Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No.

1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TERHADAP KEJADIAN MASTITIS DI RS. TANJUNG PURA KABUPATEN
LANGKAT TAHUN 2014

NURHAFNI
AKADEMI KEBIDANAN KHARISMA HUSADA BINJAI

ABSTRACT

Mastitis is a process of inflammation in one or more breast segments that may be accompanied by infection or
without infection. Mastitis is thought to occur in 3-20% of breastfeeding mothers.
Mastitis is inflammation of the breast that can be accompanied or not accompanied by infection. This disease
usually accompanies lactation, so it is called lactational mastisis or puerperalis mastisis (Soleha, 2009).
The population in this study is postpartum who had visited Tanjung Pura Hospital, Tanjung Pura Sub-district,
Langkat Kabendetan 2015, all postpartum mastitis experienced 45 people.
Respondents who researched the majority of respondents have less knowledge as much as 19 respondents
(42,2%), have enough knowledge as much 16 respondents (35,6%) and have good knowledge as much as 10
respondents (22,2%) To increase knowledge adds insight and information for mothers about correct breastfeeding,
breast care, nutritional needs of postpartum mother and immune system during breastfeeding especially to prevent
mastitis.

Keywords: Knowledge of postpartum mother, Mastitis

PENDAHULUAN

Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai
infeksi atau tanpa infeksi. Mastitis diperkirakan dapat terjadi pada 3-20% ibu menyusui.Dua hal yang perlu diperhatikan
pada kasus mastitis adalah pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk
berhenti menyusui.Kedua, mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit.Sebagian besar
mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis
dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui (Alasiry, 2012).
Tahun 2005 Word Health Organisation (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi
pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustik terus meningkat dimana 12% diantaranya merupakan
infeksi payudara berupa mastitis pada wanita pasca post partum. Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000
angkakesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Depkes RI, 2008).
Menurut Organisasi kesehatan dunia (2008), memperkirakan lebih dari 1,4 juta orang terdiagnosis menderita
mastitis. The American Society memperkirakan 241.240 wanita Amerika Serikat terdiagnosis mastitis.Sedangkan di
Kanada jumlah wanita yang terdiagnosis mastitis sebanyak 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang.
Di Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665 orang dan di Sumatra
Utara berkisar 40-60% wanita terdiagnosis mastitis (Sally, 2003).Studi terbaru menunjukkan kasus mastitis meningkat
hingga 12-35% pada ibu yang puting susunya pecahpecah dan tidak diobati dengan antibiotik.Namun, bila minum obat
antibiotik pada saat puting susunya bermasalah kemungkinan untuk terkena mastitis hanya sekitar 5% (Setyaningrum,
2008).
Penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Adapun faktor predisposisi yang menyebabkan mastitis
diantaranya adalah umur, paritas, serangan sebelumnya,melahirkan, gizi, faktor kekebalan dalam ASI, stress dan
kelelahan, pekerjaan di luar rumah serta trauma (Inch dan Xylander, 2012).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari teknik menyusui yang buruk
merupakan penyebab penting terjadinya mastitis.Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi dengan atau
tanpa kebiasaan menyusui.Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya
di bawah 10% (WHO, 2003).
114
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Pada tahun 2005 Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang
terjadi pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustic terus meningkat, dimana penderita kanker
payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta orang yang terdiagnosis, dan 12% diantaranya merupakan infeksi payudara
berupa mastitis pada wanita pasca post partum. Data ini kemudian didukung oleh The American Cancer Society yang
memperkirakan 211.240 wanita di Amerika Serikat akan didiagnosis menderita kanker payudara invasive (stadium I-IV)
tahun ini dan 40.140 orang akan meninggal karena penyakit ini. Sebanyak 3 persen kasus kematian wanita di Amerika
disebabkan oleh kanker payudara.Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi berupa
mastitis (Depkes RI, 2007).
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah putting susu lecet atau nyeri. Sekitar 57% dari ibu-ibu
menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada puttingnya dan payudara bengkak.Payudara bengkak sering
terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus
laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan atau komplikasi dari mastitis yang disebabkan
karena meluasnya peradangan payudara.Sehingga dapat menyebabkan tidak terlaksananya ASI eksklusif
(Soetjiningsih, 1997).
Menurut hasil Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2005 bahwa salah satu manfaat ASI bagi
sang bayi yang diberikan oleh ibu pada saat bayi berusia 0 – 2 tahun adalah untuk melindungi bayi terhadap infeksi
seperti infeksi gastro-intestinal, pernafasan dan virus (Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2005).
Berdasarkan suvei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti maka peneliti tertarik memeneliti “yaitu “Tingkat
Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap Kejadia Mastitis Di RS. Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2015”.

TINJAUAN TEORI

Masa Nifas
Nifas adalah Masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan semula (sebelum hamil).Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Musbikin, 2006).
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang
berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan.( Suherni, Widyasih, Rahmawati, 2009, p.1).
Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti
sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari. (Ambarwati, Wulandari,2009,
p.2).
Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik kritis baik ibu maupun
bayinya. Diperkirakan60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama. Masa neonatus merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4
minggu setelah persalinan dan 60% kematian BBL terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan melekat
dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini.
Tujuan Asuhan masa nifas normal dibagi dua yaitu:
1. Tujuan Umum Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.
2. Tujuan Khusus a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya. b. Melaksanakan skrining
yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati/merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya. c.
Memberikan pendidikan kesehatan, tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian
imunisasi, dan perawatan bayi sehat. d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.( Wulandari, Ambarwati,
2009 pp.2-3)
Tahap Masa Nifas
1. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya pendarahan karena atonia uteri.Oleh karena itu perawat dan bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah dan suhu
115
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

2. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)


Pada fase ini perawat dan bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada pendarahan, lokia
tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan cairan dan makanan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini perawat dan bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB
(Sulistiawati, 2009).
Menurut ( Rahmawati, Widyasih, Suherni, 2009 p.87-89) peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus
dijalani. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu akan mengalami fase-fase berikut dibagi menjadi 3 tahap:
1. Fase Taking In
Fase taking in yaitu periode ketergantungan.Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua
setelah melahirkan.Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali
menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya
sendiri.Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur, dan
kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
2. Fase Taking Hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini timbul rasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah.
3. Fase Letting Go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari
setelah melahirkan.Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.Ibu memahami bahwa bayi
butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
Perawatan Payudara Masa Nifas
Perawatan payudara saat menyusui adalah lanjutan dari perawatan payudara semasa hamil. Pada saat hamil,
ukuran payudara memang membesar karena bertambahnya saluran-saluran air susu, sebagai persiapan laktasi. Kondisi
payudara biasanya akan berubah setelah tiga hari pasca melahirkan. Apalagi setelah persalinan dan di saat menyusui.
Selain terlihat indah, perawatan payudara dengan benar dan teratur akan memudahkan sikecil mengkonsumsi ASI.
Tehnik menyusui yang salah akan berpengaruh pada bentuk payudara. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tak mau
menyusu, hal ini dapat disebabkan faktor teknis seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Sedangkan
faktor psikologis dengan menciptakan suasana santai dan nyaman, tidak terburu-buru dan tidak stress saat menetekkan
bayi (Musbikin, 2006).
Cara perawatan dan pemijatan payudara ibu menyusui yang dilakukan 2 kali sehari kedua pasca persalinan
antara lain yaitu:
1). Sokong payudara kiri dengan tangan kiri. Lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai
dari pangkal payudara dan berakhir dengan gerakan spiral pada daerah puting susu.
2). Buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting susu di seluruh
bagian payudara. Lakukan gerakan seperti ini pada payudara kanan.
3). Letakkan kedua telapak tangan di antara dua payudara.Urutlah dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua
payudara dan lepaskan keduanya perlahan.Variasi lainn adalah gerakan payudara kiri dengan kedua tangan, ibu
jari di atas dan empat jari lainnya di bawah. Peras dengan lembut payudara sambil meluncurkan kedua tangan ke
depan ke arah puting susu. Lakukan hal yang sama pada payudara kanan kurang lebih 30 kali
4. Cobalah posisi tangan paralel. Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut
payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting susu. Lakukan gerakan ini sekitar 30
kali.Setelah itu, letakkan satu tangan disebelah atas satu lagi di bawah payudara. Luncurkan kedua tangan
secara bersamaan ke arah puting susu dengan cara memutar tangan .Ulangi gerakan ini sampai semua bagian
payudara terkena urutan (Pramitasari dan Saryono, 2008).
Perawatan payudara masa menyusui bertujuan untuk Memelihara kebersihan payudara agar terhindar dari
infeksi. Meningkatkan produksi asi dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu melalui pemijatan. Mencegah
bendungan ASI/ pembekakan payudara, Melenturkan dan menguatkan puting saat bayi menyusu, Mengetahui secara
dini kelainan puting susu dan mengatasinya, Persiapan psikis ibu untuk menyusui (Hamid, 2011).
116
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Mastitis
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.Penyakit ini biasanya
menyertai laktasi, sehingga disebut mastisis laktasional atau mastisis puerperalis (Soleha, 2009).
Etiologi
Mastitis terjadi sebagai akibat invasi bakteri ke jaringan payudara saat terjadi cedera payudara (Soleha, 2009).
Bakteri penyebab yang paling umum adalah Staphylococcus aerus. Penyebab cedera antara lain yaitu : Memar
akibat pemompaan atau manipulasi kasar, Distensi berlebihan pada payudara, Stasis air susu dalam duktus, Retak atau
fisura puting susu.Sumber bakteri: Tangan ibu, Tangan yang merawat ibu dan bayi, Bayi (Morgan dan Carole 2009).
Tanda dan gejala
Kongesti berat: Demam ringan, Nyeri ringan pada suatu bagian payudara yang semakin memburuk saat bayi
menyusui. Sedikit kemerahan di area peradangan.Kenaikan cepat suhun tubuh dari 37,8℃ − 40℃, Peningkatan
frekuensi nadi dan menggigil. Malaise umum dan sakit kepala.Area payudara kemerahan, sangat nyeri saat ditekan dan
menyakitkan dengan benjolan yang cukup besar dan keras (Morgan & Carole 2009).
2.3.3 Penatalaksanaan
Sarankan pasien untuk minum antibiotik yang diresepkan selama perjalanan penyakit, meskipun kesehatan
pasien membaik dengan cepat. Pengobatan pilihan meliputi 500 mg Keflex atau 500 mg dikloksasilin, diminum per oral
empat kali sehari selama 7-10 hari, pasien mungkin memerlukan pengobatan ulang (Suherni, 2009).
2. Peringatkan pasien bahwa vaginitis monila dapat terjadi sekunder akibat terapi antibiotik. Pasien mungkin ingin
menggunakan tablet asidofilus sebagai fropilaksis saat minum antibiotik. 3. Lakukan kultur dan sensitivitas air
susu dari payudara yang terinflamasi untuk menegakkan diagnosis dan terapi bila perlu. 4. Sarankan pasien
untuk tetap menyusui, kecuali terdapat abses. Coba berikan kompres hangat pada sisi yang sakit sebelum
menyususi.
Tidak dianjurkan untuk tetap menyusui bila terdapat abses. Sarankan hal-hal berikut:
a. Hentikan menyusui sampai suhu tubuh normal selama 24 jam, biasanya sekitar 24-48 jam setelah minum
antibiotik, lalu lanjutkan pemberian ASI.
b. Selama menyusui dihentikan, pompa payudara sedikitnya 4 jam dengan pompa manual atau elektrik setelah
payudara dikompres dengan air hangat. Hindari manipulasi payudara yang sudah ada.
c. Buang setiap air susu yang dipompa selama menyusui karena ASI mungkin mengandung pus
d. Kenakan penyangga payudara yang kaku dan tidak ketat.
e. Berikan obat analgetik. Bila pemberian asetaminopen tidak efektif maka berikan asetaminopen bersama kodein.
f. Bila terdapat abses, konsultasikan dengan dokter. Mungkin perlu diinsisi. (Suherni, 2009)
2.3.4 Pencegahan
a. Perbaikan pemahaman tentang penatalaksanaan menyusui yaitu :
Wanita yang merawat ibu perlu mengetahui tentang penatalaksaan menyusui yang efektif, pemberian makanan
bayi dengan adekuat dan pemeliharaan kesehatan payudara. Yang perlu diketahui ibu sebagai berikut : a) Mulai
menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan. b) Memastikan bayi mengeyut payudara dengan baik. c)
Menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi dan membiarkan bayi selesai menyusui satu payudara dulu,
sebelum memberikan yang lain. d) Menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.
b. Penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang penuh dan kencang
Bila payudara ibu penuh atau terbendung selama beberapa minggu pertama, penting untuk memastikan bahwa
ASI dikeluarkan dan kondisi tersebut diatasi dengan yaitu :
a) Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan bayi saat menyusui agar memperbaiki pengeluaran ASI dan
untuk mencegah luka pada puting susu.
b) Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki tanpa batas.
c) Pemerasan dapat dilakukan dengan tangan atau pompa. Bila payudara sangat nyeri, jalan lain untuk memeras
ASI adalah dengan menggunakan metode botol panas .
d) Setelah satu atau dua hari, kondisi ini harus sembuh dan suplai ASI kebutuhan bayi.
c. Perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI

117
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Seorang ibu perlu mengetahui cara merawat payudara, tanda dini stasis ASI atau mastitis sehingga ia dapat
mengobati dirinya sendiri di rumah, dan mencari pertolongan secepatnya bila keadaan tersebut tidak menghilang. Ia
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri atau panas kemerahan. Bila ibu mempunyai salah
satu faktor risiko seperti kealpaan menyusui dan bila ibu mengalami demam contohnya sakit kepala.
Bila ibu mempunyai tanda- tanda tersebut ibu perlu memperhatikan antara lain yaitu :Beristirahat di tempat tidur,
Sering menyusui pada payudara yang terkena, Mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat atau pancuran hangat, Memijat dengan lembut setiap daerah benjolan payudara saat bayi menyusu untuk
membantu ASI mengalir dari daerah benjolan tersebut. Mencari pertolongan dari petugas kesehatan bila ibu tidak
merasa lebih parah keesokan harinya.
d. Perhatian dini pada kesulitan menyusui antara lain yaitu :
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui dan pada saat ibu menemui kesulitan yang dapat
menyebabkan statis ASI seperti : a) Nyeri atau puting pecah-pecah. b) Ketidaknyamanan payudara setelah menyusui. c)
Kompres puting susu d) Bayi tidak puas menyusu sangat sering, jarang atau lama. e) Kehilangan percaya diri pada
suplai ASI- nya tidak cukup. f) Pengenalan makanan secara dini atau dot (WHO, 2003).
Bidan atau petugas kesehatan lain harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai sehingga dapat
membantu ibu untuk menyusui pada periode pasca dini, untuk melanjutkan menyusui dan untuk mengatasi kesulitan dini
sebelum menjadi lebih serius dan membahayakan laktasi. Pengetahuan dan keterampilan tentang dukungan menyusui
terus menerus harus tersedia di masyarakat, pada petugas kesehatan masyarakat, TBA atau petugas konseling yang
setara dan wanita secara umum, sehingga wanita dapat saling membantu untuk mencegah berbagai kesulitan dan bila
timbul masalah pengobatan yang adekuat dapat dimulai secara dini.
e. Pengendalian Infeksi
Karena penatalaksanaan menyusui yang sesuai merupakan dasar pencegahan mastitis, pengurangan resiko
infeksi juga penting, terutama di rumah sakit.Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering.Petugas kesehatan harus mencuci tangannya setiap kali setiap kontak dengan ibu, bayi atau dengan
kemungkinan semua organ patogen.Sabun biasa adekuat untuk menyingkirkan organisme permukaan, tetapi untuk
petugas kesehatan yang sering kontak dengan cairan tubuh, produk pencuci tangan antimikroba lebih efektif.Sabun
harus kontak dengan kulit minimal 10 detik tiap pencucian.Kontak kulit dini diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu
juga merupakan jalan yang penting untuk mengurangi infeksi di rumah sakit (WHO, 2003)
Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mastitis di RS TanjungLangkat Tahun 2015
Umur
Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dhitung sejak dilahirkan. Seorang ibu yang berumur 21-35 tahun
lebih sering menderita mastitis karena inilah ibu tersebut dikatakan masa reproduksi sehat. Maka pada umur inilah
seorang wanita menjadi awal seorang ibu dan mejadi faktor resiko terjainya mastitis (Bertha, 2012).
Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kegiatan formal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya bu yang
bekerja diperkantoran menjadi faktor resiko terjadinya mastitis karen adiakibatkan interval antara menyusui yang
panjang dan kekuragan waktu untuk pengeluaran ASI yang ada kuat (Berhta, 2012).
Paritas
Paritas adalah rata-rata anak yang dilahirkan hidup oleh wanita usia sbur yang pernah kawin pada tahun tertentu.
Ibu yang memiliki anak (primpipra) lebih sering terkena mastitis karena kurangnya pengetahun ibu atau ibu masih tahap
belajar untuk menysui bayinya. (Bertha, 2012).

METODE PENELITAN

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan kuesioner yang bertjuan untuk memperoleh tingkat
pengethaun ibu nifas tentang mastitis di RS Tanjung Pura Tahun 2015.

Lokas dan waktu Penelitian


Lokasi Penelitian
118
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Penelitian ini dilakukan di RS Tanjung Pura Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang direncanakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah pada bualn Januari s/d Juni tahun
2015

Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang pernah berkunjung ke RS Tanjung Pura Kecamatan Tanjung
Pura Kabupetan Langkat Tahun 2015 seluruh ibu nifas yang mengalami mastitis sebanya 45 orang.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini daalh seluruh ibu nifas yang berkunjung ke RS Tanjung Pura Kecamatan Tanjung
Pura, Kabupaten Langkat dan seluruh populasi dijadikan sampel (Total Sampling)

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder yaitu
data yang diambil tidak secara langsung yaitu data yang diambil dari data yang sudah ada ditempat penelitian dari rekan
medik.

Pengolahan Data dan Analisis data


Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Proses Editing
Dilakukan untuk memeriksa data dari rekan medik dengan tujuan agar data yang mask dapat diolah secara benar
sehingga pengolahan daat dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti, kemudian data
dikelompokan dengan menggunkan aspek pengukuran.
b. Prseoses Coding
Proses coding yaitu merubah data yang sudah diedit kedalam angka misalnya responden diubah menjadi kode
responden yaitu 1,2,3.... sampai 30.
c. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data dimasukkan
kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Analisa Data
Analisa data dilakukan secara desritptif dengan melihat persentasi data tang dikumpulkan, data disajikan dalam
tabel distribusi setelah iu dapat dilanjutkan dengan membahas hasil penlitian dengan menggunakan teori kepustakaan
yang ada.

HASIL PENELITIAN

Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai tingkat pengetahuan ibu nifas tentang mastitis di RS
Tanjug Pura Tahun 2015 dimana data diperoleh dari 45 responden yang hasilnya disajikan pada tabel-tabel distribusi
dibawah ini.
Pengetahuan Responden
Tingkat Pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Distribusi pengetahuan responden tentang mastitis pada ibu nifas di RS Tanjung Pura Tahun 2015.
No Pengetahuan Jumlah (f) %
1 Baik 10 22,2
2 Cukup 16 35,6

119
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

3 Kurang 19 42,2
Jumlah 45 100

Berdasarkan Tabel diatas menunjukan dari 45 responden yang diteliti mayoritas responden memilki pengetahuan
kurang sebanyak 19 responden (42,2%), memiliki pengetahuan cukup sebanyak 16 responden (35,6%) dan memiliki
pengetahuan baik sebanyak 10 responden (22,2%).
Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur
Tingkat pengetahuan responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berkut ini :
Tabel 4.2 Dististribusi Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur Tentang Mastitis Pada Ibu Nifasdi RS
Tanjung Pura Tahun 2015.

Pengetahuan Total
No Umur Baik Cukup Kurang
f % f % f % f %
1 21-30 Tahun 7 23,3 9 30 14 46,7 30 100
2 31-35 Tahun 2 16,7 6 50 4 33,3 12 100
3 >35 Tahun 1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berpengetahuan baik terdapat pada kelompok
umur >35 tahun yaitu 1 responden (33,3%). Dan responden yang berpengetahuan kurag terdapat pada kelompok umur
21-30 tahun yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
Gambaran Pengetahuan Berdasarkan Pekerjaan
Tingkat pengetahuan respoden Berdasarkan Pekerjaan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan berdasarkan Pekerjaan Tentang Mastitis Pada Ibu Nifas di RS Tanjung Pura
Tahun 2015

Pengetahuan Total
No Pekerjaan Baik Cukup Kurang
f % f % f % f %
1 Bekerja 8 26,7 11 36,7 11 36,7 30 100
2 Tidak bekerja 2 13,3 5 33,3 8 53,3 15 100

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berpengetahuan baik terdapat pada yang bekerja
yaitu sebanyak 8 responden (26,7%). Dan responden yang bepegalaman kurang terdapat pada yang tidak bekerja yaitu
8 responden (53,3%).
Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Paritas
Tingkat pengetahuan responden berdasarkan paritas dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden berdasarkan Paritas Tentang Mastitis pada Ibu Nifas di RS
Tanjung Pura Tahun 2015.

Pengetahuan Total
No Umur Baik Cukup Kurang
f % f % f % f %
1 Primipara 5 27,8 6 33,3 7 38,8 18 100
2 Secundipara 3 20 6 40 6 40 15 100
3 Multipara 2 16,7 4 33,3 6 50 12 100

120
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berpengalaman baik terdapat pada primpara
yaitu 5 responden (27,8%). Dan responden yang berpengalaman kurang terdapat pada multipara yaitu sebanyak 6
responden (50%)

PEMBAHASAN PENELITIAN

Pembahasan
Dari hasil penelitian 45 Responden di RS Tanjung Pura Tahun 2014 mengenai Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas
tentang Mastitis maka pembahasan adalah sebagai berikut :
Gambaran Pengetahuan Responden
Dari Berdasarkan Tabel diatas menunjukan dari 45 responden yang diteliti mayoritas responden memilki
pengetahuan kurang sebanyak 19 responden (42,2%), memiliki pengetahuan cukup sebanyak 16 responden (35,6%)
dan memiliki pengetahuan baik sebanyak 10 responden (22,2%).
Menurut notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan
pengindraan melalui panca indra manusia yakin indra penglihatan, pendengaran, pencuiuman rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain,
media massa maupun lngkungan.
Menurut Bertha (2012) petugas kesehatan perlu memberi informasi pada ibu bagaimana cara mencegah mastitis
dengan menyakinkan ibu bahwa bila terkena mastitis setidaknya menyusui tetap dilanjutkan dan hal ini tidak akan
membahayakan bayinya.
Menurut asumsi penulis, teori diatas sesuai dengan hasil penelitian bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap
mastitis, dilihat dari hasil penelitian ibu nifas mempunyai pengetahuan kurang, hal ini disebpkan karena kurannya
pengetahuan ibu tentang faktor-faktor mastitis seperti kurang asupan gizi dan tingkat kelelahan, untuk itu perlu diberikan
penyluhan pada ibu menyusui tentang mastitis baik itu pencegahan ataupun penanganan agar pengatahuan respoden
tetap up to date atau sesuai dengan perkembangan teknologi kesehatan .
Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Umur
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berpengetahuan baik terdapat pada kelompok
umur >35 tahun yaitu 1 responden (33,3%). Dan responden yang berpengetahuan kurag terdapat pada kelompok umur
21-30 tahun yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan seorang wanita yang berumur 21-35
tahun dikatakan masa reproduksi sehat dan pada masa ini penegtahuan seorang meningkat dimana seorang secara
umur seorang selalau dibarengi dengan pertumbuhan dan perkembangan. Semakin bertambah umur seorang semakin
meningkat pula kematangan fungsi biologisnya. Umur yang labih tua memiliki kebiasan kerja dan ingatan yang lebih
daripada umur yang lebih muda. Umur secara krologis merupakan penentu dari tingkat kemampuan seorang untuk
memeproleh pengetahuan (Hurlock, 1999).
Menurut Bertha (2012) wanita yang berumur 21-30 tahun lebih sering terkena mastitis daripada wanita di bawah
usia 21 tahun dan diatas 35 tahun.
Menurut asumsi penulis, teori diatas sesuai dengan hasil penelitian bahwa umur 21-30 tahun lebih sering
menderita mastitis daripada wainta yang dibawah usia 21 tahun dan diatas 35 tahun. Dan ibu yang kurang mendapatakn
asupan gizi akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh sehingga menyebapkan kelelagan, ini diakibatkan karena
rasa nyeri dan demam yang dialami oleh ibu yang terkena mastitis.
Tingkat Pengetahuan responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berpengetahuan baik terdapat pada yang bekerja
yaitu sebanyak 8 responden (26,7%). Dan responden yang bepegalaman kurang terdapat pada yang tidak bekerja yaitu
8 responden (53,3%).
Pekerjaan merupakan kegiatan formal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kebahagian bergantung
pada kesesuain besar dan luasnya cakupan bakat dan minat dengan tugas yang diemban. Pengalaman dan pendidikan
wanita sejak kecil akan mempengaruh sikap dan penampilan mereka dengan kaitannya terhadap menuyui, ibu yang
berpendidikan tinggi dan tidak bekerja dan selalu berada disisi anaknya kemungkinan pemberian ASI akan lebih mudah
dilakukan (Hulock,1999).
121
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Menurut Bertha (2012), bekerja diluar rumah lebih sering terkena mastitus karena interval antara menyusui yang
panjang dan kekeurangan waktu untuk pengeluaran ASI yag ade kuat.
Menurut asumsi penulis, teori diatas sesuai dengan hasil penelitian bahwa pekerjaan berpengaruh terhadap
mastits, ibu yang bekerja diluar rumah akan lebh sering menderita mastitus dibandingkan dengan ibu yang hanya
bekerja sebagai ibu rumah tagga atau IRT, hal ini disebabkan karena waktu yang diperlukan untuk menusui bayinya
tidak terpenuhi sehingga terjadilah pembendunagn air susu ibu (ASI) yang menyebabkan mastitis.
Gambaran Pengetahuan Responden Berdasarkan Paritas
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang berpengalaman baik terdapat pada primpara
yaitu 5 responden (27,8%). Dan responden yang berpengalaman kurang terdapat pada multipara yaitu sebanyak 6
responden (50%).
Wanita primpira lebih rentan mengalami mastitis, ini disebapkan karena selama setelah persalinan ASI jarang
dapat keluar akhirnya terjadi pembendungan ASI yang menyebakan mastitus (Bertha, 2012).
Menurut asumsi penulis, teori diatas sesusuai dengan hasil penelitian bahwa paritas berpengaruh terhadap
mastitis, ibu primpara lebih banyak tidak memberikan ASI kepada bayinya disebabkan karena kurangnya pengetahuan
ibu dan amsih ada rasa malu atau enggan dalam proses menyusui untuk itu perlu penjelasan dan dorongan dari tenaga
kesehatan dan keluarga, dan paritas, makin tinggi dapat mengubah dan memepngaruhi pengetahuan seseorang,
semakin sering melahirkan anak semakin banyak penegtahuan yang didapat baik dari sendiri maupun orang lain.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Setelah penulis melakukan penelitian tentang Tingkat Pengetahun Ibu Nifas Tentang Mastitis maka dapat
disimpulkan:
1. Berdasarkan pengetahuan menunjukan dari 45 responden yang diteliti mayoritas responden memilki
pengetahuan kurang sebanyak 19 responden (42,2%), memiliki pengetahuan cukup sebanyak 16 responden
(35,6%) dan memiliki pengetahuan baik sebanyak 10 responden (22,2%).
2. Berdasarkan umur bahwa responden yang berpengetahuan baik terdapat pada kelompok umur >35 tahun yaitu
1 responden (33,3%). Dan responden yang berpengetahuan kurag terdapat pada kelompok umur 21-30 tahun
yaitu sebanyak 14 responden (46,7%).
3. Berdasarkan pekerjaan bahwa responden yang berpengetahuan baik terdapat pada yang bekerja yaitu
sebanyak 8 responden (26,7%). Dan responden yang bepegalaman kurang terdapat pada yang tidak bekerja
yaitu 8 responden (53,3%).
4. Berdasarkan paritas bahwa responden yang berpengalaman baik terdapat pada primpara yaitu 5 responden
(27,8%). Dan responden yang berpengalaman kurang terdapat pada multipara yaitu sebanyak 6 responden
(50%).
Saran
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan yang di Ruang Kebidanan RS Tanjung Pura Tahun 2015 agar
memeberikan penyuluhan cara menuyusui yang benar , perawatan payudara, kebutuhan gizi ibu nifas dan
daya tahan tubuh dalam masa menyusui khususnya untuk mencegah mastitis.
2. Diharapkan kepada instansi kesehatan untuk refensi selanjutnya
3. diharapakn kepada peneliti selajutnya agar melakukan penelitian lanjutan dengan variabel yang berbed

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, 2013, Praktek Kebidanan, EGC, Jakarta


Arikunto, 2010, Prosedur Penelitia Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta
Anggraini Y, 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka
Bertha, 2012, Mastitis penyebab dan penalaksanaan, EGC.
Rihama.Ambarwati, E. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogjakarta : MITRA CENDIKIA.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Bahiyatun.2009. Buku AjarAsuhan Kebidanan Nifas Normal.Jakarta : EGC.
122
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 2, No. 1
ISSN: 2550-0414 Januari 2018

Farrer, Helen, 2009, Perawatan Martenitas, EGC, Jakarta.


Departemen Kesehatan RI, Angka Kematian Ibu. Jakarta, 2010.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang, 2010.
Dinas Kesehatan Kota Semarang, Profi Kesehatan Kota Semarang. Semarang, 2010.
Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, Profil Kesehatan Kabupaten Grobogan. Grobogan, 2010.
Hidayat. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta : RINEKA CIPTA. Notoatmodjo, S. 2003.
Pendidikan dan perilaku kesehatan.Jakarta : RINEKA CIPTA. Notoatmodjo, S. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : RINEKA CIPTA. Pramitasari RD, Saryono. 2009. Perawatan Payudara.
Yogyakarta : Mitra Cendekia.

123

Anda mungkin juga menyukai