Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN SYOK SEPSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Kritis II


Pada Program Studi DIII Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten

OLEH :
SAKKA FAFARACH EDYSRI PUTRI
NIM. 1702076
3B/DIII KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
SYOK SEPSIS

A. Pengertian
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa menyebabkan organ-
organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada kematian (Purnama, 2014).
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons sistemik terhadap
infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang melatarbelakangi
sindrom sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh adanya bakterimia,
tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Oleh karena itu kerusakan dan disfungsi organ
bukanlah disebabkan oleh infeksinya, tetapi juga respon tubuh terhadap infeksi
dan beberapa kondisi lain yang mengakibatkan kerusakan-kerudasakan pada
sindrom sepsis tersebut. Pada keadaan normal, respon ini dapat diadaptasi, tapi
pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya (Bakta & Suastika, 2012).

B. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif
saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur
lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat
mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses
tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih,
perut, dan panggul.
Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
1) Infeksi paru-paru (pneumonia)
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
7) Infeksi pasca operasi
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu
dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.

C. Manifestasi Klinik
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus
dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi
penyebab sepsis. Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ
vital, termasuk (Davey, 2011):
- Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan
darah vena dan arteri.
- Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada
awalnya, namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien
menjadi dingin dan perfusinya buruk.
- Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
- Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran
kemih harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk
mendapatkan gambaran fungsi ginjal.
- Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O2
alveoli-arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering
diperiksa, dan apabila terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu
mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
- Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas
darah arteri dan kadar laktat.

- Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau


tidaknya memar-memar, perdarahan spontan (misal pada tempat-tempat
pungsi vena, menimbulkan dugaan adanya kegagalan sistem hemostatik,
yang membutuhkan tambahan produk darah).

D. Patofisiologi
Terdapat beberapa patofisiologi terjadinya sepsis, yaitu gangguan koagulasi,
disfungsi seluler, dan gangguan metabolik.
1) Gangguan Koagulasi
Dalam keadaan tubuh yang normal, terjadi homeostatis yang baik
sehingga darah dapat mengalir dalam tubuh dan pembekuan darah dapat
terjadi pada saat yang diperlukan untuk mengontrol perdarahan. Namun,
pada sepsis terjadi perubahan pada sistem koagulasi dan sel yang mengatur
sistem tersebut.
Terjadi peningkatan penggunaan trombosit dan waktu pembekuan darah
akan meningkat. Homeostasis akan menjadi terganggu sehingga terjadi
penyumbatan pembuluh darah. Produksi faktor-faktor prokoagulen pun akan
meningkat sehingga sumsum tulang pun akan menghasilkan sel darah putih
ke dalam sirkulasi. Efek lokal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
koagulopati sistematik.
Akhibat adanya gangguan koagulasi, trauma sel endothelial, dan
abnormalitas aliran darah, terjadi gangguan perfusi jaringan dan akhirnya
jaringan mengalami hipoksia.
2) Disfungsi Seluler
Terdapat beberapa aspek seluler yang mengalami gangguan fungsi pada
saat kondidi sepsis, yaitu adanya apoptosis limfosit, hiperaktivitas neutrofil,
dan kegagalan sel endotelial.
a. Apoptosis limfosit
Limfosit merupakan sel penting dalam tubuh dalam melawan infeksi.
Pada pasien sepsis terdapat apoptosis yang signifikan pada limfosit, terutama
pada limpa dan timus. Adanya apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab
terjadinya penurunan fungsi limfosit pada pasien sepsis sehingga terjadi
kegagalan produksi sitokin.
b. Hiperaktivitas neutrofil
Neutrofil juga merupakan komponen penting dalam sistem imun bawaan
sebagai respon terhadap adanya infeksi. Dalam keadaan normalnya, neutrofil
dalam sirkulasi memiliki waktu hidup yang singkat, sekitar 24 jam. Namun,
pada pasien sepsis terdapat penundaan apoptosis neutrofil. Hal ini
menyebabkan neutrofil lebih lama beredar dalam sirkulasi dan menyebabkan
aktivasi faktor nuklear kB serta penurunan level caspase 3. Hal ini
mengakibatkan pertambahan jumlah sel teraktivasi yang berlebih dan dapat
berpotensi menimbulkan trauma pada organ.
c. Kegagalan Sel Endotelial
Gangguan endotelial terjadi akibat adanya peningkatan ekspresi molekul
adhesi pada sel endotel. Hal ini menyebabkan sel darah putih cenderung
menempel pada dinding sel dan terjadi gangguan sistem koagulasi.
3) Gangguan Metabolik
Pada pasien sepsis, terjadi kerusakan dan disfungsi pada mitokondria.
Hal ini menyebabkan energi yang dihasilkan menurun. Akibatnya, terjadi
disfungsi organ secara perlahan dan viabilitas sel dalam menjalankan
fungsinya menurun.

Gagal ginjal akut, depresi miokard, disfungsi liver, ensefalopati, dan


kegagalan paru akut dapat terjadi. Selain itu, terjadi peningkatan katabolisme
pada sepsis tingkat lanjut. Dapat terjadi penurunan substansi massa otot pada
pasien dengan kegagalan multi organ. Penurunan sensitivitas insulin dan
hiperglikemia juga dapat terjadi pada pasien dengan sepsis lanjut.

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Sepsis termasuk kondisi yang sulit dideteksi karena tanda dan
gejalanya dapat menyerupai penyakit lainnya, namun diagnosis sepsis dapat
ditegakkan apabila pasien menderita setidaknya 2 dari 3 gejala sepsis.

Dokter akan mulai dengan pemeriksaan fisik yang akan meliputi:

 Mengambil sampel darah untuk mendeteksi infeksi, masalah dalam


pembekuan darah, fungsi hati atau ginjal yang tidak normal, dan
kandungan elektrolit yang tidak seimbang.
 Pemeriksaan sampel urin (apabila ada indikasi infeksi saluran kemih)
untuk mendeteksi infeksi bakteri.
 Pemeriksaan cairan dari sistem pernapasan misalnya dahak .
 Biopsi luka jika ada, yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan dari
luka.
 Menggunakan alat pemindai gambar berupa x-ray,
CT, ultrasound ataupun MRI untuk mendeteksi abnormalitas di dalam
organ tubuh.

G. Klasifikasi

Pada umumnya, sepsis dapat dibagi menjadi 3 tahap, mulai dari sepsis,
sepsis berat, dan syok septik. Berikut adalah gejala-gejalanya:

 Sepsis

 Demam diatas 38oC atau temperatur dibawah 360C

 Denyut jantung/nadi lebih dari 90 kali  per menit

 Laju pernapasan lebih dari 20 kali per menit

 Sepsis berat (mengindikasikan ada organ yang mengalami kegagalan


fungsi)
 Jumlah urin yang dikeluarkan sangat berkurang (tidak buang air
selama 12 jam).

 Kesehatan mental berubah seperti gelisah, bingung

 Jumlah keping darah (trombosit) yang berkurang

 Kesulitan bernapas

 Detak jantung tidak normal

 Sakit di bagian perut

 Syok septik

 Gejala dan tanda sepsis berat disertai dengan penurunan tekanan


darah yang drastis yang tidak dapat lagi dikoreksi hanya dengan
penggantian cairan tubuh saja.

H. Komplikasi
1) Sindrom distress pernapasan pada dewasa
2) Koagulasi intravaskular
3) Gagal ginjal akut
4) Perdarahan usus
5) Gagal hati
6) Disfungsi sistem saraf pusat
7) Gagal jantung
8) Kematian

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi
yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam
6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup
airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12
mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun
perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.
Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut
oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh
gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan
penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki
utilisasi oksigen di jaringan.
2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan
baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor
kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon
terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah,
penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular,
ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau
bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan
renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada
8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk
mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor
dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-
1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28
mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau
inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada
hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi
plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.
Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi
telah stabil dapat dilakukan hemodialisis
6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,
cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara
parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.
Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada
pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
(Chen dan Pohan, 2007).

J. Pemeriksaan Fisik
Berbagai pemeriksaan penunjang dibutuhkan dalam mendiagnosis sepsis,
utamanya adalah untuk melihat penanda inflamasi dan mencari sumber infeksi.
1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk melihat variable


inflamasi, seperti :

a. Leukositosis >12.000/mm3 atau leukopenia <4000/mm3


b. Hitung jenis sel darah putih dengan >10% bentuk imatur
c. Peningkatan C-reactive protein (CRP) plasma
d. Peningkatan prokalsitonin
e. Thrombositopenia <100.000/mm3
f. Anemia yang ditandai penurunan Hb

Pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk melihat adanya gangguan atau


disfungsi organ seperti, gangguan fungsi liver (SGOT, SGPT), gangguan fungsi
ginjal (ureum dan kreatinin), dan hiperbilirubinemia.

2. Analisis Gas Darah

Analisis gas darah diperlukan terutama pada pasien dengan sepsis akibat
infeksi pada saluran pernapasan. Adanya hiperlaktatemia dapat mengindikasikan
adanya hipoperfusi jaringan. Pasien dengan hiperlaktatemia memiliki angka
mortalitas yang lebih tinggi.

3. Pemeriksaan Mikroskopik atau Kultur Bakteri

Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram dan kultur bakteri


diperlukan pada setiap pasien.

4. Pemeriksaan Urine

Pada pasien dengan kecurigaan urosepsis, dapat dilakukan pemeriksaan


urinalisis, pewarnaan gram urine, dan kultur urine.

5. Pemeriksaan Rontgen

Pemeriksaan rontgen dada diperlukan pada pasien dengan kecurigaan sepsis


akibat pneumonia. Pemeriksaan rontgen abdominal dengan
posisi supine atau lateral decubitus juga diperlukan pada pasien yang dicurigai
terdapat infeksi pada abdomen.

6. Ultrasonografi (USG)

USG diperlukan apabila pasien dicurigai mengalami infeksi pada traktus


biliaris atau infeksi pada abdomen.

7. CT Scan

CT Scan diperlukan untuk menyingkirkan adanya abses abdominal atau


infeksi pada retroperitoneal. CT Scan kepala diperlukan apabila pasien
mengalami perubahan status mental, atau dicurigai mengalami infeksi pada
daerah kepala (otitis, sinusitis, riwayat operasi intrakranial).

K. Diagnosa Keperawatan
A. PENGKAJIAN
a. Airway : Yakinkan kepatenan jalan napas, Berikan alat bantu napas jika
perlu, Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak
ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.
b. Breathing : Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan, Kaji saturasi oksigen, Periksa gas
darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis, Berikan 100% oksigen melalui non re-
breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi
di dada, Periksa foto thorak.
c. Circulation:Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan, Monitoring tekanan darah, tekanan darah, Periksa
waktu pengisian kapiler, Pasang infuse dengan menggunakan
canul yang besar, Berikan cairan koloid – gelofusin atau
haemaccel, Pasang kateter, Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia
atau temperature kurang dari 360C, Siapkan pemeriksaan urin
dan sputum, Berikan antibiotic spectrum luas sesuai
kebijakan setempat.
d. Disability : Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka
dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
f. Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
g. Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock),
Heart rate : takikardi biasa terjadi, Bunyi jantung : normal
pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan
normal, Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
h. Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian,
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
i. Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea,
Obyektif :Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
j. Neurosensori
Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi motorik
k. Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse,kesulitan bernafas akut atau khronis.
Obyektif : Respirasi rapid, swallow, grunting.

B. DIAOGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Penurunan Kesadaran.
2) Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Afterload dan Preload.
3) Hipertermi b.d Proses Infeksi
4) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer b.d Cardiac Output yang Tidak
Mencukupi.
5) Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan Antara Suplai dan
Kebutuhan Oksigen.
6) Ansietas b.d Perubahan Status Kesehatan.
7) Pola Nafas Tidak Efektif b.d Kelelahan Otot Pernafasan..
8) Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Kognitif

L. INTERVINSI KEPERAWATAN

a.  Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Penurunan Kesadaran.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Airway Managemen :
keperawatan selama ... x 24 jam .  Buka jalan nafas
pasien akan :  Posisikan pasien untuk
1. TTV dalam rentang normal memaksimalkan ventilasi
2. Menunjukkan jalan napas yang ( fowler/semifowler)
paten  Auskultasi suara nafas , catat adanya
3. Mendemostrasikan suara napas suara tambahan
yang bersih, tidak ada sianosis dan  Identifikasi pasien perlunya
dypsneu. pemasangan alat jalan nafas buatan
 Monitor respirasi dan status O2
 Monitor TTV.

b. Penurunan Curah Jantung b.d Penurunan Afterlod, Penurunan Preload, Ketidak


efektifan Kontraktilitas Otot Jantung, Deficit Volume Cairan.

Penurunan curah NOC : NIC :


jantung b/d respon    Cardiac Pump 1. Cardiac Care
fisiologis otot jantung, effectiveness  Evaluasi adanya nyeri
peningkatan frekuensi,     Circulation Status dada ( intensitas,lokasi,
dilatasi, hipertrofi atau      Vital Sign Status durasi)
peningkatan isi Kriteria Hasil:  Catat adanya disritmia
sekuncup  Tanda Vital dalam jantung
rentang normal  Catat adanya tanda dan
(Tekanan darah, gejala penurunan
Nadi, respirasi) cardiac putput
 Dapat mentoleransi  Monitor status
aktivitas, tidak ada kardiovaskuler
kelelahan  Monitor status
 Tidak ada edema pernafasan yang
paru, perifer, dan menandakan gagal
tidak ada asites jantung
 Tidak ada  Monitor abdomen
penurunan sebagai indicator
kesadaran penurunan perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
 Monitor respon pasien
terhadap efek
pengobatan antiaritmia
 Atur periode latihan dan
istirahat untuk
menghindari kelelahan
 Monitor toleransi
aktivitas pasien
 Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
 Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor adanya pulsus
paradoksus
 Monitor adanya pulsus
alterans
 Monitor jumlah dan
irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

c.   Hipertermi b.d Proses Infeksi

Hipertermia NOC : NIC :


Definisi : suhu tubuh naik diatas Thermoregulation  Fever treatment
rentang normal Kriteria Hasil :  Monitor suhu
Batasan Karakteristik:  Suhu tubuh sesering mungkin
 kenaikan suhu tubuh diatas dalam rentang  Monitor IWL
rentang normal normal  Monitor warna dan
 serangan atau konvulsi  Nadi dan RR suhu kulit
(kejang) dalam rentang  Monitor tekanan
 kulit kemerahan normal darah, nadi dan RR
 pertambahan RR  Tidak ada  Monitor penurunan
 takikardi perubahan tingkat kesadaran
 saat disentuh tangan terasa warna kulit  Monitor WBC, Hb,
hangat dan tidak ada dan Hct
Faktor faktor yang berhubungan : pusing,  Monitor intake dan
 penyakit/ trauma merasa output
 peningkatan metabolisme nyaman  Berikan anti piretik
 aktivitas yang berlebih  Berikan
 pengaruh medikasi/anastesi pengobatan untuk
 ketidakmampuan/penurunan mengatasi
kemampuan untuk penyebab demam
berkeringat  Selimuti pasien
 terpapar dilingkungan panas  Lakukan tapid
 dehidrasi sponge
 pakaian yang tidak tepat  Berikan cairan
intravena
 Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
 Tingkatkan
sirkulasi udara
 Berikan
pengobatan untuk
mencegah
terjadinya
menggigil

Temperature
regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
 Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD, nadi,
dan RR
 Monitor warna dan
suhu kulit
 Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
 Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
 Monitor suara
paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

d. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer b.d Cardiac Output yang Tidak


Mencukupi.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Management sensasi perifer:
keperawatan selama ... x 24 jam . a. Monitor tekanan darah dan nadi apikal
pasien akan : setiap 4 jam
a. Tekanan sisitole dan diastole b. Instruksikan keluarga untuk
dalam rentang normal mengobservasi kulit jika ada lesi
b. Menunjukkan tingkat kesadaran c. Monitor adanya daerah tertentu yang
yang baik hanya peka terhadap panas atau dingin
d. Kolaborasi obat antihipertensi.

e. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan Antara Suplai dan Kebutuhan


Oksigen.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy
keperawatan selama ... x 24 jam .  Kaji hal-hal yang mampu dilakukan
pasien akan : klien.
 Berpartisipasi dalam aktivitas  Bantu klien memenuhi kebutuhan
fisik tanpa disertai peningkatan aktivitasnya sesuai dengan tingkat
tekanan darah nadi dan respirasi keterbatasan klien
 Mampu melakukan aktivitas  Beri penjelasan tentang hal-hal yang
sehari-hari secara mandiri dapat membantu dan meningkatkan
 TTV dalam rentang normal kekuatan fisik klien.
 Status sirkulasi baik  Libatkan keluarga dalam pemenuhan
ADL klien
 Jelaskan pada keluarga dan klien
tentang pentingnya bedrest ditempat
tidur.

f.   Ansietas b.d Perubahan Status Kesehatan.

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


( NOC) (NIC)
Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
keperawatan selama ... x 24 jam .  Kaji tingkat kecemasan
pasien akan :  Jelaskan prosedur pengobatan
 Mampu mengidentifikasi dan perawatan.
mengungkapkan gejala cemas  Beri kesempatan pada keluarga untuk
 TTV normal bertanya tentang kondisi pasien.
 Menunjukkan teknik untuk  Beri penjelasan tiap prosedur/
mengontrol cemas. tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien dan manfaatnya bagi
pasien.
 Beri dorongan spiritual.

g. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Kelelahan Otot Pernafasan..

2 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC : Airway


 Respiratory status : Management
Definisi : Pertukaran udara
inspirasi dan/atau ekspirasi Ventilation  Buka jalan
tidak adekuat   Respiratory status : nafas,
Batasan karakteristik : Airway patency guanakan
 Penurunan tekanan   Vital sign Status teknik chin lift
inspirasi/ekspirasi Kriteria Hasil : atau jaw thrust
 Penurunan pertukaran  Mendemonstrasika bila perlu
udara per menit n batuk efektif dan  Posisikan
 Menggunakan otot suara nafas yang pasien untuk
pernafasan tambahan bersih, tidak ada memaksimalka
 Nasal flaring sianosis dan n ventilasi
 Dyspnea dyspneu (mampu  Identifikasi
 Orthopnea mengeluarkan pasien perlunya
 Perubahan sputum, mampu pemasangan
penyimpangan dada bernafas dengan alat jalan nafas
 Nafas pendek mudah, tidak ada buatan
 Assumption of 3- pursed lips)  Pasang mayo
point position  Menunjukkan bila perlu
 Pernafasan pursed- jalan nafas yang  Lakukan
lip paten (klien tidak fisioterapi dada
 Tahap ekspirasi merasa tercekik, jika perlu
berlangsung sangat lama irama nafas,  Keluarkan
 Peningkatan frekuensi sekret dengan
diameter anterior-posterior pernafasan dalam batuk atau
 Pernafasan rata- rentang normal, suction
rata/minimal tidak ada suara  Auskultasi
 Bayi : < 25 atau > nafas abnormal) suara nafas,
60  Tanda Tanda vital catat adanya
 Usia 1-4 : < 20 dalam rentang suara tambahan
atau > 30 normal (tekanan  Lakukan
 Usia 5-14 : < 14 darah, nadi, suction pada
atau > 25 pernafasan) mayo
 Usia > 14 : < 11  Berikan
atau > 24 bronkodilator
 Kedalaman bila perlu
pernafasan  Berikan
 Dewasa volume pelembab udara
tidalnya 500 ml saat Kassa basah
istirahat NaCl Lembab
 Bayi volume  Atur intake
tidalnya 6-8 ml/Kg untuk cairan
 Timing rasio mengoptimalka
 Penurunan n
kapasitas vital keseimbangan.
 Faktor yang  Monitor
berhubungan : respirasi dan
 Hiperventilasi status O2
 Deformitas tulang
 Kelainan bentuk Terapi Oksigen
dinding dada  Bersihkan
 Penurunan mulut, hidung
energi/kelelahan dan secret
 Perusakan/pelemaha trakea
n muskulo-skeletal  Pertahankan
 Obesitas jalan nafas
 Posisi tubuh yang paten
 Kelelahan otot  Atur peralatan
pernafasan oksigenasi
 Hipoventilasi  Monitor aliran
sindrom oksigen
 Nyeri  Pertahankan
 Kecemasan posisi pasien
 Disfungsi  Onservasi
Neuromuskuler adanya tanda
 Kerusakan tanda
persepsi/kognitif hipoventilasi
 Perlukaan pada  Monitor adanya
jaringan syaraf tulang kecemasan
belakang pasien terhadap
 Imaturitas oksigenasi
Neurologis Vital sign
Monitoring

 Monitor TD,
nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
 Auskultasi
TD pada
kedua lengan
dan
bandingkan
 Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas
 Monitor
kualitas dari
nadi
 Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
 Monitor suara
paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
 Monitor
sianosis
perifer
 Monitor
adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan
vital sign

h. Defisit Perawatan Diri b/ d Gangguan Kognitif

Defisit perawatan diri NOC: NIC :


Definisi :   Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Gangguan kemampuan Daily Living (ADLs)  Monitor kemempuan
untuk melakukan ADL Kriteria Hasil : klien untuk perawatan
pada diri  Klien terbebas diri yang mandiri.
Batasan karakteristik : dari bau badan  Monitor kebutuhan
ketidakmampuan untuk  Menyatakan klien untuk alat-alat
mandi, ketidakmampuan kenyamanan bantu untuk kebersihan
untuk berpakaian, terhadap diri, berpakaian, berhias,
ketidakmampuan untuk kemampuan untuk toileting dan makan.
makan, melakukan ADLs  Sediakan bantuan
ketidakmampuan untuk  Dapat melakukan sampai klien mampu
toileting ADLS dengan secara utuh untuk
Faktor yang bantuan melakukan self-care.
berhubungan :  Dorong klien untuk
kelemahan, kerusakan melakukan aktivitas
kognitif atau perceptual, sehari-hari yang normal
kerusakan sesuai kemampuan yang
neuromuskular/ otot- dimiliki.
otot saraf  Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
  Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda


NIC NOC, Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan
NANDA NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9
Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang.
Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Pp: 1840-3

Anda mungkin juga menyukai