OLEH :
SAKKA FAFARACH EDYSRI PUTRI
NIM. 1702076
3B/DIII KEPERAWATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
SYOK SEPSIS
A. Pengertian
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa menyebabkan organ-
organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada kematian (Purnama, 2014).
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons sistemik terhadap
infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang melatarbelakangi
sindrom sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya bakterimia,
tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Oleh karena itu kerusakan dan disfungsi organ
bukanlah disebabkan oleh infeksinya, tetapi juga respon tubuh terhadap infeksi
dan beberapa kondisi lain yang mengakibatkan kerusakan-kerudasakan pada
sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan normal, respon ini dapat diadaptasi, tapi
pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya (Bakta & Suastika, 2012).
B. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif
saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur
lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat
mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses
tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih,
perut, dan panggul.
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu
dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
C. Manifestasi Klinik
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus
dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi
penyebab sepsis. Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ
vital, termasuk (Davey, 2011):
- Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan
darah vena dan arteri.
- Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada
awalnya, namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien
menjadi dingin dan perfusinya buruk.
- Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
- Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran
kemih harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk
mendapatkan gambaran fungsi ginjal.
- Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O2
alveoli-arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering
diperiksa, dan apabila terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu
mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
- Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas
darah arteri dan kadar laktat.
D. Patofisiologi
Terdapat beberapa patofisiologi terjadinya sepsis, yaitu gangguan koagulasi,
disfungsi seluler, dan gangguan metabolik.
1) Gangguan Koagulasi
Dalam keadaan tubuh yang normal, terjadi homeostatis yang baik
sehingga darah dapat mengalir dalam tubuh dan pembekuan darah dapat
terjadi pada saat yang diperlukan untuk mengontrol perdarahan. Namun,
pada sepsis terjadi perubahan pada sistem koagulasi dan sel yang mengatur
sistem tersebut.
Terjadi peningkatan penggunaan trombosit dan waktu pembekuan darah
akan meningkat. Homeostasis akan menjadi terganggu sehingga terjadi
penyumbatan pembuluh darah. Produksi faktor-faktor prokoagulen pun akan
meningkat sehingga sumsum tulang pun akan menghasilkan sel darah putih
ke dalam sirkulasi. Efek lokal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
koagulopati sistematik.
Akhibat adanya gangguan koagulasi, trauma sel endothelial, dan
abnormalitas aliran darah, terjadi gangguan perfusi jaringan dan akhirnya
jaringan mengalami hipoksia.
2) Disfungsi Seluler
Terdapat beberapa aspek seluler yang mengalami gangguan fungsi pada
saat kondidi sepsis, yaitu adanya apoptosis limfosit, hiperaktivitas neutrofil,
dan kegagalan sel endotelial.
a. Apoptosis limfosit
Limfosit merupakan sel penting dalam tubuh dalam melawan infeksi.
Pada pasien sepsis terdapat apoptosis yang signifikan pada limfosit, terutama
pada limpa dan timus. Adanya apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab
terjadinya penurunan fungsi limfosit pada pasien sepsis sehingga terjadi
kegagalan produksi sitokin.
b. Hiperaktivitas neutrofil
Neutrofil juga merupakan komponen penting dalam sistem imun bawaan
sebagai respon terhadap adanya infeksi. Dalam keadaan normalnya, neutrofil
dalam sirkulasi memiliki waktu hidup yang singkat, sekitar 24 jam. Namun,
pada pasien sepsis terdapat penundaan apoptosis neutrofil. Hal ini
menyebabkan neutrofil lebih lama beredar dalam sirkulasi dan menyebabkan
aktivasi faktor nuklear kB serta penurunan level caspase 3. Hal ini
mengakibatkan pertambahan jumlah sel teraktivasi yang berlebih dan dapat
berpotensi menimbulkan trauma pada organ.
c. Kegagalan Sel Endotelial
Gangguan endotelial terjadi akibat adanya peningkatan ekspresi molekul
adhesi pada sel endotel. Hal ini menyebabkan sel darah putih cenderung
menempel pada dinding sel dan terjadi gangguan sistem koagulasi.
3) Gangguan Metabolik
Pada pasien sepsis, terjadi kerusakan dan disfungsi pada mitokondria.
Hal ini menyebabkan energi yang dihasilkan menurun. Akibatnya, terjadi
disfungsi organ secara perlahan dan viabilitas sel dalam menjalankan
fungsinya menurun.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Sepsis termasuk kondisi yang sulit dideteksi karena tanda dan
gejalanya dapat menyerupai penyakit lainnya, namun diagnosis sepsis dapat
ditegakkan apabila pasien menderita setidaknya 2 dari 3 gejala sepsis.
G. Klasifikasi
Pada umumnya, sepsis dapat dibagi menjadi 3 tahap, mulai dari sepsis,
sepsis berat, dan syok septik. Berikut adalah gejala-gejalanya:
Sepsis
Kesulitan bernapas
Syok septik
H. Komplikasi
1) Sindrom distress pernapasan pada dewasa
2) Koagulasi intravaskular
3) Gagal ginjal akut
4) Perdarahan usus
5) Gagal hati
6) Disfungsi sistem saraf pusat
7) Gagal jantung
8) Kematian
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi
yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam
6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup
airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12
mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun
perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.
Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut
oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh
gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan
penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki
utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon
terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah,
penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular,
ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau
bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan
renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada
8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk
mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor
dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-
1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28
mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau
inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada
hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi
plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.
Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi
telah stabil dapat dilakukan hemodialisis
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,
cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara
parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.
Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada
pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
(Chen dan Pohan, 2007).
J. Pemeriksaan Fisik
Berbagai pemeriksaan penunjang dibutuhkan dalam mendiagnosis sepsis,
utamanya adalah untuk melihat penanda inflamasi dan mencari sumber infeksi.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis gas darah diperlukan terutama pada pasien dengan sepsis akibat
infeksi pada saluran pernapasan. Adanya hiperlaktatemia dapat mengindikasikan
adanya hipoperfusi jaringan. Pasien dengan hiperlaktatemia memiliki angka
mortalitas yang lebih tinggi.
4. Pemeriksaan Urine
5. Pemeriksaan Rontgen
6. Ultrasonografi (USG)
7. CT Scan
K. Diagnosa Keperawatan
A. PENGKAJIAN
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika
perlu, Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak
ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.
b. Breathing : Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas
darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-
breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi
di dada, Periksa foto thorak.
c. Circulation:Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan, Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa
waktu pengisian kapiler, Pasang infuse dengan menggunakan
canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau
haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia
atau temperature kurang dari 360C, Siapkan pemeriksaan urin
dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai
kebijakan setempat.
d. Disability : Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka
dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock),
Heart rate : takikardi biasa terjadi, Bunyi jantung : normal
pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan
normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
i. Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea,
Obyektif :Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
j. Neurosensori
Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi motorik
k. Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse,kesulitan bernafas akut atau khronis.
Obyektif : Respirasi rapid, swallow, grunting.
B. DIAOGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Penurunan Kesadaran.
2) Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Afterload dan Preload.
3) Hipertermi b.d Proses Infeksi
4) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer b.d Cardiac Output yang Tidak
Mencukupi.
5) Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan Antara Suplai dan
Kebutuhan Oksigen.
6) Ansietas b.d Perubahan Status Kesehatan.
7) Pola Nafas Tidak Efektif b.d Kelelahan Otot Pernafasan..
8) Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Kognitif
L. INTERVINSI KEPERAWATAN
Temperature
regulation
Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
Monitor TD, nadi,
dan RR
Monitor warna dan
suhu kulit
Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
Berikan anti piretik
jika perlu
Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas
dari nadi
Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
Monitor suara
paru
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
Monitor TD,
nadi, suhu,
dan RR
Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
Auskultasi
TD pada
kedua lengan
dan
bandingkan
Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas
Monitor
kualitas dari
nadi
Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
Monitor suara
paru
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
Monitor
sianosis
perifer
Monitor
adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan
vital sign