Anda di halaman 1dari 6

Planners InSight, Volume 1, No.

1, Februari 2018 | ISSN 2615-7055

PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM TERPADU PADA


KAWASAN KOTA MANDIRI
(Studi Kasus : Kawasan Bumi Serpong Damai, Kota
Tangerang Selatan)
Heru Widodo(1)
(1)
Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik dan Desain, Institut Teknologi dan
Sains Bandung (ITSB).

Abstrak

Kota Mandiri adalah suatu kawasan yang direncanakan dan dikembangkan tersendiri yang
dikembangkan dengan fungsi khusus berkaitan dengan potensi tertentu. Kemudian Kota Mandiri
secara ekonomi dan sosial dapat memenuhi kebutuhannya sendiri (paling tidak sebagian besar
penduduknya). Selain itu tentunya dalam hal pelayanan infrastruktur dasar juga dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, yang salah satunya adalah sistem transportasi umum. Kondisi demikian
apabila dari sisi transportasi menjadikan kota mandiri yang seharusnya dapat berdiri sendiri menjadi
beban bagi wilayah disekitarnya. Analisis pola guna lahan dan pergerakan memberikan gambaran
konsep pengelolaan transportasi umum yang mengikuti bangkitan, tarikan, serta pola pergerakan
masyarakat di kawasan BSD. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam pengelolaan transportasi umum di Kota Mandiri perlu membangun transportasi internal dan
integrasinya dengan sistem transportasi regional seperti BRT, MRT, dan jaringan transportasi umum
regional lainnya. Dalam kasus BSD ini integrasi dilakukan antara transportasi internal BSD dengan
jaringan BRT Transjakarta dan jaringan KRL Jabodetabek.

Kata Kunci : Kota Mandiri, Transportasi, Integrasi

1. Pendahuluan Tangerang Selatan saat ini berkembang


menjadi pusat kegiatan baru di kawasan
Transportasi merupakan salah satu metropolitan Jabodetabek.
permasalahan yang sering terjadi di kawasan
perkotaan, dimana permasalahan utama adalah Salah satu bentuk pengembangan wilayah Kota
kemacetan lalu lintas. Permasalahan Tangerang Selatan adalah dengan adanya
kemacetan lalu lintas memberikan dampak kawasan terpadu Kota Baru Bumi Serpong
negatif terhadap besarnya biaya transportasi, Damai (BSD) yang dikembangkan sebagai
pemborosan waktu dan energi, serta dampak kawasan mixed-used dimana terdapat berbagai
sosial dan lingkungan. Dalam jangka panjang macam aktifitas di kawasan ini seperti
permasalahan transportasi ini akan berakibat permukiman, perkantoran, komersil,
pada turunnya daya saing ekonomi kota serta pendidikan, jasa dan fungsi kawasan lainnya.
livability kota bagi kehidupan penduduknya. Kota Baru Bumi Serpong Damai merupakan
Begitu pula di Kota Tangerang Selatan, kota baru mandiri yang merupakan pionir dari
berdasarkan Profil Perhubungan Kota kota baru di Indonesia yang terletak di Kota
Tangerang Selatan, permasalahan transportasi Tangerang Selatan yang masuk dalam wilayah
menjadi salah satu permasalahan klasik yang Provinsi Banten. Perubahan tata guna lahan,
cukup sulit untuk diselesaikan. Kota Tangerang peningkatan jumlah dari lahan non terbangun
Selatan saat ini memiliki permasalahan di menjadi lahan terbangun, pembangunan
bidang transportasi yang cukup unik. Kota infrastruktur dan peningkatan akses
Tangerang Selatan merupakan salah satu transportasi berupa jalan merupakan sebagian
wilayah dari kawasan Metropolitan dampak yang terjadi akibat adanya Kota Baru
Jabodetabek dimana kawasan Kota Tangerang Bumi Serpong Damai. Aktivitas permukiman,
Selatan kini dikembangkan bukan hanya pendidikan, komersial, dan fasilitas penunjang
menjadi satelit bagi pusat metropolitan dari kawasan BSD memberikan kontribusi
Jabodetabek yaitu DKI Jakarta, tapi Kota terhadap emisi gas buang dari sektor

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, ITSB | 29


PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM TERPADU PADA KAWASAN KOTA MANDIRI

penggunaan energi, sektor transportasi, dan 2. Metodologi


limbah.
Paper ini menggunakan kajian literatur untuk
Menurut Sujarto (1993), Kota Mandiri adalah mendapatkan model integrasi transportasi
suatu kawasan yang direncanakan dan antara kota mandiri atau kota baru dengan
dikembangkan tersendiri, dikembangkan sistem transportasi yang lebih makro atau
dengan fungsi khusus berkaitan dengan potensi sistem transportasi perkotaan disekitarnya.
tertentu. Kemudian Kota Mandiri secara Selain itu akan dilakukan pemodelan
ekonomi dan sosial dapat memenuhi kebutuhan transportasi sederhana untuk melihat pola
sendiri (paling tidak sebagian besar pergerakan transportasi serta kaitannya dengan
penduduknya). Selain itu tentunya dalam hal pola tata ruang di kawasan BSD
pelayanan infrastruktur dasar juga dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, yang salah Menurut Radulovich (2004), integrasi
satunya adalah sistem transportasi umum. transportasi multimoda secara regional antara
kota mandiri dengan wilayah sekitarnya
Berdasarkan data Masterplan Pengembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
Kawasan Bumi Serpong Damai (2015), saat ini kegiatan ekonomi, penataan kota, jaringan
transportasi umum di kawasan BSD hanya jalan, permukiman dan guna lahan, kondisi
dilayani oleh shuttle BSD dengan tingkat sosial, dan lingkungan. Dengan faktor-faktor
pemenuhan yang masih belum mencukupi tersebut dapat diidentifikasi kebutuhan
dalam hal pengangkutan penumpang maupun pergerakan suatu kota mandiri terutama untuk
pemenuhan cakupan pelayanan jaringan, kota mandiri yang masyarakatnya melakukan
sehingga masyarakat yang bermukim di pergerakan keluar dari kawasan ke kawasan
kawasan BSD maupun yang beraktifitas di lain secara rutin (komuter) adalah dengan
dalam kawasan tersebut lebih banyak merencanakan model integrasi transportasi
menggunakan kendaraan pribadi yang tentu umum secara efektif, secara umum konsep
dampaknya dapat mempengaruhi peningkatan integrasi transportasi umum kota mandiri
emisi gas buang terutama di masa yang akan dengan kawasan di sekitarnya dapat
dating. Namun dibalik permasalahan yang digambarkan sebagai berikut,
dihadapi, terdapat potensi pengembangan
transportasi terintegrasi baik secara internal Sistem Integrasi
maupun pergerakan antar wilayah karena saat Transportasi Aksesibilitas
ini, posisi kawasan BSD berdekatan dengan Regional
Integrasi Sistem
jaringan transportasi kereta api komuter
Aksesibilitas Transportasi
jaringan Jabodetabek.
Kota Mandiri B
Dengan demkian dapat disimpulkan pula
bahwa, secara umum permasalahan
transportasi di kawasan BSD yang merupakan
kawasan kota mandiri mungkin terjadi karena Jaringan
ketidakseimbangan antara penyediaan (supply)
Transportasi
jaringan transportasi dengan permintaan
Sistem Metropolitan
(demand) perjalanan dan juga tingkat
Transportasi
pelayanan angkutan umum yang rendah
Kota Mandiri A
sehingga memicu pertumbuhan penggunaan
kendaraan pribadi menjadi sangat pesat.
Penyelesaiannya secara efektif harus dilakukan
sebagai kombinasi antara peningkatan
kapasitas jaringan (pengembangan pelayanan Gambar 1 Konsep Integrasi Transportasi Kota
angkutan umum) maupun mengelola demand Mandiri dalam Sistem Transportasi Regional
yang ada agar memanfaatkan ketersediaan Sumber : Radulovich, 2004
kapasitas secara optimal yakni dengan
menerapkan skema manajemen lalu lintas Menurut Wei (2013), apabila di suatu kota
maupun manajemen kebutuhan transportasi. mandiri terdapat pergerakan transportasi yang
cukup besar ke wilayah lainnya atau wilayah
perkotaan disekitarnya, maka integrasi sistem
transportasi perlu dilakukan. Integrasi sistem
transportasi dilakukan dengan
mengintegrasikan sistem transportasi lokal di

30 | JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, ITSB


PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM TERPADU PADA KAWASAN KOTA MANDIRI

dalam kota mandiri dengan sistem jaringan 3. Pembahasan


transportasi umum regional yang memiliki
kapasitas angkut yang lebih besar seperti a. Pola Guna Lahan Masyarakat di BSD
jaringan transportasi kereta api, BRT, atau
jaringan transportasi umum massal lainnya. Berdasarkan hasil survey dan analisis,
kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) yang
Integrasi transportasi umum yang dimaksud menjadi studi kasus dalam penyusunan pola
adalah dengan mengintegrasikan jaringan dan integrasi angkutan umum antara kota mandiri
simpul antara sistem transportasi berdasarkan dan wilayah disekitarnya ini cenderung memiliki
potensi bangkitan dan tarikan serta asal tujuan guna lahan yang cukup lengkap, namun secara
pergerakan masyarakat di dalam kota mandiri pergerakan masih cukup banyak pergerakan
maupun keluar wilayah kota mandiri tersebut keluar kawasan, atau dapat disimpulkan bahwa
dengan mempertimbangkan aspek guna lahan, guna lahan yang cukup bervariasi di kota
dan pola pergerakan. mandiri belum dapat mereduksi pergerakan
Menurut Tamin (1997), dalam kaitan itu keluar wilayah kota mandiri.
hubungan timbal-balik antara tata
ruangtransportasi, terdapat beberapa Gambar 2 Tata Guna Lahan Eksisting dan
keterkaitan yang secara singkat dapat Rencana di Kawasan BSD
dijelaskan sebagai berikut:
a. Kebijakan penataan ruang dan
interaksinya dengan mekanisme pasar
merupakan penentu dari lokasi ruang
kegiatan produksi, distribusi, dan
konsumsi yang menyebabkan
perbedaan karakteristik sosial dan
ekonomi setiap kawasan/zona di suatu
wilayah;
b. Distribusi ruang kegiatan tersebut di
dalam ruang akan
membutuhkan/menimbulkan pola
interaksi kegiatan secara spasial di
dalam sistem transportasi yang
menghasilkan pola pergerakan
penumpang dan barang;
Sumber : BSD City, 2016
c. Distribusi jaringan transportasi sesuai
dengan struktur yang ada (hirarki, Luas wilayah efektif wilayah BSD adalah seluas
kapasitas, pelayanan) agar menciptakan 2217,24 ha. Bila memperhitungkan luas guna
tingkat keterhubungan spasial antar lahan lainnya (sungai, kereta api, dan jalan tol
lokasi (yang bisa dinilai sebagai tingkat dan sempadannya) seluas 478,91, maka total
aksesibilitas) yang berbeda-beda sesuai luas wiayah menjadi 2.696,15 ha Guna lahan
dengan kapabilitas dari jaringan dari BSD City meliputi hunian/residensial,
transportasi yang tersedia; komersial/fasilitas sosial, industri dan
d. Kapabilitas jaringan transportasi dalam perdagangan, dan sarana, taman jalur hijau,
mengakomodir kebutuhan perjalanan saluran dan kolam retensi, serta sarana
antar lokasi akan menghasilkan kinerja transportasi (jalan). Berdasarkan hasil kajian
jaringan transportasi secara kuantitatif BSD City (2014), guna lahan terbesar di BSD
maupun kualitatif terkait dengan biaya City adalah tanah kosong dengan persentase
dan waktu perjalanan, kenyamanan, sebesar 40,26 %, kemudian diikutin dengan
keselamatan, dan keamanan; permukiman (26,32 %), RTH (14,66 %), dan
Komersial (10,11 %).
e. Distribusi aksesibilitas dalam ruang
tersebut berikut dengan indikator kinerja
transportasi yang dihasilkannya akan
menentukan pemilihan lokasi yang
menghasilkan perubahan dalam sistem
ruang.

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, ITSB | 31


PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM TERPADU PADA KAWASAN KOTA MANDIRI

b. Pola Pergerakan Lalu Lintas di BSD


Dari peta desire line asal tujuan pergerakan
Pola pergerakan lalu lintas di kawasan BSD terlihat bahwa pergerakan terbesar adalah dari
tentunya dilihat dari pola jaringan jalan dan pola kawasan komersial dan perkantoran di BSD
menuju kawasan DKI Jakarta dan sebaliknya,
pergerakan yang ada pada jaringan jalan
sedangkan pergerakan internal rata-rata masih
tersebut. Dari hasil survey dan analisis terkait dibawah 250 pergerakan orang per hari nya.
dengan pola pergerakan di kawasan BSD, Kondisi demikian kembali memperlihatkan
terlihat bahwa jaringan jalan yang membentuk bahwa untuk kota mandiri yang cukup
pola pergerakan di kawasan ini terdiri dari representatif seperti BSD City, belum bisa
pergerakan internal, internal eksternal, dan mereduksi pergerakan regional. Pergerakan
terdapat jaringan jalan arteri yang melewati masyarakat keluar dari BSD maupun masuk
masih cukup besar.
kawasan BSD yang mengakomodir pergerakan
antar eksternal. Pola pergerakan ini didapatkan c. Sistem Transportasi Eksisting
berdasakan hasil pengamatan di lapangan dan
disampaikan dalam gambar berikut, Saat ini terdapat transportasi internal dan
0 – 250 org/hari
eksternal di kawasan BSD, yaitu BRT
DKI
JAKARTA 251 – 1.000 org/hari Transjakarta yang berada di dalam kawasan
> 1.001 org/hari
Kawasan Permukiman
BSD untuk mengakomodir pergerakan
Kawasan Komersial
Perkantoran/Pendidikan
eksternal dan angkutan khusus untuk
mengakomodir pergerakan internal. Selain itu
diluar kawasan BSD terdapat stasiun kereta api
yaitu stasiun Serpong dimana terdapat jaringan
KRL Jabodetabek, namun belum ada
transportasi umum yang mengakomodir
pergerakan dari dalam kawasan BSD menuju
BANTEN
stasiun Serpong tersebut.
Gambar 2 Pola Pergerakan di Kawasan BSD
Sumber : Hasil Survey dan Analisis (2016)

Sedangkan untuk besaran pergerakan di


kawasan BSD baik secara internal maupun
eksternal, berdasarkan hasil survey dan
analisis didapat bahwa pergerakan harian
mayoritas masyarakat di kawasan BSD adalah
dari dan ke kawasan eksternal yaitu kawasan
DKI Jakarta dan Banten, sedangkan untuk
pergerakan internal cukup besar menuju
kawasan komersil, gambaran yang dapat
disampaikan di gambar berikut
Pergerakan Eksternal
Pergerakan BSD – Eksternal
Pergerakan Internal

Gambar 3 Desire Line Asal tujuan Pergerakan


Sumber : BSD City (2016), Hasil Analisis
(2016)

32 | JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, ITSB


PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM TERPADU PADA KAWASAN KOTA MANDIRI

Jakarta

Transjakarta
Jakarta

KRL – ST. Serpong

Gambar 5 Sistem Transportasi Eksisting BSD


Sumber : BSD City, 2016
seperti BRT ataupun MRT baik rail-based
Apabila melihat beberapa kondisi diatas, mulai transport maupun road-based transport.
dari pola pergerakan dari kawasan BSD yang
cukup besar, dan bahkan BSD sendiri menjadi Dalam kasus pengelolaan transportasi di
pusat tarikan pergerakan dari luar kawasan kawasan BSD, perlu dikembangkan sistem
BSD, tentunya kondisi tersebut tidak dapat transportasi umum baik untuk melayani
dihindari dan harus diakomodir oleh sistem pergerakan internal maupun eksternal sebagai
transportasi umum yang representatif. berikut :
- Untuk pergerakan internal, perlu
Dengan melihat kondisi eksisting pergerakan disediakan angkutan umum semacam
saat ini dan kondisi eksisting transportasi umum shuttle car yang melayani pusat
di kawasan BSD dan kawasan sekitarnya kegiatan komersil,
secara regional, untuk pergerakan internal perlu - perkantoran, pendidikan, dan
diakomodir oleh sistem, permukiman yang ada di dalam
kawasan BSD.
kemudian untuk pergerakan dari internal ke - Untuk mengakomodir pergerakan
eksternal BSD maupun sebaliknya, angkutan eksternal, shuttle car yang melayani
umum yang melayani internal tersebut dapat pergerakan internal diintegrasikan
diintergrasikan dengan sistem angkutan umum dengan simpul-simpul transportasi
regional disekitarnya. regional antara lain simpul BRT
Transjakarta dan KRL Jabodetabek
yang berada di stasiun Serpong.
4. Kesimpulan Pergerakan eksternal yang dimaksud
merupakan pergerakan keluar maupun
Dalam mengembangan sistem transportasi masuk ke kawasan BSD.
umum di Kota Mandiri khususnya dalam
konteks kota Mandiri yang masih memiliki Dalam hal demikian, untuk pengembangan
pergerakan eksternal yang cukup besar seperti transportasi umum di kawasan Kota Mandiri
umumnya kota Mandiri di Indonesia, diperlukan perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara
pengembangan angkutan umum internal yang lain:
dapat mengakomodir pergerakan internal serta - Pola guna lahan
integrasi dengan jaringan transportasi regional - Pola pergerakan eksisting
- Potensi bangkitan dan tarikan
- Jaringan transportasi regional terdekat

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, ITSB | 33


PERENCANAAN TRANSPORTASI UMUM TERPADU PADA KAWASAN KOTA MANDIRI

- Konsep pengembangan angkutan


umum internal kawasan
- Integrasi angkutan umum internal
kawasan dengan jaringan transportasi
regional terdekat

5. Daftar Pustaka

Ben-Akiva, M.E. and Lerman, S.R. (1985),


Discrete Choice Analysis: Theory and
Application to Travel Demand,
Cambridge: MIT Press
Kusbiantoro, BS. 2013. Bahan Kuliah
Perencanaan Transportasi. Program
Magister Transportasi SAPPK ITB.
Bandung
Manheim, Marvin L., (1979), “Fundamental of
Transportation System Analysis”,
Cambridge: MIT Press.
Ortuzar., Juan de Dios and Luis G Willumsen,
(2001). “Modelling Transport, Third
Edition”. Chichester: John Wiley & Sons.
Papacostas C. S and Provedouros, (1993),
“Transportation Engineering and
Planning, Second Edition”, New Jersey:
Prentice Hall
Sujarto, Djoko, (1993), “Perkembangan Kota
Baru, Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Kota”, Bandung: Departemen Teknik
Planologi FTSP ITB.
Tamin,O.Z., (1997), “Perencanaan &
Pemodelan Transportasi”, Bandung :
Penerbit ITB
Tamin,O.Z., (1997), “Menuju Terciptanya Sitem
Transportasi Berkelanjutan di Kota-Kota
Besa di Indonesia”, Bandung : Teknik
Sipil ITB
Wei, Heng., Abdollah Moghrabi (2013), “Key
Issues in Integrating New Town
Development into Urban Transportation
Planning”, Elsevier

34 | JURNAL PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, ITSB

Anda mungkin juga menyukai