Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi
Penyakit corona virus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh corona virus yang baru muncul yang pertama kali dikenali muncul di
Wuhan, pada bulan Desember 2019. Pengurutan genetika virus ini mengindikasikan
bahwa virus ini berjenis betacoronavirus yang terkait erat dengan virus SARS (Team
NCPERE, 2020; WHO, 2020).
Corona virus merupakan virus RNA berukuran 120-160 nm. Pada manusia
biasanya menyebabkan penyakit saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit
serius. Coronavirus jenis baru dilaporkan mulai muncul di Wuhan pada 12 Desember
2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARSCOV2) dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) (Burhan
et al, 2010; Susilo et al, 2020; Wu F et al, 2020).
Dinamika transmisi: pada tahap awal epidemi, periode inkubasi rata-rata adalah
5,2 hari; waktu penggandaan epidemi adalah 7,4 hari, yaitu, jumlah orang yang terinfeksi
berlipat ganda setiap 7,4 hari; interval kontinu rata-rata (waktu interval rata-rata
penularan dari satu orang ke orang lain) adalah 7,5 hari; indeks regenerasi dasar (R0)
diperkirakan 2.2-3.8, yang berarti bahwa setiap pasien menginfeksi rata-rata 2,2-3,8
orang. Interval rata-rata utama: untuk kasus ringan, interval rata-rata dari onset ke
kunjungan rumah sakit awal adalah 5,8 hari, dan dari onset ke rawat inap 12,5 hari; untuk
kasus yang parah, interval rata-rata dari onset ke rawat inap adalah 7 hari dan dari onset
hingga diagnosis 8 hari; untuk kasus kematian, interval rata-rata dari onset ke diagnosis
secara signifikan lebih lama (9 hari), dan dari onset hingga kematian adalah 9,5 hari (Tim
Kerja Kemendagri, 2020).
Jumlah orang yang positif terinfeksi virus Corona (Covid-19) di Indonesia
semakin hari kian bertambah. Usaha mencegah penyebaran virus Corona lebih luas lagi
pemerintah menginstruksikan untuk melakukan rapid test khususnya di beberapa wilayah
di Indonesia yang memiliki kasus Covid-19 yang tinggi. Tes ini ditujukan agar pemeritah
dan petugas kesehatan bisa mengetahui siapa saja orang yang berpotensi menyebarkan
virus Corona dan melakukan tindakan pencegahan agar jumlah kasus Covid-19 tidak
semakin bertambah.
Jubir Pemerintah untuk Covid-19 dr. Achmad Yurianto mengatakan Pemerintah
dalam waktu dekat akan melaksanakan pemeriksaan Covid-19 secara massal. Tes
tersebut dilakukan melalui Rapid Test atau pemeriksaan imuniglobulin sebagai skrining
awal. Menggunakan pemeriksaan imunoglobulin sebagai upaya tes skrining awal dan
bisa dilaksanakan secara massal adalah sebuah keputusan yang baik,'' kata dia pada
Konferensi Pers di Gedung BNPB, Kamis (19/3). Metode pemeriksaan virus Corona atau
Covid-19 ini memang ada beberapa macam, dilihat dari sensitifitasnya. Untuk virus ini
yang paling sensitif adalah pemeriksaan dengan metode molekuler yaitu menggunakan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Beberapa negara sudah melakukan hal ini dan
kitapun juga akan melaksanakannya. Tujuannya adalah untuk secepatnya bisa
mengetahui tentang kasus positif Covid-19 yang berada di masyarakat,'' kata dia.
Dr. Achmad menambahkan nantinya pasien positif akan cukup banyak didapatkan namun
tidak seluruhnya dimaknai harus masuk RS. Pada kasus positif dengan tanpa gejala atau
kasus positif dengan gejala ringan tentunya akan diedukasi untuk melaksanakan isolasi
diri atau self isolation yang bisa dilaksanakan secara mandiri di rumah, tentu dengan
dimonitoring oleh petugas Puskesmas atau tenaga kesehatan yang sudah disepakati,'' kata
dr. Achmad.
Pemeriksaan secara massal itu harus diikuti dengan langkah-langkah sosialisasi
dan edukasi tentang bagaimana melaksanakan isolasi diri. Sudah barang tentu di dalam
self monitoring atau pada saat rapid test massal ini akan ditemukan kasus positif disertai
gejala-gejala moderat, gejala-gejala sakit yang sedang. Tapi pemeriksaan rapid ini adalah
dalam rangka untuk meyakinkan masyarakat apakah dirinya tertular atau tidak. Ini
beberapa langkah yang harus kita lakukan secara terus menerus simultan, dan inilah yang
akan menjadi upaya kita di dalam pengendalian penyakit (Covid-19),'' tambah dr.
Achmad
Rapid tes covid adalah metode awal mendeteksi virus corona dalam
tubuh. Pengecekannya dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien dan melihat
adakah antibodi lgM dan lgG. Adapun, lgM dan lgG adalah antibodi yang diproduksi saat
tubuh terpapar virus corona. Sehingga ketika hasil tes menunjukkan positif pasien harus
melakukan pemeriksaan lanjutan seperti tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk
swab cairan di saluran pernapasan. Tes PCR harus dilakukan guna memastikan betul
pasien terinfeksi virus corona atau bukan. Sebab, bisa jadi antibodi lgM dan lgG pada
tubuh muncul terhadap virus lain dalam tubuh. Tapi pemeriksaan rapid ini adalah dalam
rangka untuk meyakinkan masyarakat apakah dirinya tertular atau tidak. Ini beberapa
langkah yang harus kita lakukan secara terus menerus simultan, dan inilah yang akan
menjadi upaya kita di dalam pengendalian penyakit (Covid-19),'' tambah dr. Achmad
Ada dua jenis rapid test yang ada saat ini: tes yang berdasarkan antigen, seperti
dilakukan di Korea Selatan dan Malaysia, dan yang berdasarkan antibodi, seperti
di Amerika Serikat dan Indonesia saat ini. Untuk memahaminya, kita harus terlebih dulu
memahami hubungan antigen dan antibodi. Ketika ada antigen yang masuk ke dalam
tubuh kita, dalam hal ini virus SARS-CoV-2, sistem pertahanan tubuh kita akan
melawan. Jika tubuh kita disamakan dengan sistem pertahanan negara, maka tentara
dalam tubuh kita bernama sel darah putih. Ketika serangan musuh semakin hebat, maka
makin banyak juga sel darah putih yang dikerahkan. Tidak semua sel darah putih menjadi
tentara yang menyerang. Ada juga yang menjalankan fungsi sebagai mata-mata. Mereka
bertugas membuat profil musuh, dalam hal ini profil virus yang akan dilawan. Setelah
informasi profil virus terkumpul, akan ada tim khusus yang akan melawan virusnya. Tim
khusus ini yang disebut sebagai antibodi. Untuk melawan virus, antibodi akan menempel
pada antigen sehingga kemampuan virus memasuki sel dan memperbanyak diri dicegah.
Dengan penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa rapid test antigen adalah tes
diagnosis cepat untuk mendeteksi keberadaan antigen yaitu benda asing dalam tubuh.
Dalam kasus ini, antigen yang dimaksud adalah virus SARS-CoV-2. Di dalam alat tes
berbasis antigen terdapat antibodi yang dipakai untuk mendeteksi antigen. Sampel
pemeriksaan untuk tes cepat antigen biasanya diambil dari lendir di belakang tenggorok
pasien, setelah diproses, akan diteteskan pada alat tes. Jika terdapat antigen dalam bahan
pemeriksaan maka akan terjadi penempelan dengan antibodi yang tersedia dalam alat tes.
Ini artinya hasilnya positif.
Cara kerja pengecekan rapid test, petugas medis akan mengambil darah pada
ujung jari pasien. Kemudian, darah akan diteteskan ke dalam alat rapid tes bersama
cairan penanda antibody. Hasil rapid tes memakan waktu antara 10-15 menit. Ada tiga
keterangan pada alat, yakni C, lgG, dan lgM. Bila pasien positif, akan muncul garis pada
keterangan C dan lgG atau lgM. Sedangkan garis yang muncul pada keterang C artinya
pasien negatif. Setelah mengetahui hasil tes, pasien positif harus melakukan swab dan
isolasi mandiri selama 14 hari. Begitu pula dengan pasien negatif juga harus melakukan
isolasi di rumah selama 14 hari. Pemeriksaan ini harus dilakukan kembali pada pasien
negatif dalam rentang waktu 7-10 hari setelah rapid tes pertama. Pasalnya, pembentukan
antibodi lgG dan lgM memerlukan waktu hingga beberapa minggu setelah tubuh terpapar
virus corona.

B. Permasalahan Mitra
Masyarakat selama ini selain mengenal adanya test rapid namun juga ada salah
satu pemeriksaan yang membuat masyarakat salah dalam memahami tujuan dari
dilakukannya tes serologi rapid test untuk Covid-19. Masyarakat kebanyakan mengira
bahwa Rapid test  merupakan test untuk mendiagnosis Covid-19. Rapid test merupakan
pemeriksaan penyaring atau skrining untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM dan IgG
yang dihasilkan tubuh ketika terpapar virus Corona. Hasil positif pada rapid test  juga
tidak bisa dijadikan penentu bahwa seseorang terinfeksi virus Corona, hal ini karena
antibodi yang terdeteksi bisa saja IgM dan IgG yang dibentuk oleh tubuh karena infeksi
virus yang lain, termasuk virus dari kelompok coronavirus selain SARS-CoV-2. Antigen
biasanya ditemukan pada saat awal penyakit. Setelah itu tubuh bereaksi dengan
membentuk antibodi. Antigen dan antibodi ini akan membentuk pasangan antigen dan
antibodi yang tidak bisa lepas. Sementara itu, antibodi baru muncul beberapa hari setelah
tubuh bertempur melawan kuman. Proses memata-matai musuh butuh waktu, sehingga
antibodi pun baru muncul belakangan. Jadi rapid test antibodi baru akan positif ketika
antibodi sudah terbentuk. Jika pemeriksaan dilakukan sebelum terbentuk antibodi, maka
hasil tes pun bisa negatif palsu. Artinya akan ada orang yang sesungguhnya mempunyai
virus, tapi karena belum menghasilkan antibodi maka memperlihatkan hasil tes yang
negatif.
Setelah mengetahui hasil tes, pasien positif harus melakukan swab dan isolasi
mandiri selama 14 hari. Begitu pula dengan pasien negatif juga harus melakukan isolasi
di rumah selama 14 hari. Pemeriksaan ini harus dilakukan kembali pada pasien negatif
dalam rentang waktu 7-10 hari setelah rapid tes pertama. Kita perlu memahami bahwa
hasil positif dari rapid test tidak menjadikan seseorang dapat dikatakan menderita
COVID-19. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes PCR yang direkomendasikan
WHO untuk memastikan apakah yang terdeteksi betul-betul berkaitan dengan penyakit
COVID-19.

C. Solusi yang ditawarkan Lingkungan

Screening terhadap Covid-19 dilakukan dengan rapid test dengan mengambil


darah pada ujung jari pasien. Kemudian, darah akan diteteskan ke dalam alat rapid tes
bersama cairan penanda antibody. Hasil rapid tes memakan waktu antara 10-15 menit.
Ada tiga keterangan pada alat, yakni C, lgG, dan lgM. Bila pasien positif, akan muncul
garis pada keterangan C dan lgG atau lgM. Sedangkan garis yang muncul pada keterang
C artinya pasien negatif. Setelah mengetahui hasil tes, pasien positif harus melakukan
swab dan isolasi mandiri selama 14 hari. Begitu pula dengan pasien negatif juga harus
melakukan isolasi di rumah selama 14 hari. Pemeriksaan ini harus dilakukan kembali
pada pasien negatif dalam rentang waktu 7-10 hari setelah rapid tes pertama. Situasi saat
ini membutuhkan peran perawat dimana dalam hal ini perawat berperan dalam
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat terkait pemeriksaan – pemeriksaan
yang berkaitan bagaimana terdiagnosis seseorang dengan Covid – 19, sehingga
masyarakat tidak salah dalam menginterpretasikan hasil dari pemeriksaan yang
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai