Iskandar Zulkarnain
Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unlam Banjarmasin
Abstract
This paper explores the findings in the field (South Kalimantan) on the
understanding of student / teacher in algebra. The findings indicate a difficulty in
high school students and misconceptions in the majority of teachers in the region
in solving algebra problems that are not conventional.
Based on these findings the author offers an alternative strategy, namely the
cognitive conflict strategy to analyze their understanding. This strategy is
expected to enhance students' understanding of relational and overcome the most
fundamental difficulties in learning algebra which in turn can contribute to
national identity.
Latar Belakang
Landasan Teori
Piaget”. Strategi pengajaran konflik kognitif ini mengikuti cara yang secara nyata
menentang ide-ide siswa yang sudah ada dalam rangka untuk memberanikan
siswa dalam mengidentifikasi masalah pemahaman mereka sendiri dan untuk
memotivasi mereka dalam membangun sebuah pemahaman yang tepat. Menurut
Limon (2001), strategi ini secara umum adalah : 1). Menganalisis pengetahuan
yang sudah ada pada siswa ; 2). Menantang siswa dengan informasi yang
berlawanan ; 3). Mengevaluasi perubahan konsep antara ide-ide siswa yang sudah
ada dengan informasi yang terbaru.
Fujii (2003) menggunakan konflik kognitif sebagai alat untuk
menganalisis dan menilai kualitas dan kedalaman pemahaman siswa dalam
pelajaran aljabar.
Prosedur Perlakuan
Baru-baru ini (awal pekan keempat September 2010) kami diminta oleh
ketua program studi Pendidikan matematika FKIP Unlam di Banjarmasin untuk
membantu memberi pelatihan pada PLPG di Banjarmasin dengan topik
pendalaman materi. Peserta pelatihan adalah guru-guru SMA dari berbagai
kabupaten di Kalimantan Selatan yang berjumlah 20 orang. Sempat terpikir
dibenak kami, materi apa yang kiranya tepat diberikan pada pelatihan itu. Dengan
berbagai pertimbangan akhirnya dipilih materi aljabar. Alasan pemilihan topik
aljabar, khususnya persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, adalah hasil ujicoba
informal yang kami lakukan di dua sekolah favorit sekitar bulan Maret 2009
memberikan hasil yang tidak menggembirakan. Saya berpikir apakah ada yang
keliru dalam pengajarannya sehingga siswa dengan kategori unggulan tidak
mampu menyelesaikan soal : x2 + x > -1 ?
bahwa soal dikerjakan dalam dua setting yang berurutan. Pertama, masing-masing
peserta bekerja secara individual untuk menyelesaikan soal dengan pemahaman
sendiri. Kemudian mereka berdiskusi dengan setidaknya satu peserta lain di kelas
pada soal yang sama. Ada yang bekerja berpasangan dan ada yang berkelompok
dengan empat anggota.
Penulis fokus mengamati situasi kelas sesaat setelah memberikan soal.
Beberapa saat kemudian terdengar jawaban yang mengejutkan saya (instruktur) :
“ Pak, tidak ada jawabannya”.
“ Jawabannya imajiner, pak”. Sahut peserta lainnya.
Penulis katakan, “silahkan diskusikan dulu dalam kelompok”.
Mereka menjawab hampir serentak, “jawabannya sama pak, tidak ada”.
………………………..
Penulis sudah hampir dapat menyimpulkan bahwa pemahaman peserta pelatihan
(yang notabene adalah guru) terhadap materi pertidaksamaan kuadrat belum
komprehensif. Selanjutnya, penulis menyusun strategi untuk menciptakan situasi
konflik kognitif.
Mereka tercengang.
Sebagian kelihatan bingung dan ada yang memandang penulis dengan
pandanga heran.
6
Salah satu peserta berucap, “Di buku prosedurnya seperti itu pak, yaitu
menentukan harga x kemudian menguji interval dengan batas-batas x
tadi”.
“Karena diskriminannya kurang dari nol maka x tidak ada pak”, Sahut
peserta lainnya.
“Cara apa saja yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan
kuadrat ?” kata instruktur.
“Dengan pemfaktoran” kata salah satu peserta.
“Dengan menggunakan rumus abc, pak” kata peserta lainnya.
“Dengan melengkapkan kuadrat” yang lain menyahut.
Pada contoh ini, kita dapat melihat bagaimana sebuah prosedur untuk
penyelesaian pada persamaan kuadrat terbawa dan menjadi sebuah model yang
kuat yang tidak berubah. Tentu saja mereka mendapat kesukaran bila harus
menarik akar kuadrat di ruas kanan yang bernilai negatif.
Penutup
Daftar Pustaka
Zazkis, R. & Chernoff, E. (2006). Cognitive Conflict and its Resolution Via
Pivotal/Bridging Example. [Online]. Tersedia : http// www.emis.de/
proceedings /PME30/5/465.pdf [20 Januari 2010]
10