DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................7
1.2 Tujuan .........................................................................................................................8
1.3 Sasaran ........................................................................................................................8
1.4 Keluaran......................................................................................................................9
1.5 Ruang Lingkup............................................................................................................9
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah .................................................................................9
1.5.2 Ruang Lingkup Kajian....................................................................................9
1.6 Metodologi..................................................................................................................9
1.6.1 Metodologi Pengumpulan Data
......................................................................9 1.6.2 Metodologi
Analisis......................................................................................11
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah i) mengembangkan model dasar permintaan energi
dalam skala wilayah di Indonesia, ii) menganalisis kondisi energi per wilayah di Indonesia.
1.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah teridentifikasinya permintaan energi berdasarkan
model perencanaan LEAP dalam skala wilayah dan permasalahan kondisi energi per wilayah
di Indonesia.
1.6 Metodologi
1.6.1 Metodologi Pengumpulan Data
Analisis yang akan dilakukan dalam kajian adalah analisis data sekunder (secondary
data analysis/desk study). Sedangkan data yang diperlukan dalam kajian ini meliputi data
primer dan data sekunder. Sumber data primer melakukan kunjungan lapangan ke daerah-
daerah untuk mengetahui kondisi data yang terkait dengan kajian ini, sedangkan data
2.1 Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya,
mekanika, kimia, dan elektromagnetika. Menurut hukum Termodinamika Pertama bahwa
“Energi bersifat kekal, Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnakan, tetapi
dapat berubah bentuk (konversi) dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain”.
Sumber energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan energi, baik secara langsung
maupun melalui proses konversi atau transformasi. Sumber daya energi merupakan
kekayaan alam yang dikuasai negara dan dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Adapun peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan
kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang
meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara
berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu. Selain itu juga karena cadangan
sumber daya energi tak terbarukan terbatas, maka perlu adanya kegiatan
3
penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin .
Pengelolaan energi meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus
dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu guna
memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaan energi yang dilakukan secara
terus menerus guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pelaksanaannya harus
selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi yang mendasar kebijakan pengelolaan
energi jangka panjang. Adapun dalam hal penyediaan energi salah satunya dapat
dilakukan dengan menginventarisasi sumber daya energi yang ada.
Sebagai katalisator pembangunan, pemanfaatan energi terutama energi fosil perlu
dikelola seefisien mungkin dan dipertimbangkan keberlanjutanya dengan memperhatikan
optimalisasi nilai tambah. Peralihan pemanfaatan energi fosil ke energi baru dan terbarukan
harus didorong dan terus dilakukan. Keberpihakan pada energi baru dan terbarukan baik
dalam bentuk insentif maupun dukungan riset dan teknologi menjadi kewajiban pemerintah
untuk mewujudkannya.
Secara umum, sektor pengguna energi Indonesia digolongkan menjadi 6 antara lain:
3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
Charlie Heaps (pengembang LEAP) menyatakan bahwa salah satu keunggulan dari
LEAP adalah kefleksibelannya tergantung tingkat kesulitan dari perencanaan energi dan
kualitas model yang diharapkan. Oleh karena itu, dengan kefleksibelannya LEAP yang dapat
dioperasikan mulai dari ahli energi dengan reputasi global yang ingin mendesain kebijakan
dan membantu sumbang saran bagi pengambil keputusan sampai dengan pengajar untuk
pengembangan kapasitas pemula.
4
www.energycommunity.org/an introduction LEAP diakses pada tanggal 7 Oktober 2014
Kajian Pengembangan Model LEAP 16
proyeksi permintaan energi di satu sektor yang didasarkan pada beberapa
indikator makroekonomi (harga, PDB), sekaligus menciptakan dengan rinci perkiraan
bottom-up berdasarkan analisis pengguna akhir (end-use) di sektor lain.
LEAP mendukung untuk proyeksi permintaan energi akhir maupun permintaan pada
energi yang sedang digunakan secara detail termasuk cadangan energi, transportasi, dan lain
sebagainya. Pada sisi penawaran, LEAP mendukung berbagai metode simulasi untuk
pemodelan baik perluasan kapasitas maupun proses pengiriman dari pembangkit. Di dalam
LEAP terdapat database teknologi dan lingkungan database yang berisi data mengenai biaya,
kinerja dan faktor emisi. LEAP dapat digunakan untuk menghitung profil emisi dan juga
dapat digunakan untuk membuat skenario emisi dari sektor non-energi (perubahan
penggunaan lahan, limbah).
LEAP memiliki fitur yang dirancang untuk membuat dan menciptakan skenario,
mengelola dan mendokumentasikan data dan asumsi, serta melihat laporan hasil dengan
mudah dan fleksibel. Sebagai contoh, struktur data utama LEAP secara intuitif ditampilkan
sebagai hirarki "pohon" (tree) yang dapat diedit dengan “menyeret dan menjatuhkan”
(drag and drop) atau copy dan paste setiap “cabang” (branch) yang ada. Tabel standar
neraca energi dan diagram Reference Energy System (RES) secara otomatis digenerasi
dan terus disinkronisasi bersamaan dengan pengguna (user) mengedit pohon. Hasil
tampilan adalah laporan yang digenerasikan dengan sangat kuat sehingga mampu
menghasilkan ribuan laporan dalam bentuk diagram atau tabel.
LEAP dirancang untuk dapat bekerja secara terhubung dengan produk Microsoft
Office (Word, Excel, PowerPoint) sehingga mudah untuk import, eksport dan
menghubungkan ke data serta model yang dibuat di tempat lain. Perancang program aplikasi
ini adalah dari Stokholm Environment Institute (SEI) dan memiliki komunitas yang saling
berinteraksi yaitu COMMEND (Community for Energy Environment and Development).
Penggunaan di Indonesia didukung dengan kemudahan penggunaan dan akses secara
cuma-cumanya LEAP menjadi software yang banyak digunakan oleh para akademisi dan
masyarakat umum dalam merancang perencanaan energi sederhana di suatu wilayah.
Selanjutnya LEAP saat ini telah banyak diaplikasikan untuk mensimulasikan kebijakan
energi dan menyusun perencanaan dalam pencapaiannya. Pada tahun 2008-2010, Pusdatin
ESDM bekerjasama dengan ECN Belanda untuk mensosialisasikan penggunaan model LEAP
yang akan digunakan untuk menyusun RUEN dan sebagai implementasi dari Kebijakan
Energi Nasional (KEN) yang saat ini (2013) sedang dalam tahap finalisasi. Pada kegiatan
Dalam software LEAP disediakan 4 (empat) modul utama dan 3 (tiga) modul
tambahan. Modul utama adalah modul-modul standar yang umum digunakan dalam
pemodelan energi, yaitu: Key Assumptions, Demand, Transformation, dan Resources. Modul
tambahan adalah pelengkap terhadap modul utama jika diperlukan, yaitu:
Statistical Differences, Stock Changes, dan Non Energy Sector Effects. Berikut ini empat
modul utama dan tiga modul tambahan antara lain:
5. Modul Stock Changes adalah untuk menuliskan asumsi-asumsi perubahan stok atau
cadangan energi pada awal tahun tertentu dengan awal tahun berikutnya. Cabang-
cabang dalam Modul Stock Changes akan muncul dengan sendirinya sesuai dengan
jenis-jenis energi yang dimodelkan dalam Modul Transformation. Pada umumnya,
perubahan stok pada pemodelan dianggap nol.
6. Modul Resources terdiri atas Primary dan Secondary. Kedua cabang ini sudah
default. Cabang-cabang dalam Modul Resources akan muncul dengan sendirinya
sesuai dengan jenis-jenis energi yang dimodelkan dalam Modul Transformation.
Kajian Pengembangan Model LEAP 19
Beberapa parameter perlu diisikan, seperti jumlah cadangan (minyak bumi, gas bumi,
batubara, dsb.) dan potensi energi (tenaga air, biomasa, dsb).
Susunan modul tersebut diatas sudah baku. LEAP akan mensimulasikan model
berdasar susunan tersebut, dari atas ke bawah. Simulasi LEAP bersifat straight forward, tidak
ada feed back antara permintaan dan penyediaan energi. Permintaan energi dianggap selalu
dipenuhi oleh pemasokan energi yang berasal dari transformasi energi domestik maupun
m
Proyeksi)Kebutuhan)&)Pasokan)Energi)
Energi'Primer' Transformasi' Energi'Final' Demand'Energi'
BBM)
Minyak)bumi) Kilang)minyak)
Rumah)Tangga)
Gas)bumi)
Gas)bumi)
Batubara)
Batubara) Komersial)
Tenaga)air)
Pembangkit)) L Industri)
Listrik) istrik)
Panasbumi)
G 4)
ambar 4 Referrence Energy System (RES)
No Data
Pertumbuhan nilai
Perbandingan antara pertumbuhan nilai tambah
Elastisitas angkutan tambah sektor angkutan
angkutan udara (dalam persen) dengan pertumbuhan
udara udara dan pertumbuhan
PDRB (dalam persen)
PDRB
Data pemakaian energi mencakup perhitungan pemakaian energi di sektor rumah tangga,
industri, komersial, transportasi dan sektor lainnya. Perhitungan pemakaian energi di
setiap sektor diverifikasi dengan data pasokan energi (BBM, listrik, dan gas) di setiap
provinsi. Perhitungan permintaan energi (demand) final sektor rumah tangga, industri,
transportasi dan non-energi, menggunakan persamaan sederhana:
Dengan merujuk pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa permintaan energi di setiap
sektor dapat dihitung jika semua data di atas tersedia. Idealnya, diperlukan survei untuk
mengetahui intensitas energi di setiap sektor. Sayangnya, tidak semua sektor memiliki hasil
survei untuk mengetahui besarnya intensitas energi di masing-masing sektor tersebut. Oleh
karena itu, beberapa pendekatan dilakukan untuk memperoleh perkiraan intensitas di setiap
sektor.
Untuk sektor rumah tangga, intensitas dihitung berdasarkan hasil pengolahan raw data
Susenas untuk masing-masing provinsi. Intensitas sektor industri menggunakan hasil
pengolahan raw data Survei Industri. Adapun sektor komersial, sektor transportasi dan sektor
lainnya, beberapa besaran intensitas ditentukan dengan guess and estimate
(expert judgement). Dengan menggunakan data aktivitas dan intensitas tersebut, maka
permintaan tiap jenis bahan bakar di setiap sektor dapat diketahui. Permintaan tiap jenis
bahan bakar di setiap sektor dapat dilihat di tabel berikut:
Dari tabel di atas, nampak bahwa terdapat perbedaan antara total pemakaian energi
dan data pemasokan. Selisih antara total pemakaian dan pemasokan dapat dilihat pada kolom
berwarna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara perhitungan bottom-
up dan perhitungan top-down.
Untuk mengatasi hal ini, maka dilakukan revisi (penyesuaian) terhadap intensitas
awal di setiap sektor. Intensitas hasil survei dan intensitas hasil guess and estimate ini
selanjutnya divalidasi dengan menggunakan data penjualan energi di setiap provinsi. Jika
terdapat selisih antara hasil perhitungan permintaan energi dengan data penjualan energi di
provinsi, maka dilakukan penyesuaian intensitas sehingga nilai permintaan energi sama
dengan jumlah penjualan energi di wilayah tersebut.
Penyesuaian intensitas ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas “goal seek”
yang disediakan oleh piranti lunak excel. Dengan melakukan goal seek, hasil
perhitungan permintaan dengan menggunakan data aktivitas dan intensitas energi akan
sama dengan pasokan bahan bakar ke wilayah tersebut.
Gambar 4 memberikan ilustrasi proses verifikasi dan penyesuaian data intensitas agar
data konsumsi energi dari sisi pengguna selaras dengan data dari sisi penjualan. Lampiran B
menguraikan prosedur yang dilakukan untuk memverifikasi dan menyesuaikan data intensitas
dan volume penggunaan energi.
Benchmark
Koreksi Intensitas
Kesenjangan terbesar ada pada sektor industri. Tim LEAP menjelaskan bahwa
besarnya konsumsi energi sektor industri pada Data Referensi mencakup sebagian volume
ekspor batubara. Selain itu, perbedaan data pasokan BBM antara Handbook Pusdatin dengan
data pasokan BBM yang digunakan oleh tim LEAP juga menjadi penyebab adanya
kesenjangan ini. Tabel 8 juga menjelaskan analisis mengenai perbedaan data tahun dasar
Meski secara keseluruhan total penjualan BBM di kedua sumber ini hampir sama,
perbedaan di masing-masing sektor masih terlihat. Untuk sektor transportasi, data penjualan
solar yang digunakan dalam permodelan LEAP RPJMN jauh lebih rendah dibandingkan
jumlah penjualan solar dalam Handbook Pusdatin. Sebaliknya, data penjualan avtur dan
avgas dalam permodelan LEAP RPJMN hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan
penjualan bahan bakar sejenis dalam Handbook RPJMN. Meski secara total konsumsi sektor
transportasi menurut Permodelan LEAP RPJMN dan Handbook Pusdatin hampir sama,
perbedaan-perbedaan yang mencolok di masing masing jenis bahan bakar ini perlu dicermati
karena perbedaan-perbedaan ini akan sangat mempengaruhi besarnya intensitas energi di
sektor terkait.
Pada sektor industri, masih terdapat perbedaan lebih dari 400 ribu KL minyak solar
dan hampir 800 ribu KL minyak bakar antara kedua sumber. Perbedaan total penjualan BBM
menurut kedua sumber menjadi faktor tambahan besarnya perbedaan konsumsi energi sektor.
Dengan perbedaan-perbedaan sumber data di atas, perbedaan hasil masing-masing sektor dari
kedua sumber sangat mungkin terjadi. Perbedaan ini menunjukkan perlunya kajian lebih
lanjut dan juga upaya yang lebih komprehensif untuk mendapatkan gambaran nyata
penggunaan energi di Indonesia.
1 Papua 14,0 - 14,3 14,7 - 15,3 16,2 - 17,2 16,9 - 18,3 16,9 - 18,6
2 Papua Barat 7,8 - 8,0 10,1 - 10,5 14,3 - 15,1 15,8 - 17,1 15,8 - 17,4
3 Maluku 6,9 - 7,0 7,1 - 7,4 8,0 - 8,6 8,1 - 8,7 8,2 - 9,0
4 Maluku Utara 5,9 - 6,0 6,2 - 6,4 6,8 - 7,3 7,2 - 7,8 7,4 - 8,2
5 NTB 5,9 - 6,0 5,9 - 6,1 6,1 -6,4 7,0 - 7,5 7,0 - 7,7
6 NTT 6,0 - 6,1 6,6 - 6,9 7,0 - 7,5 7,6 - 8,3 7,6 - 8,4
7 Sulawesi Utara 7,0 - 7,2 7,1 - 7,4 7,5 - 8,0 7,5 - 8,2 7,9 - 8,7
8 Gorontalo 6,6 - 6,7 7,1 - 7,4 8,1 - 8,6 8,3 - 9,0 8,5 - 9,4
9 Sulawesi Tengah 7,5 - 7,6 7,6 - 7,9 7,8 - 8,3 8,0 - 8,6 8,4 - 9,3
10 Sulawesi Selatan 7,3 - 7,5 7,4 - 7,6 8,0 - 8,5 8,7 - 9,4 8,7 - 9,6
11 Sulawesi Barat 8,0 - 8,1 9,6 - 10,0 9,8 - 10,4 9,8 - 10,6 9,9 - 10,9
12 Sulawesi Tenggara 7,8 - 7,10 7,9 - 8,3 8,0 - 8,6 9,7 - 10,6 9,8 - 10,9
13 Kalimantan Barat 6,0 - 6,1 5,7 - 5,9 6,1 - 6,4 6,9 - 7,5 7,5 - 8,3
14 Kalimantan Tengah 6,0 - 6,1 6,9 - 7,2 7,3 - 7,7 7,8 - 8,5 8,3 - 9,2
15 Kalimantan Selatan 5,0 - 5,1 6,0 - 6,3 6,6 - 7,0 7,3 - 7,9 8,2 - 9,1
16 Kalimantan Timur 4,5 - 4,6 5,5 - 5,8 5,5 - 5,8 6,1 - 6,6 6,7 - 7,4
17 Kalimantan Utara 4,9 - 5,0 4,9 - 5,1 5,8 - 6,1 6,1 - 6,7 6,6 - 7,3
18 DKI Jakarta 5,4 - 5,5 6,5 - 6,8 7,1 - 7,5 7,1 - 7,7 7,4 - 8,2
19 Jawa Barat 5,4 - 5,5 6,5 - 6,8 7,0 - 7,4 7,2 - 7,8 7,4 - 8,2
20 Banten 5,4 - 5,5 6,0 - 6,2 6,2 - 6,6 6,5 - 7,0 7,0 - 7,8
21 Jawa Tengah 5,4 - 5,5 6,5 - 6,8 6,9 - 7,3 7,0 - 7,6 7,6 - 8,4
22 DI Yogyakarta 5,3 - 5,4 5,8 - 6,0 5,9 - 6,3 6,1 - 6,7 6,2 - 6,9
23 Jawa Timur 6,1 - 6,2 6,5 - 6,7 6,8 - 7,2 7,0 - 7,6 7,5 - 8,2
24 Bali 5,3 - 5,4 6,3 - 6,6 6,3 - 6,7 6,6 - 7,2 6,8 - 7,5
25 Aceh 5,5 - 5,6 5,7 - 5,9 5,8 - 6,2 5,9 - 6,4 5,9 - 6,5
26 Sumatera Utara 6,0 - 6,2 6,6 - 6,8 7,0 - 7,4 7,3 - 7,9 7,7 - 8,5
27 Sumatera Barat 5,4 - 5,5 5,9 - 6,1 6,2 - 6,6 6,7 - 7,2 7,0 - 7,7
28 Riau 4,5 - 4,6 4,8 - 5,0 4,9 - 5,2 5,2 - 5,7 5,7 - 6,3
29 Kepulauan Riau 6,6 - 6,7 6,8 - 7,1 7,2 - 7,6 7,9 - 8,5 8,6 - 9,5
30 Jambi 6,4 - 6,6 6,9 - 7,2 7,2 - 7,6 7,8 - 8,4 8,5 - 9,4
31 Sumatera Selatan 5,7 - 5,8 6,0 - 6,2 6,1 - 6,4 6,4 - 7,0 7,1 - 7,9
32 Bangka Belitung 5,4 - 5,5 6,0 - 6,2 6,6 - 7,0 6,8 - 7,4 7,1 - 7,9
33 Bengkulu 5,8 - 6,0 6,6 - 6,8 7,0 - 7,5 7,4 - 8,0 7,9 - 8,8
34 Lampung 6,2 - 6,3 6,6 - 6,9 7,0 - 7,4 7,4 - 8,0 7,8 - 8,6
Sumber: Bappenas 2014
Pada bab ini menjelaskan hasil LEAP menurut wilayah yaitu energi final sektor
permintaan (demand) yang menggambarkan besarnya permintaan energi di sebuah
wilayah. Energi final sektor permintaan selanjutnya memberi fitur kepada penggunanya
untuk melihat permintaan energi berdasarkan sektor dan permintaan energi berdasarkan
jenis bahan bakar yang digunakan. Model umum (generic) untuk permintaan energi
dikelompokan menjadi 5 (lima) antara lain:
a) Sektor rumah tangga, yang selanjutnya dibagi menjadi beberapa sub sektor yaitu:
(1) Rumah tangga miskin (di bawah garis kemiskinan).
(2) Rumah tangga dengan pendapatan rendah.
(3) Rumah tangga dengan pendapatan menengah.
(4) Rumah tangga kaya.
b) Sektor komersial, mengacu pada sektor keuangan, komersial dan jasa sosial.
c) Sektor industri yang terbagi dalam industri makanan, tekstil, kayu, kertas, kimia, non-
logam, logam, permesinan dan industri lainnya. Kategorisasi industri ini disesuaikan
dengan pengelompokan industri dalam PDB.
d) Transportasi, yang dibagi berdasarkan moda transportasi yakni mobil penumpang,
sepeda motor, bus, truk, transportasi air dan transportasi udara.
e) Sektor lainnya, merujuk pada sektor pertanian, konstruksi dan pertambangan.
Pendapatan
Industri Komersial Konstruksi
Rendah
Pendapatan
Transportasi Jasa Sosial Pertambangan
Menengah
Lainnya
Udara
Lainnya
Berdasarkan jenis energinya, BBM merupakan jenis energi final yang menempati
pangsa terbesar dalam penggunaan energi pada wilayah Sumatera. Gambar diatas
menjelaskan bahwa pada tahun 2010 jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan
adalah minyak solar dan diikuti oleh premium. Namun demikian, berdasarkan proyeksi
yang telah dilakukan pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan
mendominasi permintaan adalah adalah minyak solar dan diikuti oleh premium akan tetap
mendominasi kebutuhan energi pada wilayah ini. Sedangkan untuk energi jenis lain
seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG akan terjadi peningkatan permintaan
energi yang tidak terlalu besar yakni sekitar 2% pertahun.
Hasil Focus Group Discusion (FGD) menunjukkan bahwa potensi energi di Wilayah
Sumatera sangat besar namun sebaliknya kebutuhan energi di wilayah ini juga cukup besar
terutama untuk dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, transportasi dan industri yang
semakin tinggi diwilayah ini sehingga terjadi defisit energi yang besar terutama BBM, listrik
dan gas alam di hampir seluruh Wilayah Sumatera. Oleh karena itu terjadi ketergantungan
antar daerah yang sangat tinggi akan suplai energi dari provinsi terdekat seperti
Provinsi Aceh sangat tergantung kepada suplai energy listrik dari Provinsi Sumatera Utara,
Provinsi Bengkulu tergantung dari Provinsi Sumatera Selatan.
Produksi gas alam di Wilayah Sumatera masih diprioritaskan untuk ekspor melalui
pipa ke Singapura dan Malaysia, sehingga kegiatan industri di Wilayah Sumatera masih akan
terus dibayangi oleh potensi defisit gas. Dalam hal ini konsumen gas alam di Wilayah
Sumatera tidak dapat melakukan apa-apa karena sesuai kontrak penjualan jangka panjang gas
alam ke luar negeri pembeli luar negeri selalu dilindungi dengan berbagai cara untuk
memperoleh penggantian suplainya dengan cara best effort, dan hal tersebut tidak berlaku
Dominasi kebutuhan BBM ini sebagian besar dikonsumsi oleh sektor transportasi,
sebagai sarana penunjang wilayah Bali sebagai wilayah wisata. Pada tahun 2010, jenis
energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah premium yang diikuti oleh gas
bumi dan berdasarkan proyeksi pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan
mendominasi adalah premium dan diikuti oleh gas bumi. untuk jenis energi lain seperti
solar, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak
terlalu besar yakni 3% pertahun.
Kebutuhan energi di Wilayah Jawa sangat besar dan salah satu sumber energi yang
terbesar di Wilayah Jawa adalah panas bumi yang berasal dari aktivitas tektonik dan Provinsi
Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi yang memiliki sumber panas bumi terbesar di
Wilayah Jawa maupun di Indonesia. Total sumber panas bumi di Provinsi Jawa Barat
mencapai 5.839 MWe atau 21,7% yang tersebar pada 43 lokasi di 11 Kabupaten. Sejalan
dengan Kebijakan Energi Nasional yang mentargetkan peningkatan peran energi panas bumi
menjadi 5% pada tahun 2025 atau 9.500 Mwe, Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru
mentargetkan pemanfaatan panas bumi pada tahun 2025 mencapai 3.267 MW atau sekitar
27% lebih tinggi dari Road Map Panas Bumi Nasional.
Sementara itu, selain terdapat di Provinsi Jawa Barat sumber energi panas bumi juga
terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur, untuk potensi panas bumi di
Provinsi Jawa Timur terdapat 13 lapangan potensial yang mempunyai potensi antara 25 –
1.314 Mwe. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah secara hipotetik potensi panas bumi
diperkirakan mencapai sebesar 1.981 MWe atau 6% dari seluruh cadangan Nasional yang
mencapai 29.000 MW.
Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak
solar yang diikuti oleh premium dan berdasarkan proyeksi, pada tahun 2015 dan tahun 2020
jenis energi yang akan mendominasi adalah solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis
Selain potensi sumber daya energi fosil diatas, Kalimantan juga memiliki potensi
energi baru dan terbarukan. Kalimantan memiliki potensi energi alternatif seperti potensi
tenaga air, mikrohidro, tenaga surya, dan biodiesel. Beberapa wilayah di Kalimantan telah
mengembangkan energi alternatif tersebut dan telah mensuplai energi listrik untuk sejumlah
wilayah di Kalimantan. Kalimantan memiliki potensi tenaga air mencapai 21.600 MW,
dengan kapasitas terpasang PLTA sebesar 30 MW pada tahun 2010 dan kapasitas terpasang
mikrohidro sebesar 1.336 KW pada tahun 2010. Kalimantan juga telah mengembangkan
pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas terpasang pertahun mencapai 1,9 MWp per
Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak
solar dan diikuti oleh premium dan pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2020 jenis energi
yang akan mendominasi adalah solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis energi lain seperti
gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak
terlalu besar yakni 3% pertahun.
Selain memiliki potensi cadangan energi fosil, Maluku juga memiliki potensi energi
baru dan terbarukan seperti panas bumi, listrik tenaga air/mikrodhidro, listrik tenaga surya
dan tenaga angin/bayu. Potensi sumber energi panas bumi di Provinsi Maluku yang bisa
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang mencapai 644 MW,
diantaranya di Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, Pulau Haruku, Pulau Saparua, Pulau
Nusalaut, dan Pulau Weta. Sejumlah wilayah di Maluku juga memiliki potensi listrik tenaga
angin terutama di daerah Tual, Ambon, Saumlaki, Ternate dan Bandanaeira.
Rumah
Salah satu proyek pemanfaatan energi panas bumi di Sulawesi adalah Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong di Sulawesi Utara. PLTP ini telah beroperasi
sejak tahun 2001 dan telah memasok 60% listrik di Sulawesi Utara. Pada tahun 2011,
kapasitas terpasang PLTP Lahendong mencapai 80 MW (7% dari potensi total). Sulawesi
juga memiliki potensi PLTA mencapai 10.200 MW dengan kapasitas terpasang mencapai
1.351,58 MW pada tahun 2011. PLTMH juga telah dikembangkan di sejumlah wilayah di
Sulawesi dan sampai tahun 2010 kapasitas terpasang PLTMH wilayah Sulawesi mencapai
108,5 MW. PLTS dan PLT Angin juga telah dikembangkan di beberapa wilayah Sulawesi.
Sistem kelistrikan Provinsi Sulawesi Utrara ditopang oleh bebrapa pembangkit seperti
PLTD, PLTD, PLTP, dan PLTA/M. Kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sulawesi Utara
mencapai 198,64 MW yang terdiri dari PLTD (73,26), PLTP (60 MW), PLTA/M (52,38
MW) dan PLTU (10 MW). Sementara daya mampu sistem kelistrikan Provinsi Sulawesi
Utara mencapai 195 MW dan beban puncak mencapai 188 MW. Rasio elektrifikasi Provinsi
Sulawesi Utara mencapai 82,64% pada tahun 2014.
Provinsi Gorontalo memiliki sistem kelistrikan yang ditopang oleh pembangkit
bertenaga diesel. Total kapasitas terpasang sistem kelistrikan Gorontalo mencapai 33,20 MW
dimana 31,70 MW dipasok oleh pembangkit listrik bertenaga diesel (PLTD) dan 1,50 MW
berasal dari pembangkit listrik tenaga air dan mikrohidro. Daya mampu sistem kelistrikan
Gorontalo mencapai 19,50 MW dengan beban puncak sebesar 16 MW. Dengan kondisi ini,
rasio elektrifikasi Provinsi Gorontalo telah mencapai 69,82% pada tahun 2014.
Pasokan utama listrik Provinsi Sulawesi Tengah berasal dari PLTD dan PLTA/M.
Sistem kelistrikan Sulawesi Tengah memiliki kapasitas terpasang mencapai 148,73 MW,
diantaranya 110,73 MW dipasok oleh PLTD dan 8,55 MW dipasok oleh PLTA/M. Daya
mampu sistem kelistrikan Sulawesi Tengah mencapai 84 MW dengan beban puncak
mencapai 51 MW. Tahun 2014 rasio elektrifikasi Provinsi Sulawesi Tengah baru mencapai
72,12%.
Rumah
Untuk sektor industri peningkatan permintaan energi sebesar 6% pertahun yakni 744
Ribu SBM pada awal tahun 2010 dan meningkat menjadi 1,4 Juta SBM pada akhir 2020.
Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi di Wilayah Nusa Tenggara dari segi
permintaan adalah premium dan diikuti oleh minyak solar dan berdasarkan proyeksi
pada tahun 2015 dan tahun 2020 jenis energi yang akan mendominasi adalah solar dan
diikuti oleh premium. untuk jenis energi lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan
LPG, terjadi peningkatan permintaan energi yang tidak terlalu besar yakni 3 % pertahun.
Total potensi panas bumi mencapai 145 MWe. NTB juga memiliki potensi energi air
namun sejauh ini baru dimanfaatkan dalam skala mikro dan sejak 1980-an hingga kini baru
terbangun belasan unit PLTMH terkait program ketenagalistrikan pedesaan.Potensi
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Kabupaten Lombok Utara menyebar di
10 lokasi, Lombok Barat 15 lokasi, Lombok Tengah 17 lokasi, Lombok Timur 16 lokasi,
Sumbawa 17 lokasi, Sumbawa Barat sembilan lokasi, Dompu sembilan lokasi dan Bima lima
lokasi. Sementara potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan minihidro di wilayah
NTB masing-masing tiga lokasi di Pulau Lombok dan tiga lokasi lainnya di Pulau
Sumbawa.Di Pulau Lombok yakni Sungai Muntur berkapasitas 2,8 MW dan Kokok Putih 4,2
MW serta Sungai Pekatan berkapasitas 5,3 MW. Di Pulau Sumbawa yakni Sungai
Brang Rhee berkapasitas 16 MW, Sungai Bintang Bano berkapasitas 40 MW dan Sungai
Brang Beh berkapasitas 103,5 MW.
Rasio elektrifikasi sampai dengan tahun 2014 adalah 56,17%. Kondisi jaringan listrik
di wilayah Flores sangat minim. Berdasarkan data dari PLN, Kupang, hingga saat ini
interkoneksi transmisi listrik 70 kV hanya menghubungkan gardu induk di PLTU NTT 1 di
Ropa, Gardu induk Maumere dan Gardu induk Ende. Potensi energi terbarukan di wilayah
Nusa Tenggara Barat seperti panas bumi, energi air, surya, angin, biomassa dan biogas
diperkirakan mencapai 274,2 Mega Watt. Potensi energi panas bumi tersebar di berbagai
kabupaten antara lain: 1) Sembalun, Kabupaten Lombok Timur berkapasitas 70 Mwe; 2)
Maronge, Kabupaten Sumbawa berkapasitas 6 Mwe; dan 3) Hu'u, Kabupaten Dompu
berkapasitas 69 Mwe.
Rumah
Pada tahun 2010, jenis energi yang mendominasi dari segi permintaan adalah minyak
solar dan diikuti oleh premium dan berdasarkan proyeksi pada tahun 2015 dan tahun 2020
jenis energi yang akan mendominasi tetap solar dan diikuti oleh premium. untuk jenis energi
lain seperti gas bumi, batubara, minyak tanah dan LPG, terjadi peningkatan permintaan
energi yang tidak terlalu besar yakni 2 % pertahun.
Provinsi Papua memiliki sistem kelistrikan isolated terdiri dari 7 sistem besar (beban
>1 MW) yaitu sistem Jayapura, Wamena, Timika, Merauke, Nabire, Serui dan Biak. Selain
itu, terdapat sistem kelistrikan isolated yang beban puncak <1 MW (listrik perdesaan)
tersebar di 54 lokasi. Beban puncak seluruh sistem kelistrikan di Provinsi Papua adalah 108,2
MW dan dipasok dari pembangkit-pembangkit jenis PLTD dan PLTM. Energi listrik
disalurkan melalui jaringan tegangan menengah (JTM) 20 kV dan jaringan tegangan rendah
(JTR) 400/231 Volt. Sistem kelistrikan Jayapura merupakan sistem terbesar di antara ketujuh
sistem kelistrikan di Provinsi Papua.Saat ini rasio elektrifikasi Provinsi Papua baru mencapai
37,15% dan rasio desa berlistrik sebesar 42,94%.
5.1 KESIMPULAN
Hasil Focus Group Discusion (FGD) di beberapa Provinsi terkait dengan identifikasi
kondisi energi per wilayah sebagai bahan perumusan untuk penyediaan energi yang
akan datang, terdapat beberapa wilayah yang memiliki sumber daya namun belum
dimanfaatkan sebagai sumber energi dan adanya perbedaan jenis sumber daya yang
tersebar di masing-masing wilayah tersebut. Untuk sumber daya mineral seperti
batubara tersebar hampir diseluruh wilayah kajian khususnya di Wilayah Sumatera dan
Kalimantan yang memiliki potensi batubara sebanyak 55,4 milyar ton dan 62,4 milyar ton
atau hampir 90 % dari total potensi batubara yang ada di Indonesia. Adapun pertumbuhan
penggunaan batubara sebagai salah satu sumber energi akan meningkat di masa depan
terutama pada pembangkit listrik dan industri, karena kemajuan teknologi pada pembangkit
tingkat efisiensi penggunaan batubara juga semakin meningkat dan semakin bersih,
selain itu karena penanganan limbah dari pembangkit batubara semakin baik sehingga
masalah lingkungan dapat diredam. Oleh karena itu, untuk mendukung kedaulatan energi
pemerintah melalui RPJMN 2015-2019 telah meningkatkan pemanfaatan batubara untuk
konsumsi domestik sebesar 60% atau sekitar 240 juta ton.
Sementara itu untuk potensi panas bumi merata di seluruh wilayah kajian khususnya
di Wilayah Sumatera dan Jawa yang mencapai 12.807 MWe dan 9.757 MWe. Berdasarkan
survey Badan Geologi pada bulan Januari 2015 terdapat 312 daerah panas bumi baru di
Indonesia yang telah di survey dengan potensi pembangkit listrik yang diperkirakan oleh
Pusat Sumber Daya Geologi sekitar 28.8 GWe. Kemampuan produksi tersebut diperbarui
setiap tahun sejalan dengan penemuan daerah panas bumi baru atau kegiatan eksplorasi
tambahan lainnya.
Potensi Minyak bumi di Indonesia merata di wilayah kajian khususnya terdapat
di wilayah Sumetera dan Jawa sebesar 5.026,58 MMSTB dan 1.806,92 MMSTB. Namun
saat ini kondisi perminyakan Indonesia tidak cukup baik, karena tingkat produksi minyak
telah jauh lebih rendah dari tingkat konsumsinya, sehingga untuk dapat menuhi kebutuhan
BBM nasional sebagian harus diimpor baik dalam bentuk crude maupun BBM, karena
kemampuan kilang dalam negeri juga terbatas dan belum ada penambahan kapasitas atau
pembangunan kilang minyak baru.
4 Maluku PLTD, PLTS, PLTU 17,48 MMSTB 15,21 TSCF 1.071 MWe 6 juta ton
5 Sulawesi PLTD, PLTG, PLTMH, 51,87 MMSTB 2,58 TSCF 3.153 MWe 232 juta ton
PLTG, PLTU, PLTA
7 Papua PLTA, PLTP, PLTG, 65,97 MMSTB 23,9 TSCF 75 MWe 129 juta ton
PLTMH
Sumber: Hasil FGD Sektor Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan tahun 2014 dan Kementerian ESDM
Diolah Oleh Bappenas 2014
Pada kajian ini menggunakan permodelan energi LEAP (software LEAP) yang telah
digunakan sebagai salah satu pendukung perencanan energi dalam penyusunan RPJMN 2015-
2019. Hal ini dikarenakan keunggulan dari LEAP adalah kefleksibelannya tergantung tingkat
kesulitan dari perencanaan energi dan kualitas model yang diharapkan. Dengan
5.2 REKOMENDASI
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, beberapa rekomendasi yang dapat
diusulkan antara lain :
1. Peningkatan koordinasi dan keakuratan data sehubungan data yang ada saat ini
sebagai referensi/basic data masih terdapat perbedaan antara sumber data (Bappenas,
KL, dan Pemda) maupun data content. Selain itu, perlu dilakukan pemetaan lanjutan
tentang data-data tambahan yang dibutuhkan dalam model energi LEAP seperti
ketersediaan data harga dan biaya, serta karakteristik teknologi penghasil maupun
pengguna energi yang dapat meningkatkan cakupan analisis dari model LEAP
tersebut.
2. Perlu adanya perencanaan energi yang baik dengan mensinkronkan kondisi kebutuhan
energi di masa datang dan potensi sumber daya energinya. Sehingga untuk
menjembatani hal tersebut dapat dilakukan dengan seefisien dan efektif mungkin.
Sebagai contoh pembangunan infrastruktur energi jalur pipa transmisi gas dari
wilayah produksi ke pusat konsumen. Hal yang sama juga terjadi pada listrik
yang masih terputus antara wilayah karena jaringan transmisi belum saling
terkoneksi, sehingga pengaturan beban tidak dapat dilakukan.
3. Optimalisasi pemanfaatan potensi dari energi baru dan terbarukan seperti panas bumi
dan bio energi seperti di Wilayah Sumatera yang masih sangat besar dan merata untuk
mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil (BBM, Gas dan Batubara).
Pengembangan energi baru dan terbarukan lebih baik dilakukan di Indonesia timur
Rumah