Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MANDIRI

ETIKA PROFESI

ANTI KORUPSI

Oleh :

NURUL SUHADA ( 4103171149 )

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS
BENGKALIS-RIAU
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi.Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan
tampak lebih nyata.Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa
mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin
canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan
cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi
ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya(cybercrime), tindak pidana
pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.Sesungguhnya
fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia
sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka.Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada
dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti
oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di
Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah
korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak
langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa.Reimon Aron
seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang
ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul
apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak
gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik,
menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif
hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui
dimana-mana.Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Berangkat dari latar belakang di
atas makalah ini dibuat dengan membahas korupsi yang kini mengendalikan negeriku.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan KKN di Indonesia?
2. Apa penyebab terjadinya KKN tersebut?
3. Kasus KKN apa saja yang pernah terjadi di Indonesia?
4. Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh KKN?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menganalisis penyebab terjadinya KKN di kalangan petinggi Negara.
2. Untuk mengetahui peran serta generasi muda dalam memberantas KKN.
3. Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda
dalam mencegah terjadinya praktik KKN.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORI
Kata ―korupsi‖ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur ―penyelewengan‖ atau dis-
honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2, korupsi adalah secara melawan hukum untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan negara atau
perekonomian negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 6 Ayat (1)
Korupsi adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili Undang-Undang.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya, terdapat
33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut
dikategorikan ke dalam 6 kelompok yaitu :
1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
6. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.

Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara

3
keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai
kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang
atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
Nepotisme adalah setiap perbuatan pentelenggara negara secara melawan hukumyang
menguntungkan kepentingan keluarga dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap
nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.

B. PERKEMBANGAN KKN DI INDONESIA


1. Era sebelum Indonesia Merdeka
Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh ―budaya-tradisi korupsi‖ yang
tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita dapat
menyirnak bagaimana tradisi korupsi berjalin berkelin dan dengan perebutan kekusaan di
Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekusaan:
Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan seterusnya), Majapahit
(pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan Haryo
Penangsang), Banten (Sultan Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso),
perlawanan rakyat terhadap Belanda dan seterusnya sampai terjadinya beberapa kali
peralihan kekuasaan di Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di
Indonesia.
Kebiasaan mengambil ―upeti‖ dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa ditiru
oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 – 1942) minus Zaman Inggris (1811 –
1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap
Belanda.Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825 -1830), Imam Bonjol (1821 –
1837), Aceh (1873 – 1904) dan lain-lain.Namun, yang lebih menyedihkan lagi yaitu
penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh
bangsa Indonesia sendiri.Sebut saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem
―Cuituur Stelsel (CS)‖ yang secara harfiah berarti Sistem Pembudayaan.Walaupun tujuan
utama sistem itu adalah membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya
mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda,
namun kenyataannya justru sangat memprihatinkan.

4
Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat ―manusiawi‖ dan
sangat ―beradab‖, namun pelaksanaan atau praktiknyalah yang sangat tidak manusiawi, mirip
Dwang Stelsel (DS), yang artinya ―Sistem Pemaksaan‖. Itu sebabnya mengapa sebagian
besar pengajar, guru atau dosen sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi
DS.mengganti ungkapan ―Sistem Pembudayaan‖ menjadi ―Tanam Paksa‖.

2. Era Pasca Kemerdekaan


Bagaimana sejarah ―budaya korupsi‖ khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya ―Budaya
korupsi‖ yang sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia dimulai seperti telah
diuraikan di muka, rupanya kambuh lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia, baik di Era
Orde Lama maupun di Era Orde Baru.
Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih belum melihat
kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.Ibarat penyakit, sebenarnya
sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa
ditemukan.
Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan
Pemberantasan Korupsi – Paran dan Operasi Budhi – namun ternyata pemerintah pada waktu
itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara
dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution
dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi
formulir yang disediakan – istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara. Dalam
perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi
keras dari para pejabat.Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran
tetapi langsung kepada Presiden.
Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung di
balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah sedang memanas sehingga
tugas Paran akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah (Kabinet Juanda).
Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan
korupsi kembali digalakkan.Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab
ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo.Tugas mereka lebih
berat, yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.
Lembaga ini di kemudian hah dikenal dengan istilah ―Operasi Budhi‖.Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan

5
praktik korupsi dan kolusi.Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Misalnya,
untuk menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden
untuk menjalankan tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak diperiksa
dengan dalih belum mendapat izin dari atasan.
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat
diselamatkan sebesar kurang lebih 11 miliar rupiah, jumlah yang cukup signifikan untuk
kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi
dihentikan.Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di Bogor, ―prestise Presiden harus
ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain‖.
Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan pembubaran Paran/Operasi
Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling
Aparat Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio
dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu
akhirnya mengalami stagnasi.

3. Era Orde Baru


Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Presiden
Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi sehingga
segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa
Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya.Sebagai wujud dari
tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai
Jaksa Agung.
Tahun 1970, terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti
komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan
TPK. Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan
banyak disorot masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang
protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto dengan
membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan
berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas
mereka yang utama adalah membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV
Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina.Namun kornite ini hanya ―macan ompong‖
karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.
Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Opstib
(Operasi Tertib) derigan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya

6
melahirkan sinisme di masyarakat.Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul
perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut
pemilihan metode atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin
berhasil dalam memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan
kepada Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu,
Opstib pun hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.

4. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya ―korupsi‖ lebih banyak dilakukan oleh
kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara
negara sudah terjangkit ―Virus Korupsi‖ yang sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru,
korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang
bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total terhadap ORLA serta melaksanakan
Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru
lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah
diamalkan secara murni, kecuali secara ―konkesuen‖ alias ―kelamaan‖.
Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan
berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman, Presiden
berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (TGPTPK).
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan
dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk
rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam
upaya.pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak
bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Kegemaran beliau melakukan pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di
tempat-tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan
masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi
TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31
Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN

7
sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang
masih eksis.
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi
Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan
Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi
aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance"
(pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan
Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten
mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Menurut Taufiequrachman Ruki, pemberantasan korupsi tidak hanya mengenai
bagaimana menangkap dan memidanakan pelaku tindak pidana korupsi, tapi juga bagaimana
mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang melalui
pendidikan antikorupsi, kampanye antikorupsi dan adanya contoh "island of integrity"
(daerah contoh yang bebas korupsi).
Pernyataan Taufiequrachman mengacu pada definisi korupsi yang dinyatakan dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Menurutnya, tindakan preventif (pencegahan)
dan represif (pengekangan) ini dilakukan dengan "memposisikan KPK sebagai katalisator
(trigger) bagi aparat atau institusi lain agar tercipta good and clean governance dengan pilar
utama transparansi, partisipasi dan akuntabilitas".

C. PENYEBAB TERJADINYA KKN


Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun
pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka. Kasus-kasus korupsi di Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan
sebagian ilmu sosial sudah menyatakan bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya
bangsa Indonesia. Kalau benar pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan
konsep bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di
Pancasila, ataupun seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di
Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia korupsi
sudah sekedar menjadi suatu kebiasan, hal ini karena korupsi di Indonesia berkembang dan
tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke
tingkat RT yang paling rendah. Perkembangan yang cukup subur ini berlangsung selama
puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian
8
diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai
generasi korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari
jangkitan virus korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia termasuk salah satu
negara terkorup di dunia.
Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat pusat
sampai daerah ; merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat
pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh persoalan moralitas
belaka?Setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi penyebab utama semakin merebaknya
korupsi.
Pertama: mental aparat yang bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat banyak
karakter bobrok yang menghinggapi para koruptor.Di antaranya sifat tamak.Sebagian besar
para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya.Namun, karena ketamakannya, mereka
masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini biasanya berpadu dengan moral
yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif. Ujungnya, aparat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi.Yang lebih mendasar lagi adalah tidak adanya iman yang
kuat di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat telah memahami betul perbuatan korupsi itu
haram maka kesadaran inilah yang akan menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak
berbuat melanggar hukum Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua: kerusakan sistem politik, hukum dan pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah
yang memberikan banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk
beramai-ramai melakukan korupsi. Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru
diindikasi ―mempermudah‖ (Jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan anggota DPR/D—
tersangkut perkara pidana harus mendapatkan izin dari Presiden) timbulnya korupsi karena
hanya menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan
yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak
konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-
undang. Secara rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di
Indonesia yaitu:
1. Korupsi sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa
Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara Indonesia ini.
Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke pengadilan karena
kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer (Di Tepi Kali
Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta) tertulis sesuai dengan fenomena yang ia
ketahui di lingkungan sekitar terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan dari
9
kekayaan negara untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan jiwa
dan raga untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an
Pramoedya Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul ―Korupsi‖ yang
mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan. Kemudian
di sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke pengadilan dan dijatuhi
hukuman karena kasus korupsi.
2. Korupsi berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat
rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan secara
berjama’ah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain dalam suatu sitem
yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi sulit sekali terbongkar dan
diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini sangat rumit dan susah terungkap,
hal tersebut dikarenakan para pelaku korupsi merupakan orang-orang yang memiliki
intelegensi tinggi (orang-orang pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta
menutup rapat tindakan yang mereka lakukan.
3. Konsentrasi kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratik dan juga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan
pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut memungkikan para penguasa
mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi kesalahannya.
4. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal. Kampanye yang begitu mahal dalam mencalonkan
diri menjadi kepala-kepala pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah
merupakan salah satu faktor penyebab maraknya kasus korupsi di Indonesia. Hal ini
terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal dari uang yang telah mereka
kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti kampanya. Selain mengembalikan
modal tentunya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan yang lebih dari modal
yang telah mereka keluarkan.
5. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak sekali
proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya manusia yang
menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diketahui
misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara seminar/workshop-workshop yang
mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka biasanya melakukan workshop di hotel
berbintang, ditempat yang relatif jauh dan dengan alasan refreshing sehingga
menguras dana rakyat sangat besar, padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus
10
untuk mengikuti workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka,
melainkan mereka banyak menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping,
dan sebagainya. Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya seperti
pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
6. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan ―teman lama‖.
Lingkungan yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya kasus korupsi karena
mereka akan dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi secara berjama’ah
dalam lingkungannya sehingga orang lain yang berada diluar jaringan sulit untuk
mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang mereka lakukan termasuk
tindakan korupsi.
7. Lemahnya ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat diibaratkan
seperti pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah ketika melakukan
tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri ayam, dsb. Namun untuk
kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah
hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya sangat berbelt-belit dan sulit sekali
diungkap. Selain itu banyak kasus pejabat-pejabat negara yang terlibat kasus korupsi
mendapat perlakuan khusus ketika di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang
mewah, dapat menyogok aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan
bahkan sampai keluar negeri.
8. Lemahnya profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit sekali
untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para aparat negara
untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus korupsi karena mereka
beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan bakal sulit terungkap atau
bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya
masih dapat disogok dengan sejumlah uang agar menutupi kasusnya dan
membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
9. Rakyat mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan
seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau memilih calon
tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic).
10. Ketidak adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau ―sumbangan
kampanye‖. Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol
sendiri banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat dengan mudah
membiarkan kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa dibilang mereka
membiarkn kasus suap karena mereka sendiri telah disuap.
11
11. Kurangnya keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara kepada
Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus korupsi di negeri ini. Mereka
tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka lakukan, jika mereka takut
terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat perbuatan mereka pasti para
pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan melakukan perbuatan korupsi walaupun
tidak ada pengawasan. Sebab mereka dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh
Tuhan YHE dan takut terhdap ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam
lembah kesengsaraan yaitu neraka.
Dengan melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya perilaku
korupsi itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia.Penyebab utama dari
tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum di Indonesia. Indonesia
banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pelarangan
tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan tersebut tidak di tegakkan dan dijalankan
secara optimal. Lemah dan rendahnya tingkat keimanan (religius), menipisnya etika dan
moral seseorang juga dapat menjadi faktor menyebabkan seseorang mudah tergiur dengan
uang, harta, kekayaan, sehingga mereka tidak bisa membentengi diri mereka dari godaan-
godaan yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan korupsi.

D. KASUS KKN DI INDONESIA


Dikutip dari Koran Sindo,Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) mengungkapkan
modus yang paling seringkali dilakukan para koruptor ialah dengan modus penyuapan.Data
yang diperoleh dari KPK selama kurun waktu 2004-2012 ini setidaknya ada 116 kasus yang
menggunakan modus penyuapan yang terjadi di Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut,
modus penyuapan itu didasari oleh tigal hal yang paling sering terjadi.Yang pertama terkait
dengan jabatan.Kasus penyuapan terkait jabatan yang paling menghebohkan itu
tertangkapnya kasus Jaksa Urip Tri Gunawan, dengan nominal uang yang cukup besar
Kedua, dalam hal pengadaan barang dan jasa.Ketiga, perizinan.
Modus penyuapan tak hanya di lingkungan petinggi Negara, di dunia pendidikan masih
banyak kasus penyuapan dan korupsi.Siti Juliantari, peneliti ICW (Indonesia Corruption
Watch) mengungkapkan, tak ada dana pendidikan yang lolos dari belenggu korupsi. Ini salah
satu kesimpulan hasil kajian ICW soal korupsi pendidikan selama sepuluh tahun
terakhir.Alokasi APBN dan APBD seperti BOS, beasiswa, pembangunan dan rehabilitasi
sekolah, gaji dan honor guru, pengadaan buku, pengadaan sarana prasarana, operasional.
12
Dana-dana ini dikorupsi politisi, rektor, pejabat kampus, kepala sekolah, pejabat dan rekanan
pemerintah.
Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah para penegak hukum itu sendiri, mereka
tidak tegas dalam mengusut dan memberantas tindakan korupsi di Indonesis.Munculnya
istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para penegak hukum di
Indonesia.Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah cukup kronis menjangkiti
Indonesia.Para petugas hukum yang ditugaskan untuk mengadili para koruptor alih-alih
malah menerima amplop dari para koruptor.Ditugaskan menjadi petugas pemberantas korupsi
malah menggadaikan diri menjadi koruptor.Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap
penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang petugas hukum
akan tegas memberikan hukuman pada koruptor, kalau dirinya sendiri ternyata juga seorang
koruptor.

E. DAMPAK TERJADINYA KKN

Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. Dibawah
ini beberapa dampak KKN dari beberapa segi:

1. Ekonomi
Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat ketidakefisienan
yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian
dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,
dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga dan mengacaukan lapangan perniagaan. Perusahaan yang
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang efisien.

Korupsi menimbulkan kekacauan dalam sector public dengan mengalihkan


investasi public ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia
lebih. Korupsi mengurangi syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup dan
aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintah dan
infrastruktur serta menambahkan tekanan- tekanan terhadap anggaran pemerintah.

2. Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan

13
pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Dengan demikian
masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan pemimpin tersebut. Akibatnya
rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan
kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau
menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.

Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas sosial
poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan
dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara
tidak terhormat.

3. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya
administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dilingkungi oleh korupsi, maka
prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan pernah
terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya
orang yang mempunyai uang saja yang akan mendapatkan layanan yang baik karena
mampu menyuap. Keadaan ini dapat mengakibatkan meluasnya keresahan sosial,
ketidaksetaraan sosial, dan kerahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.

4. Masyarakat dan Individu

Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan setiap
hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang
kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu dalam
masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada kerjasama dan
persaudaraan yang tulus.

Korupsi dapat berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan
sosial. Korupsi mengakibatkan perbedaan yang tajam diantara kelompok sosial dan
individu baik dalam hal pendapatan, kekuasaan, dan lain-lain. Korupsi juga
membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana
masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban
demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan
hilang.

14
5. Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi


sogok, bukannya rakyat. Salah satu contohnya adalah politikus membuat peraturan
yang melindungi perusahaan besar namun merugikan perusahaa kecil. Timbulnya
privatisasi besar-besaran yang ditandai dengan dikeluarkannya berbagai undang-
undang yang merugikan rakyat seperti Undang-Undang Ketenagalistrikan, Undang-
Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dan sebagainya dalah akibat dari korupsi
politis. Politikus-politikus ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberi sumbangan besar pada kampanye pemilu mereka sehingga setiap
undang-undang yang dibuat hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan besar saja.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari paparan masalah di atas, dapat penulis simpulkan KKN kini sudah meralela di negri
kita tercinta, dan menjadi suatu tren dalam berkehidupan.Korupsi di Indonsia dimulai sejak
era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya.
Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik,
sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.Namun sayangnya, rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak
acuh.Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul
kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang
tidak mampu.Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
dalih ―kepentingan rakyat‖.Dan ironisnya, penyumbang terbesar kasus korupsi dan nepotisme
berasal dari dunia pendidikan, dimana seharusnya instansi tersebut menjadi wadah untuk
mencetak warga Negara yang mampu membimbing Negara ini untuk lebih maju.Dampak
korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi, birokrasi, kesejahteraan umum
negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu.

B. SARAN

Sebaiknya pemerintah lebih serius dalam menanggulagi masalah korupsi ini, karena
masalah ini sungguh merugikan masyarakat terutamanya dalam pembangunan dan
ekonomi.Disamping itu, peran serta masyarakat dalam memerangi KKN juga
penting.Misalnya dengan memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini, mengajarkan nilai
nilai kejujuran dan sebagainya.Dan bagi para pejabat-pejabat sebaiknya menahan diri untuk
mengambil hak milik orang lain. Sebab, jika kita mengambil hak milik orang lain, kita tak
ada bedanya dengan orang yang tak punya apa-apa.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alhada. 2011. Esay Masalah Korupsi di Indonesia. Tersedia pada :http://alhada-


fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-46147-Esay-
Masalah%20Korupsi%20Di%20Indonesia.html. Diakses pada tanggal 20 November
2013.
Anonim. 2012. Perkembangan Korupsi di Indonesia. Tersedia pada
:http://www.jualbeliforum.com/lounge/90284-perkembangan-korupsi indonesia.html
Diakses pada tanggal 18 November 2013.
Anonim. 2013. Rapor Merah Sepuluh Tahun Korupsi Pendidikan. Tersedia pada
:http://www.antikorupsi.org/id/content/rapor-merah-sepuluh-tahun-korupsi-pendidikan
DIakses pada tanggal 19 November 2013.
Anonim. 2013. Sepanjang 2004-2012 Ditemukan 116 Kasus Penyuapan. Tersedia pada
:http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/29/13/744032/sepanjang-2004-2012-
ditemukan-116-kasus-penyuapan. Diakses pada tanggal 20 November 2013
Muhamad Redja. 2011. Fenomena Korupsi di Indonesia. Tersedia pada
:http://muhammadredja.wordpress.com/pkn/contoh-makalah/. Diakses pada tanggal 17
November 2013

17

Anda mungkin juga menyukai