Anda di halaman 1dari 9

PERBANDINGAN ANALISIS RESIKO BAHAYA TANAH LONGSOR DI

DAERAH KABUPATEN CIAMIS DAN KOTA BANJAR,JAWA BARAT


DAN KABUPATEN BANGGAI LAUT SULAWESI TENGAH

COMPARISON OF LANDSLIDE HAZARD ANALYSIS IN THE CIAMIS


REGENCY AND BANJAR CITY,WEST JAVA AND IN THE BANGGAI LAUT
DISTRICT,CENTRAL SULAWESI

GERRY PRADITYA A.

072001700014

ABSTRAK

Penelitian ini membahas masalah tanah longsor baik penyebab maupun risiko yang
ditimbukannya. Hal terjadi di dua daerah yang berbeda yaitu Kabupaten Ciamis,Jawa Barat dan
Kabupaten Banggai Laut,Sulawesi Tengah dengan data dan metode yang berbeda. Tetapi hasil
yang disajikan tetap lah sama yaitu membagi daerah menjadi 3 zona yaitu zona bahaya tanah
longsor tinggi,zona bahaya tanah longsor sedang,dan zona bahaya tanah longsor rendah. Pada
Kabupaten Ciamis,Jawa Barat data yang digunakan adalah data DEM SRTM dengan resolusi
spasial 30 m, Citra Landsat ETM, Peta Topografi, dan data statistic, dengan metode yang
digunakan yaitu aplikasi penginderaan jauh dan GIS. Interpretasi citra satelit Landsat dilakukan
untuk menghasilkan peta penutup lahan. Data DEM SRTM digunakan untuk membuat peta
kemiringan lereng dan peta kerapatan drainase. DEM SRTM dikombinasikan dengan citra Landsat
digunakan untuk interpretasi dan pemetaan bentuk lahan. Sedangkan pada daerah Kapubaten
Banggai Laut,Sulawesi Tengah data yang digunakan yaitu data peta tematik yang ada pada
pemerintah Kabupaten Banggai Laut, dengan beberapa parameter yaitu geologi (15%), lereng
(40%), tutupan lahan (25%) dan curah hujan (20%). Data dari parameter-parameter tersebut
dioverlay dengan sistem informasi geografi untuk mendapatkan klasifikasi peta bahaya tanah
longsor. Dari hasil peta tersebut masing-masing pemerintah dapat mengetahui daerah mana saja
yang rawan akan bahaya tanah longsor.
Kata Kunci : Tanah Longsor,Peta Bahaya,Zona,Rawan

ABSTRACT

This study discusses the problem of landslides, both the causes and the risks they pose. This
happened in two different regions namely Ciamis Regency, West Java and Banggai Laut
Regency, Central Sulawesi with different data and methods. But the results presented are the
same, namely dividing the area into 3 zones, namely high landslide hazard zones, medium
landslide hazard zones, and low landslide hazard zones. In Ciamis Regency, West Java, the data
used are DEM SRTM data with a spatial resolution of 30 m, Landsat ETM imagery, topographic
maps, and statistical data, with the method used is remote sensing and GIS applications.
Interpretation of Landsat satellite imagery is carried out to produce land cover maps. SRTM
DEM data are used to create slope maps and drainage density maps. SRTM DEM combined with
Landsat imagery is used for landform interpretation and mapping. Whereas in the Banggai Laut
Kapubaten area, Central Sulawesi, the data used are thematic map data in the Banggai Laut
Regency government, with several parameters namely geology (15%), slopes (40%), land cover
(25%) and rainfall (25%) 20%). Data from these parameters are overlaid with a geographic
information system to get a classification of landslide hazard maps. From the results of the map,
each government can find out which areas are prone to landslides.

Keywords: Landslide, Hazard Map, Zone, Prone

1. PENDAHULUAN

Tanah longsor atau sering disebut material tersebut (Naryanto, 2016). Berbagai
gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi dampak dari terjadinya bencana tanah
yang terjadi karena pergerakan masa batuan longsor antara lain adalah: jatuhnya korban
atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis. jiwa yang membuat sedih keluarga maupun
Secara umum kejadian longsor disebabkan kerabat, kerugian akibat rusaknya
oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan insfrastruktur, perekonomian yang tersendat,
faktor pemicu. Faktor pendorong adalah menurunnya harga tanah di daerah setempat
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi serta trauma psikis bagi para korban selamat
material sendiri, sedangkan faktor pemicu sehingga menimbulkan berbagai gangguan
adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya kejiwaan baik ringan maupun berat.
Arsjad (2012) menyebutkan bahwa akan terjadi longsor. Peningkatan curah
unsur fisik wilayah yang digunakan sebagai hujan berkorelasi positif terhadap
parameter dalam menentukan daerah rawan kelembaban tanah sebelum terjadi longsor
longsor ada empat macam yaitu kerapatan (Ponziani et al, 2012; Lepore, 2013).
aliran, kemiringan lereng, landform/relief,
Longsor dapat mendatangkan risiko
dan penggunaan lahan.
bencana baik risiko sosial maupun risiko
Dalam kerangka manajemen ekonomi. Risiko bencana adalah potensi
bencana, Undang-Undang No. 24 Tahun kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
2007 tentang Penanggulangan Bencana pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu
(Republik Indonesia, 2007), mendefinisikan yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
bencana sebagai peristiwa atau rangkaian terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kerusakan atau kehilangan harta, dan
kehidupan dan penghidupan masyarakat gangguan kegiatan masyarakat (BNPB,
yang disebabkan, baik oleh faktor alam 2012).
dan/atau faktor non alam maupun faktor
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
membandingkan metode yang digunakan
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
pada pembuatan peta bahaya longsor di
kerugian harta benda, dan dampak
daeah Kabupaten Ciamis,Jawa Barat dan
psikologis. Sedangkan bencana alam adalah
Kabupaten Banggai Laut,Sulawesi Tengah.
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh II. METODOLOGI

alam antara lain berupa gempa bumi, Metodologi yang digunakan dalam
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, penyusunan peta bahaya tanah longsor di
angin topan, dan tanah longsor. Berdasarkan Kabupaten Banggai Laut memanfaatkan data
definisi di atas maka potensi bencana adalah resmi yang tersedia dari Kabupaten Banggai
keadaan, atau kondisi alam yang Laut dengan memodifikasi Peraturan Kepala
memungkinkan terjadinya bencana. BNPB Nomor 02 tahun 2012.. Sedangkan
Misalnya kondisi tanah yang labil dengan pada Kabupaten Ciamis metodologi yang
lereng yang curam adalah daerah yang rawan digunakan yaitu peta rupa bumi Indonesia,
longsor, apabila terjadi cuaca ekstrim berupa data DEM,data curah hujan dan data PODES.
curah hujan yang tinggi maka kemungkinan
III. PEMBAHASAN yang dianalisis dengan menggunakan
gabungan dari relief dan penutup lahan.
Pada Kabupaten Ciamis Secara umum,
Dalam hal ini relief permukaan bumi
tahapan analisis data dapat dibagi menjadi
diidentifikasi secara visual dengan
dua. Tahap pertama yaitu analisis data untuk
menggunakan data DEM SRTM. Data ini
menyiapkan parameter untuk menyusun
dapat menunjukkan bentuk lahan karena
faktor risiko longsor yang terdiri dari peta
relief permukaan bumi menjadi lebih jelas
kerawanan, peta kerentanan dan peta
tergambar. Sedangkan informasi penutup
kapasitas. Tahap kedua adalah tahap analisis
lahan juga diambil dari layer Peta RBI skala
risiko longsor yang dilakukan berdasarkan
1:25.000. Analisis bentuk lahan ini juga
faktor-faktor risiko tersebut.
menggunakan citra Landsat karena citra
Peta bahaya longsor dibuat Landsat dapat memperlihatkan pola dan
berdasarkan kombinasi data bentuk lahan, kondisi permukaan bumi yang lebih
data penggunaan lahan, data kemiringan bervariasi, sehingga identifikasi bentuk lahan
lereng, dan kerapatan aliran yang merupakan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan
parameter risiko longsor. Semua data disusun jelas. Citra penginderaan jauh sesungguhnya
dalam bentuk layer data spasial yang siap telah banyak digunakan dalam studi terkait
dianalisis dengan bantuan Sistem Informasi longsor (Vohora & Donoghue, 2004;
Geografis (SIG). Proses pemetaan dimulai Debella-Gilo & Kääb, 2011, 2012; Tofani et
dari penyusunan petapeta input yang menjadi al., 2013).
parameter dalam analisis risiko longsor
Data DEM juga digunakan untuk
hingga hasil analisis yang diturunkan dan
menghitung kemiringan lereng secara digital.
direpresentasikan pada peta potensi risiko
Hasil perhitungan lereng ini berupa data
longsor. Peta RBI merupakan peta dasar
raster yang kemudian dikonversi menjadi
sekaligus sumber data utama yang digunakan
data vektor dalam bentuk poligon. Lereng
untuk analisis risiko longsor secara spasial.
diklasifikasi ke dalam tiga kelas,
Layerlayer data peta RBI yang dibutuhkan
kemungkinan besar tidak akan terjadi
antara lain jaringan sungai dan batas
longsor. Selanjutnya peta kerapatan aliran
administrasi.
disusun berdasarkan jaringan sungai dan
Analisis parameter risiko longsor DEM. Kerapatan aliran sangat penting untuk
diawali dengan pembuatan peta bentuk lahan, analisis longsor karena mengindikasikan
banyak hal, terutama tingkat infiltrasi dan potensi risiko berdasar skor dari masing-
erosi masa lalu. Secara umum, pada kerapatan masing parameter. Dengan rumus :
aliran yang tinggi mengindikasikan jenis
Risk = Hazardx Vulnerability/Capacity
tanah dengan infiltrasi rendah sehingga air
hujan lebih banyak yang menjadi runoff. Hazard dalam formula ini adalah

Tanah dengan infiltrasi rendah biasanya bencana alam yaitu bahaya tanah longsor,

banyak mengandung clay atau tanah liat. yang direpresentasikan secara spasial sebagai

Sifat tanah dengan kandungan clay tinggi Peta Rawan Longsor dengan klasifikasi

adalah akan mudah terdispersi jika ditimpa tingkat bahaya dari rendah, sedang, dan

air, dan dalam massa yang besar akan tinggi. Vulnerability (kerentanan) diwakili

menyebabkan tanah longsor. oleh keterpaparan masyarakat terhadap


kondisi bahaya. Asumsi logis dalam hal ini
Parameter risiko lainnya adalah
yaitu tidak ada orang yang tidak rentan
kepadatan penduduk dan kapasitas
terhadap bahaya longsor. Demikian juga
masyarakat yang diturunkan dari data
dengan asumsi bahwa dimana banyak
statistik PODES. Peta Kepadatan Penduduk
penduduk maka berasosiasi dengan
dibuat dengan menggunakan unit pemetaan
keberadaan properti mereka. Dengan
berdasarkan batas administrasi desa,
demikian, tingkat kerentanan dapat
demikian juga dengan Peta Kapasitas
diprediksi berdasarkan pada jumlah orang
Masyarakat.
yang berpotensi terkena bahaya longsor.
Penyusunan Peta Rawan Longsor Jumlah orang yang terkena bahaya longsor
selanjutnya dilakukan berdasarkan parameter dihitung berdasarkan kepadatan penduduk
yang telah selesai disusun. Dalam hal ini, yang tinggal di setiap wilayah pada masing-
proses overlay dilakukan terhadap parameter masing tingkat bahaya longsor.
fisik lahan untuk menyusun Peta Rawan
Pemeringkatan tingkat kerentanan
Longsor. Selanjutnya peta ini di-overlay
dilakukan dengan analisis menggunakan
dengan Peta Kepadatan Penduduk menjadi
bantuan SIG sehingga diperoleh sebaran
Peta Tingkat Kerentanan Penduduk. Setelah
kerentanan yang direprentasikan pada peta.
data kerentanan dan kapasitas selesai maka
Hal tersebut dapat dihitung dengan cara
proses selanjutnya adalah menghitung
melakukan perkalian atau penambahan skor
bahaya longsor dengan skor kepadatan
penduduk. Dalam hal ini, unit pemetaan yang mengenai potensi suatu kejadian alam atau
digunakan untuk pemetaan kerentanan aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan
adalah desa. Kepadatan penduduk dihitung kerusakan dan/atau kerugian.
berdasarkan wilayah desa yaitu jumlah
Stability Index Mapping merupakan
penduduk pada setiap wilayah
pemodelan stabilitas yang lebih diarahkan
desa/kelurahan, misalnya 500 orang/km2.
kepada klasifikasi stabilitas bentuk medan
Peta bahaya tanah longsor yang telah dari kondisi topografis lereng pada catchment
dibuat kemudian di-overlay dengan Peta area tertentu serta dari parameter kuantitatif
Kepadatan Penduduk untuk menghasilkan material dan iklim. Setiap parameter tersebut
Peta Keterpaparan Penduduk. Dalam data akan dideliniasikan pada nilai grid numerik.
PODES setidaknya terdapat empat parameter Nilai Stability Index (SI) ini didefinisikan
yang digunakan sebagai tolok ukur dalam sebagai kemungkinan bentuk yang stabil dan
menentukan kesiapsiagaan masyarakat seragam.
terhadap bencana alam.
Pemodelan stability index mapping
Peta Kapasitas Masyarakat ini merupakan tahap pengukuran kestabilan
selanjutnya disusun berdasarkan parameter lereng sesuai kemiringannya. Pemodelan
kesiapsiagaan ini yaitu dengan mengikutsertakan variabel hidrologi berupa
mengintegrasikan data tersebut ke dalam data flow direction, flow accumulation pada unit
spasial berbasis desa. Skor total untuk DAS, dengan asumsi bahwa tingkat
masing-masing desa kemudian kestabilitasan sebuah lereng sangat
diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan dipengaruhi oleh daur hidrologi yang kita
kapasitas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. temui setiap hari. Model ini juga akan lebih
Pada tahap terakhir disusun Peta Risiko. akurat jika disertai dengan adanya data yang
berupa lokasi-lokasi yang pernah terjadi
Sedangkan pada Kabupaten Banggai
longsoran sebelumnya untuk mengetahui
Laut Analisis teknis menggunakan bantuan
karakteristik stablitas lereng pada daerah
perangkat lunak ArcGIS yang akan
tertentu.
dituangkan ke dalam peta potensi bahaya
tanah longsor Kabupaten Banggai Laut. Peta Kriteria pemetaan potensi longsor
potensi bahaya (hazard map) merupakan dapat dilakukan dengan metode pembobotan
suatu peta tematik yang berisikan informasi dan penilaian variabel dari data-data berikut :
 Topografi DEM SRTM 90 meter dan  Lereng = 40%

kelerengan
 Tutupan lahan = 25%
 Tutupan lahan dari interpretasi citra
 Curah hujan = 20%
Landsat dan peta planologi kehutanan
Nilai untuk potensi longsor rendah
 Litologi dari peta geologi skala 1 : 250.000
adalah 1, sedang adalah 2 dan tinggi adalah
 Data curah hujan  Sejarah kejadian tanah 3. Teknik overlay atau tumpang tindih
longsor dilakukan dengan program Arc GIS dengan
weighted overlay.
Dari hasi perhitungan tersebut,
interval untuk menentukan pembagian zonasi IV. KESIMPULAN
bencana tanah longsor adalah: Hasil penelitian ini dapat dilihat
Interval = Total Nilai Mak. = Total Nilai Min. perbedaan metode analisi yang digunakan
tetapi dengan tujuan yang sama yaitu
3
menghasilkan peta risiko tanah longsor
Inteval = 49,5 – 20,25 = 29,25 = 9,75 sehingga dapat mengetahui zona-zona mana
saja yang memiliko risiko tinggi tanah
3 3
longsor
Interval untuk Zonasi Rendah = 20,25 – 30
Hasil peta pada daerah Kabupaten
Interval untuk Zonasi Sedang = 30 – 43
Ciamis Menggunakan data Peta Rupa Bumi
Interval untuk Zonasi Tinggi = 43 – 49,5 Indonesia (RBI),Data Digital Elevation
Model (DEM),Data statistik Potensi Desa
Teknik overlay sistem pembobotan
(PODES), dan Data curah hujan
dan penilaian dilakukan pada beberapa
parameter seperti diterangkan di bawah ini. Sedangkan pada Kabupaten Banggai
Peta yang telah ada digunakan untuk analisis. Laut menggunakan data resmi yang tersedia
Peta geologi, lereng, tutupan lahan dan curah dari Kabupaten Banggai Laut dengan
hujan digunakan untuk menganalisis potensi memodifikasi Peraturan Kepala BNPB
longsor. Bobot yang diberikan pada masing- Nomor 02 tahun 2012 dengan pendekatan
masing variabel adalah : sebagai berikut :

 Geologi = 15%  Koordinasi dengan instansi terkait


 Pengumpulan data sekunder dan referensi Sensing Techniques And GIS in Cianjur
terkait District West Java. Geomatics Research
Division. Bakosurtanal. Cibinong.
 Pengumpulan data primer langsung di
lapangan BMKG. (2010). Peraturan Kepala BMKG
No. 09 tahun 2010 tentang Prosedur Standar
 Pengolahan dan analisis data secara
Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini,
spasial/kualitatif/kuantitatif
Pelaporan, dan Diseminasi Informasi Cuaca
 Validasi data
Ekstrim. Badan Nasional Penanggulangan
 Penyusunan dokumen profil bencana dan peta Bencana (BNPB). Jakarta.
potensi bahaya tanah longsor
BNPB. (2012). Peraturan Kepala Badan
DAFTAR PUSTAKA Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
No. 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
A.B. Suriadi M. Arsjad dan Sri Hartin (2014).
Pengkajian Risiko Bencana. Badan Nasional
ANALISIS POTENSI RISIKO TANAH
Penanggulangan Bencana (BNPB). Jakarta.
LONGSOR DI KABUPATEN CIAMIS
DAN KOTA BANJAR, JAWA BARAT. BNPB, (2014). Data dan Informasi Bencana
Badan Informasi Geospasial. Cibinong Indonesia. Diakses dari
http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/
Heru Sri Naryanto. KAJIAN PETA
simple_results.jsp, [10 September 2014].
BAHAYA TANAH LONGSOR DI
KABUPATEN BANGGAI LAUT, BNPB. 2012. Peraturan Kepala Badan
PROVINSI SULAWESI TENGAH. Pusat Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
Teknologi Reduksi Risiko Bencana – Badan 02 tahun 2012 Tentang Pedoman Umum
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Kota Pengkajian Risiko Bencana.
Tangerang Selatan
BPPT-BPBD Kabupaten Banggai Laut.
Arsjad, A.B.S.M. (2009). Pengaruh 2016. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana
Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Kabupaten Banggai Laut. Laporan Akhir,
Pangan di Jawa Barat. Bakosurtanal. tidak dipublikasikan.
Cibinong.
BPPT- Kementerian Desa, Pembangunan
Arsjad, A.B.S.M. (2012). Identification of Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. 2015,
Potential Landslide Risk Through Remote Pengembangan Sumberdaya Alam Berbasis
Perencanaan Tata Guna Lahan di Kabupaten
Banggai Laut. Laporan, tidak dipublikasikan.

BPS Kabupaten Banggai Laut. 2014.


Kabupaten Kabupaten Banggai Laut Dalam
Angka.

Naryanto, H.S., 2016, Laporan Analisis


Potensi Bahaya Geologi di Kabupaten
Banggai Laut. PTRRB, BPPT, Laporan, tidak
diterbitkan.

Naryanto, H.S., 2017, Potensi Gempa Dan


Tsunami di Kabupaten Banggai Laut,
Provinsi Sulawesi Tengah. JSTMB Vol. No.
2017, BPPT, Jakarta

Naryanto. H.S. H. Soewandita dan A.P.


Putra. 2016. Kajian Pemetaan Kawasan
Rawan Bencana Kabupaten Banggai Laut,
Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan Internal,
PTRRB, BPPT, Jakarta, tidak
dipublikasikan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana.

Anda mungkin juga menyukai