Anda di halaman 1dari 12

1.

Nifas

3.1 Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui


1. Beberapa pengertian tentang masa nifas sebagai berikut:
a. Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. masa nifas berlangsung kirakira 6 minggu, akan
tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil dalam waktu 3 bulan (Prawirohardjo, 2009;
Saifuddin, 2002).
b. Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6
minggu. selama masa ini, fisiologi saluran reproduktif kembali
pada keadaan yang normal (Cunningham, 2007).
c. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
prahamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 2010).
d. Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah persalinan
selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro,
2005).
e. Periode pasca partum (Puerperium) adalah masa enam minggu
sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2004).
Dari berbagai uraian yang menjelaskan tentang pengertian
masa nifas, dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah dimulai
setelah persalinan selesai dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6
minggu.

2. Tujuan asuhan kebidanan nifas dan menyusui, sebagai berikut:


a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun
pisikologis dimana dalam asuhan pada masa ini peranan keluarga
sangat penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi
maka kesehatan ibu dan bayi selalu terjaga.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana
bidan harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu
masa nifas secara sistematis yaitu mulai pengkajian, interpretasi
data dan analisa masalah, perencanaan, penatalaksanaan dan
evaluasi. Sehingga dengan asuhan kebidanan masa nifas dan
menyusui dapat mendeteksi secara dini penyulit maupun
komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.
c. Melakukan rujukan secara aman dan tepat waktu bila terjadi
penyulit atau komplikasi pada ibu dan bayinya, ke fasilitas
pelayanan rujukan.
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
nifas dan menyusui, kebutuhan nutrisi, perencanaan pengaturan
jarak kelahiran, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya,
perawatan bayi sehat serta memberikan pelayanan keluarga
berencana, sesuai dengan pilihan ibu.

3. Peran dan tanggung jawab bidan secara komprehensif dalam asuhan


masa nifas sebagai berikut.
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa
nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan
fisik dan psikologis selama masa nifas.
b. Sebagai promotor yang memfasilitasi hubungan antara ibu dan
bayi serta keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui serta meningkatkan rasa nyaman
ibu dan bayi.
d. Mendeteksi penyulit maupun komplikasi selama masa nifas dan
menyusui sertamelaksanakan rujukan secara aman dan tepat
waktu sesuai dengan indikasi.
e. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya pada masa
nifas dan menyusui, pemenuhan nutrisi yang baik, serta
mempraktekkan personal higiene yang baik.
f. Melakukan manajemen asuhan dengan langkah-langkah;
pengkajian, melakukan interpretasi data serta menetapkan
diagnosa, antisipasi tindakan segera terhadap permasalahan
potensial, menyusun rencana asuhan serta melakukan
penatalaksanaan dan evaluasi untuk mempercepat proses
pemulihan, mencegah komplikasi, serta untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas
g. Memberikan asuhan kebidanan nifas dan menyusui secara etis
profesional.

3.2 Asuhan Kebidanan Nifas pada ibu PEB

Menurut Prawirohardjo (2016), Asuhan Nifas pada ibu PEB yaitu:


Pemberian anti Konvulsan diteruskan sampai 24 jam post partum atau
kejang terakhir. Terapi anti hipertensi jika tekanan diastolik masih >110
mmHg
1. Memantau jumlah urin
Monitoring input (melalui infus maupun oral) dan out put cairan
(melalui urin) dengan memasang foley catheter untuk mempermudah
pemantauan.
2. Pemeriksaan laboratorium setiap 24 jam
Menurut Prawirohardjo (2016), Tatalaksana pada ibu PEB, yaitu :
1. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingiual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian secara oral.
a. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D
b. Lain-lain:
 Konsul bagian penyakit dalam / jantung atau mata
 Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rectal lebih 38,5 derajat
celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol atau xylomidon 2 CC secara IM.
 Antibiotik diberikan atas indikasi (4) diberikan ampicilin 1 gr/6
jam /IV/hari.

2. Pemberian MgSO4:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1
gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc laruitan MgSO4 (dalam 3-5
menit). Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4 gram dibokong kanan
(40 % dalam 10 cc) dengan jaruim no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2 % yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap
6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

3. Syarat –syarat pemberian MgSO4:


a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
b. Reflek patella positif kuat
c. Frekuensi pernafasan lebih 16 kali per menit
d. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBb/jam).

4. MgSO4 dihentikan bila


a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernafasan karena ada serum 10 U magnesium
pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernafasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi
kematian jantung.
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat:
 Hentikan pemberian magnesium sulfat
 Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara
iv dalam waktu 3 menit
 Berikan oksigen
 Lakukan pernafasan buatan

4. Tahapan pada masa nifas adalah sebagai berikut:


a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan
postpartum karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu
melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi; kontraksi
uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)
c. Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu
dapat menyusui dengan baik.
d. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan KB.
e. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit
atau komplikasi.

Menurut Reva Rubin (1991), terdapat tiga fase dalam masa adaptasi
peran pada masa nifas, yaitu:

1. Periode “Taking In” atau “Fase Dependent”

Karkteristik periode Taking In digambarkan sebgai berikut:


a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada
umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada
kekhawatiran akan tubuhnya.
b. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan
pengalamannya waktu melahirkan.
c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
d. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat
pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses
laktasi aktif.
e. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi
kebutuhan psikologis ibu.
Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik
ketika ibu menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan
mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat
berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan
suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa
dan terbuka mengemukan permasalahan yang dihadapi pada bidan.

2. Periode “Taking Hold” atau fase “Independent”

Karakteristik periode Taking Hold dapat digambarkan sebagai


berikut.
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua
yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB,
BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan
bayi, misalnyamenggendong, memandikan, memasang popok,
dan sebagainya.
e. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir
dalam melakukan hal tersebut.
f. Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan
perubahan yang terjadi.
Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk
memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu
diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai menyinggung
perasaan ibu atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia
sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau seperti itu
salah” disampaikan pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti
perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti
bimbingan yang diberikan bidan.

3. Periode “Letting go” atau “ Fase Mandiri” atau “Fase


Interdependen”
Karkteristik periode Letting go digambarkan sebagai berikut.

a. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.


Periode ini pun sangatberpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga.
b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia
harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat
tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak
ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
c. Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.

Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit tiga kali yaitu pada 6
jam-3 hari, 4 hari-28 hari, 29-42 hari. Kunjungan ini bertujuan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah,
mendeteksi,serta manangani masalah-masalah yang terjadi. (Kementrian
Kesehatan RI, 2016).
Pelayanan yang dapat dilakukan dalam setiap kunjungan yaitu
Pemeriksaan keadaan umum, Pemeriksaan tanda-tanda vital, Pemeriksaan
payudara dan produksi ASI, Pemeriksaan TFU dan kontraksi uterus,
Pemeriksaan perdarahan pervaginam, lokea, jalan lahir dan kondisi
perineum, Pemeriksaan tanda infeksi, Pemberian kapsul Vit.A, Pelayanan
kontrasepsi pasca persalinan, Penanganan resiko tinggi dan komplikasi pada
nifas, Pemeriksaan eliminasi dan defekasi, Pemberian nasehat : pola makan,
pola minum, personal hygiene, pola istirahat, cara menyusui yang baik dan
benar, perawatan bayi yang benar, stimulasi bayi, dan konsultasi pelayanan
KB setelah persalinan.
3.3 Tubektomi
Kontrasepsi mantap adalah suatu tindakan untuk membatasi keturunan
dalam jangka waktu yang tidak terbatas, yang dilakukan terhadap salah
seorang dari pasangan suami istri atas permintaan yang bersangkutan, secara
mantap dan sukarela.

Gambar diambil dari :https://www.panduanbpjs.com/wp-


content/uploads/2016/05/KB-dengan-cara-Vasektomi.jpg

MOW (Medis Operatif Wanita) / MOW atau juga dapat disebut


dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap
kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak
dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan,
oleh karena itu gairah seks wanita tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Kontrasepsi mantap pada wanita yang disebut tubektomi ialah
suatu pembedahan dengan cara mini laparatomi (minilap) yaitu
tindakan pada tuba fallopii wanita melalui irisan kecil di dinding perut
± 2-3 cm yang dapat mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil.
Kelebihan dan kekurangan:
- Rahim tidak diangkat, ibu masih bisa mendapat haid
- Metode yang tidak mudah dikembalikan ke semula, hanya untuk
ibu yang tidak menginginkan anak lagi
- Sangat efektif
- Aman bagi hampir semua ibu
- Tidak ada efek samping jangka Panjang
- Tidak melindungi dari IMS/HIV
Waktu yang tepat untuk melakukan kontrasepsi mantap ini pada
umumnya wanita bisa pakai kontrasepsi mantap ini kapan saja, tetapi
perlu ditunda jika:
• Baru 1-6 minggu persalinan
• Mungkin hamil
• Terdapat infeksi atau gangguan pada organ kewanitaan
• Gangguan kesehatan lain yang berat
Yang tidak boleh menjalani tubektomi.
- Hamil atau diduga hamil
- Penyakit jantung, paru, infeksi akut
- Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
- Tidak boleh menjalani proses pembedahan
- Masih menginginkan anak lagi
- Belum memberikan persetujuan secara tertulis
Langkah-langkah melakukan tindakan kontrasepsi mantap pada
wanita:
1) Obat membantu Anda tenang dan mengurangi rasa sakit
2) Anda tetap terjaga
3) Dibuat sayatan kecil, tidak sakit
4) Saluran diikat
5) Sayatan ditutup dengan dijahit
6) Istirahat beberapa jam
Setelah tindakan:
• Istirahat selama 2-3 hari
• Hindari mengangkat beban berat selama 1 minggu
• Tidak boleh bersenggama selama 1 minggu
Jika ditemukan keluhan pada minggu pertama seperti:
- Demam tinggi
- Nanah atau luka berdarah
- Nyeri, panas, bengkak, kemerahan
- Nyeri berlanjut/semakin parah, kram, nyeri perut
- Diare
- Pingksa/sangat pusing
Jika ditemukan di lain waktu seperti:
- Anda merasa hamil
- Sakit atau nyeri pada perut atau sering pingsan
Jika ditemukan keluhan-keluhan seperti diatas, maka untuk segera
datang kembali ke fasilitas kesehatan.
Daftar Pustaka
1. Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)

2. BKKBN. 2006. Profil Perkembangan Pelaksanaan Program KB di Indonesia.


Jakarta:BKKBN.

3. Cunningham, F.G., et al. 2007. Obstetri William. Edisi 23. Jakarta: EGC

4. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta :Kementrian Kesehatan

5. Prawirohardjo, Sarwono. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai