Anda di halaman 1dari 10

ILMU GIZI INDONESIA ISSN 2580-491X (Print) Vol. 03, No.

01, 73-82
ilgi.respati.ac.id ISSN 2598-7844 (Online) Agustus 2019

Status ekonomi orang tua dan ketahanan pangan keluarga sebagai faktor risiko
stunting pada balita di Desa Bejiharjo

The economic status of parents and family food security as a risk factor for stunting
in children under five years old in Bejiharjo Village
Ulfa Malika Putri Raharja*, Waryana Waryana, Almira Sitasari
Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Diterima: 23/05/2019 Ditelaah: 02/06/2019 Dimuat: 28/08/2019

Abstrak
Latar Belakang: Prevalensi balita stunting di Kabupaten Gunungkidul sebesar 27,9% dan di wilayah
kerja Puskesmas Karangmojo II sebesar 30,25% atau 337 balita. Stunting yang terjadi pada balita dapat
berdampak pada penurunan produktivitas, peningkatan risiko penyakit degeneratif, penurunan kecerdasan,
dan peningkatan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah di masa mendatang. Tujuan: Mengkaji
faktor risiko status ekonomi orang tua dan ketahanan pangan keluarga terhadap kejadian stunting pada
balita di Desa Bejiharjo. Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik (observasional)
dengan pendekatan case control study. Subjek penelitian ini adalah balita berusia 24−59 bulan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Februari 2019. Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan wilayah
adalah purposive sampling dan untuk menentukan sampel adalah simple random sampling. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah kuesioner ekonomi dan ketahanan pangan keluarga. Terdapat 141 balita
yang menjadi subjek penelitian. Analisis data menggunakan analisis Chi-Square. Hasil: Analisis bivariat
menunjukkan status ekonomi orang tua (p=0,002; OR=3,182) dan ketahanan pangan keluarga (p=0,007;
OR=3,164) menjadi faktor risiko terjadinya stunting pada balita di Desa Bejiharjo. Kesimpulan: Status
ekonomi orang tua dan ketahanan pangan keluarga merupakan faktor risiko terjadinya stunting pada balita
di Desa Bejiharjo.

Kata kunci: status ekonomi; ketahanan pangan; stunting; balita

Abstract
Background: The prevalence of stunting among children under five years old in Gunungkidul Regency
are 27.9%, and in the Karangmojo II Community Health Center work area are 30.25% or 337 children
under five years old. Stunting that occurs in children under five years old can have an impact on decreasing
productivity, increasing the risk of degenerative diseases, decreasing intelligence, and increasing the birth
of babies with low birth weight in the future. Objective: To examine the risk factors of parents’ economic
status and family food security against the incidence of stunting in children under five years old in Bejiharjo
Village. Methods: The type of research was an analytical (observational) survey with a case-control study
approach. The subjects of this study were children aged 24−59 months. This research was conducted
on February 2019. The sampling technique used to determine the area was purposive sampling, and to
determine the sample was simple random sampling. The research instruments used were economic and
family food security questionnaires. One hundred forty-one children under five years old became the
subject in this study. Data were analyzed by using Chi-Square analysis. Results: Bivariate analysis showed
economic status of parents (p=0.002; OR=3.182) and family food security (p=0.007; OR=3.164) were risk
factor for stunting in children under five years old in Bejiharjo Village. Conclusion: The economic status
of parents and family food security act as risk factor for stunting in infants in Bejiharjo Village.

Keywords: economic status; household food security; stunted; children under five years old

*Korespondensi: Ulfa Malika Putri Raharja, Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,
Yogyakarta, Jalan Tatabumi No. 3 Banyuraden Gamping Sleman, telepon/fax. 085892223885, email: 73
ulfamalika24@gmail.com
Ilmu Gizi Indonesia, Vol. 03, No. 01, Agustus 2019 : 73-82

PENDAHULUAN Masalah gizi kurang yang ada sekarang


Berdasarkan data Riset Kesehatan ini antara lain disebabkan oleh konsumsi
Dasar pada tahun 2018, kasus stunting pada zat gizi yang tidak adekuat. Konsumsi zat
balita di Indonesia mencapai 30,8% (1). gizi yang tidak adekuat dipandang sebagai
Prevalensi stunting sebelumnya pada tahun suatu permasalahan ekologis yang tidak
2007, 2010 dan 2013 yaitu sebesar 36,8%, saja disebabkan oleh ketidakcukupan
35,6% dan 37,2%. Sementara itu Provinsi ketersediaan pangan dan zat-zat gizi tertentu,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki tetapi juga dipengaruhi oleh kemiskinan,
prevalensi stunting sebanyak 27,2% (2). sanitasi lingkungan yang kurang baik dan
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi ketidaktahuan tentang gizi. Tingkat sosial
tahun 2017, Provinsi DIY memiliki prevalensi ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga
stunting sebanyak 19,8%. Prevalensi stunting untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita.
tertinggi di Provinsi DIY terdapat di Kabupaten Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh
Gunungkidul (27,9%) (3). pada pemilihan macam makanan tambahan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dan waktu pemberian makan serta kebiasan
telah dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten hidup sehat. Hal ini sangat berpengaruh
Gunungkidul, diketahui bahwa jumlah balita terhadap kejadian stunting balita (6).
stunting di Kabupaten Gunungkidul sebanyak Masalah sosial ekonomi dapat diketahui
6.396 balita (20,60%), dan jumlah balita tidak dari pendapatan orang tua dan ketahanan
stunting sebanyak 11.970 (78,40%). Beberapa pangan keluarga. Rendahnya tingkat
wilayah yang termasuk dalam tiga besar pendapatan secara tidak langsung akan
jumlah balita stunting yaitu wilayah kerja menyebabkan terjadinya stunting. Hal ini
Puskesmas Gendangsari II sebanyak 346 balita disebabkan oleh menurunnya daya beli
(35,60%), wilayah kerja Puskesmas Rongkop pangan baik secara kuantitas maupun kualitas
sebanyak 387 balita (33,48%), dan wilayah sehingga berpengaruh pada terjadinya
kerja Puskesmas Karangmojo II sebanyak 337 ketidaktahanan pangan dalam keluarga (7)
balita (30,25%) (4). Masyarakat yang tinggal di daerah Bejiharjo
Ada lima faktor utama penyebab stunting mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani
yaitu kemiskinan, sosial dan budaya, dan tergolong memiliki penghasilan yang
peningkatan paparan terhadap penyakit rendah atau tidak tetap. Kondisi tersebut secara
infeksi, serta kerawanan pangan dan akses tidak langsung akan mempengaruhi ketahanan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pangan keluarga di wilayah tersebut.
(5). Salah satu penyebab tidak langsung dari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
masalah stunting adalah status sosial ekonomi besarnya kasus stunting pada balita, status
keluarga yang dipengaruhi oleh tingkat ekonomi orang tua balita, ketahanan pangan
pendidikan orang tua. Jika pendidikan orang keluarga pada balita, menganalisis faktor risiko
tua tinggi, maka akan semakin besar peluang status ekonomi orang tua terhadap kejadian
untuk mendapatkan penghasilan yang cukup stunting pada balita, dan menganalisis faktor
untuk bisa hidup dalam lingkungan yang baik risiko ketahanan pangan keluarga terhadap
dan sehat. Orang tua dengan pekerjaan yang kejadian stunting pada balita di Desa Bejiharjo.
lebih baik sering disibukkan dengan berbagai
kegiatan sehingga kurang memperhatikan METODE
masalah yang dihadapi anak-anaknya, padahal Penelitian ini merupakan penelitian
sebenarnya anak−anak tersebut benar-benar survei analitik dengan desain penelitian
membutuhkan kasih sayang orangtua (6). case control. Wilayah penelitian ditentukan

74
Ulfa Malika Putri Raharja, dkk. : Status ekonomi orang tua dan

dengan teknik purposive sampling, berdasar dilihat dari aspek pengeluaran pangan setiap
pada wilayah yang luas, mudah dijangkau bulan, jumlah anggota keluarga, dan akses
dan terdapat banyak balita stunting di pangan. Variabel bebas dalam penelitian ini
wilayah Karangmojo. Wilayah desa yang adalah status ekonomi orang tua dan ketahanan
dipilih sebagai wilayah penelitian adalah pangan keluarga, sedangkan variabel terikat
Desa Bejiharjo. Sampel penelitian diambil dalam penelitian ini adalah kejadian stunting
dengan teknik simple random sampling pada balita.
dengan pemilihan sampel secara acak. Sampel Pada penelitian ini, status ekonomi orang
kasus dan kontrol diperoleh dari data setiap tua didefinisikan sebagai gambaran status
dusun kemudian dilakukan screening oleh ekonomi orang tua berdasarkan pendapatan
peneliti untuk menentukan kasus dan kontrol. dalam waktu satu bulan. Status ekonomi
Penentuan sampel kontrol digunakan metode orang tua tergolong rendah jika penghasilan
matching berupa jenis kelamin dan tempat <Rp 1.454.154,15 dan tergolong tinggi jika
tinggal sehingga sesuai dengan kelompok penghasilan ≥Rp 1.454.154,15(9). Ketahanan
kasus. Penentuan besar sampel dalam pangan keluarga adalah kondisi terpenuhinya
penelitian ini dihitung dengan rumus dan kebutuhan makanan bagi keluarga yang dilihat
mempertimbangkan variabel status ekonomi dari proporsi pengeluaran setiap bulan, akses
orang tua, ketahanan pangan keluarga, dan pangan dan jumlah anggota keluarga. Keluarga
kejadian stunting pada balita (8). tergolong rentan pangan apabila proporsi
Berdasarkan perhitungan sampel tersebut, pengeluaran pangan ≥60% pendapatan setiap
didapatkan jumlah kelompok kasus dan kontrol bulan, akses pangan sulit, dan jumlah anggota
masing-masing sebanyak 47 balita. Subjek keluarga >4. Sedang keluarga yang tergolong
penelitian dibagi menjadi dua kelompok tahan pangan apabila proporsi pengeluaran
dengan perbandingan kelompok kasus dan pangan <60% pendapatan setiap bulan, akses
kontrol 1:2 sehingga jumlah sampel yang pangan mudah, dan jumlah anggota keluarga
dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 141 ≤4 (10). Kejadian stunting pada balita adalah
balita. Kriteria inklusi penelitian yaitu balita status gizi balita yang diukur berdasarkan
berusia 24−59 bulan, bersedia mengikuti pengukuran indeks antropometri TB/U. Tinggi
penelitian, penduduk asli di wilayah penelitian, badan diukur menggunakan microtoice. Data
kelompok kasus memiliki nilai Z-score TB/U diolah dengan menggunakan software WHO
<-2SD, kelompok kontrol memiliki nilai Antro 2005 yang disesuaikan dengan umur dan
Z-score TB/U≥-2SD. Kriteria eksklusi pada jenis kelamin kemudian hasil dikategorikan
kelompok kasus dan kontrol adalah ibu dan menjadi stunting dan tidak stunting (3).
balita yang tidak hadir selama penelitian. Data status ekonomi orang tua dan
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah ketahanan pangan keluarga diambil
kerja Puskesmas Karangmojo II khususnya menggunakan kuesioner. Kuesioner
Desa Bejiharjo pada bulan Februari 2019. pendapatan dituliskan sesuai dengan
Instrumen yang digunakan untuk pengambilan pendapatan setiap keluarga kemudian
data adalah kuesioner yang isinya telah dikelompokkan termasuk status ekonomi
disesuaikan dengan hasil survei pasar. Survei rendah atau tinggi. Kuesioner ketahanan
pasar dilakukan untuk mengetahui bahan pangan keluarga berisi tentang pengeluaran
makanan yang biasa dikonsumsi di wilayah pangan, pengeluaran non pangan, jumlah
tersebut. Pengumpulan data ekonomi orang tua anggota keluarga, dan akses pangan. Pada
dilihat dari aspek pendapatan orang tua setiap penelitian ini, data yang telah diperoleh
bulan. Pengumpulan data ketahanan pangan kemudian dikelompokkan sesuai dengan

75
Ilmu Gizi Indonesia, Vol. 03, No. 01, Agustus 2019 : 73-82

parameter pada definisi operasional variabel. menguji hipotesis hubungan antara dua
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. variabel, digunakan uji Chi-Square dengan
Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS versi 16.
komputer dengan melakukan seleksi data
atau pengecekan data yang telah terkumpul HASIL
meliputi data identitas responden, data
Karakteristik Responden
ekonomi orang tua, dan data ketahanan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
pangan keluarga. Pemberian kode meliputi
diketahui jenis kelamin dan usia balita secara
jenis kelamin (laki-laki=1, perempuan=2),
umum disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan
status gizi balita (stunting=1, normal=2),
Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada balita
status ekonomi orang tua (ekonomi rendah=1,
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
ekonomi tinggi=2), dan ketahanan pangan
mengalami stunting yaitu 26 balita (55,3%)
keluarga (rentan pangan=1, tahan pangan=2).
dibandingkan dengan balita perempuan
Data yang diperoleh dianalis univariat
yaitu 21 balita (44,7%). Balita stunting lebih
untuk menggambarkan distribusi frekuensi
banyak ditemukan pada usia 24−41 bulan
karakteristik balita, status ekonomi orang
dibandingkan dengan usia 42−59 bulan.
tua, dan ketahanan pangan keluarga. Untuk

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian pada kelompok stunting (kasus) dan normal
(kontrol)
Kasus Kontrol
Karakteristik
(stunting) (normal)
balita
n % n %
Jenis kelamin
Perempuan 21 44,7 42 44,7
Laki-laki 26 55,3 52 55,3
Usia
24–41 bulan 27 57,4 47 50
42–59 bulan 20 42,6 47 50

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui Status Ekonomi Orang Tua Sebagai Faktor
bahwa sampel balita dengan status gizi stunting Risiko Terjadinya Stunting
yang digunakan yaitu 47 balita dan yang Uji statistik dengan Chi-Square diperoleh
berstatus gizi normal yaitu 94 balita. Tabel 2 nilai p=0,002 sehingga dapat disimpulkan
menunjukkan bahwa balita yang berasal dari bahwa status ekonomi orang tua menjadi faktor
keluarga dengan status ekonomi rendah lebih risiko kejadian stunting pada balita di wilayah
banyak dibandingkan dengan yang berasal kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten
dari status ekonomi tinggi. Balita stunting Gunungkidul. Berdasarkan nilai OR pada
juga lebih banyak dijumpai di keluarga yang Tabel 3 diperoleh nilai 3,182. Balita dengan
rentan pangan, seperti yang dapat dilihat pada status ekonomi orang tua yang rendah berisiko
Tabel 2. 3,182 kali lebih tinggi untuk mengalami
stunting jika dibandingkan dengan balita yang
status ekonomi orang tuanya tinggi.

76
Ulfa Malika Putri Raharja, dkk. : Status ekonomi orang tua dan

Tabel 2. Distribusi frekuensi variabel


Frekuensi
Variabel
n %
Status gizi TB/U
Stunting 47 33
Normal 94 66,7
Status ekonomi orang tua
Rendah 73 51,8
Tinggi 68 48,2
Ketahanan pangan keluarga
Rentan pangan 96 68,1
Tahan pangan 45 31,9

Tabel 3. Hasil analisis status ekonomi orang tua sebagai faktor risiko stunting
Kasus Kontrol
OR
Status ekonomi (stunting) (normal) p
95% CI
n % n %
Status ekonomi
3,182
Rendah 33 70,2 40 42,6 0,002
(1,508-6,716)
Tinggi 14 29,8 54 57,4

Ketahanan Pangan Keluarga sebagai II Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan


Faktor Risiko Terjadinya Stunting nilai OR pada Tabel 4 diperoleh nilai 3,164.
Hasil analisis uji statistik Chi-Square pada Balita yang keluarganya mengalami rentan
Tabel 4 diperoleh nilai p=0,007 sehingga dapat pangan berisiko 3,164 kali lebih tinggi untuk
disimpulkan bahwa ketahanan pangan keluarga mengalami stunting jika dibandingkan dengan
menjadi faktor risiko kejadian stunting pada balita keluarga tahan pangan.
balita di wilayah kerja Puskesmas Karangmojo

Tabel 4. Hasil analisis ketahanan pangan keluarga sebagai faktor risiko stunting
Kasus Kontrol
OR
Ketahanan pangan (stunting) (normal) p
95% CI
n % n %
Ketahanan pangan 3,164 0,007
Rentan pangan 39 83,0 57 60,6 (1,331-7,523)
Tahan pangan 8 17,0 37 39,4

PEMBAHASAN (11). Status ekonomi orang tua sebagai faktor


Status Ekonomi Orang Tua sebagai Faktor risiko terjadinya stunting disebabkan oleh
Risiko Stunting tingkat ekonomi yang dapat mempengaruhi
Berdasarkan hasil analisis penelitian kemampuan keluarga untuk mencukupi
diketahui bahwa balita yang berasal dari kebutuhan zat gizi balita, pemilihan macam
keluarga dengan status ekonomi rendah makanan tambahan dan waktu pemberian
berisiko mengalami stunting. Menurut makananya serta kebiasan hidup sehat
penelitian sebelumnya yang dilakukan di (12). Status ekonomi yang tinggi membuat
Semarang, tingkat pendapatan yang rendah seseorang memilih dan membeli makanan
merupakan faktor risiko kejadian stunting yang bergizi dan bervariasi (13). Sebaliknya,

77
Ilmu Gizi Indonesia, Vol. 03, No. 01, Agustus 2019 : 73-82

status ekonomi rendah dianggap memiliki dibandingkan aspek gizi (6). Pengetahuan
pengaruh yang dominan terhadap kejadian yang dimiliki oleh ibu rumah tangga
kurus dan pendek (stunting) pada anak. Hal ini berdampak terhadap pola konsumsi makan.
dikarenakan keluarga dengan status ekonomi Pengetahuan ibu rumah tangga berpengaruh
rendah lebih sering memilih lauk hewani serta tentang ketersediaan konsumsi makan
nabati dengan harga yang terjangkau atau keluarga mencakup tentang pemilihan bahan
murah sesuai dengan kemampuannya.Sayuran makanan, cara pengolahan, dan cara penyajian
yang akan diolah lebih sering mengambil (15). Jika terjadi secara terus menerus
sayuran yang tersedia di sawah atau ladang dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi
dengan variasi tanaman yang terbatas seimbang dan dapat menyebabkan timbulnya
sehingga menu sehari-hari yang disajikan masalah kurang gizi.
sederhana dan tidak bervariasi. Kondisi Jika permasalahan kurang gizi tidak segera
tersebut menyebabkan asupan makanan pada diatasi, akan berdampak pada kematian anak,
balita kurang bervariasi sehingga secara tidak penurunan kemampuan belajar, kemampuan
langsung dapat menyebabkan asupan gizi kognitif, anggaran pencegahan dan perawatan
pada balita kurang (14). yang meningkat dan penurunan produktivitas
Status ekonomi keluarga juga berpengaruh kerja (16). Menurut Bank Dunia, ekonomi
terhadap akses pelayanan kesehatan. Keluarga negara juga dapat terkena dampak stunting
dengan status ekonomi yang baik memiliki dan malnutrisi yang diperkirakan setara
akses pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan 2-3% PDB (Produk Domestik Bruto)
(15). Keluarga dengan status ekonomi tinggi Indonesia. Meningkatnya kasus penyakit
akan lebih sering memanfaatkan fasilitas tidak menular yang terjadi di Indonesia
kesehatan dibandingkan dengan keluarga mengakibatkan naiknya pengeluaran bagi
dengan status ekonomi rendah. Pendapatan pemerintah khususnya untuk jaminan
keluarga yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan nasional dan menghambat
proses pengambilan keputusan dalam mencari potensi dari transisi demografis, dimana
pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam rasio penduduk usia tidak bekerja terhadap
rangka meningkatkan derajat kesehatan penduduk usia kerja akan menurun sehingga
(14). Keluarga dengan status ekonomi bonus demografi dapat berubah menjadi beban
tinggi jika memiliki gangguan kesehatan demografi (17).
akan memanfaatkan pelayanan kesehatan
Ketahanan Pangan Keluarga sebagai
yang lebih baik seperti rumah sakit tanpa
Faktor Risiko Stunting
memikirkan kendala biaya, sedangkan pada
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
keluarga dengan status ekonomi rendah
bahwa balita yang lahir dari keluarga rentan
jika mengalami gangguan kesehatan tidak
pangan berisiko mengalami stunting. Adanya
langsung memanfaatkan fasilitas kesehatan
hubungan yang signifikan antara ketahanan
karena terkendala masalah biaya. Dengan
pangan keluarga dengan kejadian stunting
demikian, waktu terpapar penyakit lebih lama
disebabkan oleh ketahanan pangan keluarga
dan dapat menyebabkan masalah gizi.
mempengaruhi asupan makan pada balita.
Tingginya penghasilan yang tidak
Ketahanan pangan keluarga dipengaruhi
diimbangi pengetahuan gizi yang cukup
oleh status ekonomi keluarga, semakin
dapat menyebabkan seseorang menjadi
tinggi status ekonomi keluarga maka pangan
sangat konsumtif dalam pola makannya,
yang ada di keluarga akan cukup jumlah,
sehingga pemilihan suatu bahan makanan
variasi, dan mutu bahan pangan. Keluarga
lebih didasarkan kepada pertimbangan selera

78
Ulfa Malika Putri Raharja, dkk. : Status ekonomi orang tua dan

yang mengalami rentan pangan merupakan jumlah anggota keluarga, dan adanya akses
cerminan ketidakmampuan untuk memenuhi pangan tidak langsung (tidak memiliki ladang
pangan yang cukup untuk dapat hidup sehat sendiri) dapat menyebabkan pengeluaran
serta produktif dalam waktu sementara pangan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan
maupun waktu yang lama (18). Keluarga yang hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
mengalami rentan pangan dapat disebabkan rata-rata keluarga yang mengalami rentan
ketersediaan serta akses terhadap pangan yang pangan memiliki jumlah anggota keluarga
kurang sehingga asupan makanan atau gizi lebih dari empat orang, tidak memiliki ladang
kurang terpenuhi (19). atau sawah sendiri, serta pengeluaran pangan
Sesuai dengan penelitian sebelumnya, >60% dari pendapatan. Hal ini sesuai dengan
tingkat ketahanan pangan keluarga yang penelitian yang dilakukan oleh Dalimunte
tergolong tidak tahan pangan disebabkan pada tahun 2015 bahwa kejadian stunting
oleh adanya kekhawatikan akan habisnya lebih banyak ditemukan pada keluarga dengan
persediaan pangan, tidak dapat menyediakan jumlah anggota keluarga besar (21).
makanan bergizi seimbang untuk rumah Jumlah anak dan anggota keluarga akan
tangga, ketidakmampuan ibu dalam mempengaruhi asupan makan dan distribusi
menyediakan makanan bergizi seimbang makanan (22). Jumlah anggota keluarga yang
untuk anak, dan memperoleh makanan banyak dengan ketersediaan pangan yang
pokok yang terkadang bergantung dari rendah menyebabkan asupan makan kurang
pemberian orang lain. Ketahanan pangan dari kebutuhan untuk setiap anggota keluarga.
tingkat keluarga mendukung tingkat konsumsi Kerawanan pangan dalam keluarga dalam
balita, baik energi dan protein. Rendahnya jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi
tingkat konsumsi balita dapat mempengaruhi konsumsi makanan dengan cara mengurangi
pertumbuhan dan perkembangan pada balita kuantitas maupun kualitas makanan
(20). Kondisi keluarga yang mengalami kepada seluruh anggota keluarga terutama
rentan pangan di wilayah Desa Bejiharjo balita secara terus menerus. Hal tersebut
lebih sering mengandalkan bahan makanan menyebabkan ketidakcukupan zat gizi yang
yang dihasilkan dari lahan atau pekarangan dibutuhkan oleh tubuh dan berdampak negatif
yang kurang memiliki variasi. Lahan atau pada pertumbuhan balita terutama tinggi badan
pekarangan rumah lebih sering ditanami oleh (23). Stunting pada balita dapat menyebabkan
bumbu-bumbuan, beberapa sayuran, atau menurunnya kemampuan kognitif, mudah
buah. sakit, berisiko tinggi terkena penyakit, dan
Kondisi rentan pangan dapat diperparah dapat meningkatkan kerugian ekonomi (24).
dengan rendahnya akses kesehatan dalam
keluarga, hal ini dikarenakan kondisi KESIMPULAN DAN SARAN
kesehatan yang rendah seperti penyakit infeksi Berdasarkan hasil dan pembahasan pada
mempengaruhi pangan dicerna dalam tubuh. penelitian ini dapat disimpulkan bahwa status
Penyakit infeksi dapat disebabkan karena ekonomi orang tua yang rendah dan ketahanan
keadaan sanitasi dan lingkungan yang buruk, pangan yang rentan merupakan faktor risiko
kondisi tersebut juga dapat memengaruhi kejadian stunting pada balita di Desa Bejiharjo.
kebersihan pangan yang dikonsumsi. Puskesmas diharapkan bisa memberikan
Ketahanan pangan dalam keluarga dapat informasi yang lebih komprehensif tentang
dilihat dari aspek pengeluaran pangan setiap upaya pencegahan stunting terutama dari
bulan, jumlah anggota keluarga dan akses faktor ketahanan pangan (ketersediaan
pangan. Hal ini dikarenakan semakin banyak pangan, akses pangan, stabilitas pangan).

79
Ilmu Gizi Indonesia, Vol. 03, No. 01, Agustus 2019 : 73-82

Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Provinsi Aceh. Jurnal Gizi Indonesia.


diharapkan bisa bekerja sama lebih erat 2014;3(1):126-134.
lintas sektor seperti Dinas Pertanian dan 8. Soekidjo N. Metodologi Penelitian
Pemerintah Desa dengan memberikan subsidi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012
atau bantuan bibit sehingga masyarakat dapat 9. Gubernur DIY. Penetapan Upah Minimum
lebih memanfaatkan lahan di rumah untuk Provinsi Tahun 2018. Daerah Istimewa
meningkatkan ketahanan pangan sebagai Yogyakarta; 2017
upaya mencegah stunting. 10. Ruth JRS, Satia NL, Mozart BD.
Kajian faktor-Faktor Sosial Ekonomi
UCAPAN TERIMA KASIH Masyarakat Terhadap Ketahanan Pangan
Terimakasih kepada Dinas Kabupaten Rumah Tangga Di Medan. Journal on
Gunungkidul, khususnya wilayah kerja Social Economic Of Agriculture And
Puskesmas Karangmojo II di Desa Bejiharjo Agribusiness. 2013;2(5):1-13
yang telah memberikan ijin untuk melakukan 11. Astutik, M, Zen R, Ronny A. Faktor
penelitian, serta kepada teman teman yang Risiko Kejadian Stunting Pada Anak
sudah membantu pelaksanaan penelitian. Balita Usia 24-59 Bulan (Studi Kasus
Di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II
DAFTAR PUSTAKA Kabupaten Pati Tahun 2017). e-Journal
1. Balitbangkes RI. Hasil Utama Kesehatan Masyarakat. 2017;6(1):409-
RISKESDAS 2018. Jakarta: Kemenkes 418.
RI; 2018. 12. Eko S, Rizalda m< MAsrul. Faktor-Faktor
2. Balitbangkes RI. InfoDATIN. Jakarta yang Berhubungan dengan Kejadian
Selatan: Kemenkes RI; 2016. Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan
3. Direktorat Gizi Masyarakat. Buku Saku di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Kecamatan Padang Timur Kota Padang
Jakarta Selatan: Direktorat Jendral Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas.
Kesehatan Masyarakat Kementrian 2018;7(2):275-284.
Kesehatan; 2018. 13. Dwi M. Kajian Tentang Pola Konsumsi
4. Dinas Kesehatan Kabupaten Makanan Utama masyarakat Desa Gunung
Gunungkidul. Data Rekap Hasil PSG Per Sereng Kecamatan Kwanyar Kabupaten
Puskesmas (TB/U). Gunungkidul; 2017. Bangkalan Madura. E-JournalBoga.
5. Farah OA, Ninna R, dan Mury R. Faktor- 2014;3(3):86-95.
Faktor yang Mempengaruhi Kejadian 14. Muhammad RM, Abd R, Agustina T,
Stunting pada Anak Balita di Wilayah Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pedesaan dan Perkotaan (The Factor Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di
Affecting Stunting on Toddlers in Rular Wilayah Kerja Puskesmas Tambarana
and Urban Areas). e-Jurnal Pustaka Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten
Kesehatan. 2015;3(1):163-170. Poso. Jurnal Pengembangan Kota.
6. Dewi N. Hubungan Sosial Ekonomi 2016;4(1):29-39.
dengan Kejadian Stunting pada Balita di 15. Harson G. Optimalisasi Pelayanan
Desa Kanigoro, Saptosari, Gunungkidul. Kesehatan Terhadap Masyarakat Miskin
Jurnal Medika Respati. 2015;X(4):65-70. di Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmu
7. Wanda L, Ani M, Zen R. Faktor Risiko Administrasi. 2015;4(1):1-8.
Stunting pada Anak Umur 6-24 Bulan 16. Dian HU, Drajat M, Yayuk FB. Faktor-
di Penanggalan Kota Subulussalam Faktor Sosial Ekonomi dan Kesehatan

80
Ulfa Malika Putri Raharja, dkk. : Status ekonomi orang tua dan

Masyarakat Kaitannya dengan Masalah Keluarga Petani. Jurnal Kesehatan


Gizi Underweight, Stunted, dan Wasted Masyarakat. 2017; 5(3):122-124.
di Indonesia: Pendekatan Ekologi 21. Shella MD. Gambaran Faktor-Faktor
Gizi. Journal of Nutrition and Food. Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-
2011;6(1):59-65. 59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara
17. World Bank. Beban Ganda Malnutrisi Barat Tahun 2010 (Analisa Data
Bagi Indonesia. Diakses dari http:// Sekunder Riskesdas 2010) [Skripsi].
w w w. w o r l d b a n k . o r g . i n / n e w s / Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
feature/2015/04/23/the-double-burden- Hidayatullah; 2015.
of-malnutrition-in-indonesia.2015; 22. Masrin, Yhona P, Veriani A. Ketahanan
diunduh pada tanggal 16 April 2019 Pangan Rumah Tangga Berhubungan
Pukul 11.30. dengan Stunting pada Anak Usia 6-23
18. Qorrota AFT, Edi PT, Trias M, Perbedaan Bulan. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia.
dan Pengaruh Indikator Ketahanan 2014;2(3):103-115.
Pangan Terhadap Proporsi BBLR pada 23. Chovida AS, Triska SN. Hubungan
Wilayah Pesisir Pulau Jawa (Kabupaten Ketahanan Pangan dan Penyakit Diare
Bangkalan dan Kabupaten Tulungagung). dengan Stunting pada Balita 13-48 Bulan di
e-Journal UNAIR. 2018;2(1):37-43. Kelurahan Manyar Sabrangan, Surabaya.
19. Deassy NF, Edy PT. Ketahanan Pangan E-Journal UNAIR. 2017;1(2):52-61
Rumah Tangga Anak Stunting Usia 6-23 24. Khoirun N, Nadhiroh, Siti R. Faktor yang
Bulan di Wilayah Kabupaten Nganjuk. Berhubungan dengan Kejadian Stunting
E-Journal UNAIR. 2019; 3(1):18-23. pada Balita. Jurnal Media Gizi Indonesia.
20. Adelia MS, Dina RP, Ronny A. Hubungan 2015;10(1):13-19.
Ketahanan Pangan Keluarga dan Pola
Konsumsi dengan Status Gizi Balita

81
Ilmu Gizi Indonesia, Vol. 03, No. 01, Agustus 2019 : 73-82

82

Anda mungkin juga menyukai