Teknik Eksplorasi Minyak Dan Gas Bumi 2: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia 2015
Teknik Eksplorasi Minyak Dan Gas Bumi 2: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia 2015
HALAMAN SAMPUL
SMK / MAK
Kelas X Semester II
DISKLAIMER (DISCLAIMER)
Penulis :
Editor Materi :
Editor Bahasa :
Ilustrasi Sampul :
Desain & Ilustrasi Buku :
Hak Cipta @2015, Kementrian Pendidikan & Kebudayaan
Milik Negara
Tidak Diperdagangkan
KATA PENGANTAR
Atas rakhmat Allah Yang Maha Pengasih serta terdorong oleh hasrat hati untuk
menyumbangkan sesuatu yang Insyaallah bisa berguna dalam memperlancar proses
pembelajaran khususnya pada program studi keahlian teknik perminyakan, dengan ini kami
persembahkan satu buku ajar untuk mata kuliah Teknik Dasar Eksporasi Minyak dan Gas
Bumi yang disusun secara sederhana agar mudah dipahami oleh siswa terutama untuk para
peminat mata pelajaran ini.
Maksud dan tujuan buku ajar ini yaitu sebagai bahan pembelajaran dan pedoman untuk lebih
memahami bagaimana cara terbentuknya minya dan gas serta bagaimana keberadaan
minyak dan gas bumi dibawah permukaan, dimana faktor ini merupakan dasar yang harus
diketahui sebelum masuk ke tahapan eksplorasi minyak dan gas bumi.
Struktur materi dalam buku ajar ini diawali dengan penjelasan tentang istilah-istilah dasar yang
ada dalam eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta keterkaitannya dengan ilmu-ilmu yang lain.
Pada Bagian selanjutanya disajikan pembahasan tentang sejarah eksplorasi minyak dan gas
bumi, cekungan sedimen, tektonik, cara terbentuknya minyak dan gas bumi, keberaaan
minyak dan gas bumi. pada bagian akhir berbicara tentang tahapan-tahapan eksplorasi migas
bahkan juga daerah-daerah yang potensil mengandung minyak dan gas bumi. Jadi secara
teRp adu materi yang disajikan diharapkan mampu memberi nilai tambah dalam proses
pembelajaran, selain itu pula karena mata kuliah ini sangat membantu dalam memberikan
pemahaman sebagai modal dalam memasuki dunia kerja khususnya dibidang industri minyak
yang memang sangat terkait sekali dengan program studi keahlian teknik perminyakan.
Kami menyadari bahwa buku ajar ini masih harus diperbaharui lebih lanjut, untuk itu segala
masukan dan kritikan yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Ucapan terimah kasih
juga tak lupa kami haturkan kepada…….. yang telah memberikan kepercayaan dan bantuan
dana untuk penyusunan buku ajar ini. Akhir kata mudah-mudahan bermanfaat.
Wassalam
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.3. Penerapan Metode Seismik di Darat dengan Vibrator Portable ..................... 38
Gambar 3.4. Contoh Vibroseis ........................................................................................... 39
Gambar 3.5. Contoh Weight Drop ...................................................................................... 40
Gambar 3.6. Gelombang Primer (P) ................................................................................... 41
Gambar 3.7. Gelombang Sekunder (S) .............................................................................. 42
Gambar 3.8. Gelombang Permukaan (Ground Roll) ........................................................... 42
Gambar 3.9. Gelombang Love ........................................................................................... 43
Gambar 3.10. Metode Seismik Bias atau Refraksi.............................................................. 43
Gambar 3.11. Metode Seismik Pantul atau Refleksi ........................................................... 44
Gambar 3.12. Prinsip Segitiga Siku-siku ............................................................................ 45
Gambar 3.13. Program Lintasan Seismik ........................................................................... 46
Gambar 3.14. Bridging on the Ground ................................................................................ 48
Gambar 3.15. Bridging on the Fly ....................................................................................... 49
Gambar 3.16. Contoh sebuah Step di Lapangan ................................................................ 49
Gambar 3.17. Contoh sebuah Platform di Lapangan .......................................................... 50
Gambar 3.18. Contoh Bridging yang Melewati Kanal ......................................................... 50
Gambar 3.19. Contoh sebuah Jety ..................................................................................... 50
Gambar 3.20. Geometrik Shot Point dan Trace pada Line 2D dan 3D................................ 52
Gambar 3.21. Speedy Loader dan Anchor ......................................................................... 56
Gambar 3.22. Pelaksanaan Pengeboran Shot Point di Lapangan ...................................... 56
Gambar 3.23. Proses Pre-Loading ..................................................................................... 58
Gambar 5.1. Crew Drilling Rig sedang Melepas dan Memasang Drill Pipe ......................... 94
Gambar 5.2. Crew Data Unit sedang Memonitor Pengeboran ............................................ 96
Gambar 5.3. Wireline Logging Operation ........................................................................... 97
Gambar 5.4. Kecelakaan Pengeboran di Darat dan di Laut akibat Kecelakaan Kerja ......... 97
Gambar 6.1. Explosimeter Portable 1 ............................................................................... 106
Gambar 6.2. Explosimeter Portable 2 ............................................................................... 107
Gambar 6.3. Toxic Gas Detector ...................................................................................... 108
Gambar 6.4. Electrochemical Sensor ............................................................................... 108
Gambar 6.5. Chemical Sensor ......................................................................................... 109
Gambar 6.6. Oxygen Analyzer ......................................................................................... 109
DAFTAR TABEL
BAB I
METODE EKSPLORASI
Ada beberapa metode eksplorasi minyak dan gas bumi yang utama diantaranya
adalah:
1. Metoda geologi
a. Pemetaan geologi dengan citra satelit/foto udara
b. Pemetaan geologi permukaan (geologi lapangan)
c. Pemetaan bawah permukaan
2. Metoda geokimia
a. Analisis batuan induk
b. Pemodelan kematangan
3. Metoda geofisika
a. Metoda gaya berat
b. Metoda magnetic
c. Metoda seismik refleksi
Sebelum membahas metode eksplorasi minyak dan gas bumi lebih lengkap (bab
berikutnya) pada bab ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai metode eksplorasi bahan
galian secara umum terlebih dahulu.
Metoda eksplorasi secara umum dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Metoda langsung, terdiri dari:
a. Metoda langsung di permukaan
b. Metoda langsung di bawah permukaan
2. Metoda tidak langsung, terdiri dari:
a. Metoda tidak langsung cara geokimia
b. Metoda tidak langsung cara geofisika yang mencakup beberapa cara yaitu cara
magnetik (sudah jarang digunakan), gravitasi (sudah jarang digunakan), cara seismik
yang terdiri dari cara refraksi dan refleksi, cara listrik (resistifity), dua cara yang terakhir
yaitu cara radiokatif yang masih jarang digunakan, hal ini disebabkan karena cara ini
relatif lebih mahal dan lebih rumit dari cara-cara sebelumnya.
yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit
ini dirasa kurang dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat
sumur uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh di bawah
over burden.
C. Tracing dengan Panning (mendulang)
Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran
butiran mineral yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral
yang ukurannya halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara
tracing yaitu pada kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting.
Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan panning akan
dilanjutkan dengan cara trenching atau test pitting.
1. Trenching (pembuatan parit)
Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada
over burden yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif dan
ekonomis yang dapat dibuat hanya sedalam 2 - 2,5 meter, selebih dari itu
pembuatan parit dinilai tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan
dengan arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di tepi
sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah arus sungai.
Paritan dibangun dengan tujuan untuk mengetahui tebal lapisan permukaan,
kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-lain.
2. Test Pitting (pembuatan sumur uji)
Jika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang akurat maka
sebaiknya dilakukan test pitting untuk menyelidiki tubuh batuan yang letaknya relatif
dalam. Kita harus ingat bahwa pada test pitting kita harus memilih daerah yang
terbebas dari bongkahan-bongkahan maka hal ini akan menyulitkan kita pada waktu
pembuatan sumur uji dan juga daerah yang hendak kita buat sumur uji harus bebas
dari air, karena dengan adanya air dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan
penyelidikan struktur batuan yang terdapat pada sumur uji yang kita buat. Pada
pembuatan sumur uji ini kita juga harus mempertimbangkan faktor keamanan, kita
harus dapat membuat sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah
runtuh. Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada waktu melakukan
penelitian. Kedalaman sumur uji yang kita buat bisa mencapai kedalaman sampai 30
meter.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur adalah gejala longsoran,
keluarnya gas beracun, bahaya akan banjir dan lain-lain.
endapan yang dicari. Namun melalui anomali-anomali yang diperoleh dari hasil
pengamatan/pengukuran dengan memanfaatkan sifat-sifat fisik atau kimia dari endapan.
Beberapa metode eksplorasi tidak langsung adalah:
a. metode tidak langsung cara geofisika
b. metoda tidak langsung cara geokimia.
A. Metoda Magnetik
Bumi adalah suatu planet yang bersifat magnetik, dimana seolaholah ada
suatu barang magnet raksasa yang membujur sejajar dengan poros bumi. Teori
modern saat ini mengatakan bahwa medan magnet tadi disebabkan oleh arus listrik yang
mengalir pada inti bumi. Setiap batang magnet yang digantung secara bebas di
muka bumi. Di setiap titik permukaan bumi medan magnet ini memiliki dua sifat
utama yang penting di dalam eksplorasi, yaitu arah dan intensitas.
Arah dari medan magnet dinyatakan dalam cara-cara yang sudah lazim,
sedang intensitas dinyatakan dalam apa yang disebut gamma. Medan magnet
bumi secara normal memiliki intensitas 35.000 sampai 70.000 gamma jika diukur pada
permukaan bumi. Bijih yang mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek
langsung pada peralatan, sehingga dengan segera dapat diketahui.
Metoda eksplorasi dengan magneti sangat berguna dalam pencarian
sasaran eksplorasi sebagai berikut:
a. Mencari endapan placer magnetik pada endapan sungai
b. Mencari deposit bijih besi magnetik di bawah permukaan
c. Mencari bijih sulfida yang kebetulan mengandung mineral magnetit sebagai
mineral ikutan
d. Intrusi batuan basa dapat diketahui kalau kebetulan mengandung magnetit
B. Metoda Gravitasi
Metoda ini berdasarkan hukum gaya tarik antara dua benda di alam. Bumi
sebagai salah satu benda di alam juga menarik benda-benda lain di sekitarnya. Kalau
sebuah bandul digantung dengan sebuah pegas, maka pegas tersebut akan
merengganng akibat bandulnya mengalami gravitasi, di tempat yang gravitasinya
rendah maka regangan tadi kecil dan di tempat yang gravitasinya besar maka
regangan tadi juga lebih besar. Dengan demikian dapat diperkirakan bentuk struktur
bawah tanah dari melihat besarnya nilai gravitasi dari bermacam-macam lokasi dari
suatu daerah penyelidikan.
Di lapangan besarnya gravitasi ini diukur dengan alat yang disebut gravimeter,
yaitu suatu alat yang sangat sensitif dan presisi. Gravimeter bekerja atas dasar “torsion
balance”, maupun bantuk atau pendulum, dan dapat mengukur perbedaan yang kecil
dalam gravitasi bumi di berbagai lokasi pada suatu daerah penyelidikan. Gaya gravitasi
bumi dipengaruhi oleh besarnya ukuran batuan, distribusi atau penyebaran batuan,
dan kerapatan (density) dari batuan. Jadi kalau ada anomali gravitasi pada suatu
tempat, mungkin di situ terdapat struktur tertentu, seperti lipatan, tubuh intrusi dangkal,
dan sebagainya. Juga jalur suatu patahan besar, meskipun tertutup oleh endapan
aluvial, sering dapat diketahui karena adanya anomali gravitasi.
C. Metoda Seismik
Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi
banyak dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi. Suatu gempa atau getaran
buatan dibuat dengan cara meledakan dinamit pada kedalaman sekitar 3 meter dari
permukaan bumi dan kecepatan merambatnya getaran yang terjadi diukur. Untuk
mengetahui kecepatan rambatan getaran tersebut pada perlapisan-perlapisan batuan,
di sekitar titik ledakan dipasang alat penerima getaran yang disebut geofon
(seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar lobang ledakan
tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan waktu
kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan rambatan
waktu getaran melalui perlapisan¬perlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi
struktur bahwa permukaan dapat diketahui. Gelombang akan merambat dengan
kecepatan yang berbeda pada batuan yang berbeda-beda. Geophone merupakan alat
Seismik
Metode seismik merupakan metode yang paling canggih untuk dapat merekam
data geologi bawah permukaan. Metode ini dapat dilakukan baik di darat atau dilaut.
Untuk memperoleh data geologi bawah permukaan diperlukan sumber getar buatan.
Dari sumber getar tersebut dikirimkan gelombang getar kedalam kulit bumi.
Gelombang getar dipantulkan oleh lapisan-lapisan batuan dan dikembalikan ke atas
permukaan tanah. Gelombang getar ditangkap oleh sensor dan kemudian dikirimkan
kealat perekam
D. Metoda Geolistik
Dalam metoda ini yang diukur adalah tahanan jenis (resistivity) dari
batuan. Yang dimaksud dengan tahanan jenis batuan adalah tahanan yang
diberikan oleh masa batuan sepanjang satu meter dengan luas penampang
satu meter persegi kalau dialiri listrik dari ujung ke ujung, satuannya adalah
Ohm-m2/m atau disingkat Ohm-meter.
Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi biasanya
dipakai sistem empat elektrode yang dikontakan dengan baik pada bumi. dua
elektrode dipakai untuk memasukan arus listrik ke dalam bumi, disebut
elektrode arus (current electrode) disingkat C, dan dua elektrode lainnya dipakai
untuk mengukur voltage yang timbul karena arus tadi, elektrode ini disebut
elektrode potensial atau “potential electode” disingkat P. ada beberapa cara
dalam penyusun ke empat elektode tersebut, dua diantaranya banyak yang
dipakai adalah cara Wenner dan cara Shlumberger.
BAB II
PERALATAN DAN TEKNIK PENGENALAN SINGKAPAN
GEOLOGI LAPANGAN
Pemetaan geologi adalah salah satu metode eksplorasi yang digunakan untuk
mengetahui kondisi geologi lokasi survai. Kedalaman dan akurasi pekerjaan pekerjaan
pemetaan geologi di lapangan banyak dipengaruhi oleh data yang ada di lapangan. Data
geologi dapat diperoleh dengan melaksanakan pengukuran dan pengamatan. Pengukuran
dikerjakan dengan menggunakan peralatan geologi sedangkan pengamatan dapat dilakukan
dengan melihat langsung obyek yang dituju dengan mata kita.
menentukan lokasi dan pengeplotan data, umumnya yang digunakan adalah peta
topgrafi/kontur.
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan keadaan, bentuk,
penyebaran dan dimensi roman muka bumi yang digambarkan dalam suatu bidang
datar dengan suatu skala dan sistem proyeksi tertentu.
B. Kontur
Kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik sama tinggi. Dari pola
kontur akan dapat dibaca keadaan topografi suatu daerah. Kontur yang rapat
menunjukkan lereng yang terjal, sedang kontur jarang menandai lereng yang landai.
Kontur mempunyai bentuk lengkung. Bagian cekung dari kontur menandai arah ke
bukit, sebaliknya bagian cembung dan kontur menunjukkan arah ke lembah. Kontur
mempunyai sifat-sifat berikut.
1. Garis kontur mempunyai pola tertutup.
2. Dua garis kontur tidak akan saling berpotongan.
3. Kontur dapat berimpit yang menandai bidang tegak.
4. Kontur tidak akan menyatu dengan kontur yang lain.
5. Kontur dalam satu peta mempunyai interval yang tetap.
C. Titik Trianggulasi
Titik trianggulasi merupakan titik dilapangan yang telah diukur dan mempunyai
koordinat yang terdaftar, serta diketahui ketinggiannya. Titik trianggulasi ada tiga
macam yaitu: trianggulasi primer, skunder dan tersier. Pada peta titik trianggulasi
mempunyai kode A, disertai dengan keterangan jenis, nomor dan ketinggiannya.
Sebagai contoh ∆ P
D. Skala Peta
Peta topografi yang banyak digunakan dilapangan mempunyai skala 1:5.000,
1:10.000, 1:25.000 dan 1:50.000. Skala peta menunjukkan perbandingan jarak pada
peta dan jarak di lapangan, Sebagai contoh, sekala 1:25.000 artinya jarak satu satuan
panjang di peta ekuivalen dengan jarak 25.000 satuan panjang yang sama di
lapangan. Misal 1 cm di peta ekuivalen dengan 25.000 cm di lapangan atau 1 cm di
peta ekuivalen dengan 250 m di lapangan.
E. Simbol Peta
Pada peta topografi selalu diberi keterangan atau simbol-simbol medan.
Simbol adalah merupakan unsur-unsur medan tak brgerak, baik unsur alam atau
unsur buatan manusia.
Dengan melihat simbol-simbol pada peta topografi, maka kita akan dengan
mudah dapat membayangkan keadaan medan dengan tepat dan jelas.
Menurut bentuknya simbol itu ada 3 macam , yaitu:
1. Simbol titik.
Simbol ini sering digunakan untuk menyatakan letak suatu tempat (lokasi) atau
bentuk unsur-unsur yang berkaitan dengan skala peta.
2. Simbol garis.
Digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang berbentuk luas, seperti: Batas pantai,
batas sungai, batas hutan, d.l.l.
3. Simbol luas/ruang
Digunakan untuk mewakili unsur-unsur yang berbentuk luas seperti, daerah
Kabupaten, daerah hutan, daerah perkebunan, daerah danau, daerah bahaya
gunugapi, daerah longsoran, d.l.l.
Menurut artinya simbol peta ada 2 macam, yaitu:
1. Simbol kwalitatif
Simbol ini menyatakan identitas atau melukiskan keadaan asli dari unsur-unsur
medan, dihubungkan dengan kualitas unsur-unsur yang diwakilinya. Simbol yang
kwalitatif bisa berbentuk: garis, luas, titik. Dan biasanya simbol ini dipakai pada
peta topografi.
2. Simbol kwantitatif
Simbol ini menyatakan identitas berbentuk: titik, garis, luas. Simbol kwatintatif
biasanya digunakan untuk peta-peta tematik.
Contoh:
Untuk mengenal simbol-simbol pada peta topografi dapat dilihat pada daftar
dibawah ini:
Daftar 1
KETERANGAN (Legend) TOPOGRAFI
Warna Hitam
1 2 3 4
Jalan kereta api Jalan trem Jalan kereta api Jalan lori
gerigi
5 6 7 8
13 14 15 16
17 18 19 20
25 26 27 28
Daftar 2
KETERANGAN (Legend) TOPOGRAFI
Warna Hitam
29 30 31 32
37 38 39 40
. .
41 42 43 44
Wana Biru
1 2 3 4 5
9 10 11 12
13 14
Warna Coklat
15 16 17 18
F. Kompas Geologi
1. Membaca kompas
Sumber: http://aneka-publish.blogspot.com/
Gambar 2.3. Kompas Geologi
Berdasar pada jumlah kuadrannya, kompas dapat dibagi menjadi menjadi
dua macam, Yaitu kompas satu kuadran dan kompas empat kuadran. Kompas
empat kuadran mempunyai pembacaan 0-90°. Pembacaan selalu dimulai dari
arah utara atau selatan, sehingga hasil pembacaan adalah N ...°E, N ...°W atau S
...°E, S ...°W.
2. Bagian-bagian kompas
Bagian-bagian kompas geologi hampir sama, untuk semua jenis kompas.
Bagian-bagian tersebut, meliputi:
Sumber: http://anshar007.blogspot.com/
3. Kegunaan kompas
Kompas dapat digunakan untuk mengukur azimuth, jurus bidang
perlapisan, sudut kemiringan bidang perlapisan dan sudut kemiringan topografi.
Cara pengukuran dapat diberikan sebagai berikut:
a. Pengukuran Azimuth
1) Pegang kompas setinggi pinggang atau dada dan arahkan cermin ke obyek
pengukuran.
G. Palu Geologi
Kegunaan palu geologi ialah untuk pengambilan contoh (sample) baik yang
lunak maupun yang keras. Pada garis besarnya dibedakan palu batuan beku yang
mempunyai salah satu ujungnya runcing dan palu batuan sedimen yang mempunyai
salah satu ujungnya pipih seperti pahat. Palu geologi yang baik mempunyai
konstruksi yang kokoh, tidak akan patah apabila penggunaannya normal.
H. GPS
GPS dalah suatu sistem navigasi yang memanfaatkan satelit. Penerima GPS
memperoleh sinyal dari beberapa satelit yang mengorbit bumi. Satelit yang mengitari
bumi pada orbit pendek ini terdiri dari 24 susunan satelit, dengan 21 satelit aktif dan
3 buah satelit sebagai cadangan. Dengan susunan orbit tertentu, maka satelit GPS
bisa diterima diseluruh permukaan bumi dengan penampakan antara 4 sampai 8
buah satelit. GPS dapat memberikan informasi posisi dan waktu dengan ketelitian
sangat tinggi.
2. Cara memakai kaca pembesar adalah dengan mendekatkannya kepada mata kita
dan mendekat jauhkan obyek sehingga butiran/fosilnya jelas.
J. Alat Ukur
Peralatan ukur geologi lapangan ada 3 macam yaiitu alat ukur meteran,
tongkat ukur dan tali ukur. Biasanya yang dipakai adalah tali ukur atau meter (roll
meter atau lipat). Alat ukur meteran dengan skala cm atau ukuran standar lainnya,
dipakai untuk mengukur ketebalan lapisan, lebar singkapan, dan lain-lain.
dengan cairan HCL yang tidak begitu pekatpun akan terjadi reaksi sehingga akan
menghasilkan gas CO2 yang nampak seperti berbuih.
Reaksinya: CaCO3 + 2HCL -» CaCl2 + H2O + CO2^
Karena HCL merupakan asam yang keras, maka seyogyanya dibawa tidak
terlaiu pekat, untuk itu umumnya cukup dipergunakan HCL dengan kepekatan 0,1.
M. Kantong Sampel
Kantong contoh batuan (kantong sampel) dapat digunakan kantong plastik
yang kuat atau kantong jenis lain yang dapat dipakai untuk membungkus contoh-
contoh batuan dengan ukuran yang baik yaitu kurang lebih (13x9x3) cm. Sedangkan
kertas label digunakan untuk memberi kode pada tiap contoh batuan sehingga mudah
untuk dibedakan. Dapat juga menggunakan "permanent spidol" untuk meberi kode
langsung pada kantong.
N. Kamera
Kamera dilapangan digunakan Untuk mengambil data singkapan atau data
lain, misalnya morfologi dan kontak batuan, dll.
P. Tas Lapangan
Medan yang dilakukan oleh para geologist sagatlah berat, pada saat
melakukan pemetaan atau pun saat meneliti di lapangan di mana tidak sedikit
barang yang dibawa, maka dari itu tas yang sangat tepat akan membantu kita
dalam meringankan beban yang ada pada punggung.
Digunakan untuk membawa peralatan geologi dan perlengkapan
lapangan.
Q. Komparator
Komparator dipakai untuk membantu dalam deskripsi batuan, misalnya
komparator butir, pemilahan (sorting) atau prosentase komposisi mineral,
maupun tabel-tabel determinasi batuan baik batuan beku, batuan sedimen dan
batuan metamorf, dan lain sebagainya.
titik lokasi dapat dilakukan dengan menggunakan minimal satu titik ikat. Bila didapat
dua titik ikat lakukan prosedur berikut:
Tembak azimuth ke titik ikat 1 dan gambar azimuth tersebut pada peta. Namakan
garis tersebut sebagai garis (a).
Tembak azimuth ke titik ikat ke 2 dan gambar azimuth yang diperoleh pada peta.
Namakan garis azimuth sebagai garis (b).
PeRp anjang garis (a) dan (b) sampai saling memotong. Titik potong kedua garis
merupakan titik lokasi pengamatan yang dicari.
Lakukan pengecekan lokasi dengan mengamati keadaan medan di sekelilingnya.
Gambar 2.27. Diantara Singkapan Menerus, Terdapat Bongkah Guguran dari Atas
(Bagian Tengah Gambar)
Hal-hal yang perlu diamati / dideskripsi dari singkapan meliputi:
Keadaan dan letak geografis singkapan.
Penyebaran, tebal lapisan-lapisan atau lebamya singkapan.
Jenis batuan (deskripsi batuan).
Fosil yang dikandung.
Data sesar (yang mungkin ada).
Hubungan dengan batuan diatas (lebih muda) dan dibawahnva (lebih tua) dan
keadaan batas-batasnya (selaras atau lidak selaras).
Pengambilan contoh batuan di lapangan ada dua cara yang digunakan yaitu:
1. Spot sampling yaitu pengambilan sample batuan diambil secara tidak berurutan
dalam satu lintasan.
2. Systematic sampling yaitu pengambilan sample batuan diambil secara berurutan
dalam satu lintasan.
BAB III
METODE SISKMIK
Sumber: http://woodshole.er.usgs.gov/operations/sfmapping/images/seismic2.jpg
Gambar 3.1. Penerapan Metode Seismik di Laut
Sumber: http://www.chevron.bg/en/developing/seismic_img.aspx
Gambar 3.2. Penerapan Metode Seismik di Darat dengan Vibrator Truck
Sumber: http://www.microgeo.com/detailed_discussions/dm1.html
Gambar 3.3. Penerapan Metode Seismik di Darat dengan Vibrator Portable
Metode seismik adalah salah satu metode eksplorasi yang paling canggih dalam
mendeteksi kondisi bawah permukaan. Teknologi seismik semakin hari semakin berkembang
pesat, sehingga kalau dahulu orang hanya dapat melihat dan menafsirkan bentuk-bentuk
struktur geologi dan formasi batuan secara global saja, maka kini dengan teknologi yang baru,
orang sudah dapat menafsirkan perlapisan batuan (stratigrafi), struktur semakin jelas serta
geometri perangkap maupun kenampakan reservoir yang berukuran kecil.
Metode seismik ini dapat dilakukan di darat atau dilaut. Untuk memperoleh data geologi
permukaan diperlukan sumber getar buatan. Dari sumber getar tersebut dikirimkan gelombang
getar ke dalam kulit bumi. Gelombang getar dipantulkan oleh lapisan-lapisan batuan dan
dikembalikan ke atas permukaan tanah. Gelombang getar ditangkap oleh sensor dan
kemudian dikirimkan kealat perekam. Penjelasan lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:
Dengan kondisi seperti itu, maka teori gelombang yang diterangkan dengan cara
matematis hanya dapat dilakukan melalui pendekatan atau penyederhanaan.
Selanjutnya sebagai akibat dari pendekatan dan penyederhanaan ini membawa
konsekwensi yaitu penampang seismik sebagai hasil akhir penyelidikan tidaklah secara
tepat menggambarkan suatu penampang geologi.
Sumber: http://rullypieritsz.blogspot.com/2009_06_18_archive.html
Gambar 3.10. Metode Seismik Bias atau Refraksi
Sumber: http://rullypieritsz.blogspot.com/2009_06_18_archive.html
A. Departemen Kehumasan
Bertanggung jawab pada kegiatan sosialisasi tingkat permerintah propinsi
hingga perorangan pemilik lahan yang terkena lintasan guna memperlancar
kegiatan survey seismik serta sebagai pengumpul data pemilik lahan (inventory) dan
kerusakan yang terjadi akibat kegiatan survey seismic (damage claim) di sepanjang
lintasan seismik.
B. Regu Topografi
Titik tembak dinamakan titik SP, sedang titik tempat pemasangan geophone
disebut titik track Tr.
disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui
struktur atau model geologi bawah permukaan.
Gambar 3.20. Geometrik Shot Point dan Trace pada Line 2D dan 3D
power rig dan Jackro. King swivel digunakan pada pengeboran dengan
metode flushing.
e. Pipa Bor
Pipa bor berguna untuk mengalirkan air atau lumpur ke dalam lubang
bor selama pengeboran. Pipa bor memiliki panjang 1,5 m dengan
persambungan pada kedua ujungnya
f. Mata Bor
Mata bor berguna untuk mengikis tanah atau batuan pada lubang
bor. Pada mata bor terdapat lubang untuk mengalirkan air atau lumpur.
g. Tripus
Tripus adalah mata bor khusus yang terbuat dari intan kasar. Mata
bor ini digunakan untuk menghancurkan batuan keras, tetapi tidak bisa
bekerja pada batuan halus atau tanah lembut.
h. Kunci Inggris
Alat ini digunakan untuk menyambung dan melepaskan pipa bor.
Selain itu juga difungsikan untuk mengangkat dan melepaskan pipa bor.
i. Fire Hose
Fire Hose adalah selang air yang digunakan untuk mengalirkan air
ke tempat pengeboran.
j. Polimer
Polimer digunakan untuk menghindari terjadinya keruntuhan pada
dinding lubang bor. Cairan ini digunakan dengan cara mencmpurkannya
dengan air atau lumpur yang akan dimasukkan ke dalam pipa bor. Cairan ini
sangat dibutuhkan terutama pada tanah yang beRp asir.
k. Ginagol
Alat ini digunakan untuk menyaring air atau lumpur yang akan
dimasukkan ke dalam pipa bor.
l. Lastok
Alat ini berupa pipa yang digunakan untuk memasukkan bahan
peledak ke dalam lubang pengeboran. Lastok terbuat dari bahan alumunium
untuk menghindari timbulnya api, yang dapat menyulut bahan peledak,
akibat gesekan.
m. Dummie Load
Antena repeater
Radio repeater
Tali labrang
Conector
Kabel antenna
Seling katrol
Linggis untuk labrang
Paku ground + kabel ground
Baterai + jumper power
Harnes (tali pengaman)
Tool set (kunci-kunci, contact cleaner)
Radio HT
Program kerja
P3K
Blanko toolbox meeting
Helm + sarung tangan + sepatu
Kacamata hitam
Masker hidung
(d) Observer Line
Observer bertugas untuk melakukan trouble shooting di
lintasan. Peralatan yang dibawa adalah:
Tang potong
Tang long nose
Obeng
Contact cleaner
Short KCK (resistor)
Radio HT
Program kerja
P3K
Blanko toolbox meeting
Helm + sarung tangan + sepatu
Kacamata
Masker hidung
Kacamata
Masker hidung
(h) Team Repeater
Kru repeater bertugas untuk memasang antena repeater.
Kru repeater juga mendirikan tower untuk memasang antena. Pada
area yang tidak memungkinkan untuk mendirikan tower, antena
juga dapat dipasang di atas pohon. Penempatan repeater harus
diperhitungkan agar dapat menghubungkan kedua belah pihak
yang berkomunikasi. Ketinggian repeater juga harus lebih tinggi
dibandingkan dengan lokasi di sekitarnya.
Peralatan yang dibawa adalah:
Antena repeater
Radio repeater
Tali labrang
Conector + spare jumper conector
Kabel antena
Paku ground + kabel ground
Baterai + jumper power
Harness (tali pengaman)
Tool set (kunci-kunci, contact cleaner)
Radio HT
Program kerja
P3K
Blanko toolbox meeting
Helm + sarung tangan + sepatu
Kacamata
Masker hidung
(i) Kru Baterai
Kru baterai bertugas untuk memasang baterai pada LAUL
atau LAUX di lintasan. Satu kru bertugas untuk memasang satu
baterai dan dipimpin oleh seorang mandor telepon. Satu kru
membawa spare dua string geophone dan satu roll kabel link. Selain
memasang kabel, kru mandor telepon juga bertugas untuk
melakukan trouble shooting dan menjaga noise di lintasan.
g. Processing
Rekaman seismik yang diperoleh dari lapangan masih tidak sesuai
dengan struktur geologi yang sebenamya. Sebayai contoh ketinggian
topografi harus diberikan koreksi agar menjadi bidang datar.
Tujuan dari processing adalah untuk mcndapatkan rekaman seismik
yang sesuai dengan keadaan struktur geologi yang sebenarnya Untuk
mencapai maksud tersebut perlu dilakukan berbagai koreksi dan
menghilangkan berbagai gangguan noise yang tidak dikehendaki. Adapun
urutan processing adalah sebagai berikut;
Field tape, berupa magnetic tape hasil rekaman digital di lapangan.
Demultiplexing: merupakan pemformatan yang merubah time sequence
menjadi channel sequence.
Gain recovery: pengaturan agar amplitudo yang melemah, menjadi
konstan. Makin jauh dari sumber getar amplitudo akan makin lemah.
Untuk mencegah melemahnya amplitudo maka diperlukan amplifier untuk
memperkuat signal
Editing; menghilangkan signal-signal tak berguna akibat adanya kabel
bocor dan lain-lain.
Koreksi statik; diberikan untuk menghilangkan pengaruh perbedaan
ketinggian topografi dari satu tempat ke tempat yang lain.
Koreksi NMO (normal move out); dimaksudkan untuk mendapatkan
refleksi horizontal, dari trace yang mcrupakan satu CDP (common depth
point).
Stacking, merupakan penumpukan dari VNMO agar hasil rekaman
menjadi lebih kuat. Penumpukan dilakukan 12x,24x,...60x.
Deconvolution; untuk mendapatkan koherensi signal yang baik.
Filter, dimaksudkan untuk memotong noise yang tak diinginkan
Migrasi; dimaksudkan untuk mendapatkan penampakan refleks, pada
posisi yang sebenarnya, dengan menghilangkan efek defraksi dan
koreksi dip.
h. Penafsiran Seismik
Struktur sedimen sering terlihat dalam penampang seismik. Di
samping struktur sedimen, jenis litologi yang berbeda juga akan
BAB IV
PENGENALAN PENGEBORAN
diperlukan dalam operasi pengeboran. Rig jenis ini dapat di gunakan untuk
pengeboran di darat, ataupun pada pengeboran di lepas pantai.
Keuntungan dari pemakaian derrick ini adalah kapasitas untuk mengangkat
beban lebih besar dari pada jenis rig lainnya.
Ada dua macam tipe Portable Rig yang dikenal yaitu, Skid Mounted Rig dan
Truck Mounted Rig untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Skid Mounted Rig
Skid Mounted Rig adalah jenis Portable Rig, dimana menara (mast) nya
berdiri di atas Substructure yang berada pada bantalan landasan (Skid). Pada
gambar 4.3 diperlihatkan jenis Skid Mounted Rig.
2. Truck Mounted Rig
Truck Mounted Rig adalah jenis Portable Rig, yang menara (mast) nya di
tempatkan di atas Trailer, menara tersebut biasa disebut dengan istilah Telescoping
Mast. Truck Mounted Rig dapat dilihat pada gambar 4.4.
2. Tender Barge, merupakan jenis rig laut yang sama dengan model Swamp Barge,
namun dipakai pada kedalaman yang lebih dalam lagi.
3. Jack Up Rig, rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung dengan
menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki pada rig ini dapat dinaikan dan
diturunkan, sehingga untuk pengoperasiannya semua kakinya harus diturunkan
hingga ke dasar laut. Kemudian, badan dari rig ini diangkat hingga di atas
permukaan air dan memiliki bentuk seperti platform. Untuk melakukan peRp
indahan tempat, semua kakinya harus dinaikan dan badan rignya akan
mengapung dan ditarik menggunakan kapal. Pada operasi pengeboran
menggunakan rig jenis ini dapat mencapai kedalaman lima hingga 200 meter. Rig
ini terdiri dari barge yang ditopang oleh beberapa kaki baja. Pada lokasi yang telah
ditentukan. Crew rig akan mengoperasikan kaki-kaki baja rig ini turun hingga
menyentuh dasar laut. Setelah kaki-kaki baja tersebut mantap menjejakkan ke
dasar laut, kemudian barge akan dinaikkan hingga beberapa meter di atas
permukaan air laut.
4. Drilling Jacket, merupakan jenis rig yang menggunakan platform berstruktur baja.
Pada umumnya memiliki bentuk yang kecil dan sangat cocok berada di laut
dangkal maupun laut tenang. Rig jenis ini sering dikombinasikan dengan Rig Jack
Up maupun Tender Barge.
5. Semi-Submersible Rig, jenis rig yang sering disebut “semis” ini merupakan model
rig yang mengapung (Flooded atau Ballasted) yang menggunakan Hull atau
semacam kaki. Rig ini dapat didirikan dengan menggunakan tali mooring dan
jangkar agar posisinya tetap diatas permukaan laut. Dengan menggunakan
Thruster (semacam baling-baling) yang berada disekelilingnya, dan Ballast Control
System, sistem ini dijalalankan dengan menggunakan komputer sehingga rig ini
mampu mengatur posisinya secara dinamis dan pada level di atas air sesuai
keinginan. Rig ini sering dipakai jika Jack Up Rig tidak mampu menjangkau
permukaan dasar laut. Karena jenis rig ini sangat stabil, maka rig ini sering dipakai
pada lokasi yang berombak besar dan memiliki cuaca buruk, dan pada kedalaman
90 hingga 750 meter.
6. Drill Ship, merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di atas kapal laut,
sehingga sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam (dengan kedalaman lebih
dari 2800 meter). Pada kapal ini, didirikan menara dan bagian bawahnya terbuka
ke laut (Moon Pool). Dengan sistem Thruster yang dikendalikan dengan komputer,
dapat memungkinkan sistem ini dapat mengendalikan posisi kapalnya. Memiliki
daya muat yang lebih banyak sehingga sering dipakai pada daerah teRp encil
maupun jauh dari daratan. Rig ini juga jenis rig terapung. Rig ini seperti kapal-kapal
kebanyakan, cuma sudah dimodifikasi beberapa bagiannya sehingga berfungsi
sebagai rig. Di tengah kapal, biasanya didirikan menara dan di bagian bawahnya
terbuka ke laut (moon pool). Drill ship adalah rig mobile yang paling sering
digunakan untuk pengeboran sumur-sumur explorasi yang jauh dari daratan.
1. Rotary table
2. Master bushing
3. Kelly bushing
4. Kelly
5. Swivel
6. Drill pipe
7. Drill collar
2. Transmisi
Transmisi sebagai penyalur tenaga ke berbagai komponen lain yang
membutuhkan tenaga, sistem transmisi pada operasi pengeboran yaitu:
a. Mekanis yaitu dengan roda gigi, rantai atau V-belt
b. Listrik dengan menggunakan sistem cable, memungkinkan fleksibilitas dan
effisiensi yang tinggi
A. Lumpur Pengeboran
Lumpur bor merupakan pertahan pertama dalam menghindari terjadinya blow
out, dengan adanya tekanan hydrostatis kolom lumpur dalam lubang bor pada batas
tertentu mampu menahan tekanan formasi masuk kedalam lubang bor. Tekanan
hydrostatis ditentukan oleh berat jenis lumpur dan tinggi kolom lumpur pengeboran.
Ph (psi)= 0.052 x h (ft) x Bj mud (ppg).
Bila mana tekanan hydrostatis lumpur masih mampu mengimbangi tekanan
formasi amaka tekanan formasi tidak akan mengalir ke dalam lubang bor. Kegagalan
tekanan hydrostatis lumpur mengimbangi tekanan formasi akan menyebabkan
terjadinya kick. Apabila pertahan pertama gagal masih ada pertahan kedua yaitu BOP
stack.
B. BOP stack
BOP stack terpasang pada well head dan merupakan kelompok utama BOP.
Yang termasuk kelompok utama BOP yaitu:
1. BOP group terdiri dari Annular preventer dan Ram preventer
2. Drilling spool
3. Well Head
4. Kill Line
5. Choke Lne
6. Choke Manifold
7. Accumulator Unit
BOP stack dapat dipasang dalam beberapa cara penyusunan, susunan yang
tertentu biasanya diatur berdasarkan kesulitan kesulitan yang diperkirakan ditemui di
lapangan pengeboran yang akan dilaksanakan.
4.5. Rangkuman
Pengeboran adalah usaha secara teknis membuat lubang dengan aman sampai
menembus lapisan formasi yang kaya akan minyak atau gas. Lubang tersebut kemudian
dilapisi dengan casing dan disemen, dengan maksud untuk menghubungkan lapisan
formasi tersebut dengan permukaan bumi yang memungkinkan penambangan minyak
atau gas secara komersial.
Secara umum tujuan membuat lubang bor adalah untuk:
1. Membuktikan bahwa adanya minyak atau gas dalam suatu reservoir yang ditembus.
2. Sarana mengalirkan minyak atau gas dari reservoir ke permukaan bumi
dan berfungsi untuk mengangkat dan menyambung rangkaian pipa bor secara vertikal,
dan memfasilitasi untuk pemasangan peralatan lainnya yang diperlukan dalam operasi
pengeboran. Rig jenis ini dapat di gunakan untuk pengeboran di darat, ataupun pada
pengeboran di lepas pantai.
B. Portable Rig (Portable Mast)
Portable Rig (Portable Mast) adalah jenis menara bor yang mudah dipindahkan.
Konstruksinya berbentuk menara (mast) yang didirikan di atas substructure.
Ada dua macam type Portable Rig yang dikenal yaitu:
4.5.1.1.1.1.1. Skid Mounted Rig
Skid Mounted Rig adalah jenis Portable Rig, dimana menara (mast) nya
berdiri di atas Substructure yang berada pada bantalan landasan (Skid). Pada
gambar 4.3 diperlihatkan jenis Skid Mounted Rig.
4.5.1.1.1.1.2. Truck Mounted Rig
Truck Mounted Rig adalah jenis Portable Rig, yang menara (mast) nya di
tempatkan di atas Trailer, menara tersebut biasa disebut dengan istilah Telescoping
Mast. Truck Mounted Rig dapat dilihat pada
Rig itu sendiri terbagi atas dua macam, yaitu:
a. Rig Darat (Land Rig)
Merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig besar
dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk pekerjaan
sederhana seperti Well Service atau Work Over. Sementara itu, untuk rig besar
bisa digunakan untuk operasi pengeboran, baik secara vertikal maupun
direksional. Rig darat ini sendiri dirancang secara portable sehingga dapat
dengan mudah untuk dilakukan pembongkaran dan pemasangannya dan akan
dibawa menggunakan truk. Untuk wilayah yang sulit terjangkau, dapat
menggunakan heliportable.
b. Rig Laut (Offshore Rig)
Merupakan rig yang dioperasikan di atas permukaan air seperti laut,
rawa-rawa, sungai, danau, maupun delta sungai.
Dari Rig Laut (Offshore Rig) sendiri terbagi atas berbagai macam jenis
berdasarkan kedalaman air yaitu:
1) Swamp Barge
2) Tender Barge
3) Jack Up Rig
4) Drilling Jacket
5) Semi-Submersible Rig
6) Drill Ship
Di dalam operasi pengeboran, terdapat beberapa sistem penunjang agar
pengeboran dapat berjalan dengan aman, efesien dan efektif.
Pembagian sistem yang umum digunakan dalam pengeboran adalah
sebagai berikut:
1) Sistem Pengangkatan (Hoisting System)
2) Sistem Pemutar (Rotating System)
3) Sistem Sirkulasi (Circulating System)
4) Sistem Daya (Power System)
5) Sistem Pencegah Sembur Liar (BOP System)
4.6. Tugas
Setelah membaca modul ini, jelaskan sistem utama pada rig pengeboran?
BAB V
SUMBER DAYA MANUSIA DAN PROGRAM PENGEBORAN
B. Tool Pusher
Toolpusher adalah pengawas dari satu atau lebih rig tergantung pada
besar rig, masalah yang dihadapi atau kepentingan dari lokasi sumur yang
dibuat.
Toolpusher merupakan pegawai drilling kontraktor yang bertugas
melakukan koordinasi kerja pada rig dalam kegiatan pengeboran.
Adapun ruang lingkup pekerjaan adalah Toolpusher adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan drilling safety yang tepat dengan memperhatikan
pelaksanaan dari program safety dalam kegiatan pengeboran.
2. Menyaksikan penegakan, pembongkaran maupun pemindahan rig pada
lokasi yang baru.
3. Merencanakan dan menjadwalkan pengurusan barang-barang yang akan
digunakan untuk kegiatan pengeboran seperti komponen rig, bahan bakar,
lumpur bor, pahat dan lain sebagainya.
4. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh aktifitas kegiatan pengeboran
dan selalu berhubungan dengan operator ataupun perusahaan minyak dan
menyewa rig sesuai dengan keperluannya.
5. Membantu Driller di dalam memecahkan problem operasi dan memanggil
ahli yang beRp engalaman bila terjadi problem drilling yang serius misalnya
gas kick, blow out atau masalah dalam lubang bor hingga perlu adanya
perubahan rencana pengeboran dan lain-lain.
6. Menentukan metode pengeboran yang optimum didasarkan pada
pengalaman ataupun hasil evaluasi dari sumur-sumur terdekat.
7. Memelihara dan menanggapi informasi yang ada pada perlengkapan rig dan
memperhatikan ulah drill stem test. Informasi ini dapat digunakan sebagai
bahan untuk meningkatkan keharmonisan operasi pengeboran.
8. Melatih dan membantu driller dalam memberikan training pada crew dalam
cara kerja yang aman, sempurna serta menunjukkan cara pemeliharaan alat-
alat pengeboran.
9. Bertanggung jawab secara langsung mengenai penempatan tenaga kerja di
instalasi pengeboran.
C. Driller
Driller bertanggung jawab terhadap instalasi pengeboran dan pekerja
pengeboran dan terhadap operasi pengeboran selama ia melaksanakan
tugasnya.
Adapun ruang lingkup pekerjaan driller antara lain sebagai berikut:
1. Mengembangkan program keselamatan kerja kepada seluruh pekerja dan
memperhatikan pelaksanaan program tersebut di dalam/di luar kegiatan
pengeboran.
2. Mengoperasikan peralatan angkut dan peralatan pengeboran. Untuk
mengontrol seluruh kegiatan, driller melakukannya dari drilling console, yang
dilengkapi dengan brakes, throttles, clutches dan berbagai alat ukur. Driller
harus mampu menaik/turunkan drill string, casing, menyambung pipa bor,
mengontrol lumpur dan pompanya, mengatur kecepatan rotary table,
mengukur weight on bit dan lain sebagainya.
3. Memilih pahat pengeboran yang tepat sesuai dengan formasi yang akan
ditembus.
4. Mengontrol pompa lumpur untuk mendapatkan sirkulasi yang sempurna
sehingga fluida pengeboran akan tetap dingin dan melumasi pahat bor serta
membersihkan seRp ih pengeboran dari lubang bor.
5. Memilih kecepatan sirkulasi yang relatif konstan. Bila kecepatan ini berubah,
hal ini dapat merupakan petunjuk adanya masalah di dalam lubang bor
misalnya gas kick, hilangnya sirkulasi dan lain sebagainya.
6. Mengontrol karakteristik lumpur pengeboran dan mempersiapkan zat kimia
yang dibutuhkan untuk melakukan treatment pada lumpur pengeboran.
Dalam pekerjaan ini driller dibantu oleh derrickman. Bila terjadi blow out atau
loss circulation driller harus menentukan pengaturan lumpur bor dibantu oleh
mud engineer.
7. Menjalankan dan membantu dalam memasukkan peralatan-peralatan
khusus di dalam lubang bor antara lain pada operasi logging, testing, coring,
fishing dan lain sebagainya.
8. Melatih seluruh pekerja agar selalu bekerja secara aman dan memperhatikan
secara sungguh-sungguh terhadap alat-alat yang ada.
D. Derrickman
Derrickman adalah orang yang bekerja di monkey board dan mengerjakan
segala sesuatu di bagian atas menara bor. Selain menangani pipa-pipa pengeboran
sesuai dengan tempat kerjanya, derrickman juga bertanggung jawab terhadap
karakteristik fluida pengeboran, kecepatan sirkulasi lumpur dan mengurus peralatan
pompa lumpur.
Adapun ruang lingkup pekerjaannya adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan seluruh pekerjaan dengan selalu memperhatikan syarat-syarat
keselamatan kerja ditempat bekerja yang tinggi antara lain dengan menggunakan
safety belt.
2. Dalam pekerjaan tripping tugas derrickman adalah menyusun pipa pada tempatnya.
3. Dalam pemasangan casing, derrickman bekerja di luar stabbing board. Tugasnya
dalam hal ini adalah membariskan setiap joint dan pipa-pipa bila telah dipasang
pada pasangannya di meja putar.
4. Menangani segala persoalan di atas menara seperti pelumasan peralatan
pengangkutan, mengikat drilling line dan memperbaiki kerusakan kecil yang ada di
menara bor.
5. Dengan bantuan driller, seorang derrickman harus memperhatikan lumpur bor dan
memelihara pompa lumpur.
6. Tanggung jawabnya juga termasuk mengukur sifat-sifat dari lumpur bor misalnya
viskositas dan specific gravity (SG), menambahkan zat-zat kimia sesuai yang
diinginkan oleh Mud Engineer, memeriksa penanganan lumpur dan mengambil
sample cutting bila dibutuhkan.
7. Bila tidak ada tenaga mekanik, seorang derrickman juga bertanggung jawab untuk
membantu driller dalam pemeliharaan alat-alat instalasi pengeboran.
8. Membantu pekerjaan-pekerjaan driller yang lain sesuai kebutuhan.
Biasanya jabatan derrickman diperoleh dari posisi rotary helper atau pekerjaan
lainnya seperti mekanik, motorman, electrician, dan lain-lain, melalui pengalamannya
seorang derrickman dapat dipromosikan menjadi driller.
E. Rotary Helper
Rotary helper merupakan jabatan yang paling rendah dalam suatu regu bor,
jabatan ini kadang-kadang disebut floorman atau roughneck. Dalam pekerjaannya,
seorang rotary helper bertugas membantu driller atau derrickman dan pekerjaan umum
lainnya di lantai bor, kadang-kadang rotary helper bertugas pula dalam perbaikan-
perbaikan keçil peralatan.
Adapun ruang lingkup pekerjaannya adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan segala pekerjaan dengan cara-cara yang aman lengkap dengan
sarana keselamatan kerja yang dibutuhkan.
2. Dalam pekerjaan menaikkan dan menurunkan drill string, 2 atau 3 orang rotary
helper harus siap menanganinya. Tugas itu antara lain memegang ujung drillstring
ketika menyambung pipa atau melepaskannya. Dalam pekerjaan ini 1 orang rotary
helper harus memegang kunci pipa yang diperlukan yang lain ikut memutar kunci
pipa dan mengarahkannya ke lubang bor.
3. Dalam pemasangan casing, rotary helper mempunyai tugas yang sama dalam
penanganan drillstring, di samping itu perlu membantu regu pemasang casing bila
diperlukan.
4. Membantu derrickman dalam mencampur lumpur bor (clay, zat kimia, material untuk
menaikkan Specific Gravity atau lost circulation materials).
5. Membantu perawatan dan perbaikan bila diperlukan pada mesin-mesin atau
perlengkapan instalasi lainnya.
6. Melumasi mesin-mesin, membersihkan lantai bor, mengecat, menempatkan alat-
alat bor, menyusun pipa bor di rak dan lain sebagainya.
Gambar 5.1. Crew Drilling Rig sedang Melepas dan Memasang Drill Pipe
lebih jauh, tentang bagaimana melakukan check dan quality control data-data tersebut,
antara lain: Well Information, Mud Logging Data, MWD, LWD, Directional Survey,
Wireline (Electric) Logging.
Seorang Wellsite Geologist harus membuat Daily Geological Report (DGR).
Jika pengeboran sedang berlangsung, maka isi DGR akan lebih komplit disertai
dengan data yang dilengkapi dari mud logging, selain itu, harus membuat Wellsite
lithology log dan Directional survey calculation, horizontal & vertical well path plot.
Sedangkan data-data dari mud logging dan MWD/LWD juga harus disertakan untuk
dilaporkan setiap harinya.
B. Data Unit
Saat pengeboran berjalan, data-data pengeboran dan geologi di permukaan
biasanya diambil oleh tim mud logging. Dalam sumur eksplorasi mereka terdiri dari dua
tim kerja (malam dan siang).
Satu tim kerja mud logging terdiri dari:
1. Satu orang Data Analyst atau Pressure Engineer,
2. Satu orang Mud Logginger dan,
3. Satu orang Sample Catcher.
Mereka bertugas mengumpulkan data-data pengeboran yaitu parameter
pengeboran (ROP, WOB, RP M, GPM, SPP, dan lain-lain), drill cutting sample,
rekaman kedalaman sumur, lumpur pengeboran (MW in, MW out, MT in, MT out), gas
yang dikandung di dalam lumpur pengeboran, selain itu memonitor jika ada
kemungkinan unsur-unsur gas berbahaya seperti H2S. Seluruh aktifitas pengeboran
juga dicatat dalam suatu log harian dan database, disertai dengan keterangan-
keterangan yang mungkin diperlukan. Seluruh data-data pengeboran tersebut, akan
dituangkan dalam bentuk log grafik kurva vs kedalaman maupun dalam log-log catatan
laporan harian; selain data tersebut juga menyediakan data-data berupa angka-angka
dari setiap data yang diperlukan dan dilaporkan secara rutin setiap harinya, antara lain:
1. Master Mud Log
2. Gas Ratio Log
3. Drilling log
4. Formation Pressure Log
5. Activity time base Log
6. ASCII data (drilling & gas data)
7. Mud Logging daily report
C. Electric Logging
Wireline engineer adalah engineer yang tugas dan tanggung jawabnya
menangani wireline logging, yang merupakan parameter geofisika yang dilakukan
untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Hal ini dilakukan pada saat pengeboran
suatu sumur. Hasil dari wireline logging ini adalah kurva-kurva log (Gamma Ray,
Spontaneous Potensial, Resistivity, Porosity seperti Neutron, Density, Sonic dan
Caliper). Kurva-kurva ini digunakan untuk mengetahui zona prospek hidrokarbon,
evaluasi formasi, mengetahui lithologi di dalam formasi. Setelah dilakukan kalibrasi alat
dan berbagai persiapan, alat-alat logging itu diturunkan ke dalam sumur secara cepat,
dan pengukuranpun dimulai pada saat alat-alat logging itu ditarik ke atas permukaan.
Wireline engineer yang mengatur letak kendaraan logging segaris dengan sumbu
sumur, kemudian menggelar kabel logging menggunakan dua roda katrol yang ada di
atas (diikat pada sebuah alat ukur) dan di bawah (dekat mulut sumur pengeboran),
serta menyambungkan alat-alat logging.
Gambar 5.4. Kecelakaan Pengeboran di Darat dan di Laut akibat Kecelakaan Kerja
5.3. Rangkuman
Sumberdaya manusia yang terlibat di dalam operasi pengeboran baik untuk
eksplorasi maupun produksi diatur di dalam organisasi operasi pengeboran.
Seluruh sumber daya manusia yang terlibat juga harus memiliki sertifikat
kompetensi yang membuktikan bahwa mereka memang cakap dan berkompeten di
dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam program pengeboran di suatu lapangan migas biasanya Company
Man/Drilling Site Manager yang merupakan perwakilan dari perusahaan migas akan
diberikan hak atas wilayah migas tersebut. Mereka bertanggung jawab 24 jam atas
semua kegiatan, termasuk rencana pengeboran dan tinggal di lokasi.
Dalam kegiatan ini akan dibagi menjadi beberapa divisi yang satu sama lainnya
saling bekerjasama untuk kesuksesan program pengeboran dari perusahaan.
A. Drilling Department
Drilling Department terdiri dari crew pengeboran dengan jenjang jabatan
Toolpusher, Driller, Derrickman, dan Rotary Helper.
B. Subsurface Department
Subsurface Department dibagi lagi menjadi beberapa divisi, antara lain:
1. Wellsite Geology merupakan wakil perusahaan migas yang mempunyai tugas
untuk mengontrol kualitas semua data pengeboran baik data permukaan (surface
data) maupun data bawah permukaan (subsurface).
2. Data Unit biasanya dikerjakan oleh perusahaan service dan dikerjakan oleh tim
mud logging. Satu tim kerja mud logging terdiri dari:
a. Satu orang Data Analyst atau Pressure Engineer,
b. Satu orang Mud Logginger dan,
c. Satu orang Sample Catcher.
Mereka bertugas mengumpulkan data-data pengeboran.
3. Electric Logging
Wireline engineer adalah engineer yang tugas dan tanggung jawabnya
menangani wireline logging, yang merupakan parameter geofisika yang
dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Biasanya juga
dikerjakan oleh perusahaan service.
hatian atau jika tenaga kerja yang terlibat tidak kompeten bisa menyebabkan kecelakaan
kerja yang sangat merugikan.
5.4. Tugas
Setelah mempelajari modul ini berikan ulasan saudara mengapa dibutuhkan
sumber daya manusia yang kompeten untuk mereka yang terlibat di dalam program
pengeboran dan berikan masukan yang relevan untuk mempercepat penambahan
jumlah sumber daya manusia yang bisa terlibat di dalam program pengeboran!
sample, rekaman kedalaman sumur, lumpur pengeboran (MW in, MW out, MT in, MT
out), gas yang dikandung di dalam lumpur pengeboran, selain itu memonitor jika ada
kemungkinan unsur-unsur gas berbahaya seperti H2S. Seluruh aktifitas pengeboran
juga dicatat dalam suatu log harian dan database, disertai dengan keterangan-
keterangan yang mungkin diperlukan. Seluruh data-data pengeboran tersebut, akan
dituangkan dalam bentuk log grafik kurva vs kedalaman maupun dalam log-log
catatan laporan harian; selain data tersebut juga menyediakan data-data berupa
angka-angka dari setiap data yang diperlukan.
5. Tugas dari wireline engineer adalah menangani wireline logging, yang merupakan
parameter geofisika yang dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan.
5.7. Evaluasi
5.7.1. Tes Sumatif
1. Apa yang saudara ketahui tentang prognosis geologi, jelaskan?
2. Resiko geologi apa saja yang perlu dilakukan untuk menjamin kesuksesan pengeboran
eksplorasi?
3. Apa yang saudara ketahui tentang Peta Net Sand dan Peta Net Pay, jelaskan
perbedaannya.
4. Sebutkan tujuan utama dari pengeboran!
5. Ada berapa jenis rig yang sering digunakan di dunia perminyakan
6. Ada berapa macam rig yang digunakan berdasarkan lokasi pengeborannya.
7. Sebutkan sistem utama yang digunakan dalam pengeboran
8. Jelaskan tugas dari company man drilling?
9. Jelaskan tugas dari crew data unit?
10. Jelaskan tugas dari wireline engineer?
3. Peta Net Sand adalah peta yang menggambarkan akumulasi ketebalan batupasir, tidak
termasuk akumulasi pengotor seperti batulempung dan sebagainya yang ada dalam
suatu lapisan. Sedangkan Peta Net Pay adalah peta yang menggambarkan ketebalan
batupasir yang mengandung hidrokarbon. Dengan kata lain peta net sand
menginformasikan ketebalan batupasir secara keseluruhan, sedangkan peta net pay
menginformasi pola penyebaran lapisan ketebalan batupasir yang ditunjukkan dengan
kontur net sand dan fluid contact (OWC). Dengan demikian peta net pay merupakan
gabungan dari peta fluid contact dan net sand.
4. Tujuan utama dari pengeboran adalah secara teknis membuat lubang dengan aman
sampai menembus lapisan formasi yang kaya akan minyak atau gas. Lubang tersebut
kemudian dilapisi dengan casing dan disemen, dengan maksud untuk menghubungkan
lapisan formasi tersebut dengan permukaan bumi yang memungkinkan penambangan
minyak atau gas secara komersial.
Sedangkan umum tujuan membuat lubang bor adalah untuk:
Membuktikan bahwa adanya minyak atau gas dalam suatu reservoir yang ditembus.
Sarana mengalirkan minyak atau gas dari reservoir ke permukaan bumi.
Portable Rig (Portable Mast) adalah jenis menara bor yang mudah dipindahkan.
Konstruksinya berbentuk menara (mast) yang didirikan di atas substructure.
Ada dua macam tipe Portable Rig yang dikenal yaitu:
1) Skid Mounted Rig
2) Truck Mounted Rig
8. Tugas dari company man drilling mengawasi semua kegiatan pengeboran, termasuk
rencana pengeboran. Kemudian juga mengawasi keselamatan dan efisiensi dari
operasi peralatan yang rumit dan mahal, kemudian koordinasi dari kontraktor services
dan supply, dan membuat semua keputusan di lapangan selama operasi pengeboran.
9. Tugas dari crew data unit adalah mengumpulkan data-data pengeboran yaitu
parameter pengeboran (ROP, WOB, RP M, GPM, SPP, dan lain-lain), drill cutting
sample, rekaman kedalaman sumur, lumpur pengeboran (MW in, MW out, MT in, MT
out), gas yang dikandung di dalam lumpur pengeboran, selain itu memonitor jika ada
kemungkinan unsur-unsur gas berbahaya seperti H2S. Seluruh aktifitas pengeboran
juga dicatat dalam suatu log harian dan database, disertai dengan keterangan-
keterangan yang mungkin diperlukan. Seluruh data-data pengeboran tersebut, akan
dituangkan dalam bentuk log grafik kurva vs kedalaman maupun dalam log-log catatan
laporan harian; selain data tersebut juga menyediakan data-data berupa angka-angka
dari setiap data yang diperlukan.
10. Tugas dari wireline engineer adalah menangani wireline logging, yang merupakan
parameter geofisika yang dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan.
BAB VI
PERALATAN KESELAMATAN KERJA
b. Dengan bantuan suatu alat penghisap (pompa), gas yang akan dideteksi
dimasukkan dalam suatu chamber yang di dalamnya terpasang suatu rangkaian
jembatan Wheat Stone dimaka pada rangkaian tersebut diberikan arus listrik, akibat
perubahan panas yang terjadi akan diterima oleh suatu tahanan variabel sehingga
harga nilai tahanan ini berubah yang kemudian akan dikonversikan pada
Galvanometer. Ada Galvanometer inilah akan tampak skala prosentase gas yang
terukur. Daerah terukur adalah daerah di bawah Low Flammable/Explotion Limit.
2. Chemical sensor
Pengukuran gas dilakukan dengan dibantu dengan alat penghisap untuk
menarik gas yang akan diukur, di dalam tube ini diisi suatu serbuk zat kimia khusus
yang akan bereaksi dengan gas yang akan masuk dengan mengakibatkan perubahan
warna pada serbuk kimia tersebut.
Misalkan untuk gas H2S menggunakan serbuk Pb.
Tipe Uraian
= 10 log 10 + 10 + … + 10
L1, L2 ... LN: Tingkat tekanan suara pada tiap-tiap sumber (dB)
(Dapat diganti dengan tingkat tekanan suara (dB))
6.2.6. Praktik
Menggunakan alat Gas Detector dan Sound Level Meter.
BAB VII
LINDUNGAN LINGKUNGAN DALAM MEMPRODUKSI
MINYAK BUMI
7.1. Pendahuluan
Saat ini kebutuhan minyak bumi sebagai sumber energi sangat tinggi, padahal
produksi minyak bumi di dunia sudah semakin berkurang, hal ini ditenggarai dengan
meningkatnya harga minyak mentah di pasaran dunia, Indonesia adalah salah satu
negara penghasil minyak sedang berusaha untuk meningkatkan produksinya dengan
berusaha mencari sumber-sumber minyak baru untuk dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber devisa negara. Pencarian sumber atau sumur minyak atau dalam memproduksi
minyak ini tentunya akan mempunyai dampak kepada lingkungannya, baik terhadap
kehidupan manusia, flora-fauna dan alam sekitarnya sebagai bagian dari ekosistem.
Dan memproduksi minyak bumi adalah satu usaha memanfaatkan sumber daya
manusia untuk memperoleh devisa dan untuk mendapatkan multiplier effect dalam
rangka meningkatkan perekonomian nasional.
Sudah menjadi kebijaksanaan pemerintah, bahwa pembangunan-pembangunan
yang dilakukan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan. Artinya setiap
usaha pembangunan harus memperhatikan dan mengakomodasikan aspek-aspek
lingkungan yang bisa timbul untuk bisa diatasi, baik dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan. Tekad pemerintah pusat dan daerah, dengan pembentukan aparat-
aparat pelaksana untuk pengawasannya.
Tujuan Pemerintah untuk melakukan pengawasan adalah untuk selain
menambah “awareness” kepada seluruh lapisan masyaraat, juga sekaligus
menunjukkan rasa tanggung jawab Pemerintah (dalam hal ini Dinas Pertambangan
setempat) dalam menjalankan tugas di dalam usaha-usaha mengembangkan dunia
penambangan minyak bumi. Tanggung jawab itu bisa ditunjukkan dengan usaha-usaha
yang memperhitungkan dan memperhatikan dampak-dampak baik posistif maupun
negatif dari aspek lingkungan dan sekaligus mengupayakan pencegahan supaya
dampak-dampak negatif tidak terjadi dan mengikuti ketentuan-ketentuan pemerintah.
Sebagai usaha untuk mengurangi dampak negatif, maka perlu di gambarkan lebih jelas
isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi di dalam aktivitas produksi minyak bumi (minyak
adalah Pengaruh gas Hidrogen Sulfida yang biasa terproduksi dalam sumur minyak
bumi terhadap manusia.
Pengontrolan aspek kebisingan di dalam industri untuk melindungi tenaga
kerja dan anggota masyarakat yang tinggal berdekatan dengan sumber kebisingan.
Tingkat kebisingan dikatakan moderat yaitu sekitar 50 dB yaitu kira-kira kalau kita
berada pada Susana restoran yang ramai. Tingkat kebisingan 80 dB adalah tingkat
kebisingan yang mengganggu dan 90 dB adalah tingkat kebisingan yang sangat
mengganggu, pada tingkat ini bila berlangsung lebih dari 8 jam bisa merusak
pendengaran. Rating decibel untuk suara tertinggi adalah 150 dB, pada tingkat ini
gendang telinga bisa pecah kira-kira sekeras suara pesawat jet sewaktu “take off”
(lihat table-3). Lembaga-lembaga pengawas keselamatan tenaga kerja mewajibkan
di tempat-tempat kerja dengan tingkat kebisingan 85-90 dB memakai alat pelindung
telinga.
menyebabkan ketidak hadiran jenis satwa atau fauna yang membutuhkan sehingga
keseimbnagan ekosistem bisa lain. Usaha yang paling penting untuk memperkecil
dampak dan perubahan dari ekosistem itu adalah: Menjaga kondisi ekosistem masih
bisa menyangga kehidupan flora, fauna dan “aquatic communities”. Untuk menunjang
usaha kearah itu perlu pendataan yang akurat baik oleh instansi-instansi yang terkait
dan para tenaga ahli pengamat lingkungan. Tetapi perlu disadari pembangunan yang
merupakan manifestasi aktifitas manusia yang dilakukan didunia ini selalu dimulai
dengan membuka hutan. Dengan mengetahui dan kemudian mengevaluasi aspek
lingkungan antara dua kutub tersebut.
7.2.7. Aspek Ekonomi dan Sosial Budaya di Sekitar Lokasi Produksi Minyak Bumi
A. Aspek Ekonomi
Sebagian besar (bahkan semua) lokasi aktifitas produksi minyak bumi, pada
awalnya berada pada daerah yang teRp encil, jauh dari aktifitas ekonomi dan
pemukiman penduduk. Kemudian karena “multiplier effect” pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dari aktifitas produksi minyak bumi, daerah yang teRp encil itu muncul
daerah pemukiman baru dan berkembang menjadi daerah “high economy growth”.
Sebagian besar dampak dari aspek ekonomi adalah dampak kearah posistif, misalnya
pendapatan perkapita meningkat, pertumbuhan seluruh sector ekonomi juga
meningkat, satu hal yang berupa dampak negatif adalah indeks kebutuhan sehari-hari
relatip lebih tinggi dari daerah lain.
Dari tabel di atas, terlihat dampak negatif dari aspek lingkungan yang kurang
penting adalah jenis kegiatan pada fase penyiapan lahan, aspek kebisingan (Noise
Pollution) dalam kegiatan pengeboran dan produksi, gas yang terbuang dalam operasi
produksi. Sedang dampak negatif yang cukup penting antara lain: Buangan Lumpur
pada operasi pengeboran, buangan air terproduksi, operasi-operasi pemeliharaan
sumur minyak, pemeliharaan pipa pengiriman, pemeliharaan jalan untuk operasi dan
kecelakaan lalu lintas. Maka alternatif-alternatif usaha yang disarankan untuk
mencegah, mengurangi dan mengatasai dampak negatif adalah:
BAB VIII
PERATURAN PERUNDANGAN K3LL
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi suara atau getaran.
n. Dilakukan pemancaran, penyinaran, atau penerimaan radio, radar, televisi atau
telepon.
o. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan, atau Riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis.
p. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan, atau disalurkan
listrik, gas minyak atau air.
q. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-
ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan
keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau berada di ruangan atau
lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
Pasal 4
1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan,
barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
2) Syarat-syarat tersebut memuat teknis prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup
bidang konstruksi, bahan, pengolahan, dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
per-lindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,
pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umumnya.
3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam
ayat (1) dan (2), dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang
berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
8.1.4. Pengawasan
UU No. 1 tahun 1970
Pasal 5
1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan
para pegawai, pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan
pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu
pelaksanannya
2) Wewenang dan kewajiban Direktur, Pegawai pengawas dan keselamatan kerja
dalam melaksanakan Undang-undang diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
1) Barang siapa tidak menerima keputusan Direktur dapat mengajukan permohonan
banding kepada Panetia Banding.
2) Tata cara permohonan banding, susunan Panetia Banding, Tugas Panetia
Banding, dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3) Keputusan Penetia Banding tidak dapat dibandingkan lagi.
Pasal 7
1) Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar
restribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan
perundangan.
Pasal 8
1) Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya.
2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur.
3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.
8.1.5. Pembinaan
UU No. 1 tahun 1970
Pasal 9
1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang:
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerja.
b. Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerja.
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut.
8.1.7. Kecelakaan
UU No. 1 tahun 1970
Pasal 11
1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud ayat
(1) diatur dengan peraturan perundangan.
2) Peraturan Perundangan pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tinggnya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu
Undang-undang ini berlaku diwajibkan mengusahakan didalam satu tahun sesudah
Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau
berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17
Selama Peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-
undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang
ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut “UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA” dan mulai
berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undag-undang ini dengan penempatan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pasal 2
1) Tatausaha dan pengawasan keselamatan kerja atas pekerjaanpekerjaan serta
pelaksanaan pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi berada dalam
wewenang dan tanggungjawab Menteri.
2) Menteri melimpahkan wewenangnya untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kepada Direktur Jenderal dengan hak
substitusi.
3) Pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2)
dilakukan oleh Kepala Inspeksi dibantu oleh Pelaksana Inspeksi Tambang.
4) Kepala Inspeksi memimpin dan bertanggungjawab mengenai pengawasan
ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mempunyai
wewenang sebagai Pelaksana Inspeksi Tambang.
5) Pelaksana Inspeksi Tambang melaksanakan pengawasan ditaatinya ketentuan-
ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
1) Pengusaha bertanggungjawab penuh atas ditaatinya ketentuanketentuan Dalam
Peraturan Pemerintah ini dan kebiasaan yang baik dalam teknik pemurnian dan
pengolahan minyak dan gas bumi.
8.2.2. Bangunan
Pasal 4
1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum mulai membangun atau mengadakan
perubahan dan atau perluasan tempat pemurnian dan pengolahan, Pengusaha
diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala Inspeksi mengenai hal-
hal:
a. lokasi geografis;
b. denah bangunan dan instalasi-pemurnian dan pengolahan;
b. bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemunian dan
a. pengolahannya;
c. proses diagram;
d. instalasi pencegah kebakaran yang bersifat permanen, baik
a. dengan air maupun bahan kimia;
e. jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya;
f. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kepala Inspeksi.
2) Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal-hal Yang telah
diajukan sesuai dengan ketentuan termaksud pada ayat (1), Pengusaha
diwajibkan menyampaikannya secara tertulis kepada Kepala Inspeksi.
Pasal 5
1) Semua bangunan dan instalasi dalam tempat pemurnian dan Pengolahan harus
memenuhi syarat-syarat teknis dan keselamatan Kerja yang sesuai dengan sifat-
sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan.
2) Perencanaan, pendirian dan pemeliharaan instalasi pemurnian dan Pengolahan
harus dilaksanakan dengan baik untuk menjaga keselamatan terhadap alat,
pesawat dan peralatan serta para pekerja.
3) Semua bangunan dan instalasi yang didirikan di dalam daerah yang mempunyai
kemungkinan besar bagi timbulnya bahaya kebakaran, harus dibuat dari bahan-
bahan yang tidak mudah terbakar.
4) Semua bangunan dan instalasi harus dilengkapi dengan sistim telekomunikasi
yang baik.
5) Instalasi unit proses pemurnian dan pengolahan dan instalasi lainnya harus
ditempatkan pada lokasi yang tidak mudah menimbulkan berbagai bahaya dan
kerusakan terhadap sekitarnya.
6) Instalasi-instalasi unit proses yang berlainan fungsinya harus diatur
penempatannya sesuai dengan sifat bahan-bahan yang diolah dan dihasilkan,
dengan maksud untuk mengurangi atau membatasi menjalarnya kerusakan
apabila terjadi kecelakaan dan atau kebakaran.
7) Semua peralatan, bangunan dan instalasi yang dapat menimbulkan kemungkinan
terjadinya arus listrik yang diakibatkan oleh petir, arus liar, muatan statis dan
sebagainya, harus dilengkapi dengan suatu sistim untuk menetralkannya.
8) Dalam mengadakan perbaikan dan pemeliharaan tempat pemurnian dan
pengolahan harus digunakan cara, peralatan dan tenaga yang memenuhi syarat.
Pasal 6
Tanda warna peralatan pada tempat pemurnian dan pengolahan seperti kolom, pipa,
pesawat, rambu tanda bahaya, alat pelindung, dan lain-lainnya harus memenuhi
keseragaman warna yang disetujui oleh Kepala Inspeksi.
Pasal 8
1) Tempat kerja harus bersih dan dipelihara dengan baik.
2) Tempat kerja harus dilengkapi dengan penerangan yang baik, sesuai dengan
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
3) Ruangan kerja harus mempunyai ventilasi yang baik yang disesuaikan dengan
jumlah orang dan keadaan udara yang terdapat di dalam ruangan tersebut.
4) Ruangan kerja harus diatur sedemikian rupa, sehingga kebisingan berada di
bawah nilai ambang batas yang ditentukan; atau apabila hal ini tidak dapat dicapai,
para pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri.
5) Ruangan kerja harus dapat dicapai dan ditinggalkan dengan mudah dan aman
melalui pintu-pintu tertentu dan harus teRp elihara dengan baik.
6) Di tempat-tempat tertentu untuk keadaan darurat harus tersedia alat-alat
penyelamat yang sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 10
3) Bagian-bagian pesawat, mesin perkakas dan alat transmisi yang bergerak, yang
dapat membahayakan pekerja yang melayaninya dan membahayakan lalu-lintas,
harus terlindung dengan baik dan aman.
4) Pesawat dan mesin perkakas yang dalam penggunaannya dapat menimbulkan
bahaya terhadap pekerja yang melayaninya harus diberi pelindung dan dipasang
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan.
5) Ruangan diantara pesawat atau mesin perkakas harus cukup lebar dan bebas dari
benda-benda yang dapat merintangi dan menimbulkan bahaya terhadap pekerja
yang melayaninya dan lalu-lintas.
6) Pesawat dan mesin perkakas yang karena akibat peRp utaran yang sangat tinggi
mungkin dapat pecah beterbangan, harus dilindungi dengan baik, serta kecepatan
putarannya tidak boleh melebihi batas kecepatan aman yang telah ditentukan
untuk pesawat tersebut.
7) Masing-masing mesin perkakas yang digerakkan oleh pesawat secara sentral,
harus dapat dihentikan secara tersendiri.
8) Apabila sesuatu pesawat atau mesin perkakas perlu dijalankan untuk percobaan
atau hal-hal lain yang bersifat sementara dengan tidak memakai alat pelindung,
maka pada tempat yang mudah terlihat harus dipasang rambu-rambu tanda
bahaya yang jelas.
Pasal 11
1) Pada pesawat pengangkat harus dinyatakan dengan jelas batas daya angkat
aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
2) Bagian-bagian yang bergerak seperti rantai, roda gigi, dan rem serta alat
pengaman pesawat pengangkat harus selalu berada dalam keadaan baik.
3) Pesawat pengangkat harus dilayani oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
4) Dilarang membebani pesawat pengangkat melebihi batas daya angkat aman yang
telah ditentukan untuk pesawat tersebut.
8.2.5. Pompa
Pasal 12
1) Pemasangan dan penggunaan pompa beserta perlengkapannya, baik untuk
bagian-bagian cair ataupun gas, termasuk yang bertekanan tinggi dan bersuhu
tinggi ataupun bersuhu rendah sekali harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana
tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain
dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
2) Tekanan kerja di dalam pompa beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi
batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk pompa itu. Untuk keperluan
tersebut harus dipasang alat-alat pengamannya yang selalu dapat bekerja dengan
baik di atas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.
3) Pompa harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata-cara
yang ditentukan oleh Kepala Inspeksi.
4) Apabila terjadi kebocoran pada pompa, aliran zat cair atau gas di dalamnya harus
dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.
5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu pompa
dan perlengkapannya, maka kemampuan pompa tersebut harus diuji kembali.
Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian
sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.
Pasal 13
6) Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atau lebih dibersihkan atau
diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa
dari dan ke pompa tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
7) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut
dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang
dan peralatan di sekitarnya.
Pasal 15
1) Pemasangan dan penggunaan kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau
bejana vakum dan peralatannya harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana
tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain
dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
2) Bejana tekan atau bejana vakum, apabila diisi dengan zat cair atau gas bertekanan
tinggi atau di bawah atmosfir ataupun dicairkan, yang dapat menimbulkan bahaya
ledakan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
3) Kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus diperiksa
secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tatacara yang ditetapkan oleh
Kepala Inspeksi.
4) Pada kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus
dipasang alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas
tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk peralatan tersebut.
5) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu
kompresor, pompa vakum atau bejana tekan atau bejana vakum, maka
kemampuan alat-alat tersebut harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang
diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan
ditentukan kembali.
yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
2) Pemasangan dan penggunaan instalasi uap air termasuk ketel uap air termaksud
pada ayat (1) harus aman, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan
bahaya terhadap orang dan peralatan di sekitarnya.
3) Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap instalasi uap
air dan perlengkapannya, maka kemampuan instalasi tersebut beserta
perlengkapannya harus diuji kembali, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 17
1) Jika pada suatu baterai ketel uap air, sebuah ketel atau lebih harus dibersihkan
atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran
pipa dari dan ke ketel uap air tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens
mati.
2) Semua saluran uap air dan air panas yang digunakan harus disalut dengan baik
di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan
di sekitarnya.
3) Semua saluran uap air harus dilengkapi dengan alat untuk pembuangan air
kondensat.
Pasal 19
1) Jika pada suatu baterai tungku pemanas, sebuah tungku pemanas atau lebih
harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan,
maka semua saluran pipa dari dan ke tungku pemanas tersebut harus dilepaskan
dan ditutup dengan flens mati.
2) Semua saluran pipa yang berisi uap dan cairan panas harus disalut dengan baik
di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan
di sekitarnya.
Pasal 21
1) Jika pada suatu baterai kondensor atau heat exchanger, sebuah kondensor atau
sebuah heat exchanger atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan
yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke kondensor
atau heat exchanger tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flens mati.
2) Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut
dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang
dan peralatan di sekitarnya.
2) Tempat penimbunan termaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alat-alat
pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak akan
menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan serta apabila terjadi kebakaran atau
ledakan harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.
3) Tempat penimbunan yang berbentuk tangki untuk bahan cair harus dikelilingi
dengan tanggul yang dapat menampung sejumlah bahan cair yang ditentukan.
Tinggi tanggul tidak boleh melebihi 150 (seratus lima puluh) sentimeter dan
permukaan tanah di bagian luar tempat yang ditanggul. Setiap tempat yang
ditanggul harus dilengkapi dengan sistim saluran untuk pengeringan yang dapat
ditutup apabila diperlukan.
4) Kapasitas tempat penimbunan tersebut harus dinyatakan dengan jelas pada
masing-masing tempat dan dilarang mengisi tempat penimbunan melebihi
kapasitas yang telah ditentukan.
5) Aliran bahan cair dan gas dari dan ke tempat penimbunan harus dapat dihentikan
dengan segera untuk masing-masing tempat penimbunan dari tempat yang aman.
6) Tempat penimbunan harus selalu berada dalam keadaan teRp elihara baik dan
khusus untuk tempat penimbunan berbentuk tangki secara berkala harus diadakan
pembersihan dan pemeliharaan pada bagian dalam.
7) Kompleks tempat penimbunan harus dilengkapi dengan sistim pemadam
kebakaran yang permanen.
8.2.12. Pembongkaran dan Pemuatan Minyak dan Gas Bumi, Hasil Pemurnian dan
Pengolahan serta Bahan Berbahaya Lainnya
Pasal 24
1) Membongkar dan memuat minyak dan gas bumi beserta hasil permurnian dan
pengolahannya, termasuk gas bumi yang dicairkan, harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri, keculai apabila
ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
2) Peralatan untuk membongkar dan memuat termaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan alat-alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa
sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan atau bahaya
lainnya, serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan atau kecelakaan lainnya
harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.
3) Kepala Teknik wajib mencegah terjadinya pencemaran oleh minyak dan gas bumi
besert a hasil pemurnian dan pengolahannya di tempat membongkar dan memuat.
4) Dalam hal terjadi kebocoran pada waktu membongkar atau memuat minyak dan
gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya, maka aliran bahan-bahan
tersebut arus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman, disusul
dengan tindakan-tindakan pengamanan yang diperlukan.
5) Untuk bahan cair dan gas lainnya yang berbahaya, diperlakukan ketentuan
termaksud pada ayat-ayat (1), (2), (3), dan (4).
6) Pelaksanaan membongkar dan memuat minyak dan gas bumi serta hasil
pemurnian dan pengolahannya harus diawasi oleh ahli dalam bidang tersebut. Ahli
termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan
Pengolahan.
8.2.13. Pengolahan Bahan Berbahaya dan atau Mudah Terbakar dan atau Mudah Meledak di
dalam Ruangan Kerja
Pasal 25
Pengolahan dan penggunaan bahan-bahan tertentu yang bersifat khusus yang
berbahaya dan atau mudah terbakar dan atau mudah meledak di dalam ruangan kerja,
harus dilakukan dengan cara dan usaha sedemikian rupa sehingga kebakaran,
ledakan dan kecelakaan lainnya tidak akan terjadi.
Pasal 26
1) Ruangan kerja tertutup dimana bahan yang mudah terbakar atau meledak dibuat
atau diolah, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. sekurang-kurangnya harus terdapat 2 (dua) pintu yang terbuka keluar dan
bebas dari rintangan;
b. sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan kerja harus diatur secara teRp
encar;
c. jumlah bahan-bahan yang mudah terbakar atau meledak tersebut tidak boleh
melebihi jumlah seperlunya yang akan diolah atau digunakan langsung;
d. ruangan kerja tersebut harus dilengkapi dengan alat pengaman yang sesuai.
2) Bangunan dimana dipergunakan bahan-bahan berbahaya dan atau mudah
terbakar atau meledak, atau bangunan tempat penyimpanan bahan tersebut,
harus teRp isah dari bangunan lainnya dan para pekerjanya harus dilengkapi
dengan alat pelindung diri yang sesuai.
3) Dalam ruangan kerja dan bangunan termaksud pada ayat-ayat (1) dan (2) para
pekerja dilarang mengenakan pakaian yang dapat menimbulkan bahaya muatan
listrik statis.
8.2.15. Listrik
Pasal 28
1) Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau
menggunakan tenaga listrik peralatan listrik, pemasangan dan penggunaan
tenaga listrik, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam
standar yang diakui oleh Menteri, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspeksi.
2) Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh teRp utusnya aliran
listrik, Kepala Teknik wajib menjamin kelangsungan aliran listrik tersebut di lokasi-
lokasi tertentu atau instalasi-instalasi tertentu di tempat pemurnian dan
pengolahan.
Pasal 29
1) Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau
menggunakan tenaga listrik dan peralatan penyalur tenaga listrik lainnya, harus
dipasang dan dilindungi sedemikian rupa sehingga percikan api yang mungkin
timbul tidak akan menimbulkan kebakaran terhadap bahan-bahan yang mudah
meledak atau terbakar.
2) Alat pembantu yang menyalurkan tenaga listrik ke pesawat yang
menggunakannya harus disusun, diatur dan dipasang dengan baik.
3) Dilarang menggunakan kawat atau kabel listrik yang tidak disalut di tempat yang
menimbulkan bahaya.
4) Pengamanan kawat atau kabel baik disalut maupun tidak, termasuk jarak antara
kawat atau kabel tersebut dengan dinding, baik di luar maupun di dalam bangunan,
tingginya dari permukaan tanah dan jarak antara kawat atau kabel masing-masing
harus cukup. Luas penampang kawat atau kabel tersebut harus sesuai dengan
kuat arus listrik yang mengalir di dalamnya untuk mencegah timbulnya bahaya.
5) Kawat atau kabel listrik diatas tanah dan di luar bangunan harus dilengkapi dengan
penangkal petir yang baik dalam jumlah yang cukup.
6) Bagian-bagian pesawat, penyalur atau peralatan lainnya yang menggunakan arus
listrik harus terlindung dan yang menggunakan tegangan tinggi harus dilengkapi
dengan tanda peringatan.
7) Daya tahan isolasi seluruh jaringan saluran listrik dan tiap-tiap bagiannya harus
memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja.
8) Dalam penyaluran tenaga listrik harus dipasang sejumlah sambungan pengaman
yang cukup dan dapat bekerja dengan baik.
Pasal 30
1) Pekerjaan pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan instalasi listrik hanya boleh
dilakukan oleh atau dibawah pengawasan ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik.
2) Pekerjaan termaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap pesawat dan
penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan rendah dengan mengindahkan
tindakan pencegahan kecelakaan. Dilarang melakukan pekerjaan apapun
terhadap pesawat dan penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan tinggi.
8.2.17. Pengelasan
Pasal 32
1) Pekerjaan pengelasan hanya boleh d ilakukan oleh ahli las yang ditunjuk oleh
Kepala Teknik dan disahkan oleh Kepala Inspeksi. Ahli las termaksud harus dicatat
oleh Kepala Teknik dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
2) Sebelum dilakukan pekerjaan pengelasan harus diambil tindakan pengamanan
yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan keadaan setempat untuk mencegah
terjadinya kecelakaan, kebakaran atau ledakan.
3) Untuk pekerjaan pengelasan tertentu dan di tempat-tempat tertentu yang dianggap
berbahaya wajib digunakan peralatan dan atau cara pengelasan yang khusus
serta harus dengan izin tertulis Kepala Teknik dan harus diawasi oleh tenaga ahli
dalam bidang tersebut.
Pasal 35
1) Kepala Teknik wajib membentuk regu pemadam kebakaran yang tetap dan terlatih
dengan baik serta selalu berada dalam keadaan siap.
2) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang petugas yang bertanggungjawab dalam
hal penanggulangan kebakaran, petugas tersebut harus dicata oleh Kepala Teknik
dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
3) Kepala Teknik wajib memeriksa secara berkala kondisi semua alat pemadam
kebakaran beserta perlengkapan penyelamat.
8.2.20. Larangan dan Pencegahan Umum dalam Tempat Pemurnian dan Pengolahan
Pasal 36
1) Pengusaha harus mengambil tindakan pengamanan terhadap tempat pemurnian
dan pengolahan termasuk pemagaran sekelilingnya.
2) Orang-orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki tempat pemurnian
dan pengolahan, kecuali dengan izin Kepala Teknik.
3) Dilarang membawa atau menyalakan api terbuka, membawa barang pijar atau
sumber yang dapat menimbulkan percikan api di dalam tempat pemurnian dan
pengolahan, kecuali di tempat-tempat yang ditentukan atau dengan izin Kepala
Teknik.
Untuk keperluan tersebut Kepala Teknik wajib menunjuk petugaspetugas yang
berhak memeriksa setiap orang.
Petugas-petugas tersebut harus dicatat dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan.
4) Pengusaha wajib menentukan pembagian daerah dalam tempat pemurnian dan
pengolahan sesuai dengan tingkat bahayanya dengan cara memasang rambu-
rambu peringatan di tempat-tempat yang mudah terlihat.
5) Pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat atau diperkirakan terdapat
akumulasi bahan-bahan yang mudah meledak dan atau mudah terbakar harus
diambil tindakan-tindakan pencegahan khusus untuk mencegah timbulnya
kecelakaan, ledakan atau kekabaran.
6) Pada tempat-tempat tertentu yang dianggap perlu dan dimana dapat timbul
bahaya harus dipasang papan peringatan atau larangan yang jelas dan mudah
terlihat.
Pasal 38
1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah terjadinya
pencemaran darat dan air yang disebabkan oleh pembuangan sampah industri
termasuk air buangan industri.
2) Dilarang membuang air buangan industri yang mengandung kadar zat radioaktif
dan bahan kimia yang dapat membinasakan hayati ke saluran air, sungai dan laut.
3) Pembuangan air buangan industri ke saluran air, sungai dan laut tidak boleh
mengandung:
a. kadar minyak bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya melebihi
jumlah kadar yang ditentukan;
b. kadar bahan kimia lainnya melebihi jumlah kadar yang ditentukan.
Pasal 39
1) Kepala Teknik wajib berusaha dengan baik untuk mencegah pencemaran udara
yang disebabkan oleh pembuangan gas dan bahan bahan lainnya ke udara.
2) Dilarang membuang gas beracun dan bahan beracun ke udara.
3) Pembuangan gas dan bahan lainnya ke udara melalui cerobong pembakaran tidak
boleh mengandung bahan-bahan tertentu melebihi jumlah kadar yang ditentukan.
4) Gas yang mudah terbakar dan tidak teRp akai lagi apabila dibuang ke udara harus
dibakar.
Pasal 42
1) Kepala Teknik diwajibkan memberikan pengetahuan mengenai pertolongan
pertama pada kecelakaan kepada sebanyak mungkin pekerja bawahannya,
Pasal 44
1) Kepala Teknik wajib:
a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan kerja;
b. memperhatikan kebersihan seluruh tempat pemurnian dan pengolahan;
c. memperhatikan kesehatan para pekerjanya.
2) Kepala Teknik wajib menyediakan air minum yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan membersihkan badan
bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih, dan memenuhi syarat
kesopanan.
3) Kepala Teknik wajib mengambil langkah-langkah tertentu untuk mencegah
timbulnya penyakit jabatan pada para pekerjanya yang dipekerjakan di tempat-
tempat atau dengan bahan-bahan yang membayakan kesehatan.
2) Setiap pekerja yang menjadi bawahan dari Pengusaha atau Kepala Teknik yang
ditunjuk menjadi pimpinan atau ditunjuk untuk melakukan pengawasan pada suatu
bagian daripada suatu pekerjaan, di dalam batas-batas lingkungan pekerjaan yang
menjadi wewenangnya, wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah ini seperti halnya seorang Kepala Teknik.
Pasal 46
1) Kepala Teknik atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib mendampingi
Pelaksana Inspeksi Tambang pada saat Pelaksana Inspeksi Tambang
melaksanakan pemeriksaan di tempat pemurnian dan pengolahan.
2) Pengusaha, Kepala Teknik dan setiap pekerja yang berada di tempat pekerjaan
wajib memberikan keterangan yang benar yang diminta oleh Pelaksana Inspeksi
Tambang mengenai hal-hal yang diperlukan.
3) Pengusaha diwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan, komunikasi,
akomodasi, dan fasilitas lainnya yang layak yang diperlukan Pelaksana Inspeksi
Tambang dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.
Pasal 47
1) Kepala Teknik wajib membuat dan menyimpan di tepat pekerjaan daftar
kecelakaan pemurnian dan pengolahan yang disusun menurut bentuk yang
ditetapkan oleh Kepala lnspeksi.
2) Kepala Teknik wajib memberitahukan secara tertulis setiap kecelakaan yang
menimpa seseorang di tempat pekerjaan yang bersangkutan dalam jangka waktu
2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah kecelakaan tersebut terjadi atau
setelah diketahui akibat dari kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspeksi dan
Kepala Pemerintah Daerah setempat. Pemberitahuan tersebut harus dibuat
menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
3) Pemberitahuan harus disampaikan dengan segera kepada Kepala Inspeksi antara
lain dengan tilpon, telex, tilgram dalam hal terjadi kecelakaan yang menimbulkan
luka-luka berat atau kematian seseorang atau lebih. Apabila dikemudian hari
terjadi kematian seseorang akibat luka-luka pada kecelakaan sebelumnya,
kematian tersebut wajib diberitahukan dengan segera secara tertulis kepada
Kepala Inspeksi.
4) Kepala Teknik wajb memberitahukan dengan segera kecelakaan yang
menimbulkan kerugian materiil yang besar kepada Kepala Inspeksi dengan
menyebut sifat serta besarnya kerugian tersebut.
Pasal 48
1) Untuk keperluan pemberitahuan termaksud dalam Pasal 47 ayat-ayat (2) dan (3)
kecelakaan pemurnian dan pengolahan dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu:
a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja;
b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga tidak
akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rokhani yang akan menggangu
tugas pekerjaannya;
c. berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan
menimbulkan cacat jasmani dan atau rokhani yang akan menggangu tugas
pekerjaannya.
d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam jangka waktu
24 (dua puluh empat) jam setelah terjadinya kecelakaan.
2) Untuk keperluan laporan kecelakaan pemurnian dan pengolahan termaksud
dalam Pasal 47 ayat (6) digunakan penggolongan kecelakaan termaksud pada
ayat (1) yang didasarkan pada keadaan nyata akibat kecelakaan terhadap pekerja
yang mendapat kecelakaan.
8.2.26. Pengawasan
Pasal 49
1) Pelaksana Inspeksi Tambang berwenang menetapkan petunjuk petunjuktertulis
setempat yang berhubungan dengan tindakan tindakan yang harus dilakukan
untuk melaksanakan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan:
Pasal 50
1) Pada tempat pemurnian dan pengolahan wajib ada Buku Pemurnian dan
Pengolahan menurut bentuk dan contoh yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi.
Buku tersebut harus disahkan oleh Pelaksana Inspeksi Tambang dengan
membubuhi nomor dan parap pada tiap-tiap halaman.
2) Dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan, Pelaksana Inspeksi Tambang Mencatat
sendiri segala keputusannya dan pendapatnya mengenai pelaksanaan ketentuan-
ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
3) Dengan tidak mengurangi ketentuan pada ayat (2), segala pemberitahuan resmi
dari Kepala Inspeksi kepada Kepala Teknik yang dilakukan secara tertulis, tilgram,
telex atau tilpon (setelah disusul dengan pernyataan tertulis), apabila diminta oleh
Kepala Inspeksi pemberitahuan resmi tersebut setelah diterima oleh Kepala
Teknik, harus dicatat dalam Buku Pemurnian dan Pengolahan dan dibuat salinan
sesuai dengan aslinya dan ditandatangani oleh Kepala Teknik.
4) Selain oleh Pelaksana Inspeksi Tambang, Buku Pemurnian dan Pengolahan tidak
diperkenankan diisi oleh orang lain dengan Catatan-catatan lainnya, kecuali
catatan-catatan yang secara nyata ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah ini. Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu salinan catatan
tersebut harus dikirimkan kepada Kepala Inspeksi.
5) Kepala Teknik diwajibkan selekas mungkin mengirimkan kepada Pengusaha
salinan keputusan dan pemberitahuan resmi yang dicatat dalam Buku Pemurnian
dan Pengolahan termaksud pada ayat-ayat (2) dan (3).
6) Buku Pemurnian dan Pengolahan harus selalu dapat dibaca oleh para pekerja
termaksud dalam Pasal 45 ayat (2).
Pasal 54
Dipindana selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000,-
(seratus ribu rupiah) Pengusaha, Kepala Teknik atau wakilnya yang dalam hal
terjadinya pelanggaran oleh bawahannya terhadap ketentuanketentuan Peraturan
Pemerintah ini:
a. telah memberikan perintah pekerjaan, yang diketahuinya atau patut diketahuinya,
bahwa perintah-perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah ini;
b. karena tindakannya atau kelalaiannya, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini tidak dapat ditaati;
c. tidak mengambil tindakan terhadap tindakan atau kelalaian bawahannya,
sedangkan diketahuinya bahwa tindakan atau kelalaian tersebut bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan perundangundangan;
d. lalai dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya.
Pasal 55
1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini adalah
pelanggaran.
2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54 dilakukan
oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, suatu perserikatan orang
yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman
pidana serta tindakan tatatertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum,
perseroan, perserikatan atau yayasan itu maupun terhadap mereka yang memberi
perintah melakukan tindak pidana yang dimaksud atau yang bertindak sebagai
pemimpin atau penanggungjawab dalam perbuatan atau kelalaian itu ataupun
terhadap kedua-duanya.
Pasal 58
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang
beRp otensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
26) Dampak lingkungan hidup
Adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu
usaha dan/atau kegiatan.
27) Organisasi lingkungan hidup
Adalah kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri
yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
28) Audit lingkungan hidup
Adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah.
29) Ekoregion
Adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan
fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan
integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
30) Kearifan lokal
Adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk
antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
31) Masyarakat hukum adat
Adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah
geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan
yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan
pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
32) Setiap orang
Adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
33) Instrumen ekonomi lingkungan hidup
Adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah
daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
34) Ancaman serius
Adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan
menimbulkan keresahan masyarakat.
35) Izin lingkungan
Adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
36) Izin usaha dan/atau kegiatan
Adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau
kegiatan.
37) Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah
Adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
38) Pemerintah daerah
Adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintah daerah.
39) Menteri
Adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
8.3.3. Perencanaan
UU No. 32 tahun 2009
Pasal 5
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui
tahapan:
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RP PLH.
Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 6
1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
terdiri atas inventarisasi lingkungan hidup:
a. tingkat nasional;
b. tingkat pulau/kepulauan; dan
c. tingkat wilayah ekoregion.
2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan;
b. jenis yang dimanfaatkan;
c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7
1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion dan
dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.
2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan mempertimbangkan kesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Pasal 8
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya
tampung serta cadangan sumber daya alam.
Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 9
1) RP PLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:
a. RP PLH nasional;
b. RP PLH provinsi; dan
c. RP PLH kabupaten/kota.
2) RP PLH nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun
berdasarkan inventarisasi nasional.
3) RP PLH provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun
berdasarkan:
a. RP PLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
4) RP PLH kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun
berdasarkan:
a. RP PLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
Pasal 10
1) RP PLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2) Penyusunan RP PLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, penetapan ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dan Pasal 8, serta RP PLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
8.3.4. Pemanfaatan
UU No. 32 tahun 2009
Pasal 12
1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RP PLH.
2) Dalam hal RP PLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun,
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional dan
pulau/kepulauan;
b. gubernur untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidupprovinsi dan
ekoregion lintas kabupaten/kota; atau
8.3.5. Pengendalian
UU No. 32 tahun 2009
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
b. pemulihan.
3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
penanggung jawab usaha dan/ata kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,
dan tanggung jawab masing-masing.
Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Pasal 15
1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk Memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana
pembangunan jangka panjang (RP JP), dan rencana pembangunan jangka
menengah (RP JM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang beRp otensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup.
3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah;
b. b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program;
dan
c. c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
b. pembangunan;
c. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
Pasal 17
1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) menjadi Dasar bagi
kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa
daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui,
a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki
sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan
b. b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
Pasal 18
1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan dengan
melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan KLHS diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 19
1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat,
setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 20
1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu
lingkungan hidup.
2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 21
1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
2) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan
ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
3) Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
d. kebakaran hutan dan/atau lahan;
e. kriteria baku kerusakan mangrove;
f. kriteria baku kerusakan padang lamun;
g. kriteria baku kerusakan gambut;
b. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
c. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan
Paragraf 5
Amdal
Pasal 22
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 23
1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan
sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Pasal 25
Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan
atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 26
1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh
pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian Informasi
yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
Pasal 27
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain.
Pasal 28
1) Penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27
wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan
b. c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
3) Sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan
oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun
amdal diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 29
1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30
1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri
atas wakil dari unsur:
Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 32
1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha
dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup.
2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal.
3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 6
UKL – UPL
Pasal 34
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 aya t (1) wajib memiliki UKLUPL.
2) Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
ajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Pasal 35
1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPLSebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kriteria:
a. Tidak termasuk dalam kategori berdampak penting sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1); dan
b. kegiatan usaha mikro dan kecil.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan Kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 7
Perizinan
Pasal 36
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib
memiliki izin lingkungan.
2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
atau rekomendasi UKL-UPL.
3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan
Persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 37
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan
apabila:
a. Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum,
kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data,
dokumen, dan/atau informasi;
b. Penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-
UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan
dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.
Pasal 39
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang
mudah diketahui oleh masyarakat.
Pasal 40
1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
3) Dalam hal usaha dan / atau kegiatan mengalami perubahan, Penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai
dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 42
1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan
hidup.
2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.
Pasal 43
1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang
mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan
lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.
3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf
c antara lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah
lingkungan hidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 44
Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkat nasional dan daerah
wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Paragraf 10
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 45
1) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta Pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan anggaran
yang memadai untuk membiayai:
a. kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
b. program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
2) Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus Lingkungan
hidup yang memadai untuk diberikan kepada daerah yang Memiliki kinerja
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dalam rangka pemulihan
kondisi lingkungan hidup yang kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan pada saat undang-undang ini ditetapkan, Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.
Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 47
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang beRp otensi menimbulkan dampak Penting
terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko
lingkungan hidup.
2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko; dan/atau
b. komunikasi risiko.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup.
Pasal 49
1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan
hidup; dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan audit
lingkungan hidup.
3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang Berisiko
tinggi dilakukan secara berkala.
Pasal 50
1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan
Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), Menteri dapat
melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independen untuk melaksanakan
audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan.
2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
Pasal 51
1) Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49
dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup.
2) Auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib Memiliki
sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.
3) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata laksana audit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang meliputi tahapan perencanaan,
pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan pelaporan; dan
c. merumuskan rekomendasi langkah perbaikan sebagai tindak lanjut auditor
lingkungan hidup.
4) Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud Pada Ayat
(2) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 53
1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 54
1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
b. rehabilitasi;
c. restorasi; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.
2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup
dengan menggunakan dana penjaminan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana Dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
8.3.6. Pemeliharaan
UU No. 32 tahun 2009
Pasal 57
1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi kegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu
tertentu.
4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi dan pencadangan sumber Daya alam
serta pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58
Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 59
1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 yang dihasilkannya.
2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi
pengelola limbah B3 dalam izin.
6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin.
Pasal 61
1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan
izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di Lokasi
yang telah ditentukan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau
bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 64
Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)
dilaksanakan dan/atau dikoordinasikan oleh Menteri.
Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
2) Kewajiban
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau criteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
3) Larangan
Pasal 69
Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
lndonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik lndonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
lndonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
8.3.12. Pengawasan
UU No. 32 Tahun 2009
Pasal 71
1) Menteri, gubenur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ahu
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 72
Menteri, gubemur, atrau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap izin lingkungan.
Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika
Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 74
1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat
(3) berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catataan yang diperluukan;
memasuki tempat tertentu;
d. memotret;
e. membuat rekaman audio visual;
f. mengambil sampel;
g. memeriksa peralatan;
h. memeriksa instalasi dan atau alat tansportasi; dan/atau
i. menghentikan pelanggaran tertentu.
2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan
tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan pejabat pengawas lingkungan
hidup dan tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (3), Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 76
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif Kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja
tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan
pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b
berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi
paksaan pemerintah.
Pasal 82
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak
ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 84
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui Pengadilan atau
di luar pengadilan.
2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh
Para pihak yang bersengketa.
3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
atau para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana
lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat
digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan
sengketa lingkungan hidup.
Pasal 86
1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian Sengketa
lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak beRp ihak.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 87
1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan Perbuatan
melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib
membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan Bentuk
usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar Hukum tidak
melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap Hari
keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.
4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundang undangan.
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89
1) Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan ke pengadilan Mengikuti
tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak berlaku terhadap Pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau
kegiatan yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3.
Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 90
1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab dibidang
lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Pasal 91
1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami
kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar
hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92
1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi
persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut
didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling
singkat 2 (dua) tahun.
Paragraf 7
Gugatan Administratif
Pasal 93
1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara
apabila:
a. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada
kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen
UKLUPL; dan/atau
c. Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu
pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Bagian Kesatu
Penyidikan
Pasal 94
1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri
sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi
wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
2) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan
peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/atau
tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana;
dan/atau
Pasal 95
1) Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup,
dapat dilakukan penegakan hukum teRp adu antara penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penegakan hukum teRp adu diatur
dengan peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa; dan/atau
f. alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Pasal 98
1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp
12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Pasal 99
1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 9.000.000.000,00 (sembilan miliar
rupiah).
Pasal 100
1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku
mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan
apabila sanksiadministratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali.
Pasal 101
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke
media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
lndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan
pidana peniara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik lndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal S ayat (1) huruf d, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 107
Setiap orang yang rnemasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-
undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp 5.000-000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan
sebagairnana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 110
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000,000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 111
1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan
perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan
Pasal 72,yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang
diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp 1.000.00.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 115
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau
pejabat penyldik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
Pasal 116
1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama
badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau
orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan
hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut
tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau
bersamasama.
Pasal 117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang
dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a,
sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan
usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat tindak pidana;
e. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
Pasal 120
1) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi denganinstansi yang
bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
untuk melaksanakan eksekusi.
2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf
e, Pemerintah berwenang untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi
penempatan di bawah pengampuan untuk melaksanakan putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pasal 122
1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 1 (satu)
tahun, setiap penyusun amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal.
2) Pada saat b erlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 1 (satu)
tahun, setiap auditor lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup.
Pasal 123
Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-
Undang ini ditetapkan.
Pasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 126
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang ini ditetapkan paling
lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Pasal 127
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
8.4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 Tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Mewajibkan Memiliki Amdal
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal,
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
2) Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan
perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
3) Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
4) Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan.
5) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki Amdal.
2) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal bagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3) Untuk menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimanadimaksud pada
ayat (1), pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara penapisan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
4) Terhadap hasil penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi
Lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menelaah dan menentukan
wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau kegiatan memiliki Amdal.
Pasal 3
1) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan:
a. di dalam kawasan lindung; dan/atau
b. berbatasan langsung dengan kawasan lindung, wajib memiliki Amdal.
2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berbatasan langsung d engan
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang:
Pasal 4
1) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a. memiliki skala/besaran lebih kecil dari pada yang tercantum dalam Lampiran I;
dan/atau
b. tidak tercantum dalam Lampiran I tetapi mempunyai dampak penting terhadap
lingkungan hidup, dapat ditetapkan menjadi jenis rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib memiliki Amdal di luar Lampiran I.
2) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri berdasarkan:
a. pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
b. tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap
lingkungan hidup.
3) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan secara tertulis kepada Menteri, oleh:
a. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian;
b. gubernur;
c. bupati/walikota; dan/atau
d. masyarakat.
4) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
diusulkan setelah dilakukan telaahan sesuai kriteria sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
1) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal dapat
ditetapkan menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki
Amdal, apabila:
a. dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dapat ditanggulangi
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau
b. berdasarkan pertimbangan ilmiah, tidak menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup.
2) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
3) Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan secara tertulis kepada Menteri, oleh:
a. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian;
b. gubernur;
c. bupati/walikota; dan/atau
d. masyarakat.
4) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Wajib
memiliki UKL-UPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
Pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL
atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
Pasal 6
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
12. Apa yang dimaksud dengan “Daya Tampung Lingkungan Hidup” pada pasal 1 di
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009?
.............................................................................................
13. Apa yang dimaksud dengan “AMDAL” pada pasal 1 di dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009!
.............................................................................................
14. Apa yang dimaksud dengan “UKL – UPL ” pada pasal 1 di dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009?
.............................................................................................
15. Tertera pada pasal berapa saja mengenai “Hak, Kewajiban dan Larangan” pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009? Sebutkan!
.................................................................................................
SOAL FORMATIF
6. Survey yang bertujuan untuk menentukan adanya closure (tutupan) sehingga langsung
bisa ditentukan titik lokasi pemboran adalah survey ......
a. Survey Pendahuluan
b. Survey Reconnaissance
c. Survey sepintas lalu
d. Survey detail
e. Survey seismik 2D
7. Pelaksanaan survey seismik 3 dimensi adalah tahap survey eksplorasi .......
a. Survey Pendahuluan
b. Survey Reconnaissance
c. Survey sepintas lalu
d. Survey detail
e. Jawaban b dan c betul
8. Pemotretan udara adalah termasuk survey pada tahapan eksplorasi .......
a. Survey detail
b. Survey seismik
c. Survey Reconnaissance
d. Survey sepintas lalu
e. Jawaban c dan d betul
9. Metode eksplorasi migas yang digunakan pada tahap survey detail adalah ...:
a. Pemetaan geologi permukaan dan survey gravity
b. Pemetaan geologi permukaan dan survey seismik
c. Survey seismik dan survey gravity
d. Survey seismik dan survey geolistrik
e. Survey gravity dan survey geolistrik
10. Untuk membuktikan bahwa daerah yang sudah diidentifikasi benar-benar mengandung
minyak atau tidak, maka harus dilakukan ..........
a. Pemetaan geologi permukaan
b. Pemetaan geologi bawah permukaan
c. Pengeboran
d. Seismik
e. Survey geofisika
11. Tahapan setelah dilakukan survey detail, tahapan selanjutnya adalah ...........
a. Pemetaan geologi
b. Foto udara
c. Seismik
d. Pemboran
e. Penilaian dan prognosis
12. Penentuan titik lokasi pemboran ditentukan dari segi ...........
a. Geologi
b. reservoir
c. Jumlah minyak yang ada didalamnya
d. Tempat yang paling tinggi
e. Jawaban a dan b betul
13. Kedalaman pengeboran sangat penting direncanakan sebelumnya. hal ini berkaitan
dengan ......
a. Letak lapisan minyak dimana semakin dalam minyak mesti semakin banyak
b. Jumlah minyak yang akan diproduksikan
c. Lama pengeboran dan berapa lama alat bor disewa
d. Letak batuan penutup (cup rock)
e. Betul semua
14. Di dalam prognosis harus dijelaskan mengenai latar belakang geologi, diantaranya
adalah kecuali ......
a. Jumlah cadangan minyak
b. Formasi yang diharapkan
c. Alasan pemboran dilakukan didaerah tersebut
d. Jenis tutupan prospek
e. Struktur yang diharapkan
15. Jenis survey lubang bor diantaranya adalah ……
a. Seismik, Mud logging dan well logging
b. Gravity, seismik dan well logging
c. Mud logging, well logging dan coring
d. Coring, gravity dan seismik
e. Well logging, coring dan gravity
16. Perekaman sifat-sifat lumpur dikenal juga dengan istilah ....
a. Mud logging
b. Well logging
c. Gravity
d. Seismik
e. Coring
Gambar 1
24. Pada gambar 1, Sumur eksploitasi ditunjukkan pada sumur .....
a. W-1
b. W-2
c. W-3
d. W-4
e. W-5
25. Pada gambar 1, Sumur Eksplorasi ditunjukkan pada sumur …..
a. W-1
b. W-2
c. W-3
d. W-4
e. W-5
26. Pada gambar 1, sumur semi eksplorasi (deliniasi) ditunjukkan pada sumur...
a. W-1 dan W-5
b. W-2 dan W-4
c. W-3 dan W-6
d. W-4 dan W-1
e. W-5 dan W-6
Gambar 2
32. Pada gambar 2, jika interval kontur 25 maka nilai garis kontur “B” adalah .........
a. 20 m
b. 25 m
c. 40 m
d. 50 m
e. 75 m
33. Pada gambar 2, jika interval kontur 25 maka nilai garis kontur “C” adalah.........
a. 20 m
b. 25 m
c. 40 m
d. 50 m
e. 75 m
34. Pada gambar 2, jika interval kontur 25 maka nilai garis kontur “A” adalah ....
a. 20 m
b. 25 m
c. 40 m
d. 50 m
e. 75 m
35. Pada gambar 2, garis kontur menggambarkan daerah dengan morfologi....
a. Bukit
b. Dataran
c. Gunung
d. Lembah
e. Lereng
DAFTAR PUSTAKA