Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

PENCABULAN DALAM KELUARGA (INCEST)


(Studi Putusan 11/PID/2014/PT.TK)
Nova Selina Simbolon, Tri Andrisman, Donna Raisa Monica
email: selina_nova@yahoo.co.id

Abstrak
Anak adalah generasi muda penerus bangsa serta berperan dalam menjamin
kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan negara itu sendiri diatur dalam Undang-
Undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berkaitan dengan adanya
tindak pidana pencabulan dalam keluarga atau incest yang sebagian besar
korbannya adalah anak seperti yang dilakukan oleh paman kandung sendiri.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris tentang pemidanaan terhadap pelaku tindak
pidana pencabulan dalam keluarga (incest). Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa pemidanaan pelaku tindak pidana
pencabulan dalam keluarga (incest) dalam Putusan Nomor 11/PID/2014/PT.TK
adalah terdakwa Abun bin Nyono terbukti melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-
Undang Perlindungan Anak, selama proses peradilan baik dari tingkat penyidikan
hingga tingkat eksekusi terhadap terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan
rohani serta tidak ditemukan alasan penghapus pidana dalam hal ini baik alasan
pembenar maupun alasan pemaaf dihubungkan dengan dengan fakta-fakta di
persidangan. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap
pelaku tindak pidana pencabulan dalam keluarga (incest) dalam Putusan
11/PID/2014/PT.TK adalah berdasarkan teori keseimbangan, pendekatan seni dan
intuisi,dan ratio decendi. Saran yang diberikan penulis yaitu perlu dikaji lebih
mendalam lagi terhadap pola pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana
pencabulan dalam keluarga, sehingga anak yang menjadi korban mampu untuk
bangkit kembali terhadap keterpurukan yang pernah dialaminya. Dan perlu
meningkatkan gerakan perlindungan anak dengan cara memberikan arahan dan
sosialisasi mengenai hak-hak anak.

Kata kunci: pemidanaan, tindak pidana, incest.


ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENCABULAN DALAM KELUARGA (INCEST)
(Studi Putusan 11/PID/2014/PT.TK)
Nova Selina Simbolon, Tri Andrisman, Donna Raisa Monica
email: selina_nova@yahoo.co.id

Abstract
Children are the younger generation as well as the nation's next role in ensuring
the continued existence of a nation and the country itself is set in Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 about Protection of Children. The criminal offense of abuse
in the family or incest that most of the victims are children like that done by the
uncle of their own. The study was conducted by using a normative juridical
approach and empirical juridical approach of punishment for criminal sexual
abuse within the family (incest). Based on the results of research and discussion,
it can be concluded that the sentencing perpetrators of abuse in the family (incest)
in Putusan No. 11 / PID / 2014 / PT.TK is Abun bin Nyono defendant found to
have violated Article 81 paragraph (2) in Undang-Undang about Protection of
Children during the judicial process both from the level of investigation to the
level of execution against the defendant in a state of physical and spiritual health,
and not found a reason eraser criminal in this case either a justification or excuse
connected with the facts at trial. Basic consideration in imposing criminal judges
to criminal sexual abuse within the family (incest) in Putusan 11 / PID / 2014 /
PT.TK is based on equilibrium theory, approach art and intuition, and the ratio
decendi. Advice given that the author needs to be studied more deeply on the
pattern of punishment against perpetrators of abuse in the family, so that children
who are victims were able to bounce back against adversity ever experienced.
And the need to improve child protection movement by providing guidance and
socialization of children's rights.

Keywords: punishment, crime, incest.


I. PENDAHULUAN anak di bawah umur, maka perlu
adanya perlindungan terhadap anak.4
Indonesia merupakan negara yang
menjunjung tinggi penegakan hukum Tindak pidana incest merupakan
dan Hak Asasi Manusia, hal ini perbuatan yang tidak bermoral
dikarenakan hukum dan Hak Asasi dimana seorang ayah terhadap puteri
Manusia saling berkaitan satu sama kandungnya sendiri mencerminkan
lainnya. Hukum merupakan wadah kelainan pada aktivitas seksual si
yang mengatur segala hal mengenai pelaku yang dikenal dengan dengan
perlindungan terhadap Hak Asasi istilah incest yaitu hubungan seksual
Manusia.1 Sehubungan dengan hal antara ayah dengan anak
tersebut maka sudah seyogyanya kandungnya, ibu dengan anak
masyarakat Indonesia mendapatkan kandungnya, kakak dengan adiknya
perlindungan terhadap keselamatan atau paman terhadap keponakan.
dan keamanan yang secara nyata Incest dapat diartikan hubungan seks
dalam aspek kehidupan.2 keluarga sedarah (yang tidak boleh
dinikahi). Tindak pidana incest
Saat ini bangsa Indonesia sedang giat
terhadap anak sebagai korbannya
membenahi permasalahan yang
merupakan salah satu masalah sosial
sangat penting tentang Hak Asasi
yang sangat meresahkan masyarakat
Manusia (HAM) pada segala aspek
sehingga perlu dicegah dan
kehidupan, khususnya adalah
ditanggulangi. Oleh karena itu
perlindungan terhadap anak di
masalah ini perlu mendapatkan
Indonesia. Tindak pidana pencabulan
perhatian serius dari semua kalangan
merupakan salah satu dari tindak
terutama kalangan kriminolog dan
pidana terhadap kesusilaan. Dalam
penegak hukum.5
Bab XIV dalam Buku II KUHP
memuat kejahatan terhadap Salah satu contoh tindak pidana
kesusilaan yang tersebar pada pasal incest yaitu terjadinya pencabulan
281 hingga 303 KUHP. Di dalamnya yang dilakukan seorang paman
yang dimaksud dengan kesusilaan terhadap keponakannya sendiri yang
sebagian besar berkaitan dengan masih berumur 15 tahun. Terdakwa
seksualitas.3 dituntut oleh jaksa telah melakukan
tindak pidana sebagaimana diatur
Salah satu jenis kelainan seksual
dalam Pasal 81 ayat 2 Undang-
adalah hubungan seks yang
Undang RI No. 23 tahun 2002
dilakukan bersama seseorang yang
tentang Perlindungan Anak.
masih ada hubungan darah atau yang
Berdasarkan Putusan Pengadilan
dikenal dengan istilah incest.
Negeri Tanjung Karang Nomor:
Sebagian besar korbannya adalah
11/PID/2014.PT.TK, terdakwa oleh
hakim dinyatakan bersalah dan
terbukti secara sah dan meyakinkan
1
Titik Triwulan Tuti, Konstruksi Hukum
4
Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen Alfano Arif, Pemeriksanaan Tindak Pidana
UUD 1945, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. Incest,http://ojs.unud.ac.id/index.php/.../618
28. 8/4682, diakses Senin 16 Juni, 12.30 WIB.
2 5
Ibid., hlm. 114. Wayan Artika, I. 2008. Incest. Jakarta:
3
Tri Andrisman, Delik Tertentu dalam Iterprebook.
KUHP, Bandar Lampung: Universitas
Lampung, 2011, hlm.23
bersalah melakukan tindak pidana Adapun Undang-undang No. 23
“dengan sengaja membujuk anak tahun 2002 tentang Perlindungan
untuk melakukan persetubuhan Anak mengatur mengenai tindak
dengannya”. Jaksa penuntut umum pidana pencabulan terhadap anak
menuntut terdakwa dengan pidana dimana ancaman pidananya lebih
penjara 7 tahun dan 6 bulan dan berat dari pada pasal-pasal tersebut
berdasarkan tuntutan di persidangan diatas yaitu paling lama 15 tahun.
hakim menjatuhkan pidana penjara Ketentuan tersebut terdapat dalam
selama 10 tahun terhadap terdakwa. pasal 82 yang menyebutkan bahwa:
"Setiap orang yang dengan sengaja
Hakim berdasarkan Undang-Undang melakukan kekerasan atau ancaman
Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekerasan, memaksa, melakukan tipu
Kekuasaan Kehakiman yang muslihat, serangkaian kebohongan
selanjutnya disebut dengan Undang- atau membujuk anak untuk
Undang Kekuasaan Kehakiman melakukan atau membiarkan
memiliki kebebasan dalam dilakukan perbutan cabul di pidana
menjatuhkan pidana. Pertimbangan penjara paling lama 15 (lima belas)
penjatuhan hukuman pidana oleh tahun dan paling singkat 3 (tiga)
hakim terdakwa dirasa kurang tepat tahun dan denda paling banyak Rp
karena perbuatan yang dilakukan 300.000.000,00 (tiga ratus juta
terdakwa kepada hubungan rupiah) dan paling sedikit Rp
sedarahnya yaitu keponakannya yang 60.000.000,00 (enam puluh juta
menyangkut masa depan dan rupiah)".7
terdakwa telah melakukan perbuatan
pencabulan itu secara berulang-ulang Berdasarkan uraian latar belakang
kepada anak di bawah umur sehingga diatas maka yang menjadi pokok
mengakibatkan kondisi psikologis permasalahan dalam penelitian ini
anak terganggu dan ditemukan adalah (1)Bagaimanakah pemidanaan
robeknya selaput dara arah jam terhadap pelaku tindak pidan
delapan, jam sembilan, jam sepuluh pencabulan dalam keluarga (incest)
dan jam dua. (Studi Putusan 11/Pid/2014/PT.TK)
dan (2) Apakah dasar pertimbangan
Menurut Pasal 429 RUU KUHP ayat hakim dalam menjatuhkan putusan
2 menyebutkan bahwa tindak pidana pemidanaan terhadap pelaku tindak
persetubuhan dengan anggota pidana pencabulan dalam keluarga
keluarga sedarah dalam garis lurus (incest) (Studi Putusan
atau ke samping sampai derajat 11/Pid/2014/PT.TK).
ketiga. Ancaman pidananya antara 3
hingga 12 tahun. Jika yang menjadi
korban adalah anak-anak dibawah 18 II. METODE PENELITIAN
tahun, hukuman maksimalnya Pendekatan masalah yang digunakan
ditambah menjadi tiga tahun lagi. penulis adalah yuridis normatif yaitu
Walaupun belum berlaku tetapi dasar pendekatan yang dilakukan melalui
hukum tersebut dapat menjadi acuan membaca, mengkaji perundang-
dalam penjatuhan pidana kepada undangan yang berlaku yang ada
terdakwa.6
7
Bambang Waluyo, Viktimologi
Perlindungan Saksi Dan Korban. Jakarta:
6
Ibid., Sinar Grafika, 2011, hlm.70.
hubungannya dengan pokok bahasan Dalam kaitannya kasus pencabulan
serta literatur-literatur, buku-buku terhadap anak dalam lingkungan
yang lain yang ada hubungannya keluarga maka persidangan bersifat
dengan penelitian dan didukung tertutup, mengingat korban adalah
dengan wawancara narasumber. anak-anak di bawah umur dan kasus
tersebut berkaitan dengan kesusilaan.
III. HASIL PENELITIAN DAN Ancaman pidana dalam Pasal 81 ayat
PEMBAHASAN (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun
2002 yaitu harus memnuhi unsur-
A. Pemidanaan Terhadap Pelaku unsur sebagai berikut:
Tindak Pidana Pencabulan a. barang siapa
Dalam Keluarga (Incest) (Studi b. dengan sengaja
Putusan 11/PID/PT.TK) c. melakukan: a. tipu muslihat,
Menurut Barda Nawawi Arief8, b.serangkaian
pengertian pemidanaan diartikan kebohongan,
secara luas sebagai suatu proses c. membujuk.
pemberian atau penjatuhan pidana d. anak,
oleh hakim, maka dapatlah dikatakan e. melakukan persetubuhan :
bahwa sistem pemidanaan mencakup a. dengannya, atau
keseluruhan ketentuan perundang- b. dengan orang lain.
undangan yang mengatur bagaimana Dalam Pasal 10 KUHP menyebutkan
hukum pidana itu ditegakkan atau ada 2 (dua) jenis pidana yaitu:
dioperasionalkan secara konkret a. jenis pidana pokok meliputi:
sehingga seseorang dijatuhi sanksi 1. pidana mati
(hukum pidana). 2. pidana penjara
Syarat pemidanaan terdiri atas 3. pidana kurungan
perbuatan dan orang. Unsur 4. pidana denda
perbuatan meliputi perbuatan yang b. jenis pidana tambahan meliputi:
memenuhi rumusan undang-undang 1. pencabutan hak-hak
dan perbuatan yang bersifat melawan tertentu.
hukum dan tidak ada alasan 2. perampasan barang-
pembenar. Unsur orang terkait barang tertentu.
dengan adanya kesalahan pelaku 3. pegumuman putusan
yang meliputi kemampuan hakim.
bertanggungjawab dan kesengajaan Rima Septiana9 menyatakan bahwa
(dolus) atau kealpaan (culpa) serta mengenai masalah pemidanaan
tidak ada alasan pemaaf. terhadap pelaku tindak pidana
Pemeriksaan tindak pidana di pencabulan dalam keluarga, pihak
persidangan dimulai dari hakim kepolisian selaku penyidik bergerak
ketua sidang membuka sidang dan sesuai dengan koridor atau aturan
menyatakan sidang tertutup untuk hukum yang berlaku. Kita masih
umum (Pasal 153 ayat 3 KUHAP). mengacu pada Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan Anak, pihak kepolisian
8
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra
9
Aditya Bakti, 2002, hlm.23 Hasil wawancara 16 September 2014
tidak melakukan tindakan di luar dalam putusan 11/PID/2014/PT.TK.,
wewenang dan bertindak harus merupakan perwujudan dari asas Lex
berpedoman pada Standar Specialis Derogat Lex Generalis
Operasionil Prosedur (SOP) dan maka terhadap terdakwa Abun Bin
Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK) Nyono oleh Jaksa Penuntut Umum
Kepolisian yang didasari oleh didakwa dengan menggunakan
Undang-Undang dan peraturan- bentuk dakwaan alternatif dalam hal
peraturan lainnya. ini dakwaan pertama melanggar
Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang
Nursiah Sianipar10 menyatakan Nomor 23 tahun 2002 tentang
bahwa pemidanaan diartikan secara Perlindungan Anak, dakwaan kedua
luas sebagai suatu proses pemberian melanggar Pasal 284 KUHP.
atau penjatuhan pidana oleh hakim,
maka dapatlah dikatakan bahwa Hakim dalam memberikan putusan
sistem pemidanaan mencakup pidana terhadap pelaku tindak pidana
keseluruhan ketentuan peraturan pencabulan dalam keluarga (incest)
perundang-undangan yang mengatur pada Putusan Nomor:
bagaimana hukum pidana itu 11/PID/2014/PT.TK., harus
ditegakkan atau dioperasionalkan menggunakan teori tujuan
secara konkret sehingga dijatuhi pemidanaan yang tepat bagi pelaku
sanksi atau hukum pidana. Pidana tindak pidana pencabulan, yaitu:
penjara dan denda yang diberikan 1. Teori Absolut (Teori Pembalasan)
kepada pelaku tindak pidana Menurut pandangan teori ini, pidana
pencabulan dalam keluarga (incest) haruslah disesuaikan dengan tindak
sudah tepat diberikan, hal ini pidana yang dilakukan, karena tujuan
bertujuan untuk pembinaan bagi pemidanaan menurut mereka adalah
terdakwa agar tidak mengulangi memberikan penderitaan yang
perbuatannya lagi. setimpal dengan tindak pidana yang
telah dilakukan.
Pemidanaan yang dapat dijatuhkan
kepada pelaku tindak pidana harus Penulis berpendapat bahwa teori ini
melihat bahwa tujuan pemidanaan tidak tepat digunakan untuk
bukanlah semata-mata untuk memberikan pemidanaan terhadap
membuat seseorang merasa jera pelaku tindak pidana pencabulan
dengan hukuman pidana yang pada Putusan Nomor:
dijatuhkan, melainkan agar terdakwa 11/PID/2014/PT.TK., karena
atau pelaku menyadari atas kejahatan pemidanaan bukanlah semata-mata
yang dilakukan dan merasa sadar untuk membuat pelaku tindak pidana
bahwa hukuman pidana penjara pencabulan dalam keluarga tersebut
bukanlah hal yang menyenangkan. merasa jera dengan hukuman pidana
Miryando Eka Putra11 menyatakan yang dijatuhkan, ataupun untuk
bahwa terkait dengan pemidanaan pembalasan atas perbuatannya.
terhadap pelaku tindak pidana Sebaliknya, pemidanaan haruslah
pencabulan dalam keluarga (incest) merupakan pembinaan bagi terdakwa
agar tidak mengulangi perbuatannya
lagi.
10
Hasil wawancara tanggal 24 September
2014
11
Hasil wawancara tanggal 17 September
2014.
2. Teori Utilitarian (Teori Relatif sebagai pemberian penderitaan dan
atau Teori Tujuan) efek jera kepada pelaku, melainkan
Menurut pandangan dari teori ini, penderitaan yang diberikan itu harus
pemidanaan ini harus dilihat dari segi dilihat secara luas, artinya
manfaatnya, artinya pemidanaan penderitaan itu merupakan obat
jangan semata-mata dilihat hanya penyembuh bagi pelaku kejahatan
sebagai pembalasan belaka seperti agar dapat merenungkan segala
pada teori retributive, melainkan kesalahannya dan segera bertobat
harus dilihat pula manfaatnya bagi dengan sepenuh keyakinan untuk
terpidana di masa yang akan datang tidak mengulangi perbuatannya lagi.
yakni pada perbaikan para pelanggar
hukum (terpidana) di masa yang B. Dasar pertimbangan hakim
akan datang. dalam memberikan putusan
pemidanaan terhadap pelaku
Penulis berpendapat bahwa teori ini tindak pidana pencabulan dalam
tepat digunakan untuk memberikan keluarga (incest) pada perkara
pemidanaan terhadap pelaku Nomor: 11/PID/2014/PT.TK.
pencabulan dalam keluarga (incest)
pada Putusan Nomor: Hakim mempunyai peran yang
11/PID/2014/PT.TK)., karena penting dalam penjatuhan pidana,
pemidanaan terhadap pelaku harus meskipun hakim memeriksa perkara
dilihat dari segi manfaatnya. Dalam pidana di persidangan dengan
hal ini pemidanaan tersebut berpedoman dengan hasil
merupakan rehabilitasi dan pemeriksaan yang dilakukan pihak
pembinaan agar pelaku tidak kepolisian dan dakwaan yang
mengulangi perbuatannya lagi dan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
memperbaiki kualitas moral dan agar Undang-Undang Kekuasaan
lebih baik ke depannya. Kehakiman mengatur bahwa hakim
bebas dalam menjatuhkan putusan,
3. Teori Gabungan namun Pasal 50 Undang-Undang
Teori ini didasarkan pada tujuan Kekuasaan Kehakiman menentukan
pembalasan dan mempertahankan hakim dalam memberikan putusan
ketertiban masyarakat. Maka harus harus memuat alasan-alasan dan
dirumuskan terlebih dahulu tujuan dasar-dasar putusan itu, juga harus
pemidanaan yang akan diharapkan memuat pula pasal-pasal tertentu dari
akan menunjang tercapainya tujuan peraturan-peraturan yang
tersebut, atas dasar itu kemudian bersangkutan atau sumber hukum tak
baru ditetapkan cara, sarana atau tertulis yang dijadikan dasar untuk
tindakan apa yang akan digunakan. mengadili.12
Penulis berpendapat bahwa teori ini Mardison13 menyatakan bahwa
juga tepat digunakan untuk dalam menjatuhkan putusan
memberikan pemidanaan terhadap pemidanaan terhadap pelaku tindak
pelaku tindak pidana pencabulan pidana pencabulan dalam keluarga
dalam keluarga (incest) pada Putusan (incest) pada perkara Nomor:
Nomor: 11/PID/2014/PT.TK).,
apabila teori ini dilihat dari tujuan
12
pemidanaan atau penghukuman Sudarto, Op.cit., hlm. 84.
13
disini dimaksudkan bukan hanya Hasil wawancara pada tanggal 22
September 2014.
11/PID/2014/PT.TK., dakwaan jaksa pertimbangan tertentu dalam
tidak dapat dikesampingkan oleh menjatuhkan berat ringannya pidana
hakim sebelum menjatuhan pidana. terhadap pelaku tindak pidana
Jika terdapat kesamaan pandangan pencabulan dalam keluarga (incest).
antara jaksa dan hakim, maka hakim Hakim berpegang pada
akan menjatuhkan pidana sama keyakinannya, dengan pertimbangan
dengan tuntutan jaksa. Tetapi jika jika pidana yang ditetapkan akan
tidak terdapat kesamaan pandangan, lebih efektif, dimana pelaku benar-
maka hakim akan menjatuhkan benar insyaf dan tidak mengulangi
pidana di bawah atau lebih ringan perbuatannya dan akan berlaku
dari dakwaan jaksa. Sebaliknya secara seadil-adilnya.
hakim bisa menjatuhkan pidana
melebihi tuntutan jaksa. Karena Nursiah Sianipar juga menambahkan
hakim dalam menjatuhkan pidana bahwa majelis hakim Pengadilan
akan mengacu pada hal-hal yang Negeri Tanjung Karang yang
terbukti dan berdasarkan alat bukti di memeriksa dan mengadili perkara
pengadilan, sesuai Pasal 183 dan 184 Nomor: 11/PID/2014/PT.TK., maka
KUHAP. berdasarkan keyakinan dengan alat
bukti yang cukup, terdakwa dijatuhi
Putusan hakim mempunyai posisi pidana 9 (sembilan) tahun pidana
sentral, karena putusan tersebut penjara dan denda sebesar Rp
mempunyai konsekuensi yang luas, 60.000.000,- (enam puluh juta
baik menyangkut pelaku tindak rupiah). Majelis Hakim Pengadilan
pidana maupun masyarakat. Hakim Negeri Tanjung Karang tidak
wajib mempertimbangkan hal-hal menjatuhkan vonis dengan ancaman
yang ada di sekitar pelaku tindak maksimum sebagaimana
pidana pencabulan dalam keluarga pertimbangan putusan dalam hal-hal
(incest) pada perkara Nomor: yang meringankan serta berdasarkan
11/PID/2014/PT.TK. dalam teori pemidanaan yang menyatakan
mempertimbangkan perkara ini, bahwa pemidanaan bukanlah suatu
putusan hakim telah sesuai dengan pembalasan melainkan pembinaan
Pasal 183 dan 184 KUHAP yaitu bagi terdakwa yang telah berbuat
adanya lebih dari 2 (dua) alat bukti salah. Hakim akan melihat faktor
yang diajukan di persidangan oleh yang mempengaruhi pelau tindak
jaksa yaitu petunjuk berupa barang pidana, hal tersebut adalah watak
bukti berupa celana panjang jeans pribadi, tekanan jiwa, motif pelaku
warna biru,baju kaos tanpa lengan dan keadaan lingkungan sekitar
warna kuning, celana dalam warna tempat tinggal.
hijau, bh warna ungu, bh warna biru,
celana dalam warna pink, kemeja Perbuatan terdakwa didakwa
warna putih serta adanya keterangan melanggar Pasal 81 Undang-Undang
saksi dan keterangan terdakwa telah Nomor 22 tahun 2003 tentang
sesuai dan terbukti di persidangan. Perlindungan Anak. Proses peradilan
pidana yang muaranya berupa
Nursiah Sianipar14 menyatakan putusan hakim di pengadilan
bahwa hakim mempunyai sebagaimana tersebut diatas, tampak
cenderung melupakan dan
14
Hasil wawancara pada tanggal 24
meninggalkan korban. Para pihak
September 2014. terkait antara lain jaksa penuntut
umum, terdakwa, saksi (korban) serta Hal ini nampak pada :
hakim dengan didukung alat bukti 1. Pemidanaan belum
yang ada, cenderung terfokus pada memperhitungkan keterlibatan
pembuktian atas tuduhan jaksa korban. Teori yang mendasari untuk
penuntut umum terhadap terdakwa. mendukung dan memperhitungkan
Proses peradilan lebih berkutat pada keterlibatan korban dalam
perbuatan terdakwa memenuhi penjatuhan pidana adalah teori
rumusan pasal hukum pidana yang criminal-victim relationship dari
dilanggar atau tidak. Dalam proses Schafer, teori tersebut intinya
seperti itu tampak hukum acara menjelaskan bahwa suatu tindak
pidana sebagai landasan beracara pidana terjadi karena antar hubungan
dengan tujuan untuk mencari pelaku dan korban.15
kebenaran materiil (substantial truth) 2. Perlunya diterapkan restitusi
sebagai kebenaran yang selengkap- selain pidana penjara. Pemberian
lengkapnya dan perlindungan hak restitusi dapat memenuhi rasa
asasi manusia (protection of human keadilan bagi korban daripada hanya
right) tidak seluruhnya tercapai. sekedar penjatuhan pidana bagi
pelaku terutama dalam kasus korban
Penulis juga berpendapat perkosaan. Restitusi juga bermanfaat
dilupakannya pihak korban dalam bagi negara dan pelaku.
proses peradilan cenderung 3. Apabila restitusi terhalang,
menjauhkan putusan hakim yang maka kompensasi dapat diberikan
memenuhi rasa keadilan bagi pelaku secara alternatif maupun kumulatif
maupun masyarakat. Dengan dengan restitusi kepada korban.
demikian apabila akan memahami Kompensasi berdasarkan hasil kajian
suatu indak pidana menurut porsi beberapa pakar menunjukkan sangat
yang sebenarnya secara dimensional, bermanfaat bagi korban seperti yang
maka harus mempertimbangkan dikemukakan oleh Doerner & Lab,
peranan korban dalam timbulnya bahwa kompensasi dalam bentuk
tindak pidana. pemberian sejumlah uang dapat
Melihat kepada uraian tersebut, maka dirasakan sebagai obat segala
menurut penulis, pada putusan penyakti (pancea).16
11/PID/PT.TK., masih belum secara Pihak korban selayaknya perlu pula
optimal memenuhi rasa keadilan, dipertimbangkan dalam pemidanaan
karena tampaknya terdapat unsur demi rasa keadilan. Pemikiran ini
yang belum dipertimbangkan dalam perlu peneliti lontarkan untuk
pemidanaan, yaitu korban. Demi menjelaskan antara lain istilah
keadilan, selayaknya pihak korban pertanggungjawaban (responsibility),
dipertimbangkan dalam penjatuhan
pidana. Dari hal tersebut tampak
15
bahwa kedudukan korban cenderung Stephen Schafer, The Victim and His
terabaikan. Hal ini tidak lepas dari Criminal a Study in Functional
Responsibility. Published by Random House
teori, doktrin dan peraturan Inc., in New York and simultaneously
perundang-undangan yang cenderung inToronto, Canada: Random House of
berorientasi pada pelaku daripada Canada Limited, 1969, hlm. 6.
16
berorientasi pada korban. William G. Doerner & Steven P. Lab,
1998, Victimology, 2nd edition, Anderson
Publishing co
America.hlm. 156.
kealpaan (culpability), kesalahan Perlindungan Anak dan sudah sesuai
(guilty), ternyata dapat pula dengan jalur yang telah ditetapkan
diterapkan untuk korban. Artinya dalam peraturan perundang-
korban juga dapat diposisikan dalam undangan yang berlaku. Sepanjang
pertanggungjawaban, kealpaan berkaitan dan memenuhi unsur-unsur
maupun kesalahan. Penulis terjadinya pencabulan terhadap anak
menambahkan bahwa kerugian yang diatur dalam Undang-Undand
dan/atau penderitaan yang besar Nomor 23 tahun 2002 maka Undang-
dan/atau berat merupakan aspek Undang inilah yang digunakan dan
memberatkan pemidanaan terhadap sebaliknya apabila tidak memenuhi
pelaku, dan sebaliknya sedikit unsur yang diatur dalam Pasal 82
dan/atau ringannya kerugian dan/atau tersebut, maka putusan dijatuhkan
penderitaan korban merupakan aspek berdasarkan KUHP. Pemidanaan
meringankan bagi pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana
terhadap pelaku. . Derajat kesalahan pencabulan dalam keluarga (incest)
korban dalam terjadinya tindak menggunakan teori absolut (teori
pidana merupakan aspek yang pembalasan), teori utilitarian (teori
dipertimbangkan untuk meringankan tujuan), dan teori gabungan.
pemidanaan bagi pelaku. Semakin
tinggi derajat kesalahan korban, 2. Dasar pertimbangan hakim
maka semakin besar dalam menjatuhkan putusan terhadap
dipertimbangkan sebagai aspek yang pelaku tindak pidana pencabulan
meringankan pemidanaan terdakwa. dalam keluarga (incest) dalam
Demikian pula dengan perilaku perkaraNomor: 11/PID/2014/PT.TK.,
pelaku dalam proses peradilan pidana yaitu dakwaan jaksa, tujuan
yang dapat dipertimbangkan sebagai pemidanaan, hal-hal yang
aspek yang meringankan atau meringankan dan memberatkan.
memberatkan pemidanaan. Setelah Hakim memeriksa dan memutus
syarat-syarat pemidanaan terpenuhi perkara sebelum menjatuhkan pidana
dan aspek-aspek korban dan pelaku telah mendengarkan keterangan-
dipertimbangkan, maka pemidanaan keterangan saksi-saksi dan
dapat diputuskan. menyesuaikan keterangan saksi-saksi
satu sama lain sehingga dapat
menyimpulkan suatu fakta hukum
III. SIMPULAN atau peristiwa hukum sebagaimana
yang terjadi. Pertimbangan hakim
Berdasarkan hasil pembahasan dalam menjatuhkan pemidanaan
mengenai permasalahan yang menggunakan teori yang
dibahas dalam penelitian pada bab dikembangkan oleh Mackenzei, yaitu
sebelumnya, maka dapat ditarik teori keseimbangan, teori pendekatan
kesimpulan sebagai berikut: seni dan intuisi, serta teori ratio
decidendi.
1. Pemidanaan bagi pelaku
tindak pidana pencabulan dalam
keluarga (incest) dalam perkara
Nomor: 11/PID/2014/PT.TK telah
dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan
Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang
DAFTAR PUSTAKA
Andrisman, Tri. 2011. Delik
Tertentu dalam KUHP. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Doerner William G. & Steven P.
Lab. 1998. Victimology, 2nd
edition, Anderson Publishing co
America.
Nawawi Arief, Barda. 2002. Bunga
Rampai Kebijakan Hukum
Pidana. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Sudarto. 1986. Hukum Pidana dan
Perkembangan Masyarakat
Kajian Terhadap Pembaharuan
Hukum Pidana. Bandung: Sinar
Baru.
Schafer Stephen. 1969. The Victim
and His Criminal a Study in
Functional Responsibilit
Published by Random House
Inc., in New York and
simultaneously inToronto.
Canada: Random House of
Canada Limited.
Wayan Artika, I. 2008. Incest.
Jakarta: Iterprebook.
Waluyo, Bambang. 2011.
Viktimologi Perlindungan Saksi
Dan Korban. Jakarta: Sinar
Grafika.
Tuti, Titik Triwulan. 2010.
Konstruksi Hukum Tata Negara
Indonesia Pasca-Amandemen
UUD 1945. Jakarta Kencana:
Jakarta.
Waluyo, Bambang. 2011.
Viktimologi Perlindungan Saksi
Dan Korban. Jakarta: Sinar
Grafika.

Anda mungkin juga menyukai