Pengaruh Gaya Berpikir Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa-Semin PDF
Pengaruh Gaya Berpikir Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa-Semin PDF
hal
Kata Pengantar ii
Editorial iii
1. Kusnandi,. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1-14
3. Kadir, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36-50
4. Dindin Sobiruddin, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5. Darto. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 74-82
ABSTRAK
Gaya berpkir mahasiswa dianggap penting sebagai bahan pertimbangan
dalam mendesain pendekatan, strategi, dan metode yang tepat sehingga
dihasilkan hasil belajar matematika mahasiswa dapat optimal khususnya
mata kuliah telaah kurikulum. Selama ini pendekatan, strategi, dan
metode yang digunakan oleh dosen dalam menyampaikan kuliah terhadap
mahasiswa cenderung mengabaikan kemampuan mahasiswa dalam
menerima dan mengatur informasi berkaitan dengan materi kuliah yang
diberikan sehingga diyakini akan mempengaruhi hasil belajar mahasiswa.
Ada empat jenis gaya berpikir yaitu,gaya berpikir sekuensial konkret,
acak abstrak, acak konkret dan sekuensial abstrak. Untuk mengetahui
pengaruh gaya berpikir terhadap kemampuan koneksi matematik,
dilakukan penelitian di Jurusan Matematika FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta semester V sebanyak tiga kelas dengan jumlah 105 orang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan gaya berpikir
(gaya berpikir sekuensial konkrit, gaya berpikir sekuensial acak, gaya
berpikir acak abstrak dan gaya berpikir acak konkrit) terhadap
kemampuan koneksi matemats mahasiswa.
A. Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Kurikulum pendidikan di Indonesia yang didalamnya memuat kurikulum
pendidikan matematika terus mengalami perubahan dan perbaikan, tercatat sejak
tahun 1984 sudah empat kali terjadi perubahan kurikulum mulai dari kurikulum
menyebabkan gaya belajar dan gaya berkomunikasi antara mahasiswa satu dengan
mahasiswa lain berbeda-beda pula. Mahasiswa yang lebih banyak menggunakan
kemampuan berpikir otak kirinya maka proses berpikirnya akan bersifat logis,
sekuensial, linier, dan rasional. Demikian juga dengan mahasiswa yang lebih
banyak menggunakan kemampuan otak kanannya maka proses berpikirnya bersifat
acak, tidak teratur, intuitif dan holistik.
Mahasiswa dengan gaya berpikir sekuensial akan menggunakan otak
kanannya dalam mengatur atau mengolah informasi yang dia terima. Mahasiswa
yang memiliki gaya berpikir seperti ini cenderung teratur dan sistematis.
Mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial ada yang dapat menggunakan
seluruh panca inderanya dalam memandang sebuah obyek materi pelajaran,
namun mereka juga ada yang tidak dapat menggunakan seluruh panca indranya
dalam memandang sebuah obyek materi pelajaran.
Mahasiswa yang dapat menggunakan seluruh panca inderanya dalam
memandang sebuah obyek matematika cenderung konkrit, dan mahasiswa yang
tidak dapat menggunakan seluruh panca inderanya dan sangat mengandalkan
kemampuan intuisi atau kemampuan imajinasi yang cenderung abstraks.
Mahasiswa yang memandang sebuah obyek dengan cara konkrit dan abstrak ini
selain memiliki gaya berpikir teratur dan sistematis juga dapat memiliki gaya
berpikir random atau tanpa aturan khusus. Adanya perbedaan dalam memandang
dan mengolah informasi tersebut perlu dilihat, apakah dapat mempengaruhi
kegiatan hasil belajar matematika mahasiswa khususnya hasil belajar yang
berkaitan kemampuan koneksi matematika mahasiswa.
Gaya berpkir mahasiswa dianggap penting sebagai bahan pertimbangan
dalam mendesain pendekatan, strategi, dan metode yang tepat sehingga
dihasilkan hasil belajar matematika mahasiswa dapat optimal khususnya mata
kuliah telaah kurikulum. Selama ini pendekatan, strategi, dan metode yang
digunakan oleh dosen dalam menyampaikan kuliah terhadap mahasiswa cenderung
mengabaikan kemampuan mahasiswa dalam menerima dan mengatur informasi
berkaitan dengan materi kuliah yang diberikan sehingga diyakini akan
mempengaruhi hasil belajar mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki gaya berpikir
sekuensial cenderung sistimatis, teratur, dan langkah demi langkah lebih tepat
jika diberikan kuliah oleh dosen dengan menggunakan perkuliahan terstruktur,
sedangkan mahasiswa yang memiliki gaya berpikir random, yang cenderung
berpikir acak, tidak mengikuti aturan lebih tepat diajar dengan menggunakan
metode perkuliahan tidak terstruktur seperti pendekatan problem solving.
Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut di atas hasil belajar
matematika khususnya pada mata kuliah telaah kurikulum berkaitan dengan
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran kemampuan koneksi matematika mahasiswa dilihat dari
jenis gaya berpikir mahasiswa?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematika mahasiswa yang
signifikan dilihat dari jenis gaya berpikir mahasiswa?
B. Kajian Teori
Pengertian dan Karakteristik Matematika
Matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan pola hubungan ide atau
gagasan dan cara berpikir seseorang. Dilihat dari kegiatan seseorang dalam
mengaitkan suatu obyek dengan segala atributnya dengan obyek lain, sehingga
memberikan ide dan gagasan tersendiri mengenai sebuah pola dalam obyek
matematika. Misalnya: (1) menghitung luas sebuah permukaan yang dibatasi oleh
sebuah fungsi terhadap sumbu x akan melahirkan sebuah ide atau gagasan dalam
penggunakan konsep integral. (2) pemahaman konsep segitiga, konsep segiempat
lengkap dengan sifat-sifatnya untuk memunculkan gagasan dan ide yang berbeda
dan menunjukkan hubungan keduanya (segitiga dan segi empat) untuk menghitung
luas trapesium.
Matematika dapat dipahami sebagai sebuah ilmu tentang hubungan, pola,
bentuk dan struktur. Hal ini sesuai dengan pendapat James dan James ( Sri Anitah
W dan dkk, 2007) bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan
terbagi ke dalam aljabar, analisis, dan geometri. Menurut Suhendra (2008)
keterkaitan antara matematika terlihat ketika konsep bilangan dalam aritmatika
digunakan untuk mempelajari aljabar.Konsep aljabar dimanfaatkan untuk
mempelajari geometri, kemudian kaidah geometri dapat digunakan untuk
menganalisis matematika dalam kalkulus.
konkret tentang apa yang diharapakan, kalau perlu menggunakan alat bantu dan
peraga, bertanya pada anak apa yang dapat anda lakukan untuk membantunya.
Hal yang sama dikatakan oleh Ross (2009) bahwa These learners prefer direct,
hands-on activities, haptic (tactile) methods, step by step instructions, and real
life examples. Instructional methods: workbooks with detailed instructions,
diagrams, flowcharts, computer-assisted instruction, documentation, and hands-
on activities. Berdasarkan pendapat tersebut, penulis memberi interpretasi bahwa
mahasiswa yang memiliki gaya belajar sekuensial konkret lebih menyukai cara
belajar yang bertahap, menggunakan contoh-contoh nyata bahkan mereka senang
terlibat secara langsung dalam aktivitas pembelajaran. Clougherty (2009)
menambahkan bahwa demonstrasi dan guided practice merupakan metode yang
tepat untuk mahasiswa yang memiliki gaya belajar sekuensial konkrit.
Manusia tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan adalah milik Allah
SWT, itulah kalimat yang sering kita dengar. Dengan demikian ada beberapa hal
yang justru menyulitkan mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial konkrit.
Hal-hal yang menyulitkan para sekuensial konkret menurut Tobias (2009) antara
lain: (1) tidak bisa bekerja dalam kelompok; (2) tidak bisa berdiskusi tanpa tema
yang spesifik; (3) tidak bisa bekerja dalam lingkungan yang tidak teratur; (4) tidak
dapat mengikuti pengarahan yang tidak jelas dan tidak lengkap; (5) tidak bisa
bekerja dengan pengertian abstrak yang menuntut penggunaan imaginasi; (6)
tugas yang diberikan terlalu banyak; (7) tidak tahu apa yang diharapkan dari apa
yang dilakukannya; dan (8) tidak tahu dari mana harus memulai tugas.