Anda di halaman 1dari 11

1.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan diskresi dan prasyarat untuk dilakukanya
diskresi serta sebutkan Asas-asas pembentukan produk hukum administrasi negara
melalui diskresi !
2. Jelaskan perbedaan hukum pidana khusus dengan hukum pidana lokal, serta
perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan dalam tindak pidana !
3. Sebutkan perkara apa saja yang menjadi kewenangan mahkamah konstitusi dan
Peradilan Agama serta jelaskan bagaimana proses mengajukan perkara di dua
lembaga peradilan tersebut !

JAWAB:

1. Diskresi menurut Modul ISIP4131 pada hakikatnya adalah salah satu bentuk
tindakan pemerintahan atau kewenangan pejabat/negara/pemerintahan yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah berdasarkan
pada pertimbangan pribadi dan hati nuraninya dengan memperhatikan batas-batas
hukum yang berlaku, asas-asas umum pemerintahan yang baik serta norma-norma
yang berkembang di masyarakat, dan ditujukan untuk kepentingan umum.

Prasyarat kondisi tindakan diskresi

Pada hakikatnya , syarat-syarat kondisi melakukan tindakan diskresi adalah


sebagai berikut:

1) Apabila terjadi kekosongan hukum atau peraturan perundang-undangan


terkait situasi, keadaan atau permasalahan tertentu yang harus diatasi,
belum ada, atau tidak mengatur.
2) Apabila rumusan peraturannya perundang-undangannya bersifat samar dan
menimbulkan multitafsir.
3) Apabila ada pendelegasian berdasarkan perundang-undangan.
4) Apabila diperlukan untuk pemenuhan kepentingan umum.
5) Apabila mendesak dan alasannya memiliki dasar serta dibenarkan motif
perbuatannya.
6) Apabila diperlukan keputusan yang lebih cepat, efesien, dan efektif dalam
mencapai tujuan yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia dan Undang-Undang.
7) Apabila untuk mengatasi suatu kasus dan permasalahan umum yang bersifat
darurat, bencana alam, atau Negara dalam keadaan darurat.
8) Pejabat mengambil tindakan diskresi memiliki hak atau kewenangan.
Asas-asas pembentukan produk hukum administrasi Negara melalui diskresi

Dalam membentuk suatu produk Hukum Administrasi Negara melalui


tindakan diskresi harus memenuhi asas-asas sebagai berikut:

1) Isi pengaturan dari produk hukum administrasi Negara yang dibuat


menggunakan asas diskresi harus memenuhi asas-asas umum pemerintahan
yang baik, yaitu:
a) Kepastian hukum;
b) Keseimbangan;
c) Kesamaan;
d) Bertindak cermat;
e) Motivasi;
f) Tidak mencampuradukkan kewenangan;
g) Permainan yang layak;
h) Keadilan atau kewajaran;
i) Menanggapi pengharapan yang wajar;
j) Meniadakan suatu akibat keputusan-keputusan yang batal;
k) Perlindungan pandangan hidup pribadi;
l) Kebijaksanaan;
m) Pelaksanaan kepentingan umum.
2) Tindakan diskresi yang dilakukan dalam rangka pembentukan produk suatu
Hukum Administrasi Negara, harus menggambarkan tindakan yang
mengutamakan asas-asas:
a) Kepastian hukum;
b) Keseimbangan;
c) Kecermatan/kehati-hatian;
d) Ketajaman dalam menentukan sasaran;
e) Kebijakan;
f) Gotong-royong.
2. Hukum pidana khusus (bijzonder strafrecht / jus special) adalah hukum pidana yang
berlaku khusus bagi golongan orang-orang tertentu (anggota ABRI dan yang
disamakan dengan anggota ABRI) atau yang memuat perkara-perkara pidana
tertentu (seperti: tindak pidana ekonomi, tindak pidana subversi, tindak pidana
korupsi, tindak pidana narkotika, dan lain-lain). Hukum pidana khusus dimuat
dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana di luar KUHP.
Hukum pidana lokal (local strafrecht) disebut juga dengan hukum pidana
komunal atau hukum pidana daerah atau hukum pidana atau hukum pidana
setempat (communal strafrecht/plaatselijk strafrecht) adalah hukum pidana yang
dibuat oleh daerah tingkat I atau tingkat II dan yang berlaku pada daerah tersebut.
Hukum pidana lokal bukanlah hukum pidana khusus, meskipun dihadapkan
dengan masalah-masalah yang khusus bagi daerah. Hal ini disebabkan hukum
pidana lokal itu tidak mengandung asas-asas pidana yang menyimpang dari asas-
asas pidana umum. Hukum pidana lokal dimuat dalam peraturan-peraturan daerah
(disingkat “Perda”) tingkat I ataupun tingkat II.

Perbedaan kejahatan dan pelanggaran dalam tindak pidana

A) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 

 KUHP terdiri dari 569 Pasal.

Buku I tentang Aturan Umum: Pasal 1-Pasal 103


Buku II tentang Kejahatan: Pasal 104-Pasal 488
Buku III tentang Pelanggaran: Pasal 489-569

 Code Penal Perancis membagi tindak pidana atas:

1) Crimes (Kejahatan)
2) Delits (Kejahatan Ringan)
3) Contravention (Pelanggaran)

B) Perbedaan Antara Kejahatan (Misdrijven) dan Pelanggaran (Overtredingen)


1) Menurut Memorie van Toelicting (Buku Penjelasan KUHP)

 Kejahatan adalah delik hukum (rechts delict). Suatu perbuatan merupakan


delik hukum, apabila sejak semula sudah dapat dirasakan bahwa perbuatan
tersebut telah bertentangan dengan hukum sebelum ditentukan dalam undang-
undang.
 Pelanggaran adalah delik undang-undang (wets delict). Baru dapat dirasakan
sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum setelah ditentukan dalam
undang-undang.

2) Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Moeljatno


Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran termasuk
perbedaan kuantitatif, yaitu perbedaan tindak pidana yang didasarkan berat
ringannya ancaman pidana antara kejahatan dengan pelanggaran.
Perbedaan akibat-akibat hukum antara kejahatan dan pelanggaran adalah
sebagai berikut:
1. Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan, sedangkan pada
pelanggaran tidak.
2. Pada kejahatan, bentuk kesalahan (schuld) yaitu kesengajaan (opzet) atau
kealpaan (culpa) pada pelaku tindak pidana harus dibuktikan. Pada pelanggaran
hal ini tidak perlu dibuktikan
3. Percobaan melakukan kejahatan dapat dipidana, sedangkan percobaan
melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 53 jo. Pasal 54 KUHP)
4. Pembantuan melakukan kejahatan dapat dipidana, sedangkan pembantuan
pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 56 jo. Pasal 60 KUHP)
5. Gugurnya karena daluarsa hak penuntutan pidana dan hak menjalankan
pidana bagi kejahatan jangka waktunya lebih lama daripada bagi pelanggaran
(Pasal 78 dan Pasal 84 KUHP)
6. Hak untuk menuntut pidana terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang
di luar wilayah Indonesia melakukan suatu tindak pidana tertentu, hanya
berlaku dalam hal dilakukannya suatu kejahatan (Pasal 5 KUHP), tidak dalam
melakukan pelanggaran.
7. Pengaduan sebagai syarat penuntutan dalam delik aduan hanya ditentukan
untuk tindak pidana kejahatan (Pasal 72-75 KUHP)

Dalam modul ISIP4131, dijelaskan bahwa perbedaan kejahatan dan


pelanggaran adalah sebagai berikut:

a. Pelanggaran ialah mengenai hal-hal kecil atau ringan, yang diancam


dengan hukuman denda, misalnya: sopir mobil yang tak memiliki SIM, dll.
b. Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan,
penganiayaan, penghinaan, pencurian, dsb.

3. Perbedaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Peradilan Agama


A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi antara lain adalah:
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu)
kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
5. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment)
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 Mahkamah Konstitusi memiliki
kewenangan tambahan Memutus perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota selama belum terbentuk peradilan khusus

B. Kewenangan Peradilan Agama, diantara lain adalah:

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama


1) PERKAWINAN
Hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan
yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain : Berdasarkan Undang –
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
a) Izin beristri lebih dari seorang;
b) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh
satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada
perbedaan pendapat;
c) Dispensasi kawin;
d) Pencegahan perkawinan;
e) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
f) Pembatalan perkawinan;
g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
h) Perceraian karena talak;Gugatan perceraian;
i) Penyelesaian harta bersama;
j) Penguasaan anak-anak;
k) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak
yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
l) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas
istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
m) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
n) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
o) Pencabutan kekuasaan wali;
p) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut;
q) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum Cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
r) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah keuasaannya;
s) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
t) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
u) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang
nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan
yang lain.

2) WARIS
Penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan,
penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohoonan seseorang
tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing
ahli waris

3) WASIAT
Perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau
lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal
dunia.

4) HIBAH
Pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada
orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

5) WAKAF
Perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

6) ZAKAT
Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimliki
oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.

7) INFAK
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi
kebutuhan, baik berupa makanan, muniman, mendermakan, memberikan rezeki
(karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan
karena Allah Subhanahu Wata’ala.
8) SHODAQOH
Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan
hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu
dengan mengharap ridho Allah swt. dan pahala semata.

9) EKONOMI SYARI’AH
Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara
lain meliputi:
a) Bank syari’ah;
b) Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c) Asuransi syari’ah;
d) Reasuransi syari’ah;
e) Reksa dana syari’ah;
f) Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g) Sekuritas syari’ah;
h) Pembiayaan syari’ah;
i) Pegadaian syari’ah;
j) Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah;
k) Bisnis syari’ah;

C. Proses Mengajukan Perkara di Mahkamah Konstitusi

Ketentuan berlaku terkait langkah-langkah dalam proses permohonan


pengajuan perkara di Mahkamah Konstitusi diantaranya diatur dalam Pasal 32, 33,
dan Pasal 34 UU No. 8 Tahun 2011, secara berurutan pengajuan permohonan
tersebut adalah sebagai berikut:

1) Setiap permohonan perkara yang diajukan pada MK akan diperiksa oleh


Panitera Mahkamah Konstitusi, apabila permohonan tersebut belum lengkap
diberi tenggar waktu selama 7 hari untuk memperbaiki dokumen
permohonan tersebut.
2) Apabila permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dan dapat diterima,
maka dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan kepada pemohon
diberikan tanda terima. Apabila kelengkapan Permohonan tidak dipenuhi
dalam jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan diatas, Panitera
Mahkamah Konstitusi menerbitkan akta yang menyatakan bahwa
Permohonan tidak diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan
diberitahukan kepada pemohon disertai dengan pengembalian berkas
Permohonan.
3) Mahkamah Konstitusi menyampaikan salinan Permohonan kepada DPR dan
Presiden dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
Permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
4) Mahkamah Konstitusi menetapkan hari siding pertama dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Permohonan dicatat dalam
Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
5) Penetapan hari siding diberitahukan kepada pemohon, termohon dan pihak
terkait serta diumumkan kepada masyarakat. Pengumuman dilakukan
dengan menempelkannya di papan pengumuman yang khusus dibuat untuk
itu dan/atau melalui media cetak atau media elektronik.
6) Pemberitahuan penetapan hari siding harus sudah diterima oleh para pihak
yang berperkara dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum
hari persidangan.

D. Proses Mengajukan Perkara di Peradilan Agama


TAHAPAN PROSES PERKARA
PENDAFTARAN PERKARA

1. Pihak berperka datang ke Pengadilan Agama Sumber dengan membawa surat gugatan
atau permohonan :
  a. Blangko gugatan
  b. Blangko permohonan
2. Pihak berperkara menghadap petugas meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan
atau permohonan, minimal 6 (enam rangkap beserta fotokopi Kutipan Akta Nikah yang
telah ditempeli materai dan cap pos dan fotokopi KTP (untuk perkara perceraian).
3. Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan
dengan perkara yang diajukan menaksir panjar biaya perkara yang kemudia ditulis
dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
4. Pihak berperkara membayar Panjar Biaya Perkara ke Bank yang ditunjuk yang besarnya
sesuai dengan jumlah yang tertera pada Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
5. Pemegang kas (kasir) menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan
membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) kemudian menyerahkan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM) yang telah dicap lunas dan surat gugatan atau permohonan kepada
pihak berperkara.

TAHAPAN PENANGANAN PERKARA DI PERSIDANGAN


Perkara yang sudah didaftar di Pengadilan Agama oleh Penggugat/Pemohon
selanjutnya tinggal menunggu panggilan sidang dari Juru Sita/Juru Sita Pengganti.
Pemanggilan oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti kepada pihak
Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon dilakukan sekurang-kurangnya 3
hari sebelum sidang sudah sampai kepada yang bersangkutan, dan langsung
disampaikan kealamat Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon seperti yang
tersebut dalam surat gugatan/permohonan. Jika pada saat dipanggil para pihak
tidak ditemukan di alamatnya, maka panggilan disampaikan melalui Kepala
Desa/Lurah dimana para pihak bertempat tinggal.
Jika para pihak sudah dipanggil dan datang ke Pengadilan Agama segera
mendaftarkan diri di piket Meja Informasi yang tersedia, dan tinggal menunggu
antrian sidang. Para pihak yang sedang, menunggu giliran sidang diruangan khusus
yang tersedia sambil menonton televisi.

TAHAPAN-TAHAPAN PENANGANAN PERKARA DI PERSIDANGAN


UPAYA PERDAMAIAN.
Pada perkara perceraian, seperti cerai gugat dan cerai talak, hakim wajib
mendamaian kedua belah pihak berperkara pada setiap kali persidang ( Pasal 56
ayat 2, 65, 82, 83 UU No 7 Tahun 1989. Dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir
dipersidangan dilanjutkan dengan mediasi PERMA No 1 Tahun 2008. Kedua belah
pihak bebas memilih Hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Pelaihar
tanpa dipungut biaya. Apabila terjadi perdamaian, maka perkaranya dicabut oleh
Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai.
Dalam perkara perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum
pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara para
pihak berperkara ( Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan dengan
mediasi. Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim mediator yang
tersedia di Pengadilan Agama tanpa dipungut biaya, kecuali para pihak
menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertikat, maka biayanya
seluruhnya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan mereka.
Apabila terjadi damai, maka dibuatkan akta perdamaian ( Acta Van Verglijk). Akta
Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim,dan
dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan banding, kasasi dan peninjauan
kembali.
Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian maupun
perkara perdata umum, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan.
PEMBACAAN SURAT GUGATAN PENGGUGAT.
Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib
menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum
sidangnya selalu terbuka.
Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan
oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan
kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan
tanggapan/jawabannya, pihak penggugat punya hak untuk mengubah, mencabut
atau mempertahankan isi surat gugatannya tersebut. Abala Penggugat menyatakan
tetap tidak ada perubahan dan tambahan dalam gugatannya itu kemudian
persidangan dilanjutkan ketahap berikutnya.
JAWABAN TERGUGAT.
Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan mengajukan
jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya. Jawaban
tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan ( Pasal 158 ayat (1) R.Bg). Pada
tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan eksepsi (tangkisan) atau
rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar panjar biaya
perkara.
REPLIK PENGGUGAT.
Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat. Pada tahap
ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa pula merubah
sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.
DUPLIK TERGUGAT.
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya/menyampaikan dupliknya. Dalam tahap ini
dapat diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan tergugat.
Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-hal
yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara
pembuktian.
PEMBUKTIAN.
Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama untuk
mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi secara
bergantian yang diatur oleh hakim.
KESIMPULAN PARA PIHAK.
Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan
selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang
disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula secara tertulis.
MUSYAWARAH MAJELIS HAKIM.
Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasi ( Pasal 19 ayat (3) UU
No. 4 Tahun 2004. Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim , semua hakim
menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara lisan maupun
tertulis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan
pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan (dissenting opinion).
PUTUSAN HAKIM.
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada
tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut,
penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang
waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila penggugat/ tergugat tidak hadir
saat dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan Agama akan menyampaikan
isi/amar putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan
hukum tetap setelah 14 hari amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.
Catatan:
Perkara Cerai Talak masih ada Sidang lanjutan yaitu sidang pengucapan Ikrar
Talak, dan ini dilakukan setelah putusan Berkekuatan Hukum Tetap (BHT). Kedua
belah pihak akan dipanggil lagi kealamatnya untuk menghadiri sidang tersebut.

REFERENSI:

BUKU MATERI POKOK ISIP4131/3SKS/MODUL 1-9 Oleh Nandang Alamshah Deliarnoor

Modul 6: Hukum Administrasi Negara

Modul 7: Hukum Pidana

Modul 8: Hukum Acara

https://kelashukum.com/2019/10/25/jenis-jenis-tindak-pidana-menurut-kuhp/
https://tutonmahasiswaut.wordpress.com/2017/10/15/inisiasi-diskusi-8a/
KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI https://mkri.id/index.php?
page=web.ProfilMK&id=3

JENIS – JENIS PERKARA YANG MENJADI KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA http://pa-


waikabubak.go.id/info-perkara-tentang-perkara/layanan-informasi-perkara/jenis-perkara-
kewenangan-pengadilan-agama

Tahapan-Tahapan Perkara https://web.pa-sumber.go.id/layanan-publik/tahapan-


tahapan-perkara

Anda mungkin juga menyukai