Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening (konjungtiva) yang menutupi bagian


putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh
berbagai hal diantaranya disebabkan oleh alergi, mikro-organisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), iritasi bahan-bahan kimia,.1
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-
negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut
mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan
ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti
keratokonjungtivitis alergi.2,3

Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa
terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan
kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus
dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini
menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.4

Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas secara umum tentang konjungtivitis
alergi itu sendiri dan bagaimana penanganan yang baik untuk konjungtivitis tersebut sehingga
tidak terjadi komplikasinya dan mendapatkan prognosis yang baik ke depannya.

1.2 Tujuan

1. Menambah wawasan mengenai konjungtivitis alergi yang benar dan tepat.

2. Melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD
Mohammad Natsir.

1.3 Manfaat Penulisan

1
1. Menambah wawasan mengenai konjungtivitis alergi.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda untuk menjalankan


kepaniteraan klinik senior terutama di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD
Mohammad Natsir.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada


berbagai literatur.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
 Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan


jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Secara histologis, kojungtiva disusun oleh lapisan-lapisan yang terdiri dari :2

3
1. Lapisan epitel konjungtiva yang terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel goblet yang dapat mensekresi mukus untuk dispersi lapisan
air mata prakornea secara merata.

2. Stroma konjungtiva dibagi menjadi lapisan adenoid di bagian superfisial yang


mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa pada bagian profunda yang
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Pada
lapisan ini terdapat kelenjar Krause dan Wolfring yang menghasilkan
komponen aquous air mata

Gambar 2.Histologi Konjungtiva

2.2. Definisi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia
ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa.
Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi
adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe
humoral ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen
dibandingkan dengan kulit.

2.3. Epidemiologi

Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang
tinggi. Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah
mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai
pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset

4
pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum
onset pubertas dan kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak
pada dewasa muda.

2.4. Etiologi

Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :1


a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

2.5. Patofisiologi konjungtivitis alergi secara umum

Immunopatogenesis terjadi meliputi kedua reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Infiltrat
inflamasi konjungtiva pada keratokonjungtivitis vernal terdiri dari eosinofil, limfosit, sel
plasma, dan monosit. 1,2

2.6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara umum

Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas),
gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar
pada konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu
penglihatan. Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat
memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil yang meningkat. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan tes alergi untuk mengetahui penyebab dari alerginya itu sendiri.1,2

2.7. Klasifikasi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV atau reaksi


antibody humoral yang dimediasi oleh IgE terhadap alergen, biasanya terjadi pada individu
dengan riwayat atopi. Semua gejala pada konjungtiva akibat dari konjungtiva bersifat rentan
terhadap benda asing. Terdapat beberapa jenis konjungtivitis yakni konjungtivitis demam
jerami, keratokonjungivitis atopik, konjungtivitis musiman, vernal konjungtivitis, Giant
papilary konjungtivitis dan konjungtivitis flikten.

a. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis simpleks)

5
Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa nasal. Oleh
karena itu, allergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga dapat menyebabkan
konjuntivitis alergi. Alergen airborne seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan
lain-lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis
alergi.
Gambaran patologi pada konjunktivitis hay fever berupa:
1) respon vascular di mana terjadi vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.
2) respon seluler berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel plasma
dan mediator lain.
3) respon konjungtiva berupa pembengkakan konjungtiva, diikuti dengan
meningkatnya pembentukan jaringan ikat.

b. Keratokonjungtivitis vernal

Keratokonjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan


berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini
juga dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim
kemarau”. Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau
sepanjang tahun di negeri tropis (panas).1,2
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang,
dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.1,2

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :



Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang
mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan
kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini
tampak sebagai tonjolan bersegi banyak (polygonal) dengan permukaan
yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.1,2

6
Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral


Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas dot yang
merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus
kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1,2

Gambar 4. Konjungtivitis vernal bentuk limbal

c. Keratokonjungtivitis atopi

Keratokonjungtivitis atopi sering diderita oleh pasien dermatitis atopi. Tanda


dan gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia.
Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis
vernal. Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak sebanyak terlihat pada
keratokonjungtivitis vernal.1

d. Giant papilary konjungtivitis

Giant papilary konjungtivitis dengan tanda dan gejala mirip dengan


konjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari
7
plastik atau lensa kontak terutama jika memakainya melewati waktunya.
Konjungtivitis Giant Papillarry diperantarai reaksi imun yang mengenai konjungtiva
tarsalis superior. Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat kaya basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan
berair. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit,
papilnya kecil (sekitar 0,3 mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil
akan menjadi besar ( giant) yaitu sekitar 1 mm diameter.1

Gambar 5. Giant papilary konjungtivitis

e. Konjungtivitis flikten

Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)


terhadap bakteri atau antigen tertentu, seperti tuberkuloprotein pada penyakit
tuberkolosis, infeksi bakteri (stafilokok, pneumokok, streptokok, dan Koch Weeks),
virus (herpes simplek), toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo
palpebra, jamur (kandida albikan), cacing (askaris, tripanosomiasis), limfogranuloma
venereal, leismaniasis, infeksi parasit dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.
Konjungtivitis flikten biassanya dimulai dengan munculnya lesi kecil berdiameter 1-3
mm yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemis. Di limbus sering
berbentuk segitiga dengan apeks mengarah kornea.1,2

Gambar 5. Konjungtivitis Flikten

8
2.8. Diagnosis

Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi
pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi.Gejala yang paling
penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata,yang mungkin saja
disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.(Weissman, 2010).

2.9. Diagnosis Banding

a) Konjungtivitis viral yaitu peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh virus.

b) Konjungtivitis bakteri yaitu peradangan pada konjungtiva bulbi, forniks, atau palpebra
yang disebabkan oleh bakteri.

c) Benda asing di konjungtiva adalah sutu keadaan dimana ditemukannya benda yang
dalam keadaan normal seharusnya tidak terdapat di konjungtiva sehingga dapat
menyebabkan iritasi jaringan.

d) Episkleritis yaitu reaksi radang jaringan ikat intravaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera.

Gambar 6. Episkleritis

2.10. Penatalaksanaan

   Penatalaksanaa pertama yang dilakukan adalah menghindari paparan alergen.


Membersihkan karpet, taplak, dan sprei efektif untuk menghilangkan akumulasi alergen
seperti debu binatang dan debu rumah. Kacamata juga dapat melindungi. Pengobatan
tergantung beratnya gejala pasien dan terdiri dari:

1. Suportif
a. Kompres dingin
9
b. Artificial tears
2. Topical
a. Antihistamin topical dan sel mast stabilizer
b. NSAID topical
c. Kortikosteroid topical,yaitu Flumetholon 2-4 kali sehari,1-2 tetes
d. Vasokonstriktor topical
3. Sistemik
Antihistamin sistemik efektif untuk jangka pendek tetapi dapat meningkatkan terjadinya
mata kering.

2.11. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan.

2.12. Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani
dengan baik.2

BAB III

PENUTUP

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra
(konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva
sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang
mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.
10
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan
bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi.
Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk
konjungtivitis vernal.

Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang sistemik.
Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi
pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi.
Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari
penyebab alergen tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit
Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
2. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115

11
3. Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.
Volume 8, Number 17. Februari 2019.
4. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.

12

Anda mungkin juga menyukai