Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai
kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun dari kenyataan
sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan
intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar
yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya
hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang
berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian,
siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak
mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari
sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak
hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang
berkemampuan tinggi. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang
berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat
tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar, istilah kata yakni disfungsi otak
minimal ada yang lain lagi istilahnya yakni gangguan neurologist. Menurut Hammil (1981)
kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktifitas
mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung.
Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sisitem
syaraf pusat . Kesulitan belajar bias terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya
gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya
perbedaan budaya atau bproses pembelajaran yang tidak sesuai).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi kesulitan belajar?

1
2. Apa saja faktor- faktor penyebab kesulitan belajar?
3. Apa klasifikasi kesulitan belajar?
4. Bagaimana cara mengatasi kesulitan belajar?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi kesulitan belajar
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
3. Untuk mengetahui klasifikasi kesulitan belajar
4. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kesulitan Belajar


Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris
“Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan
kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk
belajar. Istilah lain learning disabilities adalah leraning difficulties dan learning
differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu
pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain
istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari
bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah kesulitan belajar.
Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan dimana pembelajar tidak dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan atau yang diprediksi dapat dicapai. Lebih
spesifik lagi, kondisi ini ditandai dengan adanya kesenjangan signifikan antara taraf
inteligensi dengan kemampuan akademik yang seharusnya dapat dicapai. Kondisi ini
merupakan kondisi yang umum ditemui di kelas atau dalam proses belajar mengajar. Siswa
yang mengalami kesulitan belajar juga tidak selalu menyampaikan kesulitan yang mereka
alami, umumnya karena merasa malu, atau tidak tahu bagaimana mengomunikasikan
kesulitan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, guru atau pendidik perlu mengenali indikasi
yang mungkin ditunjukkan oleh murid-murid yang mengalami kesulitan belajar dan
mengidentifikasi penyebabnya, sehingga selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah
yang diperlukan.
ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities)
dalam Lovitt, (1989) mengatakan bahwa kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi
kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan
kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu
berkesulitan belajar memiliki intelegensi tergolong rata-rata atau diatas rata-rata dan
memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem
sensoris.

3
Sedangkan menurut NJCLD (National Joint Committee in Learning
Diasbilities,1989), kesukaran belajar adalah terminology umum yang dikaitkan pada
sekelompok penyimpangan heterogen, ditunjukkan dengan kesulitan nyata dalam
penguasaan dan penggunaan dari aktivitas mendengar, berbicara, membaca, menulis,
berpikir, atau kemampuan matematik. Penyimpangan-penyimpangan ini bersifat intrinsik
pada individu, diperkirakan karena terganggunya fungsi sistem syaraf pusat, dan bisa
terjadi sepanjang kehidupan. Masalah dalam perilaku regulasi diri, persepsi social, dan
interaksi sosial dapat muncul pada kesukaran belajar, tetapi tidak merupakan sumber utama
dari kesukaran belajar. Walaupun kesukaran belajar bisa terjadi bersamaan dengan kondisi
kecacatan lain (seperti kerusakan sensoris, retardasi mental, gangguan emosional serius)
atau karena pengaruh ekstrinsik (seperti perbedaan budaya, intruksi yang kurang memadai
atau kurang tepat), ini bukanlah akibat dari kondisi-kondisi atau pengaruh-pengaruh
tersebut (dalam Mangunsong, 2009,hlm.200-201).
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2003:77), mengemukakan bahwa kesulitan
belajar adalah suatu keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya, hal ini tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor non intelegensi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah segala
sesuatu yang membuat tidak lancar (lambat) atau menghalangi seseorang dalam
mempelajari, memahami serta menguasai sesuatu untuk dapat mencapai tujuan. Adanya
kesulitan belajar dapat ditandai dengan prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata yang
dicapai oleh kelompok kelas, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang
dilakukan dan lambat dalam melakukan tugas belajar. Siswa yang mengalami kesulitan
belajar akan sukar dalam menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan oleh guru
sehingga ia akan malas dalam belajar, serta tidak dapat menguasai materi, menghindari
pelajaran, serta mengabaikan tugas-tugas yang diberikan guru.

B. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada literatur dan hasil riset
(Harwell,2001), yaitu :
1. Faktor keturunan/bawaan

4
2. Gangguan sesama kehamilan, saat melahirkan atau prematur
3. Kondisi janin yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
4. Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5. Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar
biasanya mempunyai sistem imun yang lemah.
6. Awal masa kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik,
merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.

Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama tahun-tahun awal kelahiran sampai
umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap pembelajaran ke depannya.
Stimulasi pada masa bayi dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa
awal kelahiran sampai usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara
mendengar lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberapa kondisi,
interaksi kurang dilakukan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan
fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001).

Sementara Kirk dan Ghallager (1986) menyebutkan factor penyebab kesulitan belajar
sebagai berikut :

1. Faktor disfungsi otak

Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat
pada akhir tahun 1930an, yang menjelaskan hubungan kerusakan otakdengan Bahasa,
hiperaktivitas, dan kerusakan perseptual.penelitian berlanjut ke area neuropsycology
yang menjelaskan adanya perbedaan pada hemisfer otak. Menurut Wittrok dan Gordon,
hemisfer kiri otak berhubungan dengan kemampuan sequential linguistic atau
kemampuan verbal; hemisfer kanan otak berhubungan dengan tugas-tugas yang
berhubungan dengan auditory termasuk melodi,sura yang tidak berarti, tugas visual-
spasial dan aktivitas nonverbal. Temuan Harness, Abstain, dan Gordon mendukung
penenmuan sebelumnya bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar (learning diffulty)
menampilkan kinerja yang lebih baik daripada kelompoknyaketika kegiatan yang
mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan

5
yang berhubungan dengan otak kiri. Gaddes mengatakan bahwa 15% dari anak yang
termasuk underachiever memiliki disfungsi sistem syaraf pusat (dalam Kirk &
Ghallager, 1986).

2. Faktor genetik

Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan menemukan bahwa, yang faktor


herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca, menulis, dan mengeja diantara
orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan oleh Herman (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti disleksia pada kembar identic dan kembar tidak
identic yang menemukan bahwa frekuensi disleksia pada kembar identik lebih banyak
daripada kembar tidak identik sehinggaia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan
membaca, mengeja, dan menulis adalah sesuatu yang diturunkan.

3. Faktor lingkungan dan malnutrisi

Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan malnutrisi yang terjadi di usia awal
kehidupan merupakan dua hal yang saling berkaitan yang dapat menyebabkan
munculnya kesuitan belajar pada anak. Cruicshank dan Hallahan (dalam Kirk &
Gallager, 1986) menemukan bahwa meskipun tidak ada hubungan yang jelas anatara
malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi
sistem syaraf pada pusat dan kemampuan belajar serta perkembangan anak

Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya
kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan
dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak
di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, sering minggat
dari sekolah. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri
atas dua macam yaitu :

1. Faktor internal
Faktor internal meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik, yaitu :
a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/inteligensi siswa.
b) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.

6
c) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga)
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak
mendukung aktivitas siswa. Faktor ini dibagi menjadi tiga macam :
a) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah
dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan
kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk
seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Di antara faktor-faktor yang dapat dipandang
sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability
(ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul
sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan
kesulitan belajar itu.

C. Klasifikasi Kesulitan Belajar


1) Kesulitan belajar perkembangan (praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi :
a. Gangguan perkembangan motorik (gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak.
Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi: motorik kasar
(gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari),
penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b. Gangguan perkembangan sensorik (penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat
indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman, dan pengecap.

7
c. Gangguan perkembangan perseptual (pemahaman atau apa yang diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses
penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk
gangguan tersebut meliputi:
 Gangguan dalam persepsi auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang
didengarkan.
 Gangguan dalam persepsi visual, berupa kesulitan memahami objek yang
dilihat.
 Gangguan dalam persepsi visual motorik, berupa kesulitan memahami objek
yang bergerak atau digerakkan.
 Gangguan memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
 Gangguan dalam pemahaman konsep
 Gangguan spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d. Gangguan perkembangan perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat
internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi :
 ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
 ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian
yang disertai hiperaktivitas.
2) Kesulitan belajar akademik
a. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca. Kesulitan untuk
memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini
akan berdampak pada pemahaman.
b. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis. Kesulitan yang
melibatkan proses menggambar simbol-simbol bunyi menjadi simbol huruf atau
angka.
c. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika. Kesulitan
dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan
mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah.

8
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum
sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction,
yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Reber, 1988).

D. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar


Mangunsong (2009) menyebutkan bahwa mengatasi kesulitan belajar dapat dilakukan
dengan tahapan berikut :
a) Identifikasi bentuk dan penyebab kesulitan belajar
Guru dapat menemukan atau menduga bahwa salah satu siswanya mengalami
kesulitan belajar (berdasarkan ciri-ciri di atas), maka selanjutnya guru perlu
mengidentifikasi bentuk dan penyebabnya. Guru perlu melihat apakah kesulitan belajar
tersebut dialami pada satu mata pelajaran saja ataukah di semua pelajaran, atau di
beberapa mata pelajaran. Hal tersebut dapat membantu guru untuk mengidentifikasi
penyebabnya.
Misalnya, apabila siswa kesulitan di satu mata pelajaran saja, umumnya hal tersebut
banyak berkaitan dengan faktor eksternal, seperti sikap guru yang mengajar, metode
yang digunakan, atau materi yang terlalu sulit. Sedangkan jika kesulitan terjadi di
beberapa mata pelajaran, guru perlu melihat lebih cermat, dimana letak kesulitan
belajar tersebut. Bisa jadi beberapa mata pelajaran tersebut memiliki karakter atau ciri
yang sama, sehingga sumber kesulitan siswa dapat diidentifikasi. Sedangkan apabila
siswa tampak mengalami kesulitan belajar di semua mata pelajaran, maka pemeriksaan
lebih lanjut dapat disarankan untuk melihat aspek-aspek mental seperti intelegensi,
maupun kemampuan perseptual, yang dapat dimulai dengan melihat kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung dasar.
Guru juga perlu melihat berapa persen siswa dalam satu mata pelajaran yang
mengalami kesulitan belajar. Apabila jumlah siswa yang tidak dapat mencapai tujuan
belajar cukup banyak (misalnya di atas 30%), maka ada kemungkinan guru perlu
melakukan evaluasi terhadap metode maupun materi pengajaran.

9
b) Membuat rencana intervensi
Jika guru telah menemukan dengan penyebab kesulitan belajar, maka guru dapat
membuat rencana intervensi untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut. Semakin
spesifik identifikasi yang dilakukan di langkah pertama di atas, semakin detail pula
rencana intervensi yang dapat dibuat guru. Secara umum, intervensi dapat berupa
pendekatan psikologis maupun edukatif. Pendekatan psikologis dapat digunakan untuk
membantu siswa mengenali aspek-aspek personalnya yang dapat mempengaruhi
kemampuan belajarnya, seperti mengenali gaya belajar, meningkatkan motivasi, serta
mengembangkan konsep diri dan percaya diri yang baik.
Sementara, intervensi edukatif, dapat mencakup remedial dan tutoring, mapun
evaluasi materi dan metode pengajaran guru. Metode kompensasi dapat diberikan bila
hambatan yang dimiliki berdampak negatif pada pembentukan konsep dirinya.
Kompensasi diberikan untuk mengatasi kekurangan di bidang/area tertentu. Misalnya,
jika anak memiliki hambatan visual, maka anak didudukkan di bagian depan kelas.
Pendekatan psikologis sekaligus juga edukatif, dapat menekankan pada upaya untuk
meningkatkan keterampilan perseptual motorik, seperti latihan pengamatan, latihan
koordinasi visual dengan gerakan motorik.
c) Merujuk siswa pada ahli
Apabila penyebab kesulitan belajar diduga terletak pada aspek mental seperti
intelegensi maupun kemampuan perseptual, ataupun aspek medis seperti kerusakan
fungsi otak, maka guru perlu merujuk siswa untuk diperiksa oleh ahli yang dapat
membantu proses pemeriksaan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara,
membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi
minimal otak. Kesulitan belajar dapat terjadi pada siswa dengan kapasitas intelegensi
normal maupun tidak. Guru perlu memiliki kepekaan untuk dapat mengenali kesulitan
belajar dan kemungkinan penyebabnya. Deteksi dini pada kesulitan belajar dapat
mempengaruhi efektivitas intervensi yang akan diberikan.

B. Saran
Dalam proses penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa terdapat
kekurangan, baik berupa teknik penulisan maupun yang lainnya. Untuk itu penulis bersedia
menerima saran dan kritik dari pembaca untuk meningkatkan kualitas penulisan lebih
lanjut dan dapat lebih menyempurnakan hasil penulisan ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Nursalim, Mochamad, dkk. 2017. Psikologi Pendidikan. Surabaya : Unesa University Press

Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya

PI Wijiyanti, H. (2010). Eksplorasi Kesulitan belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Cahaya dan
Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembalajaran Inkuiri Terbimbing. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia 6 (1), 2010.
Suryani, Y. (2010). Kesulitan Belajar. Magistra 22 (73), 33.
https://www.academia.edu.Kesulitan_Belajar
Khafid, Muhammad. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar Akutansi.
Dinamika Pendidikan 2 (1) , 2007.
Mutakin, TZ. (2015). Analisis Kesulitan Belajar Kalukus 1 Mahasiswa Teknik Informatika.
Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA,journal. lppmunindra. ac. id.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesulitan_belajar Diakses 2 November 2019

https://eprints.uny.ac.id/9124/3/bab%202%20-04513241025.pdf Diakses 2 November 2019

12

Anda mungkin juga menyukai