Anda di halaman 1dari 3

Reaktif Artritis : Manifestasi Tersembunyi dari Infeksi Kronis

Strongyloides stercoralis
1
Nisrina Salsabila, 1Gita Khoirunnisa’ Nurillah, 1Endang Pratiwi, 1Almas Fahrana,
1
Hashinatul Hurriyyah, 1Bella Rizki Dayanti, 1Yehuda Trinugroho, 1Rendra Syani, 1Shiwi
Linggarjati, 1Zanuba Arofa, 1Khotibul Umam dan 2Yudha Nurdian

1
Medical Student, Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
2
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
Coresponding author :nisrinasalsa138@gmail.com; 162010101080@students.unej.ac.id

Abstrak
Latar Belakang
Strongyloides stercoralis adalah nematoda usus yang tersebar luas dan ditularkan
melalui tanah (Soil-Transmitted Helminth). Parasit ini terbanyak menginfeksi di daerah
tropis seperti Indonesia, subtropis dan Amerika tenggara. Larva filariform dari
Strongyloides stercoralis menginfeksi manusia dengan menembus kulit dan masuk melalui
limfatik. Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki merupakan salah satu jalur masuknya.
Strongyloides stercoralis ini kemudian masuk ke saluran pernafasan dan dapat tidak sengaja
tertelan jika penderita batuk. Larva lalu berkembang menjadi betina dewasa dan
menghasilkan telur dimana telur ini nantinya akan menjadi larva rhabditiform dan filariform
di duodenum dan jejunum. Larva filariform Strongyloides stercoralis inilah yang akan
menyebabkan infeksi kronis karena bersifat autoinfektif.
Pada beberapa kasus, manifestasi klinis dari infestasi Strongyloides stercoralis
kronis adalah Reiter's disease atau bisa disebut reaktif artritis yang dikaitkan dengan
penggunaan kortikosteroid. Reaktif arthritis ini memiliki trias yakni konjungtivitis, uretritis,
dan radang sendi yang terjadi setelah infeksi terutama pada saluran urogenial dan
gastrointestinal. Reaktif arthritis adalah manifestasi yang jarang ditemukan dan
kemungkinan dimediasi oleh kompleks imun. Penggunaan NSAID ataupun steroid akan
melemahkan kekebalan tubuh host sehingga host lebih mudah untuk terinfeksi parasit dan
efek dari steroid yaitu memicu percepatan perubahan Strongyloides stercoralis dari larva
rhabditiform menjadi larva filariform. Ada pendapat lain yang menyatakan Strongyloides ini
membawa bakteri enterik selama tahap invasif dan antibodi yang seharusnya membunuh
bakteri ini berpotensi menimbulkan reaktif artritis. Biasanya orang yang terkena reaktif
artritis ini merupakan pengguna steroid jangka panjang atau pasien yang didiagnosis awal
hanya menderita artritis dan melakukan pengobatan dengan NSAID atau steroid.

Ringkasan
Reaktif Artritis yang disebabkan Strongyloides stercoralis awalnya bersifat asimtomatik
namun keadaan tersebut akan terus berkembang menjadi lebih parah dengan penggunaan
NSAID ataupun steroid karena obat-obat tersebut bersifat immunosupresan. Biasanya orang
yang terkena reaktif artritis ini merupakan pengguna steroid jangka panjang. Untuk
mendiagnosis reaktif artritis yang disebabkan oleh Strongyloides stercoralis, dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium jika terjadi artritis yang tidak kunjung sembuh dengan
pemberian NSAID atau steroid dengan menemukan adanya tanda peradangan dan
peningkatan eosinofilia. Pengobatan yang dilakukan adalah mengatasi infeksi parasit ini
terlebih dahulu dengan menggunakan Ivermectin.

Daftar Pustaka

CDC. 2017. Strongyloidiasis. https://www.cdc.gov/dpdx/strongyloidiasis/index.html.


[Diakses pada 5 Maret 2019].

WHO. 2018. Strongyloidiasis.


https://www.who.int/intestinal_worms/epidemiology/strongyloidiasis/en/. [Diakses
pada 5 Maret 2019].

Carter JD. 2010. Treating Reactive Arthritis: Insights for the Clinician.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3383466/. [Diakses pada 5 Maret
2019].
Camacho C. H. et al. 2016. Ivermectin versus albendazole or thiabendazole for
Strongyloides stercoralis infection (Review).
https://www.cochranelibrary.com/cdsr/doi/10.1002/14651858.CD007745.pub3/epdf/f
ull . [Diakses pada 5 Maret 2019].

Ganesh S. dan  Cruz R. 2011. Strongyloidiasis: A Multifaceted Disease.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3079152/. [Diakses pada 5 Maret
2019].
García-Kutzbach A et al. 2018. Reactive arthritis: update 2018.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29455267. [Diakses pada 5 Maret 2019].
Hannu T. 2011. Reactive arthritis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22100285.
[Diakses pada 5 Maret 2019].

Mohanty S., Samprathi M., dan Parija S. 2017. Reactive arthritis associated


with Strongyloides stercoralis: Report of an uncommon relation.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5652049/. [Diakses pada 5 Maret
2019].

Nutman T.B., 2016. Human infection with Strongyloides stercoralis and other related


Strongyloides species. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5563389/.
[Diakses pada 5 Maret 2019].

Utami A.M., Novidyawati F., Maulida L., Nurdian Y. 2018. Strongyloidiasis Berkaitan
dengan Kejadian Arthritis Reaktif.
https://www.researchgate.net/publication/323846476_Strongyloidiasis_Berkaitan_den
gan_Kejadian_Arthritis_Reaktif. [Diakses pada 5 Maret 2019].

Weinstein D, Lake-Bakaar G. 2005. Strongyloides Stercoralis Infection Presenting With


Severe Malabsorption And Arthritis In An Immune Competent Host.
http://ispub.com/IJRH/2/2/8123. [Diakses pada 5 Maret 2019].

Wu IB., Schwartz RA. 2008. Reiter's syndrome: the classic triad and more.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18436339. [Diakses pada 5 Maret 2019].

Nurdian, Y. 2018. Buku Ajar Pengantar Parasitologi Agromedis. Universitas Jember:


Fakultas Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai