, status nutrsi dan imunologis pejamu, serta lama sakit di
rumahnya.
Semua penderita penyakit ini selalu menderita demam pada awal penyakit.
Gejala penyerta lain yaitu malaise, nyeri kepala, anoreksia, nausea,
mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala gastrointestinal sangat
bervariasi, pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi
kemudian disusul episode diare. Pada sebagian besar pasien lidah tampak
kotor dengan putih di tengah sedangkan tepi dan ujungnya kemerahan.
Rose spot, yaitu ruam makulopapular berwarna merah berukuran 1-5 mm,
sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung
ada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.

F. Diagnosis Banding

Diagnosis banding demam tifoid pada stadium dini yaitu sebagai berikut :
 ISK
 Malaria
 Gastroenteritis
Sedangkan diagnsis demam tifoid pada stadium berat adalah :
 Sepsis
 Leukimia
 Limfoma

G. Diagnosis

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Adapun beberapa kriteria diagnosis demam tifoid adalah sebagai


berikut:
 Tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:
1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik
secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam
terutama pada sore/ malam hari.
2. Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual,
muntah,hilang nafsu makan dan kembung, hepatomegali,
splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, kesadaran
berkabut, bradikardia relatif.
 Kriteria Zulkarnaen:
Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau
kontinu, disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
 Terdapat 2 atau lebih :
1. Leukopeni.
2. Malaria negatif.
3. Kelainan urin tidak ada.
4. Penurunan kesadaran.
5. Rangsang meningeal (-).
6. Perdarahan usus (+).
7. Bradikardi relatif.
8. Hepatomegali dan / Splenomegali.
 Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 -
5 hari.
 Temperatur turun, nadi naik; disebut sebagai “Toten creutz” (suatu
keadaan pada demam tifoid, dimana setelah terjadi penurunan
temperatur tubuh, denyut nadi mulai naik).

Kriteria diagnosa yang lain ditegakkan dari :


o Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal
dianggap sebagai ‘positif’, 3 gejala kardinal dianggap sebagai
‘curiga’).
 Gejala kardinal (Manson-Bahr (1985))
1. Demam.
2. Bradikardi relatif.
3. Toxemia yang karakteristik; sering neutropenia dengan
limfositosis relatif.
4. Hepatomegali/ Splenomegali
5. Rose spot (bercak/flek merah muda; pada orang kulit putih).
 Gejala lainnya :
1. Distensi abdomen.
2. Pea soup stool.
3. Perdarahan intestinal
2. Pemeriksaan Laboratorium Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis


demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan
darah tepi; (2) pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan
kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman secara molekuler.

a. Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah


leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit
bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis
relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan
mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju
endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai
ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara
penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia
dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

b. Identifikasi Kuman Melalui Isolasi / Biakan

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan


bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum
tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan
patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan
dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan
pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2)
perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu
pengambilan darah.

c. Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologis

 Uji Widal
Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin
dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran
berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan beberapa faktor


antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor
penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat
mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran imunologis dari
masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor
antigen; teknik serta reagen yang digunakan.

Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu


antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile aglutinin. Hasil uji ini
dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil
positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat
disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan
vaksinasi,reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp),
reaksi anamnestik(pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid
(RF). Hasil negatif palsu dapatdisebabkan oleh karena antara lain
penderita sudah mendapatkan terapiantibiotika, waktu pengambilan
darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaanumum pasien yang
buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.Diagnosis Demam
Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160 ,bahkan mungkin
sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingatpenyakit
demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat
setelahakhir minggu.Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin
OD) sangatmembantu dalam diagnosis walaupun ± 1/3 penderita
memperlihatkan titeryang tidak bermakna atau tidak meningkat.Uji
Widal bermanfaat biladilakukan pemeriksaan serial tiap minggu
dengan kenaikan titer sebanyak 4kali.Beberapa laporan yang ada
tiap daerah mempunyai nilai standar Widaltersendiri, tergantung
endemisitas daerah tersebut. Misalnya : Surabaya titerOD > 1/160,
Yogyakarta titer OD > 1/160, Manado titer OD > 1/80, Jakartatiter
OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD 1/320.

 TES TUBEX®
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif
yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan
sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen
O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada
Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan
tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes


TUBEX® ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan
bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002)
mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.
Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan
spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang
ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena
cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.

 Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Elisa)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk


melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9,
antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap
antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk
mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah
double antibody sandwich ELISA.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada demam tifoid yaitu meliputi:


o Tirah baring
o Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
o Antibiotik
 Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama dalam
pengobatan demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemeberian selama 10-14 hari
atau 5-7 hari setelah demam turun. Pengobatan dapat
diperpanjang hngga 21 hari bila disertai malnutrisi, 4-6 minggu
untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.
Kelaemahan kloramfenikol yaitu efek sampingnya pada sumsum
tulang dan tingginya angka relaps.
 Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena selama 10
hari
 Kotrimoksazol 6 mg/kgBB/hari peroral selama 10 hari
Indikasi rawat inap di rumah sakit pada pasien demam tifoid yaitu:
o Pada kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan
kebutuhan cairan, elektrolit, nutrisi, dan observasi kemungkinan
timbulnya penyulit dapat dilakukan dengan seksama.
1. Cairan dan kalori
 Terutama pada demam tinggi, muntah, diare, bila perlu
asupan cairan dan kalori diberikan melaui sonde lambung
 Pada enselopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi
4/5 dengan kebutuhan kadar natrium rendah
 Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan
 Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik
 Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2
 Pelihara keadaan nutrisi
 Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
2. Antipiretik, diberikan apabila demam >39o C, kecuali pada pasien
dengan riwayat kejang demam dapat diberikan lebih awal
3. Diet
 Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
 Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang
lebih padat dengan kalori cukup
4. Transfusi darah, bila ditemukan perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus

I. Komplikasi

Pada kejadian Demam Tifoid dapat muncul komplikasi yaitu sebagai


berikut :
1. Perfotasi usus (0,5–1 %)
2. Perdarahan usus (< 1 %)
3. Ensefalopati tifoid (10-40 %)
4. Miokarditis
5. Pielonefritis
J. Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,, keadaan


kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara
berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Morbiditas dan mortalitas yang
tinggi diakibatkan oleh munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal dan perdarahan hebat, meningitis, endokarditis,
pneumonia, dan lain-lain.

K. Pencegahan

Kemungkinan pencemaran S.typhi dapat dikurangi dengan memperhatikan


kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi. Bakteri ini akan mati
bila air/makanan dipanasi hingga 570 C selama beberapa menit hingga
merata atau dengan iodinasi/klorinasi. Penurunan endemisitas suatu negara
bergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan
pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene
pribadi. Selain itu, imunisasi aktif juga dapat membantu menekan angka
kejadian demam tifoid.
DEMAM TIFOID
(LAPORAN KASUS)

Oleh:

Cyntia Amanda 0918011108


Mega Noviasari 0918011120
Reski Yanti Batubara 0818011039
Riyan Wahyudo 0918011018

Preceptor :

dr. Fedriyansyah, Sp.A


dr. Murdoyo R.,Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD. DR. H. ABDOEL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2013

Anda mungkin juga menyukai