Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (WHO, 2004 dalam

Depkes RI 2011). Patient safety adalah suatu upaya dari petugas kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. Standar Akreditasi

Rumah Sakit tahun 2011 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1691/Menkes/Per/VIII/2011 pasal 8 tentang sasaran keselamatan pasien rumah

sakit pada ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib

mengupayakan pemenuhan sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan

pasien tersebut meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut: ketepatan identifikasi

pasien; peningkatan komunikasi yang efektif; peningkatan keamanan obat yang

perlu diwaspadai; kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;

pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan pengurangan resiko

pasien jatuh (Depkes RI, 2011).

Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya pengurangan

risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi adalah invasi tubuh oleh

patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Rumah sakit

merupakan salah satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena
mengandung populasi mikroorganisme yang sangat tinggi dengan jenis virulen

yang mungkin telah resisten terhadap antibiotik (Potter & Perry, 2005).

Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi

yang didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di

rumah sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila sebelum

dirawat tidak ada tanda-tanda klinik terjadi infeksi namun selama dirawat muncul

tanda-tanda infeksi yang timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai

perawatan (Darmadi, 2008). Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak

langsung dengan pasien, prosedur invasif, terapi yang di terima dan lamanya

perawatan mempengaruhi resiko terinfeksi.

Risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan infeksi

nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. Kasus infeksi

nosokomial di dunia 9% dari 1,4 juta pasien rawat inap di dunia. Infeksi ini terus

meningkat dari 1% di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40%

di Asia, Amerika Latin dan Afrika (Kemenkes RI, 2011). Hasil survey pada

beberapa negara terutama di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa

infeksi nosokomial yang prevalensinya tinggi adalah infeksi saluran kemih 42%,

infeksi luka operasi 24%, dan infeksi saluran nafas 11% (Nasronudin, dkk., 2007).

Di Indonesia kasus infeksi nosokomial tidak diketahui keakuratannya,

namun data pada beberapa rumah sakit seperti: Rumah Sakit DKI Jakarta 9,8%

pasien rawat inap mendapat infeksi baru, di RSUP Dr.Sardjito Surabaya 7,3%

(Napitupulu, 2009 dalam Puspitasari, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Jeyamohan (2010) di RSUP Haji Adam Malik, memaparkan dari 534 pasien

pasca operasi diperoleh prevalensi sebanyak 5,6% pasien mengalami infeksi

nosokomial luka operasi kelas bersih. Data ini menunjukkan bahwa angka

kejadian infeksi nosokomial sangat memprihatinkan. Infeksi nosokomial

berdampak menambahkan ketidakberdayaan fungsional, tekanan emosional, dan

ada beberapa kasus yang mengakibatkan kecacatan sehingga menurunkan kualitas

hidup (Tietjen, dkk, 2004). Infeksi nosokomial juga menyebabkan peningkatan

biaya pelayanan kesehatan karena meningkatnya lama rawat inap di rumah sakit

dan terapi dengan obat-obat mahal (Tietjen, dkk, 2004). Menurut Ponce-de-Leon

yang dikutip dalam Tietjen (2004) infeksi nosokomial sekarang juga merupakan

salah satu penyebab kematian.

Sangat banyak dampak yang merugikan pasien akibat infeksi nosokomial

bila tidak dilakukan penanganan terhadap masalah tersebut. Hal ini dapat dicegah

dengan memperhatikan tiga sikap pokok berikut: kesadaran dan tanggung jawab

para petugas bahwa dirinya dapat menjadi sumber penularan atau media perantara

dalam setiap prosedur dan tindakan medis (diagnosis dan terapi), sehingga dapat

menimbulkan terjadinya infeksi nososkomial; selalu ingat akan metode

mengeliminasi mikroba patogen melalui tindakan aseptik, disinfeksi, dan

sterilisasi; di setiap unit pelayanan perawatan dan unit tindakan medis, khususnya

kamar operasi dan kamar bersalin harus terjaga mutu sanitasinya (Darmadi, 2008).

Salah satu cara mencegah infeksi nosokomial adalah dengan

mengeliminasi mikroba patogen melalui tindakan aseptik, disinfeksi, dan


sterilisasi. Teknik dasar yang paling penting dalam mencegah dan penularan

infeksi adalah dengan mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Bakteri yang

mungkin ada pada tangan petugas kesehatan adalah Staphylococcus

epidermidis,Enterobacter aerogenes,Klebsiella pneumoniae, Salmonella

paratyphosa B, Streptococcus, Escherichia coli, dan kuman aerob berspora. Jenis

bakteri dapat berbeda-beda pada setiap ruangan.

Pengendalian infeksi tersebut dilakukan oleh seluruh petugas kesehatan

yang ada di rumah sakit. Karena setiap orang yang berada di sekitar pasien dapat

menjadi sumber penyebab terjadinya infeksi. Petugas kesehatan yang

berhubungan langsung dengan pasien lebih tinggi perannya dalam mencegah

infeksi nosokomial. Petugas kesehatan tersebut haruslah mencuci tangan untuk

mengurangi transmisi patogen. Adapun petugas kesehatan yang harus mencuci

tangan adalah dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya

(Darmadi, 2008).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007,

prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan masih masih dalam taraf

yang sangat memprihatinkan. Masih ada 76,8% petugas kesehatan yang tidak

melakukan cuci tangan. Padahal cuci tangan adalah langkah yang paling mudah

dan sangat penting yang dapat dilakukan untuk pengendalian infeksi di rumah

sakit. Sementara itu, standar akreditasi rumah sakit tahun 2011 sudah menetapkan

bahwa setiap rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand


hygieneyang di terbitkan dan diterima secara umum serta menerapkan program

hand hygiene yang efektif.

Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi

nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan

mengimplementasikan secara efektif. Pada tahun 2009,WHO mencetuskan

global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan

inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan five

moments for hand hygiene.Five Moments for Hand Hygiene adalah 5 momen

krusial mencuci tangan pada petugas kesehatan untuk mengoptimalkan kebersihan

tangan dengan mencuci tangan disaat: sebelum kontak/ bersentuhan dengan

pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/ steril, setelah bersentuhan dengan

cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan, setelah kontak/

bersentuhan dengan pasien, dan setelah kontak/ bersentuhan dengan benda dan

lingkungan pasien (WHO, 2006).

Dari pemaparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan di ruang rawat inap RSUP Haji

Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan sesuai prinsip 5

momen 6 langkah di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

kepatuhan cuci tangan pada petugas kesehatan sesuai prinsip 5 momen 6 langkah

menurut WHO di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bagaimana kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan sebelum

kontak/ bersentuhan dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah

terpapar cairan tubuh pasien yang berisiko, setelah kontak/ bersentuhan

dengan pasien, dan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien dengan

teknik 6 langkah cuci tangan.

2. Mengetahui bagaimana kepatuhan pada setiap momen indikasi cuci tangan

dalam konsep cuci tangan 5 momen oleh petugas kesehatan.

1.4 Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi pihak-

pihak bersangkutan, yaitu:

1.4.1 Pelayanan keperawatan


Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pelayanan keperawatan

maupun pelayanan kesehatan tentang kepatuhan cuci tangan 5 momen sehingga

dapat menjadi evaluasi pada setiap unit kerja di rumah sakit.


1.4.2 Pendidikan keperawatan

Diharapkan dapat memberikan informasi tentang kepatuhan cuci tangan 5

momen sehingga dapat mengaplikasikan dengan baik pada saat praktek langsung

ke rumah sakit.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi

bagi peneliti lanjutan di masa yang akan datang tentang kepatuhan 5 momen

mencuci tangan di setiap unit kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai