Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

OLEH :

NI MADE ANASARI (P07120216008)


2A /D4 KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
ASUHAAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. S
DENGAN MASALH GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
DI RUANG VIP A RSUD KLUNGKUNG
TANGGAL 10 – 13 FEBRUARI 2018

OLEH :

NI MADE ANASARI (P07120216008)


2A /D4 KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
A. DEFINISI
Gastroesophageal reflux adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang
sewaktu-waktu. Pada orang normal refluk ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
GERD kronis disebabkan oleh sfingter esophagus yang bekerja dengan kurang baik dan reflux
asam lambung dan getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung yang berlangsung
dalam waktu yang lama.
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau yang biasa dikenal sebagai penyakit
lambung akibat refluks asam lambung, adalah masalah kesehatan yang cukup umum. GERD
merupakan gerakan membaliknya isi lambung menuju esofagus. GERD juga mengacu pada
berbagai kondisi gejala klinis atau perubahan histologi yang terjadi akibat refluk gastroesofagus.
Ketika esofagus berulangkali kontak dengan material refluks untuk waktu yang lama, dapat
terjadi inflamasi esoagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang menjadi
erosi esofagus (esofagitis refluks)
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu gangguan dimana isi lambung
mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang bersifat kronis dan menyebabkan
terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu (Simadibrata, 2009). Menurut Laporan
Konsensus Montreal  tahun 2006, GERD adalah sebuah kondisi yang terjadi ketika refluks isi
lambung menyebabkan gejala yang mengganggu dan atau komplikasi (Vakil, 2006). Menurut
Konsensus Nasional tahun 2013, GERD adalah suatu kelainan yang menyebabkan cairan
lambung dengan berbagai kandungannya mengalami refluks ke dalam esofagus, dan
menimbulkan gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa
nyeri dan pedih) dan gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri
epigatrium, disfagia, dan odinofagia (PGI, 2013).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya GERD menurut Yusuf, 2009 meliputi :
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol,
merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophagealsphincter bagian
bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

C. TANDA GEJALA
Gejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain
dari traktus gastrointestinal, antara lain:
1. Rasa panas di dada (heart burn). Heartburn adalah gejala khas yang paling umum dari
GERD. Hal ini dirasakan sebagai sensasi retrosternal pembakaran atau ketidaknyamanan
yang biasanya terjadi setelah makan atau ketika berbaring terlentang atau membungkuk.
Timbulnya keluhanini akibat ransangan kemoreseptor (bagian yang berfungsi untuk menangkap
rangsangan kimia yang larut pada air) pada mukosa.
2. Sendawa, dikarenakan isi lambung yang keluar itu berupa udara.
3. Mual, dikarenakan lambung yang terlalu terisi penuh, sehingga gerak peristaltic lambung
tidak dapat bekerja secara maksimal.
4. Muntah, dikarenakan tekanan SEB (Spinkter Esofagus Bawah) mengalami penurunan.
Sehingga makanan yang tadinya berada di lambung keluar melalui mulut.
5. Disfagia yaitu gangguan menelan bisa disebabkan oleh paresis saraf pasialis atau saraf
hipoglosus dimana makanan sukar dipindah-pindahkan.
6. Odinofagia yaitu kondisi nyeri akut saat menelan, disebabkan karena radang esofagus
atau esofagitis.

D. PATOSIOLOGI
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease)
disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD sering kali disebut
nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya
ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari esophagus.
Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke dalam
esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya
kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area yang
tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik
menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter
melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam
keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga
abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan
demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika
sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi
dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode
refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan
parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat
terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi
lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat
disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi
cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan
antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat
mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan
asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel
tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks).
Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas
pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease
(NERD).

2. Esofagografi dengan barium


Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak
menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih
berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau
penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis
GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari
endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan
gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.

3. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.
Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada
bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan
ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.

4. Tes Perfusi Berstein


Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1
jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan
gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya
dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini
dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang
berasal dari esophagus.

5. Manometri esofagus : mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah


menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup yang
berfungsi buruk kekuatan sphincter.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi GERD menurut Asroel, 2002 antara lain :
1. Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
2. Perdarahan
3. Striktur esofagus
4. Aspirasi
5. Batuk dan asma
6. Esofagitis ulseratif
7. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
8. Tukak kerongkongan

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita GERD menurut Djajaprana (2001), terdiri dari :
1. Tahap I
Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks, memperbaiki
barrier anti refluks dan mempercepat proses pembersihan esophagus dengan cara :
a. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
b. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak, berbumbu,
asam, coklat, alkohol, dll.
c. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
d. Jangan makan terlalu kenyang
e. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
f. Jangan merokok dan hindari obat-obat yang dapat menurunkan SEB (Spinkter
Esofagus Bawah) seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.

2. Tahap II
Menggunakan obat-obatan, seperti :
a. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan tekanan
SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan
sebelum tidur dan Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum
tidur.
b. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan jumlah
sekresi asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor H2 seperti
Ranitidin : 2 mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg sebelum tidur
(dewasa), dan jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-
2x/hari untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.
c. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari, diberikan sebagai
campuran dalam 5-15 ml air.
d. Antasida
Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum tidur, untuk menurun-kan
refluks asam lambung ke esofagus.

3. Tahap III
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara lain mal-
nutrisi berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan yaitu fundo-plikasi
Nissen, Hill dan Belsey. yaitu dibuat semacam katup buatan pada pertemuan gastro-
esofagus dengan menutup atau merajut fundus gaster di sekitar bagian bawah esofagus.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GASTROESOPHAGEAL REFLUX
DISEASE (GERD)

A. PENGKAJIAN
a) Identitas
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada keluhan utama penderita GERD sering didapatkan keluhan pirosis (nyeri dengan
sensai terbakar pada esofagus ), dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia/osinofagia
(kesulitan menelan/nyeri saat menelan ). Keluhan ini penting untuk disedkrepsikan,
apakah keluhan ini merupakan keluhan gastrointestinal atau tidak karena keluhan ini
dapat menyerupai serangan jantung.
b. Keluhan saat dikaji
Hal yang dikeluhkan pasien saat pasien dikaji
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif
atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana,
Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut. Pada
pengkajian disfagia, tentukan berapa lama keluhan muncul dan apakah disertai
penurunan berat badan. Pengakajian psikologis sering didapatkan kecemasan akan
kondisi yang dialami. Perawat juga mengkaji faktor yang dapat menurunkan /
menambah keluhan. Kaji mengenai pengetahuan pasien bagaiamana cara pasien
untuk menurunkan keluhan, apakah dengan mengobati sendiri, atau meminta
pertolongan kesehatan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien mempunyai riwayat penyakit gastrointestinal lain yang dapat
berhubungan dengan penyakit yang dialami sekarang.
e. Riwayat keluarga
a) Social ekonomi
b) Lingkungan rumah
c) Penyakit keluarga
d) Genogram

c) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk
ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara
kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah,
pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit
dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan
karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-
tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan
retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala,
rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya
pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera,
pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga,
membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya
trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah,
salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran,
bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan
5. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan
jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi
simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta
dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya,
bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah,
redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada
saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi,
basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas,
lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut
apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau
bising jantung dan lain-lain
6. Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang
ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut
atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal,
kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut,
kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan memakan makanan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iritasi mukosa esofagus)
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan adanya proses penyakit (GERD)
4. Risiko aspirasi dibuktikan dengan adanya gangguan menelan, pengosongan lambung yang
lambat, peningkatan residu lambung
5. Gangguan menelan berhubungan dengan penyakit refluks gastroesofagus
C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria intervensi Rasional


. Hasil
1 Ketidakseimban Setelah dilakukan Nutrition Management Nutrition Management
gan nutrisi asuhan keperawatan 1. Monitor vital sign 1. Agar mengetahui
kurang dari selama 3 x 24 jam, perubahan tanda
kebutuhan tubuh diharapkan px mampu vital dan
berhubungan memenuhi KH sebagai merencanakan
dengan berikut : tindakan yang
ketidakmampua NOC : akan diberikan
n memakan Kriteria Hasil : 2. Kaji status nutrisi 2. Pengkajian
makanan A. Status Nutrisi pasien penting
1. Menunjukkan dilakukan untuk
asupan makanan mengetahui status
dan cairan yang nutrisi pasien
normal sehingga dapat
2. Tidak menentukan
menunjukkan intervensi yang
hidrasi diberikan.
B. Nausea dan
3. Agar dapat
vomiting severity
mengurangi
3. Kaji adanya alergi
resiko terjadinya
1. Penurunan makanan
komplikasi
intensitas
4. Agar dapat
terjadinya mual
membantu
muntah 4. Anjurkan keluarga
meningkatkan
2. Penurunan pasien untuk
nutrisi yang
frekuensi meningkatkan
hilang
terjadinya mual asupan makanan
5. Informasi yang
muntah
diberikan dapat
C. Weight : body mass 5. Berian informasi
memotivasi
1. Pasien yang tepat
pasien untuk
mengalami terhadap pasien meningkatkan
peningkatan tentang kebutuhan intake nutrisi.
berat badan. nutrisi yang tepat
6. Zat besi dapat
dan sesuai.
membantu tubuh
6. Anjurkan pasien sebagai zat
untuk penambah darah
mengkonsumsi sehingga
makanan tinggi zat mencegah
besi seperti terjadinya anemia
sayuran hijau atau kekurangan
darah

7. Memenuhi
asupan nutrisi

7. Kolaborasi dengan pasien

ahli gizi untuk


menentukan nutrisi
yang tepat Nutrition Monitoring
1. Agar
Nutrition Monitoring mengetahui ada atau
1. Monitor tidaknya masalah
interaksi pasien pada interaksi terkait
selama makan pemenuhan nutrisi
pasien
2. Elastisitas
kulit kembali <2
2. Monitor detik berarti
turgor kulit kebutuhan cairan
baik
3. Agar
mengetahui output
3. Monitor pasien (oral)
mual dan muntah
NIC Label >> Nausea
NIC Label >> Nausea management
management

1. Penting untuk
1. Kaji frekuensi mengetahui
mual, durasi, tingkat karakteristik mual
keparahan, faktor dan faktor-faktor
frekuensi, presipitasi yang menyebabkan
yang menyebabkan mual. Apabila
mual. karakteristik mual
dan faktor penyebab
mual diketahui maka
dapat menetukan
intervensi yang
diberikan.

2. Makan sedikit
demi sedikit dapat
2. Anjurkan pasien
meningkatkan intake
makan sedikit demi
nutrisi.
sedikit tapi sering.

3. Makanan dalam
3. Anjurkan pasien
kondisi hangat dapat
untuk makan selagi
menurunkan rasa
hangat
mual sehingga
intake nutrisi dapat
ditingkatkan.

4. Antiemetik dapat
4. Delegatif
digunakan sebagai
pemberian terapi
terapi farmakologis
antiemetik :
dalam manajemen
 Ondansentro mual dengan
n 2×4 (k/p) menghamabat sekres
asam lambung
 Sucralfat
3×1 CI NIC Label >> Weight
management

1. Membantu
NIC Label >> Weight
memilih alternatif
management
pemenuhan nutrisi
yang adekuat.
1. Diskusikan dengan
keluarga dan pasien
pentingnya intake
2. Dengan
nutrisi dan hal-hal
menimbang berat
yang menyebabkan
badan dapat
penurunan berat
memantau
badan.
peningkatan dan

2. Timbang berat badan penrunan status gizi.

pasien jika
memungkinan
dengan teratur.

2 Nyeri akut b/d Setelah diberikan NIC Label : Pain NIC Label : Pain
agen cedera asuhan keperawatan Management Management
biologis (iritasi asuhan keperawatan
1. Kaji secara 1. Untuk
mukosa selama …x 2 jam, nyeri
komprehensip mengetahui
esofagus) yang dirasakan klien
terhadap nyeri tingkat nyeri
berkurang dengan
termasuk lokasi, pasien
criteria hasil :
karakteristik,
NOC label : Pain durasi, frekuensi,
Control kualitas,
intensitas nyeri
1. Klien
dan faktor
melaporkan
presipitasi
nyeri berkurang 2. Untuk
2. Observasi reaksi
2. Klien dapat mengetahui
ketidaknyaman
mengenal tingkat
secara nonverbal
lamanya (onset)
ketidaknyamanan
nyeri
dirasakan oleh
3. Klien dapat
3. Gunakan strategi
pasien
menggambarkan
komunikasi
3. Untuk
faktor penyebab
terapeutik untuk
mengalihkan
4. Klien dapat
mengungkapkan
perhatian pasien
menggunakan
pengalaman nyeri
dari rasa nyeri
teknik non
dan penerimaan
farmakologis
klien terhadap
5. Klien
respon nyeri
menggunakan
4. Tentukan
analgesic sesuai
pengaruh
4. Untuk
instruksi
pengalaman nyeri
mengetahui
terhadap kualitas
Pain Level apakah nyeri yang
hidup( napsu
dirasakan klien
1. Klien makan, tidur,
berpengaruh
melaporkan aktivitas,mood,
terhadap yang
nyeri berkurang hubungan sosial)
lainnya
2. Klien tidak 5. Tentukan faktor
5. Untuk
tampak yang dapat
mengurangi
mengeluh dan memperburuk
factor yang dapat
menangis nyeri
memperburuk
3. Ekspresi wajah 6. Lakukan evaluasi
nyeri yang
klien tidak dengan klien dan
dirasakan klien
menunjukkan tim kesehatan lain
6. untuk mengetahui
nyeri tentang ukuran
apakah terjadi
4. Klien tidak pengontrolan
pengurangan rasa
gelisah nyeri yang telah
nyeri atau nyeri
dilakukan
yang dirasakan
7. Berikan informasi
klien bertambah.
tentang nyeri
7. Pemberian
termasuk
“health
penyebab nyeri,
education” dapat
berapa lama nyeri
akan hilang, mengurangi
antisipasi tingkat
terhadap kecemasan dan
ketidaknyamanan membantu klien
dari prosedur dalam
membentuk
mekanisme
koping terhadap
8. Control
rasa nyeri
lingkungan yang
8. Untuk
dapat
mengurangi
mempengaruhi
tingkat
respon
ketidaknyamanan
ketidaknyamanan
yang dirasakan
klien( suhu
klien.
ruangan, cahaya
dan suara)
9. Hilangkan faktor
presipitasi yang 9. Agar nyeri yang
dapat dirasakan klien
meningkatkan tidak bertambah.
pengalaman nyeri
klien( ketakutan,
kurang
pengetahuan)
10. Ajarkan cara
penggunaan
10. Agar klien
terapi non
mampu
farmakologi
menggunakan
(distraksi, guide
teknik
imagery,relaksas)
nonfarmakologi
dalam
memanagement
11. Kolaborasi
nyeri yang
pemberian dirasakan.
analgesic 11. Pemberian
analgetik dapat
mengurangi rasa
nyeri pasien

3 Risiko infeksi Setelah diberikan NIC label : Infection NIC label : Infection
dibuktikan asuhan keperawatan Control Control
dengan adanya selama 3 x 24 jam
1. Bersihkan 1. Meminimalkan
proses penyakit diharapkan klien
lingkungan risiko infeksi
(GERD) memenuhi kriteria :
setelah dipakai
1. Bebas dari tanda- klien lain
tanda infeksi 2. Instruksikan
2. meminimalkan
pengunjung untuk
patogen yang ada
2. Angka leukosit
mencuci tangan
di sekeliling
normal
saat berkunjung
pasien
dan setelah
berkunjung
3. Gunakan sabun
3. mengurangi
anti mikroba
mikroba bakteri
untuk cuci tangan
yang dapat
menyebabkan
infeksi
4. Cuci tangan
4. mencegah
sebelum dan
terjadinya infeksi
sesudah tindakan
nosokomial
keperawatan
5. mempertahankan
5. Gunakan
teknik aseptik
universal
precaution dan
gunakan sarung
tangan selma
kontak dengan
kulit yang tidak
utuh
6. Kolaborasi
pemberian 6. Mencegah
antibiotik terjadinya infeksi
7. Observasi dan
laporkan tanda 7. Mempercepat
dan gejal infeksi penyembuhan
seperti
kemerahan,
panas, nyeri,
tumor
8. Kaji temperatur
tiap 4 jam
8. Kenaikan
temperatur
merupakan salah
9. Catat dan satu tanda utama
laporkan hasil dari infeksi
laboratorium, 9. Jumlah WBC
WBC yang sangat
rendah dapat
mengindikasikan

10. Ajarkan keluarga risiko infeksi

bagaimana yang parah.

mencegah infeksi 10. Meningkatkan


penegtahuan
pasien tentang
pencegahan
infeksi

4 Risiko aspirasi Setelah dilakukan NIC:  Aspiration NIC:  Aspiration


dibuktikan tindakan keperawatan precaution precaution
dengan adanya selama 1 x 24jam
1. Monitor tingkat 1. Mengkaji
gangguan pasien menunjukkan
kesadaran, reflek seberapa besar
menelan, keefektifan pola nafas,
batuk dan risiko terhadap
pengosongan dengan kriteria hasil:
kemampuan terjadinya aspirasi
lambung yang
NOC : menelan
lambat,
2. Pelihara jalan
peningkatan
 Respiratory nafas
2. Memastikan jalan
residu lambung
Status : napas tetap paten
3. Lakukan suction
Ventilation 3. menyingkirkan
jika diperlukan
 Aspiration faktor yang dapat
control menyebabkan
 Swallowing aspirasi
4. Cek nasogastrik
Status 4. pada pasien yg
sebelum makan
terpasang NGT,
Kriteria Hasil : pastikan residu
dan letak NGT
1. Klien dapat
tepat pada
bernafas dengan
lambung
mudah, tidak 5. Hindari makan
5. mencegah refluk
irama, frekuensi kalau residu
pernafasan masih banyak
normal 6. Potong makanan
2. Pasien mampu kecil kecil 6. mencegah
menelan, 7. Haluskan obat tersedak dan
mengunyah sebelum refluk
tanpa terjadi pemberian 7. memudahkan
aspirasi, dan 8. Naikkan kepala pasien menelan
mampumelakuk 30-45 derajat 8. mencegah refluk
an oral hygiene setelah makan makanan ataupun
3. Jalan nafas cairan lambung
paten, mudah
bernafas, tidak
merasa tercekik
dan tidak ada
suara nafas
abnormal

5 Gangguan Setelah dilakukan NIC:  Aspiration NIC:  Aspiration


menelan tindakan keperawatan precaution precaution
berhubungan selama 3 x 24 jam
1. Monitor tingkat 1. Mengkaji seberapa
dengan penyakit diharapkan masalah
kesadaran, reflek besar risiko terhadap
refluks gangguan menelah
batuk dan terjadinya aspirasi
gastroesofagus teratasi dengan kriteria
kemampuan
haril :
menelan 2. Memastikan jalan
1. d
2. Pelihara jalan napas tetap paten
apat
nafas 3. menyingkirkan
mempertahankan
3. Lakukan suction faktor yang dapat
makanan dalam
jika diperlukan menyebabkan
mulut
4. Cek nasogastrik aspirasi
2. k
sebelum makan 4. pada pasien yg
emampuan
terpasang NGT,
menelan adekuat
pastikan residu dan
3. p
letak NGT tepat
asien
pada lambung
menunjukkan
5. Hindari makan 5. mencegah refluk
kemampuan
kalau residu
menelan
masih banyak
makanan atau
6. Potong makanan
cairan 6. mencegah tersedak
kecil kecil
4. ti dan refluk
7. Haluskan obat
dak adanya 7. memudahkan
sebelum
aspirasi pasien menelan
pemberian
5. ti 8. mencegah refluk
8. Naikkan kepala
dak ada bukti makanan ataupun
30-45 derajat
batuk atau cairan lambung
setelah makan
tersedak saat 9. menghindari
9. Beri makan
makan atau terjadinya mual dan
minum dalam jumlah muntah, pemberian
6. m sedikit makanan dalam
ampu jumlah sedikit
mengontrol mual tetapi sering dapat
dan muntah meningkatkan
intake nutrisi
pasien
10. mempersulit proses
10. Hindari
menelan
pemberian cairan
atau penggunaan
zat yang kental

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dilakukan berdasarkan intervensi yang sudah ditetapkan.

E. EVALUASI
Menurut Poer. (2012), proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap
respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis mengenai status
kesehatan klien terhadap waktu)

DAFTAR PUSTAKA
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. 2013. Revisi konsensus nasional penatalaksanaan
penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease/ GERD) di Indonesia.
Jakarta: Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis. PPDS
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September - November 2009.
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights.
Herman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta :
FKUI.
Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus . Universitas Sumatera
Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.

…………….; ................…………2018
Nama Pembimbing / CI: Nama Mahasiswa

…………….....………......….. ……………...……………...
NIP NIM

Nama Pembimbing / CT

..........…………………...………
NIP.

Anda mungkin juga menyukai