NIM : 30101800035
Kelompok : SGD 10
Step 1
Step 2
Step 3
2. Apa yang menyebabkan pasien pingsan 10 menit, sadar dan kemudian pingsan
kembali?
Terjadi karena edem TIK tek. Inter kranial meningkattek perfusi otak
Kemungkinan terjadi trauma capitis bisa jadi karena pingsannya hanya sebentar.
Terjadi peregangan dan blokade
Pningkatan TIK-Kompensasi (ngurangin vol darah) sehingga TIK bisa balik seperti
semula.
Misalkan terjadi trauma capitis- meninggi sec cepat- kompensasi gabs ngimbangin-
Tek + dan - . bisa mengakibatkan indentasi. Berbentuk cekung sejenak di area
impact(area kena benturan ) dan bisa balik lagi.
Blokade sifatnya reversible dan irreversible (bisaa sampe meninggal)
Trauma 4
Pingsan sebentar
Pingsan beberapa jam
Pingsan lama, sadar da menunjukan defisit neurologi
Pingsan dan bisa meninggal
E4E6V5 : 15
Buruk : E1M1V1
-Tingkat cedera
Cedera kep. Ringan : 13-15 , kur 30 menit, Pingsan kurang dari 20 menit
Ced. Kep berat : 3-8 , hilang kesadaran >24 jam (Pingsan sampe 6 jam)
4. Apakah ada hubungannya kasus pada skenario dengan nafas bau alkhohol?
Hubungannya dengan pemicu trauma. Karna mungkin alkhohol bisa menurunkan
fokus kesadaran tubuh.
5. Apakah ada hubungan antara TTV dengan penurunan kesadaran?
Yang berpengaruh di tekanan darah : Tek darah meningkat mempengaruhi sel.bagian
menyeabkan TIK meningkat juga – vol darah dimana mempengaruhi TIK .
Sistolik cenderung menurun
Seseorang bisa menerima penurunan kesadaran jika turunnya suplai darah di ARAS,
pingsan berawal dari kecenderungan berkumpulnya darah dibawah, ... darah ke
jantung berkurang- sistole turun
6. Apa pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjang dan interpretasi pemeriksaan pada
kasus diskenario?
Interpretasi
GCS : e2m2v2 :
E2: respon membuka matanya dengan respon nyeri
M2: dapat melakukan ekstensi yang abnormal
V2: suaranya mengerang
TD: Normal
HR: takikardi
Rr : takipneu
T: Normal
Pupil isokor : normal
Refleks cahaya +: normal
Nafas tdk bau alkhohol : penurunan bukan karna alkhohol
Pemeriksaan penunjang :
- CT scan kranial
- Radiografi kranium
- Angiografi cerebral
- Pungsi lumbal : u/ menegakan perdarahan dr subarachnoid, /tek lcs
- Pneumogram : untuk memperlihatkan dilatasiventrikel akibat cederan kepala
Dd:
- Penurunan kesadaran et trauma capitis
(laserasi cerebri, kompusio cerebri,comosio cerebri)
Laserasi : adanya frakttur
kompusio cerebri : Kerusakan pada jaringan otak dengan def. Neurologis
comosio cerebri : Tidak ada jar. Otak yang rusak, (pingsannya 10 menit)
- infeksi (harus disertai dengan demam) mis meningitis
- ecquired brain injury : paparan zat beracun ,tumor, peny. Neurologis, infeksi,
penyalahgunaan dr obat-obatan
Trauma
- Kecelakaan , kekerasan fisik
Non trauma
- Gangguan metabolik, iskhemik global, tumor otak
STEP 6
Sistem aktivasi reticular (reticular activating system, RAS) merupakan salah satu
komponen fungsional yang paling penting dari formasio retikularis untuk mengatur
fungsi kesadaran dengan merangsang korteks serebri untuk menerima rangsangan dari
seluruh tubuh. ARAS penting untuk mempertahankan keadaan sadar pada manusia.
Kerusakan pada bagian tertentu dari formasio retikularis dapat mengakibatkan pasien
menjadi koma.
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik,
monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri
terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran
akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri
sendiri merupakan fungsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus
parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer.
Fungsi utama dari sistem retikularis yang tersebar ini adalah integrasi berbagai proses
kortikal dan subkortikal yaitu penentuan status kesadaran dan keadaan bangun,
modulasi transmisi formasi sensorik kepusat yang lebih tinggi, modulasi aktivitas
motorik, pengaturan respon autonom dan pengaturan siklus tidur bangun.
Fungsi masing-masing nukleus retikularis (Snell, 2015):
Nukleus retikularis gigantoselularis : regulasi retikulospinal
Paramedian pontine reticular formation (PPRF) : pusat lateral gaze
Nuklei raphe : pengaturan tidur, bangun dan waspada
Locus ceruleus : atensi, mood, dan siklus tidur-bangun
Sumber :
Atlas Anatomi Sobotta
Buku Fisiologi Kedokteran Ganong
Tahir, Akina Maulidhany. “Patofisiologi Kesadaran Menurun”. Bagian Anatomi FK
UMI.
2. Apa yang menyebabkan pasien pingsan 10 menit, sadar dan kemudian pingsan
kembali?
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regio
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media.
Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan
segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri
kepala yang progresif, diikuti kesadaran yang berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut
lucid interval. Lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural
hematom. Sementara pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak akan mengalami lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase
sadar. Hal ini juga dapat dilihat pula pada pasien dimana pasien mengalami
kecelakaan dan terjadi pingsan sadar penurunan kesadaran, ini khas tanda-tanda
lusit interval dimana terjadi pada epidural hematom. Dimana tekanan intracranial
dapat meningkat jika ada perdarahan intracranial (EDH, SDH, kontusio otak, PSA,
ICH), edema otak, tumor otak, dan hidrosefalus. Akibat dari adanya peningkatan TIK
akan menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah ke otak sehingga timbul
iskemia otak. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang menyebabkan
penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat yang menyebabkan kerusakan
otak yang ireversibel.
Istilah Penurunan kesadaran-sadar-penurunan kesadaran :
Lucid interval: manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan
bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan
kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral yang diikuti oleh
timbulnya gejala neurologi yang secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,
papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Trauma SSP sering secara langsung merusak dinding pembuluh darah, menyebabkan
perdarahan. Bergantung pada pembuluh darah yang terkena, perdarahan mungkin
epidural, subdural, subaraknoid, atau intraparenkim, dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersamaan. Perdarahan subaraknoid dan intraparenkim paling sering terjadi di tempat
kontusio dan laserasi.
Hematoma Epidural
Pembuluh dura mater terutama arteri meninggal media rentan terkena jejas traumatik.
Pada bayi, pergeseran traumatik dari tengkorak yang mudah mengalami deformitas
bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah, tanpa adanya fraktur tengkorak.
Berbeda pada anak-anak dan orang dewasa, robeknya pembuluh darah dura hampir
selalu disebabkan oleh fraktur tengkorak. Ketika pembuluh darah robek, darah yang
terakumulasi akibat tekanan arterial dapat memisahkan perlekatan erat dura dari
permukaan dalam tengkorak, menyebabkan suatu hematoma yang menekan
permukaan otak. Secara klinis, pasien tampak sehat (lucid) untuk beberapa jam antara
saat trauma terjadi dan timbulnya tanda neurologik. Hematoma epidural bisa meluas
secara cepat dan menjadikannya suatu kegawatdaruratan bedah saraf yang
memerlukan drainase segera dan pemulihan untuk mencegah kematian.
Hematoma Subdural
Pergerakan cepat otak selama trauma terjadi dapat merobek vena jembatan (bridging
veins) yang memanjang dari hemisfer serebri melewati ruang subaraknoid dan ruang
subdural ke sinus dura. Gangguan ini dapat menyebabkan perdarahan ke dalam ruang
subdural. Pada pasien dengan atrofia otak, vena jembatan tertarik keluar dan otak
mempunyai ruang tambahan untuk bergerak di dalamnya, menyebabkan risiko
hematoma subdural yang lebih tinggi pada orang lanjut usia. Bayi juga rentan
mengalami hematoma subdural karena vena jembatan mereka berdinding tipis.
Hematoma subdural biasanya menimbulkan gejala klinis dalam 48 jam pertama
setelah terjadi trauma. Hematoma paling sering terjadi di bagian lateral hemisfer
serebri dan dapat bilateral. Tanda neurologik disebabkan oleh adanya tekanan yang
mendesak jaringan otak didekatnya. Gejala mungkin lokal tetapi lebih sering
nonlokal, muncul dalam bentuk sakit kepala, kebingungan, dan kemunduran
neurologik progresif lambat.
Trauma kapitis yang menimbulkan pingsan sejenak ( Komosio )
4. Apakah ada hubungannya kasus pada skenario dengan nafas bau alkhohol?
Kehilangan kesadaran pasien tidak disebabkan karena mengonsumsi alkohol
Pemeriksaan Penunjang
1) Foto x-ray tengkorak harus dikerjakan segera setelah keadaan pasien mengijinkan.
menentukan tekanan LCS. Acapkali LCS tetap normal dalam hal contusio otak atau
edema cerebri. Pada contusio atau laserasio otak dapat dijumpai LCS yang berdarah
dengan tekanannya yang meniggi.
9) Psikometri sangat berguna setelah fase akut dalam menilai derajat dan tipe defisit
organik
a. X-ray Tengkorak
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak
atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT
scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray
tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada ( State of Colorado Department of
Labor and Employment, 2006).
b. CT-Scan
Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan yang relatif
normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkata TIK dan
dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson dkk, 1997 dalam
Sastrodiningrat, 2007). Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi
di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur
tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan
outcome yang buruk (Sastrodiningrat, 2007 ).
mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat jika bila trauma juga menyebabkan rotasi
tengkorak. Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk cedera adalah
anterior lobus temporal dan frontal, dan posterior lobus occipital, dan bagian tengah
mesenfalon
Dd:
- Penurunan kesadaran et trauma capitis
(laserasi cerebri, kompusio cerebri,comosio cerebri)
Laserasi : adanya frakttur
kompusio cerebri : Kerusakan pada jaringan otak dengan def. Neurologis
comosio cerebri : Tidak ada jar. Otak yang rusak, (pingsannya 10 menit)
- infeksi (harus disertai dengan demam) mis meningitis
- ecquired brain injury : paparan zat beracun ,tumor, peny. Neurologis, infeksi,
penyalahgunaan dr obat-obatan
Koma dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang bagian otak secara fokal
maupun seluruh otak secara difus. Penyebab koma secara umum diklasifikasikan
dalam intrakranial dan ekstrakranial (tabel 1). Selain itu, Koma juga dapat disebabkan
oleh penyebab traumatik dan non-traumatik. Penyebab traumatik yang sering terjadi
adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan jatuh. Penyebab non-traumatik
yang dapat membuat seseorang jatuh dalam keadaan koma antara lain gangguan
metabolik, intoksikasi obat, hipoksia global, iskemia global, stroke iskemik,
perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoid, tumor otak, kondisi inflamasi,
infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses serta gangguan
psikogenik. Keadaan koma dapat berlanjut menjadi kematian batang otak jika tidak
ada perbaikan keadaan klinis.
Etiologi Perdarahan
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur
aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa
(MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak
seperti :
a. Aneurisma sakuler (berry)
Aneurisma ini terjadi pada
titik bifurkasio arteri
intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri
komunikans anterior (40%),
bifurkasio arteri serebri media
di fisura sylvii (20%), dinding
lateral arteri karotis interna
(pada tempat berasalnya arteri
oftalmika atau arteri
komunikans posterior 30%),
dan basilar tip (10%).
Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur
disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri
komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis
saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).
b. Aneurisma Fusiform
Pembesaran pada pembuluh
darah yang berbentuk memanjang
disebut aneurisma fusiformis.
Aneurisma tersebut umumnya
terjadi pada segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama
arteri serebri media, dan arteri
basilaris. Aneurisma fusiformis
dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis
yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di
dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan
intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat
ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah
normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma
sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
c. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya
terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan
oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan;
struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari
jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau
lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui
kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat
menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan
merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan
yangberasal dari arteri. pPembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami
ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma.9 MAV
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat
terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.
Faktor Resiko
- Jenis Kelamin
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami trauma
kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat
terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan
perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1. (Jagger, Levine, Jane et al., 1984).
- Umur
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada
kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang
tidak bertanggungjawab. (Jagger, Levine, Jane et al., 1984)
Tata laksana awal pada penurunan kesadaran dilakukan untuk mencegah kerusakan
otak lebih lanjut, sambil menunggu kepastian diagnosis lebih lanjut. Mempertahankan
jalan napas yang adekuat sehingga mencegah iskemia jaringan otak tetap merupakan
prinsip paling penting. Bila dibutuhkan maka dapat diberikan bantuan ventilasi
mekanik. Mempertahankan fungsi kardiovaskular dengan mempersiapkan akses
intravaskular dengan baik. Anak dengan penyebab koma yang belum jelas
penyebabnya, dilakukan pemeriksaan gula darah dextrostick atau diberikan langsung
dekstrosa 25% sebanyak 1 – 4 ml/ kgBB sambil memperhatikan responnya. Bila
didapatkan perbaikan dramatis, selanjutnya diberikan infus glukosa 10%. Kesadaran
yang tidak pulih setelah pemberian infus dekstrosa, menyingkirkan adanya
hipoglikemia.
Peningkatan tekanan intrakranial harus diturunkan dengan pemberian manitol 20%
per drip intravena dengan dosis 0,5 – 1,0 gram /kg selama 30 menit setiap 6 – 8 jam.
Nalokson diberikan bila dicurigai adanya overdosis narkotika, atau apabila telah
selesai kita curiga adanya hipoglikemia.
TINDAKAN BEDAH