Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inkompatibilitas ABO merupakan suatu keadaan akibat reaksi ikatan antara
antibody dalam plasma darah dengan antigen pada sel darah merah. Keadaan ini
dapat di jumpai pada kesalahan memberikan transfuse darah dari donor ke
penerima dan ketidaksesuaian golongan darah ibu dan janinnya pada waktu
kehamilan. Inkompatibilitas ABO dalam kasus kesalahan memberikan transfuse
darah dapat mengakibatkan reaksi transfuse letal (lethal transfusion reaction),
sehingga membutuhkan penanganan dengan cepat dan tepat. Kasus
inkompatibilitas pada kesalahan transfuse sangat jarang ditemukan pada era
kesehatan modern seperti sekarang. Pengidentifikasian golongan darah donor dan
penerima (crossmatch test) sudah memadai, selain itu tuntutan sikap untuk disiplin
dan berhati hati dalam memberikan pelayanan kesehatan oleh praktisi kesehatan
menghindarkan dari kelalaian dalam pemberian tranfusi darah yang tidak sesuai
dengan resepien.
Inkompatibilitas ABO dalam kehamilan adalah suatu keadaan dimana umur
sel darah merah janin atau neonates yang memendek akibat antibody ibunya.
Inkompatibilitas ABO lebih sering ditemukan pada bayi golongan darah A atau B
dan ibu golongan darah O. angka kejadian dalam kasus ini lebih bermaksna
dibandingkan dengan kehamilan inkompatibel pada ibu golongan darah A atau B.
kehamilan inkompatibilitas ibu golongan darah O dengan janin golongan darah A
atau B ditemukan sekitar 15-40% dari seluruh kehamilan.
Inkompatibilitas ABO dalam keadaan ini dapat menyebabkan bayi kuning
(ikterus) dan kadar biliruin meningkat, jika ikterus pada bayi tidak mendapatkan
penanggulangan yang baik akan berakibat kernikterus (penimbunan bilirubin di sel
sel otak), yang berdampak keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral (serebral
palsy), tuli, dan bahkan kematian.
Inkompatibilitas ABO didapatkan sekitar 20-30% pada penderita ikterus neonatal
dari berbagai ras. Sejumlah penelitian menemukan bahwa resiko kejadian PHN
(Penyakit Hemolitik Neonatal) – ABO lebih tinggi pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Di Afrika selatan ditemukan 47% dari
penderita ikterus neonatal disebabkan oleh inkompatibilitas ABO. Dalam
masyarakat Indonesia, kelompok golongan darah O merupakan persentase tertinggi
dibandingkan kelompok darah lainnya yaitu 40,8%, diikuti golongan A, B
kemudian AB. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta (RSUPN CM), 59,2% ibu bergolongan darah O melahirkan bayi golongan
darah A dan B.
Inkompatibilitas ABO sering ditemukan pada kasus ikterus neonatal,
meskipun bermanifestasi ringan sampai sedang jika tidak ditangani dengan segera
dapat berakibat buruk bagi kesehatan bayi. Pemahaman yang baik mengenai jenis
inkompatibilitas beserta gejala klinis yang muncul, dapat sangat membantu praktisi
kesehatan untuk dapat membedakan jenis inkompatibilitas yang dihadapi sehingga
dapat pula menentukan jenis terapi yang tepat guna bagi janin.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Inkompatibilitas ABO
2. Untuk mengetahui apa saja Penyebab dan Gejala dari Inkompatibilitas ABO
3. Untuk mengetahui bagaimana Manifestasi Klinis dari Inkompatibilitas ABO
4. Untuk mengetahui bagaimana cara Mendiagnosis dan Pemeriksaan
Inkompatibilitas ABO
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Inkompatibilitas ABO merupakan suatu kondisi sebagai akibat dari
ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin yang dikandungnya. (Ann
Longsdon, 2012). Kondisi inkompatibilitas terjadi pada perkawinan yang
inkompatibel di mana darah ibu dan bayi yang mengakibatkan zat anti dari serum
darah ibu bertemu dengan antigen dari eritrosit bayi dalam kandungan. Sehingga
tidak jarang embrio hilang pada waktu yang sangat awal secara misterius atau
tiba-tiba, bahkan sebelum ibu menyadari bahwa ia hamil (Suryo, 2005).
Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab dari penyak
it hemolitik pada neonatus yang biasanya terjadi pada janin dengan golongan
darah A,B atau AB dari ibu yang bergolongan darah O, karena antibodi yang
ditemukan pada golongan darah O ibuadalah dari kelas IgG yang dapat
menembus plasenta (Wagle, 2010).
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah (inkompatibilitas ABO). Antibodi dalam
plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun
volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel
maka akan semakin meningkatkan risiko. Penyebab terbanyak reaksi hemolisis
intravaskular akut adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi
akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien
ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada
tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi.
Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien
melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari
darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Tanda-tanda klinis :
1. Segera :
Nyeri lumbal, nyeri sternal dan nyeri di tempat masuknya darah, demam
disertai menggigil dan kekakuan, gelisah, mual, muntah, urtikaria,
dispnea, dan hipotensi.
2. Lanjut :
Perdarahan yang tidak dapat diatasi, hemoglobinuria, oliguria sampai
anuria, ikterus dan anemia. Reaksi hemolitik dapat juga terjadi akibat
penyimpanan darah yan kurang baik, darah kadaluwars atau darah yang
sudah hemolisis karena terlalu dipanaskan/terlalu didinginkan
D. Patofisiologi
1. Inkompatibilitas ABO pada transfusi darah
Terjadinya inkompatibilitas ABO pada transfusi darah disebabkan
karena kesalahan transfusi yaitu kesalahan dalam pemberian darah dimana
golongan darah resipien berbeda dengan golongan darah pendonor. Hal ini
mengakibatkan antibodi didalam golongan darah resipien akan melisiskan sel
darah merah yang inkompatibel. Reaksi hemolitik pada kejadian
inkompatibilitas ABO dapat terjadi secara akut dan secara lambat(Rizky
Adriansyah, 2009).
Reaksi hemolitik akut pada transfusi merupakan masalah yang serius
karena terjadi destruksi eritrosit donor yang sangat cepat ( kurang dari 24 jam
). Pada umumnya dikarenakan kesalahan dalam mencocokan sample darah
resipien dan donor. Proses hemolitik terjadi di dalam pembuluh darah
(intravaskular), yaitu sebagai reaksi hipersensitivitas tipe II. Plasma donor
yang mengandung eritrosit dapat merupakan antigen yang berinteraksi
dengan antibodi pada resipien berupa IgM anti-A, anti – B atau anti-Rh.
Proses hemolitik dibantu oleh reaksi komplemen sampai terbentukmembran
attack complex. Pada beberapa kasus terjadi interaksi plasma donor sebagai
antibodi dan eritrosit resipien sebagai antigen. Pada reaksi hemolitik akut
juga dapat melibatkan IgG dengan atau tanpa melibatkan komplemen, dan
proses ini dapat terjadi secara ekstravaskular. Ikatan antigen dan antibodi
akan meningaktivasi reseptor Fc dari sel sitotoksik atau sel K yang
menghasilkan perforin dan mengakibatkan lisis dari eritrosit(Rizky
Adriansyah, 2009).
Reaksi hemolitik lambat pada transfusi diawali dengan reaksi antigen-
antibodi yang terjadi di intravaskular, namun proses hemolitik terjadi secara
ekstravaskular. Plasma donor yang mengandung eritrosit merupakan antigen
yang berinteraksi dengan IgG atau C3b pada resipien. Selanjutnya eritrosit
yang telah diikat IgG dan C3b akan dihancurkan oleh makrofag di hati. Jika
eritrosit donor diikat oleh antibodi (IgG1 atau IgG3) tanpa melibatkan
komplemen, maka ikatan antigen-antibodi tersebut akan dibawa oleh
sirkulasi darah dandihancurkan di limpa (Rizky Adriansyah, 2009).
E. Komplikasi
1. Inkompabilitas pada Kesalahan Tranfusi Darah
Dalam kasus ini penderita dapat mengalami masalah yang serius
hingga kematian. Penatalaksanaan yang tepat dapat menyelamatkan jiwa
penderita. Komplikasi yang mungkin muncul pada inkompatibilitas ABO
sebagai akibat reaksi tranfusi adalah gagal ginjal, syok anafilaktik, dan
kematian (Rizky Adriansyah, et.al., 2009)
F. Diagnosis
Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu.
Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs
tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini
bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk
mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG.
Untuk melakukan tes ini, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit
yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi,
lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi
listrik dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi
eritrosit. Serum Coombs ditambahkan dan jika imunoglobulin ibu ada dalam
eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih
lanjut untuk menentukan antigen spesifik.
Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat
bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca
persalinan, kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam
darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan
darah tepi.
H. Penatalaksanaan
1. Inkompabilitas ABO pada Kesalahan Tranfusi
a. Pemberian tranfusi harus diberhentikan
b. Pemberian cairan intravena dilakukan dengan hidrasi PZ
(3000ml/m2/hari)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayi usia 38 minggu yang pada saat usianya 12 jam terdapat warna kuning
yang menjalar dari muka hingga ke seluruh badannya dalam waktu 24 jam
mengalami ikterus neonatorum yang termasuk keadaan patologis karena
munculnya ikterus kurang dari 24 jam. Selain itu, pembuktian bahwa bayi
ini tergolong ikterus patologis adalah dengan cara memeriksa kadar
bilirubinnya. Kemudian, untuk mengetahui penyebabnya, diperlukan
adanya pemeriksaan penunjang seperti Tes Coomb. Karena bayi ini baru lahir,
penyebab tersering ikterus ini adalah ketidakcocokan golongan darah bayi dengan
golongan darah ibu, sehingga untuk terapinya, tergantung dari keparahan anemia
yang ditimbulkan (akibat adanya hemolysis) dan hiperbilirubinemia pada bayi.
Ada beberapa pilihan terapi, di antaranya immunoglobulin, fototerapi, transfusi
tukar, atau jika sudah sangat parah kombinasi antara transfusi tukar dengan
fototerapi.
DAFTAR PUSTAKA