Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN KELUARGA

MORBUS HANSEN

Disusun Oleh :

Megaria Sihombing 1710029017

Pembimbing :
dr. Meiliati Aminyoto, M.Kes, Sp.GK
dr. Opiansyah

Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ilmu Kedokteran Keluarga
Puskesmas Palaran/ Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda
November – Desember 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Morbus Hansen (MH) atau biasa disebut sebagai penyakit kusta adalah suatu
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh bakteri. Mycobacterium leprae (M.
leprae) (Kemenkes RI, 2012).Masa inkubasi M. leprae sangat bervariasi mulai dari 40
hari sampai 40 tahun, dengan waktu rata-rata 3-5 tahun. Hal ini disebabkan karena
multiplikasi dari kuman tersebut bersifat sangat lambat. Penyakit ini menyerang
sistem saraf tepi, kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem
retikuloendotelial, mata, otot, tulang, testis, kecuali susunan saraf pusat (Amiruddin,
2003).

Morbus Hansen paling sering menyerang saraf lengan bawah, tungkai bawah,
dan wajah. Jika menyerang tangan akan menyebabkan hilangnya rasa ditelapak
tangan, kelumpuhan jari - jari, kekakuan pada sendi dan jari menjadi bengkok (claw
hand). Jika menyerang kaki menyebabkan hilangnya rasa di telapak kaki, bahkan kaki
menjadi lunglai (foot drop). Jika menyerang wajah maka akan terjadi kelumpuhan
otot kelopak mata sehingga sulit menutup mata dengan benar (Perdamenta, 2013).
Penularan MH dengan cara kontak yang erat dan lama dengan penderita. Bakteri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui
kontak kulit. Timbulnya penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
faktor sumber penularan yaitu tipe penyakit kusta, faktor kuman kusta, dan faktor
daya tahan tubuh atau sistem imunitas seseorang (Kemenkes RI, 2012).

Morbus Hansen merupakan salah satu penyakit menular dengan angka


kejadian tinggi. Menurut WHO dari tahun 2004 - 2011 kasus MH di Indonesia
menempati urutan ketiga tertinggi di dunia setelah India dan Brazil dengan jumlah
143.394 kasus. Penyakit ini menjadi masalah nasional kesehatan masyarakat.
Beberapa daerah di Indonesia memiliki angka kejadian masih tinggi, salah satu nya
Provinsi Lampung. Hingga akhir tahun 2015 tercatatsebanyak 122 penderita dengan
angka prevalensi 0,14 per 10.000 penduduk. Selama tahun 2015 tercatat penemuan
kasus baru yaitu 122 kasus. Berdasarkan data jumlah kasus baru MH di provinsi
Lampung, kabupaten/kota yang memiliki angka kejadian tertinggi adalah Kabupaten
Lampung Tengah dengan jumlah 24 kasus, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten
Lampung Timur dengan jumlah 22 kasus, dan Kabupaten Lampung Utara dengan
jumlah 19 kasus (Dinkes Lampung, 2014). Morbus Hansen tidak hanya menimbulkan
permasalahan medis, namun juga menimbulkan permasalahan sosial. Permasalahan
sosial sering timbul akibat persepsi beragam yang berkembang di masyarakat.
Adanya persepsi yang salah mengenai penyakit ini menyebabkan para penderita
mengalami berbagai masalah dalam kehidupan sosialnya (Lesmana, 2013).

Menurut teori cara masuknya kuman kusta ke dalam tubuh seseorang adalah
melalui saluran napas bagian atas atau melalui kontak kulit. Sebagian besar manusia
memiliki kekebalan alamiah terhadap kusta (95%), dan hanya sebagian kecil yang
dapat tertular (5%). Dari 5% yang tertular tersebut 70% akan sembuh sendiri dan
30% sisanya akan menjadi sakit. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause,
kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis
penyakit kusta (Kemenkes RI, 2012).
Upaya memutus mata rantai penularan penyakit kusta adalah dengan
pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) pada pasien kusta dan vaksinasi BCG.
Pasien dewasa dengan diagnosis kusta tipe MB harus menelan obat selama 12-18
bulan, yang terdiri dari 2 kapsul rifampisin 15 0mg, 3 tablet klofazimin 50 mg, 1
tablet dapson pada hari pertama, serta 1 tablet klofazimin 50 mg dan 1 tablet dapson
50mg pada hari ke 2-28 (Kemenkes RI, 2012).
Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak mendapat MDT
mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kerusakan saraf. Kerusakan saraf terutama
berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas, dan berkurangnya kekuatan otot. Selain
itu kerusakan saraf yang hebat akan memicu timbulnya deformitas. Usaha rehabilitasi
medis yang dapat dilakukan untuk pasien dengan cacat tubuh adalah dengan operasi
atau melakukan fisioterapi untuk mengembalikan fungsinya[ CITATION Kos13 \l 1033 ].
1.2 Tujuan
Tujuan pembelajaran kasus ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
bahwa pelayanan kedokteran keluarga merupakan pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit,
dimana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh
golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak hanya terbatas pada organ tubuh
atau suatu penyakit tertentu saja.

BAB 2
KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. L
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. HB Suparno RT. 29 Kelurahan Rawa Makmur
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan : SMP
Suku : Bugis
Agama : Islam

2.2 Identitas Keluarga


NO Nama Status Umur Suku Pendidikan Pekerjaan
1. Ny. N Ibu 32 tahun Bugis SMP IRT

2. An. AP Anak 12 tahun Bugis SD Pelajar

Tabel Identitas keluarga yang tinggal serumah dengan pasien.


2.3 Anamnesis

Autoanamnesis dan aloanamnesis dilakukan pada tanggal 03 Desember 2018


pukul 13.00 WITA, bertempat di rumah pasien.

2.3.1 Keluhan Utama

Bercak-bercak putih di lengan kiri

2.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang 9 bulan yang lalu dengan keluhan adanya bercak bercak kecil
berwarna merah muda pada tangan kiri punggung atas, paha kiri dan betis kiri.
Awalnya bercak tersebut pertama kali hanya muncul pada tangan kiri saja yang terasa
nyeri, namun lama kelamaan bercak tersebut bertambah banyak dan meluas serta
tidak menimbulkan rasa nyeri ataupun gatal. Istri pasien pernah memberikan salep
kulit yang dibeli sendiri dari apotek, namun keluhan pasien tidak pernah membaik.
Selain itu pasien juga mengeluhkan jari - jari tangannya sulit dibengkokkan.
Kemudian pasien berobat ke dokter umum, dilakukan pemeriksaan fisik dan
laboratorium, di dapatkan hasil positif pasien menderita penyakit kusta. Dokter
merencanakan pengobatan dilakukan selama 1 tahun di Puskesmas. Sekarang pasien
mendapatkan pengobatan kusta bulan ke-8 dari Puskesmas. Setelah rutin
mengkonsumsi obat dari puskesmas selama ± 7 bulan bercak-bercak pada tubuh
pasien sudah tidak memerah lagi namun seperti menghitam, jari-jari tangan sudah
dapat digerakkan dengan baik dan tidak ada reaksi alergi selama pengobatan.
2.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini

Tidak terdapat riwayat penyakit Hipertensi maupun Diabetes melitus

2.3.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Anak pasien menderita penyakit kusta sejak 7 tahun yang lalu dan dalam
pengobatan

2.3.5 Riwayat Kebiasaan dan Psikosoial

Kebiasaan pasien setiap harinya adalah bekerja sebagai nelayan. Hubungan


dengan keluarga baik, setiap akhir pekan ayahnya pulang ke rumah dari empang.
Hubungan dengan tetangga juga cukup baik, pasien menyapa dan berinteraksi dengan
baik. Sakit tidak membatasi aktivitas pasien.

2.4 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Komposmentis
Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 60 kg
Status Gizi : Normoweight (BMI : 23,6)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x/ menit
Frekuensi Napas : 20 x/ Menit
Suhu : 36,8 OC

2.4.1 Status Generalis


Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum (-), nafas cuping hidung -|- , sekret (-)
Telinga : Ukuran dan bentuk telinga dalam batas normal
Mulut : Ukuran gigi dalam batas normal, mukosa basah, tidak pucat,
faring tidak hiperemis,

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thorax
 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Vokal fremitus sama kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di semua lapangan paru, batas jantung normal
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), Ronkhi (-/-), bunyi
jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Bentuk normal, simetris, distended (-), scar (-)
 Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-) pada seluruh kuadran dan ulu hati
(-), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
 Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
 Inferior : Akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema.
2.4.2 Status Lokalis

 Pemeriksaan Kulit
Status dermatologikus:
- Regio : brachii S, antebrachii S, thorax posterior, femoralis
D, cruris S
- Distribusi : Generalisata
- Warna : Hipopigmentasi dengan tepi kemerahan
- Ukuran : 6 x 8 cm
- Jumlah : Multipel
- Efloresensi primer : Plak
- Eflorensensi sekunder : -
- Batas : Tegas
Kuku : Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
 Pemeriksaan saraf :
- GCS : 15, E4M6V5
- Rangsang meningeal (-)
- Saraf kranial : Dalam batas normal
- Motorik : Gerak involunter (-),
MMT eks.Sup: 5/5/5
MMT eks.Inf: 5/5/5
- Refleks fisiologis: Biseps (+/+), Trisep (+/+), Patella (+/+), Achilles (+/+)
- Refleks patologis: Babinski (-/-)
- Pemeriksaan sensibilitas
Di daerah lesi:
Halus –kasar : Hipo-estesi
Panas –dingin : Tidak dilakukan
Tajam –tumpul : Tidak dilakukan

2.5 Pemeriksaan Penunjang tanggal 23 April 2018

BTA cuping telinga (lepra) (+)

2.6 Diagnosis

ICD 10 (A30) Morbus Hansen Multibasiler

2.7 Penatalaksanaan
1. Non-farmakologis
a. Edukasi mengenai penyakit, gejala, faktor predisposisi dan terapi serta
efek sampingnya kepada pasien dan keluarga pasien.
b. Edukasi bahwa penyakit ini dapat menular sehingga orang-orang
sekitar harus menjaga kebersihan dan menjaga daya tahan tubuh.
c. Edukasi pasien untuk segera mendatangi fasilitas kesehatan jika
keluhan memberat atau terdapat efek samping dari pengobatan.
Usul terapi non farmakologis dari dokter muda :
Kegiatan pencegahan cacat : 3M (memeriksa, melindungi, merawat
diri)
Untuk daerah yang mati rasa: 1. Memeriksa dengan sering berhenti
dan periksa tangan dengan teliti apakah ada luka atau lecet sekecil apapun.
2. Melindungi tangan dari benda yang panas, kasar ataupun tajam, dengan
memakai kaos tangan tebal atau alas kain dan mencegah luka. 3.
merawat luka jika ada luka, memar, atau lecet sekecil apapun, rawatlah dan
istirahatlah bagian tangan itu sampai sembuh.
2. Farmakologis
Pasien saat ini mendapatkan:
1 kapsul klofazimin dosis 50 mg
1 tablet dapson dosis 50 mg
Usul terapi farmakologis dari dokter muda:
1 kapsul klofazimin dosis 50 mg
1 tablet dapson dosis 50 mg

2.9 Prognosis

Dubia ad bonam
ANALISIS KEDOKTERAN KELUARGA
No I. IBU II. ANAK
1 Nama Ny. N An. AP
2. Umur 32 tahun 12 tahun
3. Jenis kelamin Perempuan Perempuan
4. Status perkawinan Menikah Belum Menikah
5. Agama Islam Islam
6. Suku bangsa Bugis Bugis
7. Pendidikan SMA -
8. Pekerjaan IRT IRT
9. Alamat lengkap Jl. HB Suparno RT 29 Kelurahan Rawa Makmur

ANGGOTA KELUARGA
NO Nama Status Umur Suku Pendidikan Pekerjaan Serumah Status Kesehatan
1. Tn. L Kepala 34 th Bugis SMP Nelayan Ya Sakit (MH)
Keluarga
2. Ny. N Istri 32 th Bugis SMP IRT Ya Sehat
3. An. AP Anak 12 th Bugis - - Ya Sakit (MH)

GENORAM

GENOGRAM

Keterangan :
Laki-laki Tinggal satu rumah
Perempuan Orang Sakit
STATUS FISIK, SOSIAL, EKONOMI, KELUARGA DAN LINGKUNGAN

No Ekonomi Keluarga Keterangan

1 Luas tanah 3 x 12 meter


2 Luas bangunan 3 x 12 meter
3 Pembagian ruangan Rumah adalah rumah sewa,
berbentuk rumah panggung, terdiri
dari 1 lantai, 1 kamar tidur, dapur
dan tempat cuci piring/baju menjadi
satu, 1 ruang tamu. Jamban di luar
ruma.
4 Besarnya daya listrik 2300 Watt
5 Tingkat pendapatan keluarga :
a. Pengeluaran rata-rata/bulan Rp. 900.000,00
Bahan makanan: beras, lauk, sayur, air
minum
Diluar bahan makanan Rp.300.000,00
- Kesehatan
- Listrik
- Air
- Lain-lain
b. Penghasilan keluarga/bulan Rp.1.500.000,00 sampai Rp.
2.000.000,00

No Perilaku Kesehatan

1 Pelayanan promotif/preventif Tidak ada


2 Pemeliharaan kesehatan anggota keluarga lain Tidak ada

3 Pelayanan pengobatan Tidak ada

4 Jaminan pemeliharaan kesehatan Tidak ada


No Pola Makan Keluarga

1 Pasien dan anggota keluarga Makan 3 kali sehari (pagi, siang dan
malam). Nasi, tahu, tempe, ikan.
No Aktivitas Keluarga

1 Aktivitas fisik
a. Pasien Bangun pagi pukul 07.00 WITA lalu
memberi makan udang di keramba
dilanjutkan panen udang, dan tidur
malam pukul 22.00 WITA.

b. Ibu Ibu pasien merupakan ibu rumah


tangga, bangun pukul 06.00 WITA,
bila ada waktu luang merangkai
manik-manik.

c. Anak Bangun pukul 06.00 WITA, pergi


sekolah hingga pukul 12.00 WITA.
Sesampainya dirumah pasien
beristirahat hingga pukul 15.00
kemudian pasien bermain. Setelah
magrib pasien mengaji lalu menonton
televisi dan tidur malam pukul 21.00
WITA.

2 Aktivitas mental Seluruh anggota keluarga rutin


melaksanakan shalat 5 waktu
No Lingkungan
1 Sosial Hubungan dengan lingkungan sekitar
baik.
2 Fisik/Biologik
Perumahan dan fasilitas Cukup
Luas tanah 3 x 12meter
Luas bangunan 3 x 12meter
Jenis dinding terbanyak Kayu
Jenis lantai terluas Kayu
Sumber penerangan utama Lampu listrik
Sarana MCK Tidak mempunyai kamar mandi,
untuk kegiatan mandi dilakukan di
halaman belakang rumah. Tempat
mencuci piring dan pakaian berada
mejadi satu dengan dapur. Jamban
berjarak 10 meter dari rumah pasien
dan bukan jamban pribadi pasien.
Sarana Pembuangan Air Limbah Tidak mempunyai septik tank.
Sumber air sehari-hari Air sungai.
Sumber air minum Air isi ulang.
Pembuangan sampah Sampah dikumpulkan menjadi satu
plastik kemudian dibakar saat sore
hari di samping rumah, tidak ada
tempat khusus membakar sampah.

PENILAIAN APGAR KELUARGA


Hampir
Hampir Kadang
tidak
Kriteria Pernyataan Selalu Kadang
pernah
(2) (1)
(0)
Adaptasi Saya puas dengan √
keluarga saya karena
masing-masing anggota
keluarga sudah
menjalankan sesuai
dengan seharusnya
Kemitraan Saya puas dengan √
keluarga saya karena
dapat membantu
memberikan solusi
terhadap permasalahan
yang dihadapi
Pertumbuhan Saya puas dengan √
kebebasan yang diberikan
keluarga saya untuk
mengembangkan
kemampuan yang saya
miliki
Kasih saying Saya puas dengan √
kehangatan dan kasih
sayang yang diberikan
keluarga saya
Kebersamaa Saya puas dengan waktu √
n yang disediakan keluarga
untuk menjalin
kebersamaan
Jumlah 10

Keterangan :
Total skor 8-10 = Fungsi keluarga sehat
Total skor 6-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
Total skor ≤ 5 = Fungsi keluarga sakit

Kesimpulan :
Nilai skor keluarga ini adalah 10, artinya keluarga ini menunjukan fungsi keluarga
sehat.

POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT KELUARGA

Jawaban
No Indikator Pertanyaan Keterangan
Ya Tidak
A. Perilaku Sehat
1 Tidak merokok
Ada yang memiliki kebiasaan Tidak ada √
merokok ?
2 Persalinan
Dimana ibu melakukan Bersalin ditolong oleh √
persalinan ? bidan.
3 Imunisasi
Apakah bayi ibu sudah di Imunisasi tidak lengkap √
imunisasi lengkap ? (BCG,DPT 1,2,3,Polio,
Hepatitis, Campak)
dilakukan semua.
4 Balita di timbang
Apakah balita ibu sering Tidak pernah ke √
ditimbang? Dimana? posyandu
5 Sarapan pagi
Apakah seluruh anggota keluarga Rutin sarapan pagi √
memiliki kebiasaan sarapan pagi?
6 Dana sehat / Askes
Apakah anda ikut menjadi peserta Tidak √
jaminan kesehatan ?
7 Cuci tangan
Apakah anggota keluarga Seluruh anggota √
mempunyai kebiasaan mencuci keluarga tidak rutin
tangan menggunakan sabun mencuci tangan dengan
sebelum makan dan sesudah buang sabun sebelum dan
air besar ? sesudah makan, serta
sesudah buang air besar.
8 Sikat gigi
Apakah anggota keluarga memiliki Seluruh anggota √
kebiasaan gosok gigi keluarga rutin
menggunakan odol melakukan kebiasaan
menggosok gigi
9 Aktivitas fisik/olahraga
Apakah anggota keluarga Seluruh anggota √
melakukan aktivitas fisik atau olah keluarga jarang
raga teratur melakukan olahraga
B. Lingkungan Sehat
1 Jamban
Apakah dirumah tersedia jamban Tidak tersedianya jamban √
dan seluruh keluarga pribadi, jika anggota
menggunakannya ? keluarga ingin BAB atau
BAK di jamban samping
rumah yang berjarak +/
10 meter
2 Air bersih dan bebas jentik
Apakah dirumah tersedia air bersih Di rumah menggunakan √
dengan tempat/tendon air tidak ada sumber air yang berasal
jentik ? dari air tanah / sungai
yang diendapkan dan
kurang bersih yang hanya
ditampung di dalam
drum atau ember, tidak
ada tempat penampungan
air yang berjentik.
3 Bebas sampah
Apakah dirumah tersedia tempat Rumah terlihat bersih √
sampah? Dan di lingkungan sekitar dan tidak tampak sampah
rumah tidak ada sampah berserakan di daerah
berserakan? sekitar rumah
4 SPAL
Apakah ada/tersedia SPAL Tidak tersedia SPAL √
disekitar rumah
5 Ventilasi
Apakah ada pertukaran udara Ukuran ventilasi cukup, √
didalam rumah mencapai 1/10 luas lantai
untuk tiap ruangan
6 Kepadatan
Apakah ada kesesuaian rumah Rumah cukup luas untuk
dengan jumlah anggota keluarga? 2 orang penghuni √
7 Lantai
Apakah lantai bukan dari tanah? Seluruh lantai rumah dari √
papan
C. Indikator tambahan
1 ASI Eksklusif
Apakah ada bayi usia 0-6 bulan Ya √
hanya mendapat ASI saja sejak
lahir sampai 6 bulan
2 Konsumsi buah dan sayur
Apakah dalam 1 minggu terakhir Tidak semua anggota √
anggota keluarga mengkonsumsi keluarga mengkonsumsi
buah dan sayur? sayur dan jarang
mengkonsumsi buah
Jumlah 10 8

Klasifikasi
SEHAT I : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 1-5 pertanyaan (merah)
SEHAT II : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 6-10 pertanyaan (Kuning)
SEHAT III : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 11-15pertanyaan (Hijau)
SEHAT IV : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 16-18pertanyaan (Biru)
Kesimpulan
Dari 18 indikator yang ada, yang dapat dijawab ”Ya” ada 10 pertanyaan yang
berarti identifikasi keluarga dilihat dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehatnya masuk
dalam klasifikasi SEHAT II.

Tabel 3.5 Analisa Aspek Diagnosis Holistik

1 Alasan kedatangan pasien Keluhan utama : bercak-bercak merah di


lengan kiri.
Apa yang diharapkan pasien & keluarga :
Pasien dan keluarga ingin sembuh karena
daera bercak mati rasa, sehingga pasien tidak
tahu bila daerah tersebut luka.
Apa yang dikhawatirkan pasien : Pasien
khawatir dirinya menularkan penyakitnya
kepada ibu dan temannya.
2 Diagnosis klinis - ICD 10 (A30) Morbus Hansen Multibasiler
Biological - Infeksi Mycobacterium Leprae
Psikomental - Pengetahuan terkait penyakit Morbus
Intelektual Hansen kurang.
Nutrisi - Gizi cukup
Derajat keparahan - Tingkat cacat 0

3 Perilaku individu dan gaya hidup - Ibu pasien tidak pernah membawa pasien ke
yang menunjang terjadinya posyandu balita dan pasien tidak pernah
penyakit dan beratnya penyakit mendapat imunisasi
(faktor risiko internal)
4 Pemicu psikososial & lingkungan 4.1 Pemicu primer :
dalam kehidupan (faktor risiko - Pasien kurang paham mengenai pernyakitnya
eksternal) 4.2 Pemicu sekunder :
- Pemicu social : -
- Masalah Perilaku keluarga yang tidak sehat :
ibu pasien tidak pernah membawa pasien ke
posyandu dan pasien tidak pernah
mendapatkan ivunisasi
- Masalah ekonomi yang mempengaruhi
penyakit : Pendapatan tidak menentu
- Akses ke pelayanan kesehatan : Pasien tidak
memiliki jaminan kesehatan
- Pemicu lingkungan fisik :
rumah : -
tempat kerja : -
Masalah dengan bangunan tempat tinggal : -
Masalah lingkungan pemukiman yang
berdampak ke penyakit (komunitas) : -
5 Fungsi sosial Skala 1 : mampu melakukan pekerjaan seperti
sebelum sakit / mandiri

Diagnosis Keluarga

Pasien bernama Tn. L merupakan pasien rawat jalan non-BPJS di Puskesmas Palaran
yang didiagnosis Morbus Hansen Multibasiler. Pasien tinggal di rumah yang kurang
sehat. Saat ini, sedang mendapatkan pengobatan MDT MB kemudian akan dilakukan
pemeriksaan ulang untuk menilai keberhasilan pengobatan. Secara umum keluarga
pasien memiliki kesadaran PHBS yang kurang baik dan fungsi keluarga yang sehat.
Keluarga ini menempati rumah yang kurang sehat. Keluarga ini juga memiliki
penerapan hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Pengetahuan
pasien mengenai cara penularan dan pengobatan penyakitnya kurang baik. Pasien
meminum obat untuk penyakitnya secara rutin dan teratur. Pemicu masalah pada
pasien ini yaitu pasien kurang paham mengenai penyakitnya.
MANDALA OF HEALTH

GAYA HIDUP
Pasien rajin meminum obat secara teratur

PERILAKU KESEHATAN
Kesadaran PHBS dan hygiene pribadi yang kurang baik
LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI
Pasien tidak dikucilkan
Pendapatan keluarga tidak menentu

PASIEN
BIOLOGI
Pasien didiagnosa dengan Morbus Hansen Multibasiler
Tidak pernah mendapatkan imunisasi
ICD 10 : A30

PELAYANAN KES.
ta terutama tentang cara penularan dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi masih kurang LINGK. FISIK
Pasien tidak memiliki jaminan kesehatan Lingkungan rumah dan sanitasi yang kurang baik

KOMUNITAS
Terdapat anggota keluarga yang menderita kusta
Tabel 3.6 Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga

N Masalah yang Rencana Sasaran Skor Upaya penyelesaian Resume hasil akhir Skor
o dihadapi Pembinaan Pembinaan awal perbaikan akhir
1. Anggota keluarga yang Edukasi Pasien dan 3 - Edukasi mengenai - Pasien dan keluarga 4
tinggal serumah keluarga penyakit dan paham mengenai
dengan pasien untuk penularannya penyakit dan rencana
meminimalisir kontak penobatan
& segera berobat jika - Motivasi agar tidak putus
ada keluhan obat
2. − Keluarga tidak Edukasi Pasien dan 3 -Motivasi mengenai -Ibu pasien berniat 3
memiliki jaminan keluarga perlunya memiliki meminta bantuan ketua
kesehatan jaminan kesehatan RT untuk pembuatan
jaminan kesehatan
sosial

3. Higiene pribadi dan Edukasi Pasien dan 3 -Edukasi mengenai -Keluarga tidak 3
lingkungan kurang keluarga hygiene membiarkan sampah
berserakan dan rajin
membersihkan kipas
angin
4. Berobat jika hanya ada Edukasi Pasien dan 3 -Edukasi dan motivasi - Keluarga sudah 3
keluhan keluarga untuk memerik- sakan berkeinginan untuk
kesehatan berkala karena memeriksakan
adanya risiko untuk kesehatan berkala
terjadi reaksi alergi
5. Ventilasi dan Edukasi Pasien dan 2 -Memperbaiki ventilasi - Pintu rumah belum 2
penerangan di dalam keluarga dengan membuka pintu dibuka dan kipas angin
rumah kurang dan jendela rumah pada belum dibersihkan,
siang hari dan kipas angin ventilasi dan
selalu dibersihkan penerangan di dalam
rumah masih kurang
BAB 4

PEMBAHASAN

Studi kasus dilakukan pada Tn. L dengan keluhan bercak putih di lengan kiri.
Pasien datang 9 bulan yang lalu dengan keluhan adanya bercak bercak kecil berwarna
merah muda pada tangan kiri punggung atas, paha kiri dan betis kiri. Awalnya bercak
tersebut pertama kali hanya muncul pada tangan kiri saja yang terasa nyeri, namun
lama kelamaan bercak tersebut bertambah banyak dan meluas serta tidak
menimbulkan rasa nyeri ataupun gatal. Istri pasien pernah memberikan salep kulit
yang dibeli sendiri dari apotek, namun keluhan pasien tidak pernah membaik. Selain
itu pasien juga mengeluhkan jari - jari tangannya sulit dibengkokkan. Kemudian
pasien berobat ke dokter umum, dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, di
dapatkan hasil positif pasien menderita penyakit kusta. Dokter merencanakan
pengobatan dilakukan selama 1 tahun di Puskesmas. Sekarang pasien mendapatkan
pengobatan kusta bulan ke-8 dari Puskesmas. Setelah rutin mengkonsumsi obat dari
puskesmas selama ± 7 bulan bercak-bercak pada tubuh pasien sudah tidak memerah
lagi namun seperti menghitam, jari-jari tangan sudah dapat digerakkan dengan baik
dan tidak ada reaksi alergi selama pengobatan.

Pada pemeriksaan didapatkan adanya multipel plak hiperpigmentasi dengan


tepi kemerahan berbatas tegas berukuran 6 x 8 cm pada brachii S, antebrachii S,
thorax posterior, femoralis D, cruris S. Di lakukan Pemeriksaan penunjang pada
pasien dengan mengambil sampel pada cuping telinga dan di dapatkan hasil BTA
lepra (+) Positif.
Pasien merupakan kepala rumah tangga yang bekerja sebagai nelayan dan
tinggal di rumah kontrakan dengan istri dan anak pasien. Kondisi dari rumah pasien
dilihat dari kriteria rumah sehat termasuk kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak
tersedianya sarana khusus untuk kamar mandi dan jamban atau MCK serta tidak
tersedianya sumber air bersih untuk kegiatan sehari – hari.
Pasien mendapatkan pengobatan MB dari Puskesmas Palaran dalam bentuk
tablet MDT kombipak sesuai pedoman MDT untuk hari ke 1 yaitu 2 kapsul
rifampisin dosis 150 mg dan 300 mg, 3 kapsul klofazimin dosis 50 mg, 1 tablet
dapson dosis 50 mg dilanjutkan 1 kapsul klofazimin dosis 50 mg selang sehari dan 1
tablet dapson dosis 50 mg untuk hari ke 2-28 (Kemenkes RI, 2012).
Selain pengobatan farmakologis juga diperlukan edukasi mengenai
penyakitnya, gejala, terapi dan komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan, edukasi
bahwa penyakit ini dapat menular sehingga orang-orang di sekitar harus menjaga
kebersihan dan menjaga daya tahan tubuh, menjaga kebersihan diri dan lingkungan,
rajin mencuci tangan setelah kontak dengan pasien, makan makanan yang bergizi,
dan istirahat yang cukup kepada keluarga pasien agar tidak terjadi kondisi yang
serupa di kemudian hari. Edukasi yang diberikan kepada keluarga penting sekaligus
untuk memutus rantai penularan bakteri. Menurut teori cara masuknya kuman kusta
ke dalam tubuh seseorang adalah melalui saluran napas bagian atas atau melalui
kontak kulit. Sebagian besar manusia memiliki kekebalan alamiah terhadap kusta
(95%), dan hanya sebagian kecil yang dapat tertular (5%). Dari 5% yang tertular
tersebut 70% akan sembuh sendiri dan 30% sisanya akan menjadi sakit. Faktor
fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi
dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta (Kemenkes RI, 2012). Keluarga
harus menjaga keadaan gizi agar tetap baik. Selain permasalahan gizi, perlunya
keluarga juga mengetahui betapa pentingnya kesadaran untuk menciptakan
lingkungan yang bersih baik di dalam maupun diluar rumah dan kesadaran untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat. Keluarga disarankan untuk dapat mengadakan
kamar mandi dan jamban sederhana atau sarana MCK yang memadai atau
mengetahui cara pembuangan tinja atau air limbah yang benar, memiliki tempat
penyimpanan air yang bersih, sehat dan bebas jentik, hal ini penting untuk mencegah
anggota keluarga menderita penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang
sehat. Selain itu kondisi rumah terutama ventilasi dalam rumah yang cukup sangat
penting untuk memperlancar sirkulasi udara dan sebagai jalan masuknya cahaya
matahari agar bakteri penyebab MH tidak berkembang dan bertahan di dalam rumah
karena hal ini dapat menyebabkan penularan kepada anggota keluarga yang lainnya.

Perlunya edukasi kepada pasien untuk dapat menuntaskan pengobatan dan


segera membawa dirinya ke fasilitas kesehatan jika keluhan yang dirasakannya
semakin berat, hal ini harus dilakukan karena pasien beberapa kali masih mengikuti
kemauannya sendiri seperti tidak mau pergi sampai ke tempat rujukan dikarenakan
keletihan. Perlu ditekankan kepada pasien bahwa pasien harus mengikuti semua
ketentuan dan tahapan pengobatan yang sesuai untuk semaksimal mungkin mencegah
pasien jatuh dalan kondisi kecacatan yang lebih parah dan akhirnya dapat
mempengaruhi kondisi dalam keluarga baik karena malu atau dari sisi perekonomian
keluarga menjadi terganggu. Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak
mendapat MDT mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kerusakan saraf.
Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas, dan
berkurangnya kekuatan otot. Selain itu kerusakan saraf yang hebat akan memicu
timbulnya deformitas. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk pasien
dengan cacat tubuh adalah dengan operasi atau melakukan fisioterapi untuk
mengembalikan fungsinya [ CITATION Kos13 \l 1033 ].

Beberapa masalah yang timbul tersebut perlu dicari penanganan atau solusi
yang paling tepat. Guna mendapatkan solusi yang tepat maka dapat dilakukan
kolaborasi dengan bagian promosi kesehatan, pengendalian penyakit menular
khususnya pemegang program kusta / MH, gizi dan kesehatan lingkungan atau tim
dari Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI [Kemenkes RI]. (2012). Pedoman Nasional Program
Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI [Kemenkes
RI].

Kosasih, A., Wisnu, I. M., Sjamsoe-Daili, E. S., & Menaldi, S. L. (2013). Kusta. In
A. Djuanda, M. Hamzah, & S. Aisah (Eds.), Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI.

World Health Organization [WHO]. (2017). Leprosy Elimination. Retrieved from


http://www.who.int/lep/epidemiology/en/
LAMPIRAN

DOKUMENTASI

Kondisi Rumah dan Lingkungan Pasien

Ruang tamu
Kamar tidur pasien

Kamar mandi

Anda mungkin juga menyukai