Makalah Anti Korupsi (Nurul Suhada) PDF
Makalah Anti Korupsi (Nurul Suhada) PDF
ETIKA PROFESI
ANTI KORUPSI
Oleh :
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi.Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan
tampak lebih nyata.Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa
mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin
canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan
cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi
ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya(cybercrime), tindak pidana
pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.Sesungguhnya
fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia
sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka.Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada
dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti
oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di
Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah
korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak
langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa.Reimon Aron
seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang
ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul
apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik,
menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif
hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui
dimana-mana.Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Berangkat dari latar belakang di
atas makalah ini dibuat dengan membahas korupsi yang kini mengendalikan negeriku.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan KKN di Indonesia?
2. Apa penyebab terjadinya KKN tersebut?
3. Kasus KKN apa saja yang pernah terjadi di Indonesia?
4. Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh KKN?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menganalisis penyebab terjadinya KKN di kalangan petinggi Negara.
2. Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas KKN.
3. Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda
dalam mencegah terjadinya praktik KKN.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORI
Kata ―korupsi‖ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur ―penyelewengan‖ atau dis-
honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2, korupsi adalah secara melawan hukum untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan negara atau
perekonomian negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 6 Ayat (1)
Korupsi adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili Undang-Undang.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya, terdapat
33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut
dikategorikan ke dalam 6 kelompok yaitu :
1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
6. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara
3
keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai
kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang
atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme adalah setiap perbuatan pentelenggara negara secara melawan hukumyang
menguntungkan kepentingan keluarga dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap
nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
4
Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat ―manusiawi‖ dan
sangat ―beradab‖, namun pelaksanaan atau praktiknyalah yang sangat tidak manusiawi, mirip
Dwang Stelsel (DS), yang artinya ―Sistem Pemaksaan‖. Itu sebabnya mengapa sebagian
besar pengajar, guru atau dosen sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi
DS.mengganti ungkapan ―Sistem Pembudayaan‖ menjadi ―Tanam Paksa‖.
5
praktik korupsi dan kolusi.Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Misalnya,
untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden
untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak diperiksa
dengan dalih belum mendapat izin dari atasan.
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat
diselamatkan sebesar kurang lebih 11 miliar rupiah, jumlah yang cukup signifikan untuk
kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi
dihentikan.Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di Bogor, ―prestise Presiden harus
ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain‖.
Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan pembubaran Paran/Operasi
Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling
Aparat Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio
dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu
akhirnya mengalami stagnasi.
6
melahirkan sinisme di masyarakat.Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul
perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut
pemilihan metode atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin
berhasil dalam memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan
kepada Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu,
Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.
4. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya ―korupsi‖ lebih banyak dilakukan oleh
kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara
negara sudah terjangkit ―Virus Korupsi‖ yang sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru,
korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang
bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total terhadap ORLA serta melaksanakan
Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru
lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah
diamalkan secara murni, kecuali secara ―konkesuen‖ alias ―kelamaan‖.
Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan
berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman, Presiden
berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (TGPTPK).
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan
dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk
rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam
upaya.pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak
bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Kegemaran beliau melakukan pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di
tempat-tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan
masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi
TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31
Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN
7
sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang
masih eksis.
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi
Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan
Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi
aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance"
(pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan
Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten
mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai
bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana
mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui
pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island of integrity"
(daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan)
dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator
(trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar
utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".
Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. Dibawah
ini beberapa dampak KKN dari beberapa segi:
1. Ekonomi
Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat ketidakefisienan
yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian
dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,
dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga dan mengacaukan lapangan perniagaan. Perusahaan yang
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang efisien.
2. Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan
13
pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Dengan demikian
masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan pemimpin tersebut. Akibatnya
rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan
kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau
menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas sosial
poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan
dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara
tidak terhormat.
3. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya
administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dilingkungi oleh korupsi, maka
prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan pernah
terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya
orang yang mempunyai uang saja yang akan mendapatkan layanan yang baik karena
mampu menyuap. Keadaan ini dapat mengakibatkan meluasnya keresahan sosial,
ketidaksetaraan sosial, dan kerahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan setiap
hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang
kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam
masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada kerjasama dan
persaudaraan yang tulus.
Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan
sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan
individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga
membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana
masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban
demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan
hilang.
14
5. Kesejahteraan umum negara
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari paparan masalah di atas, dapat penulis simpulkan KKN kini sudah meralela di negri
kita tercinta, dan menjadi suatu tren dalam berkehidupan.Korupsi di Indonsia dimulai sejak
era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik,
sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.Namun sayangnya, rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak
acuh.Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul
kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang
tidak mampu.Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
dalih ―kepentingan rakyat‖.Dan ironisnya, penyumbang terbesar kasus korupsi dan nepotisme
berasal dari dunia pendidikan, dimana seharusnya instansi tersebut menjadi wadah untuk
mencetak warga Negara yang mampu membimbing Negara ini untuk lebih maju.Dampak
korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi, birokrasi, kesejahteraan umum
negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu.
B. SARAN
Sebaiknya pemerintah lebih serius dalam menanggulagi masalah korupsi ini, karena
masalah ini sungguh merugikan masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan
ekonomi.Disamping itu, peran serta masyarakat dalam memerangi KKN juga
penting.Misalnya dengan memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini, mengajarkan nilai
nilai kejujuran dan sebagainya.Dan bagi para pejabat-pejabat sebaiknya menahan diri untuk
mengambil hak milik orang lain. Sebab, jika kita mengambil hak milik orang lain, kita tak
ada bedanya dengan orang yang tak punya apa-apa.
16
DAFTAR PUSTAKA
17