Anda di halaman 1dari 39

1

MAKALAH
EVALUASI KINERJA & KOMPENSASI
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen SDM
Dosen Pengampu: Ade Fauji SE. MM

DISUSUN OLEH:
NAMA: RISKA DWI YOLANDA
NIM: 11160904
KELAS: 7L – MSDM

Program Studi Manajemen SDM


UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
Tahun Ajaran 2019
2

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘almin, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga


penulis mampu merampungkan tugas makalah kami sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan. Shalawat serta salam tak lupa kami curahkan kehadirat baginda
Rasulullah Muhammad SAW dengan bimbingan dan petunjuknya kepada segenap
ummatnya hingga akhir zaman. Dalam makalah kami ini yang berjudul “EVALUASI
KINERA & KOMPENSASI” menawarkan berbagai wacana dan data yang menyangkut
evaluasi pengajaran yang diterapkan di sekolah dasar maupun ditingkat menengah.
Makalah ini kami buat sebagai syarat kelengkapan tugas dalam mata kuliah
“EVALUASI KINERJA & KOMPENSASI”. Selanjutnya makalah ini kami harapkan
dapat menjadi bahan diskusi bersama demi menambah pemahaman dan pengalaman
teman-teman mahasiswa dalam mata kuliah ini umumnya dan pada pembahasan kami
ini khususnya.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,maka dari itu kepada
dosen mata kuliah dan teman-teman mahasiswa kami mengharapkan kritik dan
sarannya untuk menambah pengetahuan kami kedepannya.
Demikian, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan segala usaha baik kita
mendapatkan ridho Allah SWT. Amin.
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………………………………
PERMASALAHAN………………………………………………..
BAB II : PEMBAHASAN
2. KONSEP DAN ISTILAH EVALUASI KINERJA............................................
3. 3HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA DAN STRATEGI
SDM).........................................................................................................
4. PENGEMBANGAN SISTEM EVALUASI KINERJA.................................
5. STANDAR KINERJA DAN EVALUASI KINERJA SERTA..........................
PENGEMBANGAN STANDAR KINERJA...............................................
6. PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUSI KINERJA..........................
7. MODEL EVALUASI KINERJA......................................................................
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN ………………………………………………………………
B. SARAN………………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam
tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi
kinerja pegawai dan pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan
evaluasi kinerja akan berdampak pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya
akan mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak
puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan berdampak terbalik pada
kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba mencari
pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik. Hal ini cukup berbahaya bagi
perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak
puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi.
Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan
fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis
perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai
dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Tidak
sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evaluasi
kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada
akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi. Oleh karena itu, banyak
para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan
diri karena kompensasi yang tidak sesuai. Dengan adanya kasus seperti inilah bagi
instansi pemerintahan, maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna
untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi para aparatur serta
melakukan pengawasan dan perbaikan.
BAB II
2. KONSEP & ISTILAH EVALUASI KINERJA

A. DEFENISI EVALUASI KINERJA

Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan


pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja
dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau
tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara yang
paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja.
GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian
kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja
pegawai, sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana
karyawan memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak
(2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan
tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja
organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat
dikatakan sebagai suatu sistem dan cara penilaian pencapaian hasil kerja
individu pegawai, unit kerja maupun organisasi secara keseluruhan.
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C.
Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai
berikut: ”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses
yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan
melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”.
Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara
(2000:69) mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi
yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat
dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai,
kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”.
Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu
kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai
7

kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan
uraian / deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir
tahun.” Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran
kinerja sebagai: “Feedback from the accountant to management that provides
information about how well the actions represent the plans; it also identifies
where managers may need to make corrections or adjustments in future
planning andcontrolling activities” sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan
Young (1997) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of
measuring the performance of an activity or the value chain”.
8

Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan


bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang
dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada
peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang
memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa
yang diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan
pengendalian. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu,
juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan
tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan
pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

B. TUJUAN EVALUASI KINERJA


Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan
mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya
keadilan internal dan ekternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa
pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil dengan membandingkan
pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa
menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi.
Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan menjamin keadilan, hasil
analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran jumlah yang sama
untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi, perekrut pekerja mungkin
menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti biasanya, yaitu upah
yang tinggi untuk menarik pekerja yang berkualitas. Maka terjadilah trade-
offs antara tujuan rekrutmen dan konsistensi tujuan dari manajemen
kompensasi. Tujuan manajemen kompensasi efektif, meliputi:
1. Memperoleh SDM yang Berkualitas. Kompensasi yang cukup tinggi sangat
dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada para pelamar. Tingkat
pembayaran harus responsif terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja
9

karena para pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang


diharapkan.
2. Mempertahankan Karyawan yang Ada. Para karyawan dapatkeluar jika
besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan
perputaran karyawan yang semakin tinggi.
3. Menjamin Keadilan. Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan
internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa
pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga
pekerjaan yang sama dibayardengan besaran yang sama. Keadilan eksternal
berarti pembayaran terhadap pekerjaan merupakan yang dapat dibandingkan
dengan perusahaan lain di pasar kerja.
4. Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan. Pembayaran hendaknya
memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk
memperbaiki perilaku di masa depan, rencana kompensasi efektif,
menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-
perilaku lainnya.
5. Mengendalikan Biaya. Sistem kompensasi yang rasional membantu
perusahaan memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya
yang beralasan. Tanpa manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja
dibayar di bawah atau di atas standar.
6. Mengikuti Aturan Hukum. Sistem gaji dan upah yang sehat
mempertimbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan
menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
7. Memfasilitasi Pengertian. Sistem manajemen kompensasi hendaknya
dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para
karyawan.
8. Meningkatkan Efisiensi Administrasi. Program pengupahan dan
penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien,
membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya
sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.
10

Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106)


menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin
pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan
atau penyimpangan. Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara
(2005:10) adalah untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan
kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap
pekerjaan yang diembannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.

C. FAKTOR-FAKTOR PENILAIAN KINERJA


Tiga dimensi kinerja yang perlu dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja,
yaitu:
1. Tingkat kedisiplinan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan
organisasi untuk menahan orang-orang di dalam organisasi, yang dijabarkan
dalam penilaian terhadap ketidakhadiran, keterlambatan, dan lama waktu kerja.
2. Tingkat kemampuan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan Kebutuhan
organisasi untuk memperoleh hasil penyelesaian tugas yang terandalkan, baik
dari sisi kuantitas maupun kualitas kinerja yang harus dicapai oleh seorang
karyawan.
11

3. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan di luar persyaratan-persyaratan tugas


formal untuk meningkatkan efektivitas organisasi, antara lain dalam bentuk
kerja sama, tindakan protektif, gagasan-gagasan yang konstruktif dan kreatif,
pelatihan diri, serta sikap-sikap lain yang menguntungkan organisasi.

D. KEGUNAAN EVALUASI KINERJA


Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11)
adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,
pemberhentian dan besarnya balas jasa.
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya.
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal
kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan.
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan
yang ada di dalam organisasi.
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan.
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description).
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi
kinerja (EK) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang
rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang
bersangkutan dan atasannya akan segera membuat segala upaya untuk
meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun.
Untuk itu, setiap pekerja perlu menyadari dan memiliki.
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih lanjut.
3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja.
4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi.
5. Keyakinan untuk berhasil.
12

6. Pengembangan SDM , Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi kekuatan


dan kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan
demikian manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan
pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang bersangkutan, serta
mengatasi dan mengkompensasi kelemahan - kelemahannya melalui program
pelatihan. Manajemen dan individu, baik untuk memenuhi kebutuhan
perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka pengembangan karier
mereka masing-masing.
7. Pemberian Kompensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui
siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir
organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil
haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada
perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut diberi
kompensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang,
pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau percepatan
kenaikan pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-
masing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang
mereka miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas
perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk
menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan
mutasi, serta perencanaan karier pegawai.
Menghindari Perlakuan Diskriminasi. Evaluasi kinerja dapat menghindari
perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan
didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.

E. ASPEK YANG DINILAI DALAM EVALUASI KINERJA


Aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan,
metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan
tugas serta pengalaman serta pelatihan yang diperoleh.
13

2. Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami


kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-
masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh,
yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta
tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja
sama dengan orang lain, memotivasi karyawan / rekan, melakukan
negosiasi dan lain-lain.

F. JENIS/ELEMEN PENILAIAN KINERJA


Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk
menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang
dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki
kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk
bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja
membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil
pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen
utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344)
adalah:
1. Performance Standard
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu:
a. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar
tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan
yang akan dinilai tersebut.
b. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut
disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat
penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.
c. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat
dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
14

d. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil,


mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau
mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias
penilai.
2. Kriteria Manajemen Kinerja
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu
a. Kegunaan fungsional (functional utility), bersifat krusial, karena hasil
penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi,
dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid,
adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid (validity) atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur
dari penilaian kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris (empirical base), bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja,
yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan
kinerja.
e. Sistematika kriteria (systematic development),. Hal ini tergantung dari
kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis
tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat
berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang
sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum (legal appropriateness) yaitu kriteria itu harus sesuai
dengan hukum yang berlaku.
3. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan
sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang
memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran
kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif . Jenis-jenis penilaian
adalah sebagai berikut :
1) Penilaian hanya oleh atasan
15

a. cepat dan langsung


b. dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan
pribadi.
2) Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama –
sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
a. obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh
atasannya sendiri.
b. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
3) Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu
untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat
keputusan akhir.
4) Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola
sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi
mengambil keputusan akhir; hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.
5) Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok
staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau
departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau independen.
6) Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.
4. Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau
metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil,
realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai
karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah
prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,
promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering
muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
a. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat
pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh
penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek
penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak
disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian.
16

b.Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung


beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai,
sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua
aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung
mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai
sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk.
c.Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan
juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-
tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan
penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
d. Assimilation and differential effect. Assimilation effect,yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti
mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan
dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri
dengannya. Sedangkan differential effect,yaitu penilai cenderung
menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada
pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga
penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya.
e. First impression error,yaitu penilai yang mengambil kesimpulan
tentang pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan
membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang
lama.
f. Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku
yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu
selama suatu jangka waktu tertentu.
5. Pelaku Evaluasi Kinerja
Yang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya adalah atasan
langsung. Evaluasi kinerja unit atau bagian organisasi adalah kepala unit
itu sendiri. Alas an langsung pada umumnya mempunyai kesempatan dan
akses yang luas untuk mengamati dan menilai prestasi kerja bawahannya.
Namun, penilaian oleh atasan langsung sering dianggap kurang objektif.
17

Setiap pekerja atau karyawan pada dasarnya merupakan orang yang


paling mengetahui apa yang di lakukannya sendiri. Oleh sebab itu,
masing-masing individu dapat diminta mengevaluasi kinerjanya sendiri,
baik secara tidak langsung melalui laporan, maupun secara langsung
melalui permintaan dan petunjuk. Setiap individu melaporkan hasil yang
dicapai dan mengemukakan alas an-alasan bila tidak mampu mencapai
hasil yang ditargetkan. Untuk lebih menjamin objektifitas penilaian,
perusahaan atau organisasi dapat pula membentuk tim evaluasi kinerja
yang dianggap dapat objektif baik untuk mengevaluasi kinerja individu
maupun mengevaluasi kinerja kelompok dan unit atau bagian organisasi.
6. Waktu Pelaksanaan
Evaluasi kinerja dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau menurut
kondisi pekerjaan atau kondisi perusahaan. Pertama, bagi pekerjaan yang
bersifat sementara atau harus diselesaikan dalam waktu yang relative
pendek, evaluasi kinerja dilakukan menjelang atau segera setelah
pekerjaan itu diselesaikan. Kedua, untuk pekerjaan dalam jangka lama,
seperti unit-unit dalam perusahaan atau organisasi, evaluasi kinerja
dilakukan secara rutin periodik. Evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap
akhir minggu, setiap akhir kuartal, setiap akhir semester atau setiap akhir
tahun.
Ketiga, evaluasi kinerja dapat dilakukan secara khusus pada saat tertentu
bila dirasakan timbul masalah atau penyimpangan sehingga perlu
melakukan tindakan korektif. Keempat, evaluasi kinerja diperlukan untuk
atau dalam rangka program organisasi dan kepegawaian.
18

3. HUMAN RESOURCE SCORE CARD ( PENGUKURAN KINERJA &


STRATEGI SDM )

A. HUMAN RESOURCE SCORE CARD


Umumnya para pimpinan organisasi mempunyai kesamaan
terutama dalam memusatkan perhatiannya kepada strategi finansial dan
memberikan prioritas kepada perbaikan proses operasional. Para
pimpinan organisasi pada umumnya kurang memperhatikan pada strategi
pelanggan (siapa yang menjadi target; bagaimana nilai-nilai yang berlaku
dalam organisasi?). Mereka nampaknya belum menyadari dan
memahami pentingnya strategi untuk pengembangan SDM (human
capital).
Para profesi di bidang sumber daya manusia selalu dihadapi
tantangan baik yang datang dari faktor eksternal maupun internal
organisasi sehingga diperlukan perspektif yang strategik sesuai perannya
dalam organisasi. Sebagai profesi sumber daya manusia perlu menjawab
tantangan yang dihadapinya melalui salah satu pendekatan pengukuran
kinerja sumber daya manusia dan mengetahui bagaimana kontribusi
sumber daya manusia terhadap kinerja organisasi. Pendekatan tersebut
merupakan tema yang menjadi perhatian dalam Human Resource
Scorecard. Di dalam salah satu buku yang ditulis oleh Kaplan dan
Norton pada tahun 1992 telah diperkenalkan konsep tentang “Balance
Scorecard” untuk mengukur kinerja organisasi. Sejak itu Kaplan dan
Norton telah mengembangkan konsep “Balance Scorecard” di sekitar 200
perusahaan di Amerika. Pertanyaan yang selalu diajukan dalam
mendesain konsep tersebut adalah “apa strategi organisasi anda?”.
Melalui pertanyaan demikian telah memberikan suatu inspirasi bagi
Kaplan dan Norton untuk memahami para pimpinan organisasi berpikir
tentang organisasinya. Di dalam perkembangan organisasi dan ekonomi
baru pada era sekarang ini khususnya di dalam penciptaan nilai-nilai
(value creation), suatu organisasi sangat di dominasi oleh “human
19

capital” dan modal “intangible” lainnya. Oleh sebab itu perlu adanya
pengukuran terhadap strategi sumber daya manusia. Salah satu konsep
yang diperkenalkan adalah “HR Scorecard” yang menawarkan langkah-
langkah penting guna mengelola strategi sumber daya manusia.Arsitektur
sumber daya manusia sebagai modal strategikMenurut Becker,Huselid
and Ulrich (2001), sistem pengukuran SDM yang efektif mempunyai 2
(dua) tujuan penting yaitu :
1. Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi
2. Berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja SDM.
Konsep yang dikembangkan dalam HR Scorecard tersebut lebih
ditujukan kepada peran penting dari para profesi SDM di masa datang.
Bila fokus strategi perusahaan adalah menciptakan “competitive
advantage” yang berkelanjutan , maka fokus strategi SDM harus
disesuaikan. Hal ini untuk memaksimalkan kontribusi SDM terhadap
tujuan organisasi, dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi
organisasi. Dasar dari peran SDM yang strategik terdiri dari 3 dimensi
rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh Arsitektur SDM
perusahaan, Yaitu : Fungsi, Sistem & Perilaku Karyawan.
1. Fungsi Sumber Daya Manusia ( The Human Resource Function )
· Manajemen SDM teknis, mencakup : rekruitmen,kompensasi, dan
benefit
· Manajemen SDM yang strategik, mencakup : penyampaian (delevery)
pelayanan Manajemen SDM teknis dalam cara mendukung langsung
implementasi strategi perusahaan.
2. Sistem Sumber Daya Manusia ( The Human Resource System )
· Menghubungkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi
model kompetensi
· Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang
menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
20

· Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang


efektif untuk keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi
organisasi
3. Perilaku Karyawan yang Strategik ( Employee Behavior Strategically )
· Perilaku inti (core behavior) adalah alur yang langsung berasal dari
kompetensi inti dan merupakan perilaku yang didefinisikan organisasi.
Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.
· Perilaku spesifik yang situasional (situation specific behavior) yang
esensial sebagai key point dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu
bisnis. Misalnya berupa keterampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh
Bank Cabang.

B. DIMENSI PENGUKURAN KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA


MENGGUNAKAN HR SCORECARD
Adapun tahap merancang sistem pengukuran SDM melalui pendekatan
HR Scorecard adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi HR Competency (Kompetensi Manajer SDM)
Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan,
kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara
langsung terhadap kinerjanya. Hasil staudi tentang kompetensi SDM
pernah dilakukan oleh Perrin (1990) dalam Becker, Huselid & Ulrich)
menunjukkan bahwa kompetensi SDM diidentifikasi sebagai berikut :
· Memiliki kemampuan komputer (Eksekutif lini)
· Memiliki pengetahuan yang luas tentang visi untuk SDM (akademik)
· Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi pengaruh perubahan
· Mampu memberikan edukasi tentang SDM dan mempengaruhi manajer
(Eksekutif SDM).
2. Pengukuran High Performance Work System (HPWS)
HPWS menempatkan dasar untuk membangun SDM menjadi asset s
trategik, HPWS memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran
21

sistem SDM harus memasukkan kumpulan indikasi yang merefleksikan


pada ‘fokus pada kinerja’ dari setiap elemen sistem SDM.
Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui
setiap fungsi SDM mulai dari tingkat makro dan menekankan pada
orientasi kinerja pada setiap aktivitas. Contoh :
· Berapa banyak kandidat yang berkualitas sangat baik yang direkrut
untuk setiap strategi penerimaan karyawan baru?
· Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk training bagi karyawan
setiap tahunnya?
· Bagaimana proporsi merit pay ditentukan oleh PA Formal?
· Apa perbedaan dalam pemberian merit pay di antara karyawan yang
berkinerja tinggi dan berkinerja rendah? Dan sebagainya.
3. Mengukur HR System Alignment
Berarti menilai sejauh mana sistem SDM memenuhi kebutuhan

C. TAHAP-TAHAP IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD

(1) Tahap pengumpulan data Balanced Scorecard, Pada tahap


pengumpulan data, masing-masing supervisor menyiapkan data-data
yang diperlukan oleh kunci pengukuran (KPI) bagiannya. Setelah data-
data tersebut disiapkan, para supervisor tersebut kemudian mengoreksi
untuk kemudian menyerahkan yang telah ditentukan beserta data-data
pendukungnya kepada manajer yang menjadi atasan langsungnya.
(2) Tahap pelaporan, manajer terkait kemudian menyampaikan data
tersebut beserta dokumen pendukungnya kepada manajer yang mengolah
ke dalam format Balanced Scorecard. Pada bagian ini data-data tersebut
kembali diperiksa untuk mendapatkan jaminan atas validitas dan
kewajarannya. Setelah proses ini data tersebut di-input ke loader
Balanced Scorecard dan ke dalam form laporan Balanced Scorecard yang
telah distandarkan. Setelah mengoreksi hasil input baik pada loader
Balanced Scorecard maupun form laporan Balanced Scorecard, bagian m
22

anajer tersebut mengirimkan laporan Balanced Scorecard kepada


Pimpinan perusahaan.
(3) Tahap monitoring.
Laporan Balanced Scorecard yang ditampilkan pada PC (Personal
Computer) manajemen dalam bentuk database untuk mendapatkan tindak
lanjut dari apa-apa yang telah dicapai perusahaan selama periode yang
bersangkutan. Setelah data masukan ini diproses, aplikasi Balanced
Scorecard perusahaan akan menyajikan pencapaian kinerja perusahaan
dibandingkan dengan target atau anggaran pada periode atau waktu yang
terkait.
23

4. PENGEMBANGAN SISTEM EVALUASI KINERJA

A. DEFINSI PENGEMBANGANSISTEM EVALUASI KINERJA

Ada berbagai macam perumusan yang dikemukakan oleh beberapa ahli


tentang definisi dari pengembangan. Pengembangan organisasi
merupakan program yang berusaha meningkatkan efektifitas
keorganisasian dengan mengintergrasikan keinginan individu akan
pertumbuhan dan perkembangan dengan tujuan keorganisasian atau
perusahaan. Secara khusus proses ini merupakan usaha mengadakan
perubahan secara berencana yang meliputi suatu sistem total sepanjang
periode tertentu, dan usaha mengadakan perubahan itu berkaitan dengan
misi organisasi atau perusahaan (Wursanto,2005:319). Sedangkan
Sutarto memberikan kesimpulan bahwa pengembangan organisasi adalah
rangkaian kegiatan penataan dan penyempurnaan yang dilakukan secara
berencana dan terus-menerus guna memecahkn masalah-masalah yang
timbul sebagai akibat daro adanya perubahan sehingga organisasi dapat
mengatasi serta menyesuaikan diri dengan perubahan dengan
menerapkan ilmu perilaku yang dilakukan oleh pejabat dalam organisasi/
perusahaan itu sendiri atau dengan bantuan dari luar organisasi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengembangan merupakan
usaha yang dilakukan secara terus-menerus meliputi keseluruhan
perusahaan demi meningkatkan efektifitas dan kesehatan sebuah
organisasi atu perusahan dengan menetapkan asas-asas dan praktek yang
dikenal dalam kegiatan organisasi.
Pengembangan adalah upaya meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan karyawan lama dan baru yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa mendatang.
Pengembangan (development) mewakili usaha-usaha meningkatkan
kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk
meningkatkan kapabilitas di luar kapabilitas yang dibutuhkan oleh
24

pekerjaan saat ini (Mathis & Jackson, 2006: 350). Para karyawan dan
menejer yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang sesuai dapat
meningkatkan daya saing organisasional dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah.

1. Tujuan dan Fungsi pengembangan SDM


Tujuan utama program pengembangan karyawan, pertama
pengembangan ini dilakukan untuk menutup “gap” anatara kecakapan
atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. Kedua, program-
program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah
ditetapkan. Selain itu pengembangan ini akan membantu menghindarkan
diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
Dikemukakan oleh Admosudirjo, pengembangan organisasi atau
organisasi development mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi
administrator dan fungsi spesialis. Fungsi administrator adalah
merupakan fungsi dan kewajiban daripada untuk selalu
mengembangkan dan menyesuaikan perusahaan kepada perkembangan
tugas pokok, kepada perkembangan keadaan lingkungan , kepada
kemajuan teknologi yang dipegunakan, kepada kemajuan personil serta
produktivitas.
2. Proses Pengembangan SDM
Menurut ( Mathis & Jackson, 2006: 352-365), pengembangan dimulai
dari rencana-rencana SDM organisasi karena rencana ini menganalis,
meramalkan, dan menyebutkan kebutuhan organisasional untuk sumber
daya manusia pada saat ini dan masa yang akan datang. Perencanaan
SDM yang juga membantu menyebutkan kapabilitas yang dibutuhkan
oleh organisasi tersebut di masa yang akan datang dan pengembangan
yang dibutuhkan agar orang-orang dapat tersedia untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
a. Merumuskan Rencana SDM
25

Banyak organisasi lebih memilih “membeli” daripada “membuat”


karyawan memilki kapabilitas-kapabilitas sumber daya manusia. Tapi
kenyataannya, “membuat” atau mengembangkan karyawan lebih dapat
memberikan kontribusi pada strategi keunggulan kompetisi yang terus-
menerus melalui sumber daya manusia.
b. Menyebutkan Kapabilitas-kapalitas yang Penting
Beberapa kapablitas menejemen yang penting dan umum adalah orientasi
tindakan, pembuatan keputusan yang berkualitas, nilai etika, dan
keterampilan teknis. Selain itu, ada beberapa kemampuan nonteknis yang
harus dikembangkan untuk keahlian teknologi yang memiliki tuntutan
tinggi, yaitu kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, bekerja
sendiri, menyelesaikan masalah-masalah dengan cepat, dan menggunaka
pengetahuan masa lalu dalam situasi baru.
c. Menjalankan Rencana Suksesi
Perencanaan pergantian kepemimpinan atau suksesi (succession
planning) adalah proses pen gidentifikasian rencana jangka panjang
untuk penggantian karyawan-karyawan kunci sesuai urutan. Kebutuhan
untuk mengganti karyawan kunci berasal dari promosi, pemindahan,
pension, kematian, cacat jasmani, pengunduran diri, atau alasan-alasan
lain.
d. Menilai Kebutuhan Pengembangan
Baik perusahaan maupun individu dapat menganalisis apa yang
dibutuhkan oleh seorang lewat pengembangan untuk menyebutan
kelebihan dan kekurangan. Metode-metode yang digunakan antara lain
penggunaan pusat-pusat penilaian (assessment centers), pengujian
psikologis, dan penilaian kinerja.
e. Melaksanakan Rencana Pengembangan
Bila kebutuhan pengembangan fisik telah dianalisi , tentunya rencana
pengembangan dapat dilaksanakan baik secara organisasional maupun
individual. Pengembangan dilaksanakan pada kapabilitas-kapabilitas
26

apa saja yang dianggap penting untuk dikembangkan berdasarkan


analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
3. Metode Pengembangan
Dalam kegiatan pengembangan organisasi terdapat berbagai macam
metode pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua macam, yaitu:
metode pengembangan perilaku dan meteode pengembangan
keterampilan dan sikap
1. Metode Pengembangan Perilaku
Metode yang berusaha menyelidiki secara mendalam tentang proses
perilaku kolompok dan individu. Menggunakan berbagai cara antara lain,
jaringan menegerial, latihan kepekaan, pembentukan team, dan umpan
balik survey.
2. Metode Pengembangan Keterampilan
Metode ini berusaha mengembangkan keterampilan SDM yang berbeda
dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Keterampilan yang akan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi tersebut agar
kinerja dapat berjalan lancar dan efektif.Penilaian kinerja (performance a
ppraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan
melakaukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat
standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut
kepada karyawan (Mathis, 2006: 382). Sedangkan Jewell & Siegall
mengajukan pengertian penilaian unjuk kerja sebagai proses yang
dipergunakan oleh sebuah organisasi untuk menilai sejauh mana
anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan (1998:
2009).
4. Proses Pengembangan Standar Kinerja
Menurut Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat
dan reliable akan meningkatk jika mengikuti suatu proses sistematis yang
terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu :
a. Mengadakan standar kinerja untuk setiap posisi dan criteria
evaluasianya,
27

b. Mengadakan kebijaksanaan evaluasi kinerja berkaitan dengan kapan


penilaian dilakukan, seberapa sering dan siapa yang harus menilai,
c. Memiliki penilaian yang mengumpulkan data kinerja karyawan,
d. Memiliki penilaian yang mengevaluasi kinerja karyawan,
e. Mendiskusikan evaluasi tersebut dengan karyawan,
f. Membuat keputusan dan menyimpan hasil evaluasi tersebut.
Aspek yang paling penting dari system pengukuran kinerja adalah
kemampuannya untuk mengukur hasil dan pemicu sedemikian rupa
sehingga menyebabkan organisasi bertindak sesuai dengan strateginya.
Organisasi tersebut mencapai keselarasan cita-cita dengan cara
mengaitkan tujuan keuangan dan strategi keseluruhan dengan tujuan di
tingkat lebih rendah yang dapat dipantau dan dipengaruhi di tingkatan
organisasi yang berbeda. Dengan ukuran-ukuran ini, semua karyawan
dapat memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi strategi
perusahaan.
Karena ukuran-ukuran ini secara eksplisit terkait dengan strategi suatu
organisasi, maka ukuran-ukuran dalam scorecard harus spesifik untuk
strategi tertentu dan oleh karena itu spesifik untuk organisasi tertentu.
Walaupun ada kerangka pengukuran kinerja yang generik, tidak ada
scorecard yang generik.
28

5. STANDAR KINERJA DAN EVALUASI KINERJA SERTA


PENGEMBANGAN STANDAR KINERJA

A. PROSES PENGEMBANGAN STANDAR KINERJA


Menurut Ivancevich (1992), kemampuan menghasilkan data yang akurat
dan reliable akan meningkatk jika mengikuti suatu proses sistematis yang
terdiri dari 6 (enam) langkah, yaitu :
a. Mengadakan standar kinerja untuk setiap posisi dan criteria
evaluasianya,
b. Mengadakan kebijaksanaan evaluasi kinerja berkaitan dengan kapan
penilaian dilakukan, seberapa sering dan siapa yang harus menilai,
c. Memiliki penilaian yang mengumpulkan data kinerja karyawan,
d. Memiliki penilaian yang mengevaluasi kinerja karyawan,
e. Mendiskusikan evaluasi tersebut dengan karyawan,
f. Membuat keputusan dan menyimpan hasil evaluasi tersebut.
Dimensi kinerja atas karyawan yang dinilai disebut dengan criteria
evaluasi. Menurut Ivancevich (1992), suatu criteria yang efektif harus
memiliki karakteristik sebagao berikut :
a. Relevan. Suatu pengukuran kinerja harus sesuai dengan output aktual.
b. Sensitivitas. Suatu criteria harus dapat mencerminkan perbedaan
antara orang yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah.
c. Praktis. Kriteria harus mudah diukur, dan pengumpulan data dilakukan
secara efisien.
Menurut Ivancevich (1992), beberapa pertimbangan yang dapat
digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan penilaian kinerja,
yakni:
a. Dapat dilakukan secara arbitari, artinya waktu pelaksanaan penilaian
kinerja dapat ditentukan secara sembarang.
b. Setiap karyawan dievaluasi dengan jadwal tunggal.
29

Jadwal evaluasi adalah pada suatu saat penyelesaian dari suatu siklus
tugas.
Beberapa pihak yang dijadikan sebagai penilai dalam menilai kinerja
karyawan antara lain :
a. Dinilai dari suatu komite dari beberapa atasan
b. Dinilai oleh teman kerja (Peer)
c. Dinilai oleh bawahan
d. Dinilai oleh orang dari luar (teknik reviu lapangan)
e. Dinilai oleh diri sendiri (Self-evaluation)
f. Dinilai dengan kombinasi pendekatan.
30

6. PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUSI KINERJA

A. Instrumen Evaluasi
Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai
perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil
belajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non-tes. Instrumen bentuk tes
mencakup: tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan
ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar salah, unjuk kerja
(performance test), dan portofolio. Instrumen bentuk non-tes mencakup:
wawancara, angket, dan pengamatan (observasi).
Sebelum instrumen digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Dua
karakteristik penting dalam menganalisis instrumen adalah validitas dan
reliabilitasnya.
Instrumen dikatakan valid (tepat, absah) apabila instrumen digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen untuk mengukur
kemampuan matematika siswa sekolah dasar tidak tepat jika digunakan
pada siswa Sekolah menengah. Dalam hal ini sasaran kepada siapa
instrumen itu ditujukan merupakan salah satu aspek yang harus
dipertimbangkan dalam menganalisis validitas suatu instrumen. Aspek
lainnya misalnya kesesuaian indikator dengan butir soal, penggunaan
bahasa, kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, kaidah-kaidah dalam
penulisan butir soal dsb.
Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya memenuhi syarat
sebelum digunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar
terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai
kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat
mengakibatkan hasil penilaian menjadi bisa atau tidak sesuainya hasil
penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang
pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya.
31

Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen


yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan
instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi
beberapa kaidah antara lain:
• Validitas
• Reliabilitas
• Objectivitas
• Pratikabilitas
• Ekomonis
• Taraf Kesukaran
• Daya Pembeda
B. Jenis Dan Bentuk Evaluasi Dalam Pembelajaran
a. Tes Bentuk Uraian
Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengatur kegiatan-kegiatan belajar
yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian, karena
menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan dan
menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik,
dan gaya yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk
uraian ini dapat dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu:
a.) Uraian Terbatas (Restricted Respons Items)
Dalam menjawab soal bentuk uraian ini, peserta didik harus
mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun
kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok-
pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai
dengan batas-batas yang telah ditentukan dan dikendaki dalam soalnya.
Contoh:
 Jelaskan bagaimana prosedur operasional sebuah pesawat komputer!
 Sebutkan lima komponen dalam sistem komputer!
32

b.) Uraian Bebas (Extended Respons Items)


Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara d
an sistematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat
sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta didik
mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru tetap
mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik
nanti. Contoh:
 Bagaimana perkembangan komputer di Indonesia, jelaskan secara
singkat!
 Bagaimana peranan komputer dalam pendidikan!
2. Tes Lisan
Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan
tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik. Tes ini
memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara sebagai berikut.
1.) Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki
peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara
berhadapan langsung.
2.) Bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat
sehingga sering mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan soal,
tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan
langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud.
3.) Hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Sedangkan kelemahan dari tes lisan adalah sebagai berikut.
1.) Subjektivitas guru sering mencemari hasil tes
2.) Waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
3. Tes Perbuatan
Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk
lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan
atau unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak peserta didik
melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang
dicapainya.
33

Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan sebuah format


pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat
menuliskan angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah
disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan.
Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya menggunakan
format pengamatan individual. Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan
secara kelompok digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan
untuk keperluan pengamatan kelompok.
34

7. MODEL EVALUASI KINERJA

A. PENGERTIAN MODEL EVALUASI


Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli- ahli atau
pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau
tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat
dikatakan merek standar dari pembuatannya.
Di samping itu, ada ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang
akan dibawakannya serta kepentingan atau penekanannya atau dapat juga disebut
dengan paham yang dianutnya yang disebuT pendekatan, atau approach.
Evaluasi juga dibedakan berdasarkan waktu pelaksanaannya, kapan
evaluasi dilakukan, untuk apa evaluasi dilakukan, dan acuan serta paham
yang dianut oleh evaluator, dalam buku teks ini disebut konsep evaluasi.

B. MODEL – MODEL EVALUASI


Ada banyak model evaluasi, tetapi dalam makalah ini hanya akan dibahas
beberapa model yang terpopuler dan banyak dipakai sebagai strategi atau
pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program. Berikut beberapa model –
model evaluasi :
1. Model Evaluasi CIPP
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak
pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan,
tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme
pelaksanaan program itu sendiri.
Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance)
dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk
akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan
dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh
Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat
dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini
35

keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan


sesudah program pendidikan dikembangkan.
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield
(1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada
pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach
structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader
pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi
akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil
keputusan.
2. Evaluasi Model UCLA
Menurut Alkin (1969) evaluasi adalah suatu proses meyakinkan
keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan
menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang
berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.
Ia mengemukakan lima macam evaluasi yakni :
a. Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan
atau posisi sistem.
b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang
mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan progam.
c. rogram implementation, yang menyiapkan informasi apakah rogram
sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu ng tepat seperti yang
direncanakan?
d. rogram improvement, yang memberikan informasi tentang
bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau
berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan, adakah hal-hal atau
masalah-masalah baru yang muncul takterduga?
e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau
Guna program.

3. Evaluasi Model Brinkerhoff


36

Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang


disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti
evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka
sendiri sebagai berikut :
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design. Dapatkah masalah evaluasi
dan kriteria akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu
keharusan? Belum lengkap penjelasannya
b. Formative vs Summative Evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai
untuk perbaikan atau untuk melaporkan kegunaan atau manfaat suatu
program? Atau keduanya?
c. Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/
Unobtrusive Inquiry. Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke
dalam kegiatan program/mencoba memanipulasi kondisi, orang
diperlakukan, variabe1 dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati,
atau keduanya?
4. Model Stake atau Model Countenance
Menurut Stake (1967), analisis proses evaluasi yang dikemukakannya
membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini dan meletakan
dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk
untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake
menekankan ada dua dasar kegiatan dalam evaluasi ialah Desciptions dan
Judgement dan membedakannya ada tiga tahap program pendidikan,
yaitu: Anteredents (context), Transaction (process) dan Outcomes
(Output).
Oleh karena itu, Hasan (2008; 201) mengatakan bahwa model
Countenance stake bersifat arbitraty dan tidak perlu dianggap sebagai
suatu yang mutlak. Stake’s mempunyai keyakinan bahwa suatu evaluasi
haruslah memberikan deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai
evaluan.

C. PERBEDAAN DARI MASING-MASING MODEL


37

Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam menjalankan atau


melaksanakan suatu program terkhususnya dalam ruang lingkup
pembelajaran.dengan adanya evaluasi kita akan dapat lebih mudah untuk
mengetahui apakah program yang telah dilakukan atau dilaksanakan tersebut
sudah berjalan dengan baik atau sebaliknya.Setiap model-model evaluasi tentunya
memiliki pengertian dan tujuan yang berbeda-beda dalam setiap penerapannya,
perbedaan tersebut dapat kita lihat dari elemen-elemen yang terdapat didalamnya
misalnya :
a. Model evaluasi CIPP terdiri dari
1. Contect evaluation to serve planning decision
2. Input evaluation,structuring decision
3. process evaluation,to serve implementing decision
4. product evaluation, to serve recycling decision
b. Model evaluasi UCLA terdiri dari
1. sistem assessment
2. program planning
3. program implementation
4. program improvement
5. program certification
c. Model evaluasi Brinkerhoff yang terdiri dari
1. Fixed vs emergent evaluation design
2. Formative vs summative evaluation
3. Experimental and Quasi experimental design vs natural/unobtrusive inquiry
d. Model Stake atau model countenance yang terdiri dari
1. Antecedents(Context)
2. Transaction(Process)
3. Outcomes(Output)
38

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pemberian imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik
atau masukan bagi organisasi untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya
memberitahukan kepada karyawan tentang pandangan organisasi atas kinerja
mereka.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu
dilaksanakan adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi
pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan bagaimana perusahaan perusahaan menciptakan nilai, strategi-
strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa yang bias
menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasi dengan jelas dan
sudah terkomunikasikan dengan baik keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi.
Departemen SDM sebagai bagian dari perusahaan, mutlak dalam mengembangkan
strateginya harus mengacu pada arah dan strategi yang telah ditetapkan
perusahaan. Jadi strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology yang detail
dan dapat dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran
perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan organisasi
mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam
mencapai sasaran tersebut.
Untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non-tes.
Instrumen bentuk tes mencakup: tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes
pilihan ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar salah, unjuk kerja
(performance test), dan portofolio. Instrumen bentuk non-tes mencakup:
wawancara, angket, dan pengamatan (observasi).
Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling
melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang
dimaksud antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian
39

diri, dan penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan
tingkat perkembangan peserta didik.

B. SARAN
Dengan selesainya makalah kami ini semoga dapat menambah wawasan
para pembaca, namun kami mengharap sran kritik, demi perbaikan makalah ini
untuk kedepan nantinya.

DAFTAR PUSTAKA
40

Ika UT,2009. “Makalah Evaluasi Kinerja 1” Ikatan Alumni Universitas Terbuka


Jakarta.
http://ika-utjakarta.blogspot.com/2009/11/makalah-evaluasi-kinerja-1.html
Dewitri,2011. “Kompensasi dan Evaluasi Kinerja” Manajemen SDM Lanjutan
http://dewiramli.blogspot.com/2011/11/kompensasi-dan-evaluasi-kinerja.html
Kunandar, 2007, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (Ktsp) Dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Raja Grafindo
Persada :Jakarta
Purwanto, Ngalim, 2004, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evalusi Pengajaran, Remaja
Rosda Karya : Bandung
Sudijono, Anas , 2007, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
http://haedaralgazali.blogspot.com/2011/06/makalah-ktsp.html (akses 4 april
2013)
http://zaenalabidin1357.blogspot.com/2013/04/assesment-kinerja-
danassesment.html
http://fuadmje.wordpress.com/2011/11/05/instrumen-evaluasi-hasil-belajar
Diambil dari http://www.mediafunia.com/2013/01/evaluasi-context-input-process-
product.html (belajar mandiri) diakses pada tanggal 24 februari 2017
Diambil dari http://shareit4us.blogspot.co.id/2010/05/kelebihan-dan-kelemahan-
model-evaluasi.html (belajar mandiri) diakses pada tanggal 24 februari 2017
Diambil dari http://www.kompasiana.com/muhaiminmoh/model-evaluasi-cipp-
context-input-process-product_552ab300f17e611530d62496 (belajar mandiri)
diakses pada tanggal 24 februari 2017

Anda mungkin juga menyukai