Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN ATONIA UTERI”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas
(PW213) yang Diampu oleh :

Asih Purwandari, S.Kep.,Ners.,M.kep

Disusun Oleh :

Putri Ananda Dini Ilhani Nurhasanah


(1808088)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak
akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Keperawatan Maternitas khususnya tentang “Asuhan Keperawatan Atonia Uteri”.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada salah satu dosen
Keperawatan Maternitas yaitu Ibu Asih Purwandari, S.Kep.,Ners.,M.kep yang telah
membimbing dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun tugas ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca
yang membangun.

Bandung, Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................3
2.1 Pengertian Atonia Uteri................................................................................3
2.2 Etiologi Atonia Uteri....................................................................................4
2.3 Patofisiologi Atonia Uteri............................................................................6
2.4 Faktor Predisposisi Atonia Uteri..................................................................7
2.5 Tanda Dan Gejala Dari Atonia Uteri...........................................................7
2.6 Manifestasi Klinis Atonia Uteri...................................................................8
2.7 Pemeriksaan Penunjang Pada Atonia Uteri.................................................9
2.8 Penatalaksanaan Pada Atonia Uteri...........................................................10
2.9 Komplikasi Pada Atonia Uteri...................................................................11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................................14
3.1 Pengkajian..................................................................................................14
3.2 Pemeriksaan Fisik......................................................................................16
3.3 Diagnosa Keperawatan...............................................................................19
3.4 Intervensi....................................................................................................19
3.5 Implementasi..............................................................................................26
3.6 Evaluasi......................................................................................................27
BAB IV PENUTUP..............................................................................................28
4.1 Kesimpulan................................................................................................28
4.2 Saran...........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan yang terjadi segera setelah melahirkan dapat disebabkan oleh
banyak penyebab. Sekitar separuh dari kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh kausa pascapartum dini ini. Jika dijumpai perdarahan yang
berlebihan, etiologi spesifiknya perlu dicari. Atonia uterus, retensi plasenta termasuk
plasenta akreta dan variannya, serta laserasi saluran genital merupakan penyebab
tersering perdarahan dini.
Perdarahan intrapartum atau pascapartum dini yang parah kadang-kadang
diikuti oleh kegagalan hipofisis (sindrom sheehan) yang ditandai oleh kegagalan
laktasi, amenore, atrofi payudara, rontoknya rambut pubis dan aksila, hipotiroidisme,
dan insufisiensi korteks adrenal. Insidensi sindrom sheehan semula diperkirakan
adalah 1 per 10.000 persalinan. Di Amerika Serikat, sindrom ini tampaknya sudah
semakin jarang dijumpai.
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk
berkontraksi secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan
postpartum dapat diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma
dapat menyebabkan perdarahan postpartum anatara lain pelahiran janin besar,
pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan
mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus
lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila
digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalamm konsentrasi tinggi yang menyebabkan
relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perdarahan pasca persalinan dan Atonia uteri?
2. Bagaimana etiologi dari atonia uteri?

1
3. Apa saja Patofisiologi dari atonia uteri?
4. Bagaimana faktor predisposisi dari atonia uteri?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari atonia uteri?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari atonia uteri?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada Antonia uteri ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari atonia uteri?
9. Bagaimana pencegahan dari atonia uteri?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan atonia uteri?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian perdarahan pasca persalinan dan
atonia uteri
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari atonia uteri
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari atonia uteri.
4. Untuk mengetahui dan memahami faktor predisposisi dari atonia uteri.
5. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari atonia uteri.
6. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi dari atonia uteri.
7. Untuk mengetahui dan memahami pemerksaan penunjang dari atonia uteri.
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari atonia uteri
9. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan dari atonia uteri.
10. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan atonia
uteri.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian
1. Pengertian Perdarahan
Perdarahan setelah melahirkan adalah konsekuensi perdarahan
berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan
traktus di sekitarnya, atau keduanya. Dengan demikian perdarahan postpartum
merupakan penjelasan suatu kejadian dan bukkan diagnosis. Di inggris,
separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh proses
postpartum (Bonnar 2000). Apabila terjadi perdarahan berlebihan, harus dicari
etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensi plasenta-termasuk plasenta akreta
dan variannya, serta laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian
besar kasusu perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta
telah mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan
postpartum yang keparahanya mengharuskan dilakukannya
histerektomi(Chestnul dkk, 1985; Clark dkk., 1984; Zelop dkk., 1993 ).
Secara tradisional, perdarahan pascapartum didefinisikan sebagai
kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000
ml atau lebih setelah sesar. Wanita dengan hipervolemia normal akibat
kehamilan biasanya mengalami peningkatan volume darah sebesar 30 hingga
60 persen yang bagi kebanyakan wanita, berarti 1 sampai 2 liter. Oleh karena
itu, wanita yang bersangkutan akan menoleransi pengeluaran darah, tanpa
mengalami penurunan yang nyata dalam hematokrit yang mendekati volum
darah yang ia tambahkan selama hamil. Meskipun pengeluaran darah yang
melebihi 500 ml beluum pasti merupakan suatu kejadian abnormal untuk
persalinan pervaginam, namun kehilangan darah yang sebenarnya biasanya
dua kali lipat dari pada yang diperkirakan. Oleh karena itu, perkiraan
kehilangan darah yang lebih dari 500 ml seyogyanya menimbulkan peringatan
bahwa wanita yang bersangkutan sedang mengalami perdarahan hebat.

3
2. Definisi Atonia Uteri
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
(JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002).
Setelah plasenta lahir, fundus harus selalu di palpasi untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik. Kegagalan uterus untuk
berkontraksi setelah melahiirkan sering menjadi penyebab perdarahan
obstetris. Faktor predisposisi atonia uteri diperlihatkan di Tabel 56-1.
Pembedahan antara perdarahan akibat atonia uterus dan akibat laserasi secara
tentatif di dasarkan pada kondisi uterus. Uterus yang atoniik akanlembek dan
tidak keras pada palpasi. Jika tetap terjadi perdarahan meskipun uterus
berkontraksi dengan kuat, kausa perdarahanya kemungkinan besar adalah
laserasi.  Darah yang merah segar juga mengisyaratkan laserasi. Uuntuk
memastikan peran laserasi sebagai kausa perdarahan, harus dillakukan
pemeriksaan yang cermat terhadap vagina, serviks dan uterus.
Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh atonia dan trauma,
terutama setelah pelahiran operatif mayor. Secara umum, setelah setiap
kelahiran harus dilakukan inspeksi terhadap inspeksi terhadap serviks dan
vagina untuk mengidentifkasi perdarahan akibat laserasi. Anestesi harus
adekuat untuk mencegah rasa tidak nyaman selama pemeriksaan ini.
Pemeriksaan ringga uterus, serviks dan seluruh vagina merupakan hal yang
esensial setelah ekstraksi bokong, setelah versi podalik iinterna, dan setelah
persalinan pervaginam pada seorang wanita dengan riwayat sesar. (Leveno,
Kennethj. 2009.)

2.2 Etiologi
Overdistensi uterus,baik absolut maupuun relatif, merupakan faktor resiko
mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh
kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin
(misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk

4
melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum
maupun plasenta lahir. Lemahnya kontraksi moimetrium merupakan akibat dari
kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama
biila mendapatkan stimmulasi.
Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari iinhibisi kontraksi yang
disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-
obat anti inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta simpatomimetik dan
nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau
uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif.
Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor
resiko independen untuk terjadinya perdarahan postpartum.(Buku Ajar Obstetri,
2010).
Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah :
1. Atonia Uteri
a. Umur : Umur yang terlalu muda atau tua
b. Paritas : Sering dijumpai para multipara dan grandemultipara
c. Partus lama dan partus terlantar
d. Obstein operatif dan narkosa
e. Uterus terlalu tegang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau
janin besar
f. Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair pada solusio
plasenta.
g. Faktor sosio ekonomi, yaitu mamumsi
2. Sisa plasenta dan selaput ketuban
3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
4. Penyakit darah
5. Kelainan pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia
6. Perdarahan yang banyak
7. Solusio plasenta

5
8. Kematian janin yang lama dalam kandungan
9. Pre-eklamsi dan eklamsi
10. Infeksi, hepatitis dan septik syok

2.3 patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk
berkontraksi secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan
postpartum dapat diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma
dapat menyebabkan perdarahan postpartum anatara lain pelahiran janin besar,
pelahiran dengan forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan
mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus
lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila
digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan
relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami
hipotonia setelah persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin
multipel, atau hidramnion rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan
darah pada persalinan kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin
jauh lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya ditandai dengan his
yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan kemuungkinan mengalami perdarahan
berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih
rentan mengalami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas
tinggi mungkin berisiko besar mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan
hasil akhir pada hampir 5800 wanita para 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa
insiden perdarahan postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita ini meningkat
empat kali lipat dibandingkan dengan populasi obstetri umum. Babinszki dkk. (1999)
melaporkan insiden perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita dengan
paritas rendah, tetapi 1,9 persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.

6
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan perbah mengalami perdarahan
postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupa upaya
untuk mempercepat pelahiran plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara
manual. Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga
pemisahan plasenta tidak sempurna dan pengeluaran darah  meningkat.

2.4 Faktor Predisposisi


Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
1. regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau
anak teralu besar.
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. Persalinan grande-multipara.
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
5. Mioma uteri yangmenggangu kontraksi rahim.
6. Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
7. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

2.5 Tanda dan Gejala Atonia Uteri


1. perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering
terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan
atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. fundus uteri naik.
4. terdapat tanda-tanda syok :
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg

7
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

2.6 Manifestasi Klinis


1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2.  Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah banyak  >
500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih
dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin,
mual.
Gejala klinis berdasarkan penyebab :
1. Atonia Uteri
2. Gejala yang selalu ada
uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak
lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta
dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau
karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan
postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil  seperti pada hamil kembar atau
janin besar ; persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam.
Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan
mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi
bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah

8
kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada
perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati
karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang
telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan
postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang
lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan
didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya
penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.
Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan
suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang
diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim,
bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa
ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan
postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang
mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil:
10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP
saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID

9
6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

2.8 Penatalaksanaan
1. Kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
2. Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan
dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
3. Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian
dipasang tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan
selama 24 jam.
4. Kompresi bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum
berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.
5. Kompresi bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan pada
dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh
darah didalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi).
Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bla perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabia
perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis.
6. Kompresi aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan kemuadian tekankan
pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai
kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat
mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan
memperhatikan perdarahan yang terjadi.
7. Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskular atau langsung pada
miometrium (transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam
5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.

10
8. Laparotomi dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang terjadi
tetap>200 ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau
hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda
sekali).
9. Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

2.9 Pencegahan Atonia Uteri


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani
seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi
lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit
per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai
waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada
pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding
oksitosin.
1. Oksitosin
Jika uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua puluh
unit (2 ampul) oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin normal
umumnya efektif jika diberikan secara intravena dengankecepatan sekitar 10
ml/mnt (200 Mu oksitosin per menit) dibarengi dengan pemijatan uterus.
Oksitosin jangan diberikan sebagai dosisi bolus yang tidak diencerkan karena

11
2. Turunan Ergot
Jika oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak
efektif, sebagian dokter memberikan metilergonovin (Mathergine), 0,2 mg,
secara intramuskulus atau intravena. Obat ini dapat merangsang uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan. Jika diberikan secara intravena,
metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang berbahaya, teutama pada
wanita preeklamsia.
3. Prostaglandin
Turunan 15 methyl dari prostaglandin F 2α (Hemabate) juga dapat digunakan
untuk mengatasi atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan adalah 250 µg
(0,25 mg) secara intramuskulus, dan hal ini diulangi jika diperlukan dengan
interval 15 hingga 90 menit hingga maksimum 8 dosis. Selain kontriksi
vaskuler dan saluran napas paru, efek samping lain adalah diare, hipertensi,
muntah, demam, flushing dan takikardi.
4. Perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
Perdarahan yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat oksitosik
mungkin berasal dari laserasi jalan lahir, termasuk dari pada beberapa kasus
ruptur uterus. Karena itu, jika perdarahan menetap, jangan membuang-buang
waktu dengnan melakukan upaya-upaya acak untk menghentikan perdarahan,
tetapi harus segera dimulai suatau penatalaksanaan seperti di Tabel 56-2.
Dengan transfusi dan kompresi uterus dengan tangan serta oksitosin
intravena, jarang diperlukan tindakan tambahan. Bila atonia tidak teratasi,
mungkin diperlukan histerektomi sebagai tindakan untuk menyelamatkan
nyawa. Cara lain yang mungkin berhasil adalah ligasi arteri uterina, ligasi
arteri illiaka interna, atau embolisasi angiografik.
Ligasi Arteri Iliaka Interna
Pengikatan arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara bermakna
perdarahan akibat atonia uterus. Operasii ini lebih mudah dilakukan jika
insisi digaris tengah abdomen diperluas keatas melewati umbilikus. Ligasi
arteri iliaka interna mengurangi tekanan nadi di arteri sebelah distal dari

12
ikatan sehingga mengubah sistem tekanan arteri menjadi tekanan yang
mendekati tekanan di sirkulasi vena yang lebih mudah dihentikan melalui
pembentukan bekuan biasa. Ligasi bilateral kedua arteri tampaknya tidak
secara serius menggangu kemampuan reproduksi selanjutnya. (Leveno,
Kennethj 2009 ).
5. penatalaksanaan perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
a. Lakukan penekanan uterus bimanual (Gbr. 56-3). Tekniknya adalah
melakukan pemijatan aspek posterior uterus dengan tangan di abdominal
dan pemijatan bagian depan uterus melalui vagina dengan kepalan yang
lain. Tindakan ini akan mengatasi sebagian besar perdarahan.
b. Minta bantuan!
c. Mulai transfusi darah. Golongan darah semua pasien obstetris harus
diketahui, jika mungkin, sebelum persalinan, serta lakukan uji coombs
indirek untuk mendeteksi antibodi eritrosit. Jika yang terakhir iini negatif,
tidak diperlukan pencocokan-silang darah. Pada kedaruratan yang
ekstrem, pasien diberi packed red blood cells golongan O negatif D
(“donor universal”).
d. Lakukan eksplorasi uterus dengan tangan untuk mencari potongan
plasenta yang tertinggal atau laserasi.
e. Dengan cermat lakukan inspeksi atau serviks dan vagina setelah kedua
struktur ini dipajankan.
f. Pasang kateter intravena kaliber besar yang kedua sehingga pasien dapat
diberi
g. kristaloid olus oksitosin bersamaan dengan transfusi darah.
h. Dipasang kateter foley untuk memantau haluaran urine yang merupakan
indikator yang baik untuk menilai perfusi ginjal.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN ATONIA UTERI

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian
yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan
evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis,
berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari
wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap klien post meliputi:
A. Anamnesa
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record    dan lain – lain.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah
banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan
mual.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.

14
3. Riwayat obstetric
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
 Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada
abortus, retensi plasenta.
 Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan
anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu
lahir.
 Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan,
ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri
dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
 Hamil muda, keluhan selama hamil muda
 Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan,
tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah,
keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
 Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan,
beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
e. Pola aktifitas sehari-hari.
 Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik
sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan
minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori,
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah – buahan.
 Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.
Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari

15
post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan
sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
 Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan
peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
 Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok
gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan
mengganti balutan atau duk.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a. Mulut                    : bibir pucat
b. Payudara               : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c. Abdomen              : terdapat pembesaran abdomen
d. Genetalia               : terdapat perdarahan pervaginam
e. Ekstremitas           : dingin
2. Palpasi
a. Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri
tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
b. Genetalia  : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3. Auskultasi
a. Abdomen            : bising usus (+), DJJ (-)
4. Perkusi
a. Ekstremitas : reflek patella + / +

3.2 Pemeriksaan Umum


1. Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1) Rambut dan kulit
a. Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea
nigra.
b. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
c. Laju pertumbuhan rambut berkurang.

16
2) Mata : pucat, anemis
3) Hidung
4) Gigi dan mulut
5) Leher
6) Buah dada / payudara
a. Peningkatan pigmentasi areola putting susu
b. Bertambahnya ukuran dan noduler
7) Jantung dan paru
a. Volume darah meningkat
b. Peningkatan frekuensi nadi
c. Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
d. Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
e. Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
f. Diafragma meninggi.
g. Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
8) Abdomen
a. Menentukan letak janin
b. Menentukan tinggi fundus uteri
9) Vagina
a. Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
b. Hipertropi epithelium
10) System musculoskeletal
a. Persendian tulang pinggul yang mengendur
b. Gaya berjalan yang canggung
c. Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal

17
2. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi
dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta
tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
2. Sistem vaskuler
a. Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8
jam berikutnya
b. Tensi diawasi tiap 8 jam
c. Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
d. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
e. Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek
koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak
dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi,
luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi)
4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau
tidak, spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestina

18
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status
kesehatan atau kematian, respon fisiologis

3.4 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kekurangan volume Setelah dilakukan 1. Tinjau ulang catatan 1. Membantu dalam
cairan berhubungan tindakan kehamilan dan membuat rencana
dengan kehilangan keperawatan selama persalinan/kelahiran, perawatan yang tepat
vaskuler yang 2x24 jam masalah perhatikan faktor- dan memberikan
berlebihan teratasi faktor penyebab atau kesempatan untuk
pemberat pada situasi mencegah dan
hemoragi (misalnya membatasi terjadinya
laserasi, fragmen komplikasi.
plasenta tertahan,
sepsis, abrupsio
plasenta, emboli cairan
amnion atau retensi
janin mati selama lebih
dari 5 minggu)
2. Kaji dan catat jumlah, 2. Perkiraan kehilangan
tipe dan sisi darah, arteial versus

19
perdarahan; timbang vena, dan adanya
dan hitung pembalut, bekuan-bekuan
simpan bekuan dan membantu membuat
jaringan untuk diagnosa banding dan
dievaluasi oleh menentukan kebutuhan
perawat. penggantian.
3. Kaji lokasi uterus dan 3. Derajat kontraktilitas
derajat kontraksilitas uterus membantu
uterus. Dengan dalam diagnosa
perlahan masase banding. Peningkatan
penonjolan uterus kontraktilitas
dengan satu tangan miometrium dapat
sambil menempatkan menurunkan
tangan kedua diatas kehilangan darah.
simpisis pubis. Penempatan satu
tangan diatas simphisis
pubis mencegah
kemungkinan inversi
uterus selama masase.
4. Perhatikan hipotensi 4. Tanda-tanda ini
atau takikardi, menunjukan
perlambatan pengisian hipovolemi dan
kapiler atau sianosis terjadinya syok.
dasar kuku, membran Perubahan pada
mukosa dan bibir. tekanan darah tidak
dapat dideteksi sampai
volume cairan telah
menurun sampai 30 -
50%. Sianosis adalah
tanda akhir dari

20
hipoksia.
5. Pantau parameter 5. Memberikan
hemodinamik seperti pengukuran lebih
tekanan vena sentral langsung dari volume
atau tekanan baji arteri sirkulasi dan
pulmonal bila ada. kebutuhan
penggantian.
6. Lakukan tirah baring 6. Perdarahan dapat
dengan kaki menurunkan atau
ditinggikan 20-30 menghentikan reduksi
derajat dan tubuh aktivitas. Pengubahan
horizontal. posisi yang tepat
meningkatkan aliran
balik vena, menjamin
persediaan darah
keotak dan organ vital
lainnya lebih besar.
7. Pertahankan aturan 7. Mencegah aspirasi isi
puasa saat menentuka lambung dalam
status/kebutuhan klien. kejadian dimana
sensorium berubah
dan/atau intervensi
pembedahan
diperlukan.
8. Pantau masukan dan 8. Bermanfaat dalam
keluaran, perhatikan memperkirakan
berat jenis urin. luas/signifikansi
kehilangan cairan.
Volume
perfusi/sirkulasi

21
adekuat ditunjukan
dengan keluaran 30 –
50 ml/jam atau lebih
besar.
9. Hindari 9. Dapat meningkatkan
pengulangan/gunakan hemoragi bila laserasi
kewaspadaan bila servikal, vaginal atau
melakukan perineal atau
pemeriksaan vagina hematoma terjadi.
dan/atau rektal
10. Berikan lingkungan 10. Meningkatkan
yang tenang dan relaksasi, menurunkan
dukungan psikologi ancietas dan kebutuhan
metabolik.
11. Kaji nyeri perineal 11. Haematoma sering
menetap atau perasaan merupakan akibat dari
penuh pada vagina. perdarahan lanjut pada
Berikan tekanan balik laserasi jalan lahir.
pada laserasi labial
atau perineal.

12. Pantau klien dengan 12. Tromboplastin


plasenta acreta dilepaskan selama
(penetrasi sedikit dari upaya pengangkatan
myometrium dengan placenta secara manual
jaringan plasenta), yang dapat
HKK atau abrupsio mengakibatkan
placenta terhadap koagulopati.
tanda-tanda KID.
13. Mulai Infus I atau 2 i.v 13. Perlu untuk infus cepat

22
dari cairan isotonik atau multipel dari
atau elektrolit dengan cairan atau produk
kateter !8 G atau darah untuk
melalui jalur vena meningkatkan volume
sentral. Berikan darah sirkulasi dan mencegah
lengkap atau produk pembekuan.
darah (plasma,
kriopresipitat,
trombosit) sesuai
indikasi.
14. Meningkatkan
14. Berikan obat-obatan
kontraktilitas dari
sesuai indikasi :
uterus yang menonjol
 Oksitoksin,
dan miometrium,
Metilergononovin
menutup sinus vena
maleat,
yang terpajan, dan
Prostaglandin F2
menghentikan
alfa.
hemoragi pada adanya
 Magnesium sulfat
atonia.
 Terapi Antibiotik.

15. Pantau pemeriksaan


15. Membantu dalam
laboratotium sesuai
menentukan
indikasi : Hb dan Ht.
kehilangan darah.
Setiap ml darah
membawa 0,5 mg Hb.

2 Perubahan perfusi Setelah dilakukan 1. Perhatikan Hb/Ht 1. Nilai bandingan


jaringan tindakan sebelum dan sesudah membantu menentukan
berhubungan dengan keperawatan selama kehilangan darah. Kaji beratnya kehilangan

23
hipovelemia 2x24 jam masalah status nutrisi, tinggi darah. Status yang ada
teratasi dan berat badan. sebelumnya dari
kesehatan yang buruk
meningkatkan luasnya
cedera dari kekurangan
oksigen.
2. Pantau tanda vital; 2. Luasnya keterlibatan
catat derajat dan durasi hipofisis dapat
episode hipovolemik. dihubungkan dengan
derajat dan durasi
hipotensi. Peningkatan
frekuensi pernapasan
dapat menunjukan
upaya untuk mengatasi
asidosis metabolik.
3. Perhatikan tingkat 3. Perubahan sensorium
kesadaran dan adanya adalah indikator dini
perubahan prilaku. dari hipoksia, sianosis,
tanda lanjut dan
mungkin tidak tampak
sampai kadar PO2
turun dibawah 50
mmHg.
4. Kaji warna dasar kuku, 4. Pada kompensasi
mukosa mulut, gusi vasokontriksi dan pirau
dan lidah, perhatikan organ vital, sirkulasii
suhu kulit. pada pembuluh darah
perifer diperlukan yang
mengakibatkan
sianosis dan suhu kulit

24
dingin.
5. Beri terapi oksigen 5. Memaksimalkan
sesuai kebutuhan ketersediaan oksigen
untuk transpor
sirkulasi kejaringan.
6. Pasang jalan napas; 6. Memudahkan
penghisap sesuai pemberian oksigen.
indikasi

3 Ansietas berhungan Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon 1. Membantu dalam


dengan krisis situasi, tindakan psikologis serta menentukan rencana
ancaman perubahan keperawatan selama persepsi klien terhadap perawatan. Persepsi
pada status 2x24 jam masalah kejadian hemoragi klien tentang kejadian
kesehatan atau teratasi pasca partum. mungkin menyimpang,
kematian, respon Klarifikasi kesalahan memperberat
fisiologis koinsep. ancietasnya.
2. Evaluasi respon 2. Meskipun perubahan
fisiologis pada pada tanda vital
hemoragik pasca mungkin karena respon
partum; misalnya fisiologis, ini dapat
tachikardi, tachipnea, diperberat atau
gelisah atau iritabilitas. dikomplikasi oleh
faktor-faktor
psikologis.
3. Sampaikan sikap 3. Dapat membantu klien
tenang, empati dan mempertahankan
mendukung. kontrol emosional
dalam berespon
terhadap perubahan
status fisiologis.

25
Membantu dalam
menurunkan tranmisi
ansietas antar pribadi.
4. Bantu klien dalam 4. Pengungkapan
mengidentifikasi memberikan
perasaan ancietas, kesempatan untuk
berikan kesempatan memperjelas
pada klien untuk informasi,
mengungkapkan memperbaiki
perasaan. kesalahan konsep, dan
meningkatkan
perspektif,
memudahkan proses
pemecahan masalah.

3.5 Implementasi
Setelah rencana tindakan perawatan tersusun, selanjutnya rencana tindakan
tersebut dilaksanakan sesuai dengan situasi yang nyata untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan, perawat dapat langsung
melaksanakan kepada orang lain yang dipercaya di bawah pengawasan orang
yang masih seprofesi dengan perawat. (Nursalam, 2001 : 63)

3.6 Evaluasi
Evaluasi dari proses keperawatan adalah nilai hasil yang diharapkan
dimasukkan kedalam SOAP terhadap perubahan perilaku pasien. Untuk
mengetahui sejauh mana masalah pasien dapat diatasi, disamping itu perawat juga
melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan yang telah ditetapkan
telah tercapai (Nursalam, 2001 : 71).

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat

27
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena atonia
uteri dapat dicegah dengan:
Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden pendarahanpasca persalinan
akibat atonia uteri.Pemberian misoprostol peroral 2 – 3 tablet (400 – 600 µg)
segera setelah bayi lahir. Regangan rahim berlebihan karena gemeli,
polihibramnion, atau anak terlalu besar. Kelelahan karena persalinan lama atau
persalina kasep. Kehamilan grande-multipara. Ibu dengan keadaan umum yang
jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang menggangu
kontraksi rahim. Infeksi intrauterin (korioamnionitis). Ada riwayat pernah atonia
uteri sebelumnya.

4.2 Saran
Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu meminimalkan
faktor risiko dari atonia uteri demi mempertahankan dan meningkatkan status
derajat kesehatan ibu dan anak. Selain itu , mahasiswa dengan latar belakang
medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu menguasai baik secara teori
maupun skil untuk dapat diterapkan pada masyarakat secara menyeluruh.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Asuhan Persalinan Normal, Penerbit JNPK – KR, Jakarta, 2002


2. Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human
Labor and Birth, Yayasan Essenta Medika, 1990
3. I.M.S. Murah Manoe, Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi, FK UNHAS, Makassar, 1999.
4. Muliyati, Bahan Kuliah Keperawatan Maternitas II, Makassar, 2005.
5. Dongoes, Konsep Keperawatan Maternal, EGC, Jakarta, 2001

iii

Anda mungkin juga menyukai