Anda di halaman 1dari 5

Laporan Kasus

TINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN


RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
PERIODE TAHUN 2005 – 2010
Andina B. Sari, Sandra Widaty, Kusmarinah Bramono,
Eliza Miranda, Mardiati Ganjardani

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,


FK Universitas Indonesia, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK
Latar Belakang : Tinea kapitis adalah infeksi jamur pada rambut dan kulit kepala yang
umumnya mengenai anak prapubertas dengan penyebab tersering Microsporum canis.
Tujuan : Mengetahui prevalensi, klinis, spesies penyebab, dan terapi tinea kapitis di Poliklinik
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Metode : Penelitian retrospektif dari data pasien tinea kapitis yang berobat di Poliklinik
IKKK RSCM, Jakarta periode Januari 2005 sampai dengan Desember 2010.
Hasil : Dilaporkan 23 kasus tinea kapitis, yang merupakan 0,53% (23 dari 4274) dari
seluruh pasien dermatomikosis yang berobat antara tahun 2005 sampai 2010. Usia awitan 22
bulan sampai 65 tahun, dengan persentase tertinggi (73,91%) pada golongan usia 0 sampai 14
tahun. Kejadian pada laki-laki sama dengan perempuan. Bentuk klinis tersering adalah inflamasi
(65,21%). Pada 26,08% kasus disertai bentuk dermatofitosis lain. Kultur tumbuh 56,52% spesimen,
dengan spesies terbanyak Microsporum canis (69,23%). Terapi utama adalah griseofulvin pada
73,91% kasus yang dapat diamati, dengan rerata masa terapi lima minggu. Terapi lain dengan
itrakonazol dan terbinafin. Efek samping akibat griseofulvin terdapat pada tiga pasien, berupa
erupsi obat alergik tipe fotodermatitis dan peningkatan enzim hati.
Ke simpula n : Microsporum canis masih me rup aka n spesies pen yeba b terserin g d an
griseofulvin masih merupakan terapi utama tinea kapitis.(MDVI 2012; 39/3:113 - 117)

Kata kunci: Tinea kapitis, Microsporum canis, griseofulvin

ABSTRACT
Background : Tinea capitis is a fungal infection of the hair follicles of the scalp that usually
infects prapubertal children mostly caused by Microsporum canis.
Objective : To determine prevalence, clinical features, common species, and treatment of
tinea capitis in Dermato-Venereology Department dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method : Registered tinea capitis patients in Dermato-Venereology Department dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta were retrospectively reviewed during the period of January
2005 until December 2010.
Result : Twenty three of tinea capitis patients which constituted 0,53% (23/4274) of the total
dermatomycoses patients between 2005-2010 are reported. Age of onset between 22 months-65
years, with the highest percentage (73,91%) between 0-14 years. Ratio between man and woman
was the same. Inflammatory type was the most common clinical features (65,21%). There were
26,08% cases with other type of dermatophytoses infections. Cultures were positive in 56,52%
specimens and mostly yielded Microsporum canis (69,23%). Griseofulvin was the main treatment
in 73,91% cases that can be followed, with mean duration of five weeks. Others treatment were
using itra cona zole and terb inafine. Side effects with griseofulvin, such a s drug a llergic
photodermatitis type and elevated liver enzymes were found in three patients.
Korespondensi : Conclusion : Microsporum canis is still the most common causative species and griseofulvin
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat is still the main therapy for tinea capitis.(MDVI 2012; 39/3:113 - 117)
Telp/Fax. 021 - 31935383
Email: Keywords: Tinea capitis, Microsporum canis, griseofulvin

113
Andina B. Sari dkk. Tinea kapitis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode tahun 2005-2010

PENDAHULUAN Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, selama periode Januari
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada skalp dan 2005 sampai dengan Desember 2010.
rambut kepala. Tinea kapitis dapat disebabkan oleh
dermatofita genus Trichophyton dan Microsporum selain METODE
Trichophyton concentricum. Trichophyton concentricum
dapat mengenai skalp, tetapi tidak rambut kepala. 1 Tinea Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan
kapitis merupakan dermatofitosis tersering yang mengenai mengumpulkan data dari catatan medis pasien baru yang
anak-anak dengan usia dominan antara 3 sampai 7 tahun, berkunjung ke Divisi Dermatomikologi Poliklinik IKKK
walaupun dapat juga mengenai neonatus dan dewasa. 1,2 RSCM Jakarta selama periode Januari 2005 sampai dengan
Sumber penularan dapat berasal dari manusia (antropofilik), Desember 2010. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hewan (zoofilik), dan tanah (geofilik).3 Cara penularan dapat anamnesis, pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang
terjadi secara tidak langsung melalui fomite misalnya sisir, berupa pemeriksaan klinis dengan lampu Wood,
topi, sarung bantal, mainan, dan kursi teater. 1 Survei di pemeriksaan laboratorium kerokan kulit dengan larutan KOH
Amerika Serikat mendapatkan bahwa jumlah anggota 20% dan biakan media Mycobite® (SGA + kloramfenikol +
keluarga yang banyak, lingkungan hidup padat, dan kondisi sikloheksamid). Pasien dinyatakan sembuh secara klinis dan
sosioekonomi yang kurang dapat berperan pada peningkatan mikologis bila secara klinis tidak ditemukan lesi kulit kecuali
insidens tinea kapitis akibat Trichophyton tonsurans di alopesia, dan hasil pemeriksaan mikroskopis langsung
beberapa populasi kota.4,5 dengan larutan KOH 20% dan biakan tidak ditemukan
Spesies penyebab tinea kapitis dapat berubah seiring elemen jamur.
dengan waktu dan berbeda-beda di tiap negara.4,5 Pada akhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20, Microsporum audouinii HASIL PENELITIAN
dan Microsporum canis merupakan penyebab utama tinea
kapitis di Eropa Barat dan Mediterania, sedangkan Terdapat 23 pasien tinea kapitis dari 4274 pasien baru
Trichophyton schoenleinii lebih dominan di Eropa Timur. (0,53%) yang berobat ke Divisi Dermatomikologi Poliklinik
Munculnya griseofulvin untuk pengobatan tinea kapitis IKKK RSCM Jakarta selama periode Januari 2005 sampai
disertai survei ke sekolah-sekolah yang ketat di akhir tahun dengan Desember 2010 (tabel 1).
1950-an dan awal 1960-an menyebabkan penurunan nyata
Microsporum sp. sebagai penyebab di Eropa Barat.4 Pada Tabel 1. Distribusi jumlah pasien tinea kapitis tahun 2005-2010
tahun 2007 dilaporkan peningkatan spesies Trichophyton Tahun Jumlah pasien tinea Jumlah kunjungan pasien
tonsurans dan penurunan spesies Microsporum canis kapitis baru di Divisi Mikologi
sebagai penyebab tinea kapitis di Eropa dalam kurun waktu
30 tahun terakhir. Walaupun begitu, Microsporum canis 2005 4 (0,48%) 837
masih menjadi penyebab utama di benua Eropa. 5,6 2006 3 (0,38%) 796
Trichophyton tonsurans menjadi penyebab 60-90% infeksi 2007 2 (0,31%) 637
tinea kapitis di Inggris, Amerika Serikat, Jamaika, dan 2008 7 (1,05%) 665
Brazil.5,7 Trichophyton soudanense adalah penyebab utama 2009 3 (0,44%) 684
di beberapa negara Afrika.8,9 Trichophyton rubrum yang
2010 4 (0,61%) 655
merupakan dermatofita tersering yang diisolasi di seluruh
dunia bukan merupakan penyebab yang sering ditemukan Total 23 (0,53%) 4274
pada tinea kapitis.4
Tinea kapitis menunjukkan gejala klinis bervariasi mulai
dari karier asimtomatik, bentuk gray patch, blackdot, Jumlah pasien laki-laki dan perempuan hampir sama,
inflamasi, dan favus. 3 Gejala klinis tersebut sangat dengan rentang usia antara 22 bulan sampai 65 tahun.
bergantung pada etiologi. Terapi standar tinea kapitis di Penyakit ini paling banyak mengenai golongan usia < 14
Amerika Serikat sampai saat ini adalah griseofulvin oral.10 tahun, yaitu 17 pasien (73,91%). Sebagian besar pasien
Itrakonazol dan terbinafin oral juga efektif untuk infeksi berasal dari Jakarta sebanyak 20 pasien (86,95%). Kontak
dermatofita.1 Sampai saat ini keterbatasan pilihan terapi dan dengan hewan peliharaan dan hewan liar ditemukan pada 9
berbagai cara transmisi masih menyulitkan upaya eradikasi.5 pasien (39,13%). Pemeriksaan penunjang dengan lampu
Wood menunjukkan fluoresensi positif pada sebagian besar
TUJUAN PENELITIAN pasien (56,52%). Pemeriksaan laboratorium langsung
dengan larutan KOH 20% positif pada hampir seluruh pasien
Mengetahui prevalensi, gambaran klinis, spesies (95,65%). Pemeriksaan kultur tumbuh pada 13 pasien
penyebab, dan efektivitas terapi tinea kapitis di Poliklinik (56,52%) dengan spesies terbanyak berupa Microsporum

114
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012;113 - 117

canis (69,23%), diikuti Trichophyton mentagrophytes Tiga pasien dari 23 pasien dikembalikan kepada dokter
(23,08%), dan Trichophyton rubrum (7,69%). Distribusi pengirim yang merujuk pasien tersebut ke poliklinik untuk
pasien berdasarkan spesies penyebab dapat dilihat pada pemeriksaan penunjang sehingga tidak diketahui terapi yang
tabel 2. diberikan. Terapi utama yang digunakan berupa griseofulvin
oral pada 17 pasien (73,91%), 1 pasien di antaranya diganti
Tabel 2. Distribusi pasien tinea kapitis berdasarkan spesies dengan itrakonazol. Terdapat 2 pasien (8,69%) yang diterapi
penyebab dengan itrakonazol dan 1 pasien di antaranya diganti dengan
Spesies Jumlah Persentase terbinafin. Hanya 1 pasien (4,34%) yang diobati dengan
terbinafin. Perbaikan ditemukan pada 15 pasien (65,22%)
Microsporum canis 9 69,23 dari 20 pasien yang mendapatkan terapi, namun hanya 5
Trichophyton mentagrophytes 3 23,08 pasien (21,73%) dinyatakan sembuh. Keterangan mengenai
Trichophyton rubrum 1 7,69
lama terapi dan hasil terapi dapat dilihat pada tabel 4.
Total 13 100 Efek samping akibat penggunaan obat antijamur
ditemukan pada 3 pasien akibat penggunaan griseofulvin,
yaitu 2 pasien dengan erupsi obat alergik dan 1 pasien
Bentuk klinis terbanyak berupa inflamasi (65,21%),
dengan peningkatan enzim hati.
diikuti oleh gray patch (26,09%) dan black dot (8,70%).
Terdapat 6 pasien (26,08%) yang secara bersamaan juga
mengalami infeksi dermatofita pada lokasi tubuh lain (tabel PEMBAHASAN
3).
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi pasien tinea
kapitis baru yang berobat ke Divisi Dermatomikologi
Tabel 3. Distribusi pasien dengan infeksi tinea pada lokasi Poliklinik IKKK RSCM Jakarta sebesar 0,53% selama periode
tubuh lainnya
6 tahun. Prevalensi tinea kapitis sangat bervariasi. Pada
Infeksi tinea lain Jumlah Persentase satu studi potong lintang yang dilakukan di Jerman pada
Tinea kruris et korporis 3 50 anak-anak masa prasekolah tidak ditemukan satupun kasus
Tinea fasialis 2 33,33 tinea kapitis, walaupun ditemukan karier asimtomatik pada
Tinea korporis et pedis 1000 subyek. Penelitian di Spanyol mendapatkan 0,33% anak
et manus et unguium 1 16,67 sekolah dengan hasil kultur positif tinea kapitis pada tahun
Total 6 100 1994 dan di London dilaporkan prevalensi 2,5% pada tahun
1995. Prevalensi tinea kapitis di Amerika Serikat berkisar

Tabel 4. Distribusi pasien berdasarkan terapi


No. Pasien Terapi dan dosis harian Lama terapi Keterangan
1. Dewasa Griseofulvin 1x750 mg 4 minggu Perbaikan
2. Dewasa Griseofulvin 1x500 mg 3 minggu Sembuh
3. Anak Griseofulvin 1x330 mg 4 minggu Perbaikan
4. Anak Griseofulvin 1x190 mg 2 minggu Loss to follow up
5. Anak Griseofulvin 1x250 mg 2 minggu Loss to follow up
6. Dewasa Griseofulvin 2x500 mg 4 minggu Terapi dilanjutkan dengan itrakonazol
1x100 mg/hari 4 minggu; sembuh.
7. Anak Griseofulvin 1x250 mg 7 minggu Sembuh
8. Anak Griseofulvin 1x750 mg 4 minggu Perbaikan
9. Anak Griseofulvin 1x150 mg 2 minggu Loss to follow up
10. Dewasa Griseofulvin 1x500 mg 6 minggu Perbaikan
11. Anak Griseofulvin 1x375 mg 5 minggu Sembuh
12. Anak Griseofulvin 1x150 mg 2 minggu Loss to follow up
13. Anak Griseofulvin 1x260 mg 8 minggu Perbaikan
14. Anak Griseofulvin 1x375 mg 9 minggu Perbaikan
15. Anak Itrakonazol 1x100 mg 7 minggu Terapi dilanjutkan dengan terbinafin
1x125 mg/hari 13 minggu; perbaikan
16. Anak Itrakonazol 1x75 mg 3 minggu Sembuh
17. Dewasa Griseofulvin 1x500 mg 2 minggu Loss to follow up
18. Anak Griseofulvin 1x250 mg 5 minggu Perbaikan
19. Anak Griseofulvin 1x300 mg 4 minggu Perbaikan
20. Anak Terbinafin 1x125 mg 4 minggu Perbaikan

115
Andina B. Sari dkk. Tinea kapitis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode tahun 2005-2010

antara 3% sampai 8% pada populasi anak-anak. 2 Data dari (8,70%). Bentuk inflamasi biasanya disebabkan organisme
Indonesia yang berasal dari RSUP Sanglah Denpasar zoofilik dan geofilik, antara lain Microsporum canis dan
mendapatkan 0,32% pasien tinea kapitis yang berobat selama Microsporum gypseum. Bentuk ini merupakan akibat reaksi
periode Januari 2004 sampai Desember 2006.11 Data lain di hipersensitivitas terhadap infeksi. Spektrum inflamasi mulai
Poli Dermatomikosis Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin dari folikulitis pustular sampai dengan kerion. 1 Pada
RSU dr. Soetomo Surabaya, terdapat 0,31-1,55% kasus baru penelitian ini didapatkan spesies terbanyak berdasarkan
tinea kapitis antara tahun 2001-2006.12 kultur adalah Microsporum canis yang umumnya
Tinea kapitis merupakan dermatofitosis tersering yang memberikan manifestasi klinis inflamasi. Bentuk gray patch
mengenai anak-anak terutama pada usia 3 sampai 7 tahun.1,2 paling sering disebabkan organisme antropofilik ektotriks,
Dominasi kelompok usia ini mungkin disebabkan oleh efek misalnya Microsporum audouinii dan Microsporum canis
fungistatik asam lemak yang berasal dari sebum pada usia dengan inflamasi yang sangat minimal. Bentuk black dot
pascapubertas. Namun, tidak tertutup kemungkinan biasanya disebabkan organisme antropofilik endotriks, yaitu
ditemukannya kasus pada neonatus dan dewasa. 4 Pada Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. 1
penelitian ini didapatkan rentang usia pasien antara 22 bulan Hasil ini sama dengan penelitian di RSU dr. Soetomo
sampai 65 tahun dengan kasus terbanyak pada golongan Surabaya dengan tipe kerion terbanyak (62,5%), diikuti gray
usia < 14 tahun (73,91%). Penelitian lain yang dilakukan di patch (37,5%), dan tipe black dot tidak ditemukan. 12
RSUP Sanglah Denpasar mendapatkan kelompok umur Terdapat 6 pasien (26,08%) yang secara bersamaan juga
tertinggi pada 5-14 tahun (45,45%), sedangkan di RSU dr. mengalami infeksi dermatofita pada lokasi tubuh lain. Hal
Soetomo Surabaya kelompok umur tertinggi pada < 14 tahun ini penting diketahui karena infeksi dermatofita di lokasi
(93,33%).11,12 tubuh lain dapat menjadi sumber penularan tinea kapitis. 13
Insidens tinea kapitis berdasarkan jenis kelamin sangat Pada pemeriksaan penunjang dengan lampu Wood
bervariasi, bergantung pada organisme penyebab. Apabila didapatkan fluoresensi positif kehijauan pada 56,52% pasien.
penyebabnya adalah Microsporum audouinii, maka rasio Fluoresensi positif dapat ditemukan pada Microsporum
anak laki-laki dibandingkan perempuan lebih tinggi yaitu 5 canis, Microsporum audouinii, Microsporum distortum,
: 1. Infeksi Microsporum canis bervariasi, tetapi biasanya Microsporum ferrugineum, dan kadang-kadang
lebih tinggi pada anak laki-laki. Infeksi Trichophyton sp. Trichophyton schoenleinii.4 Pemeriksaan mikroskopis
sama pada anak laki-laki dan perempuan, tetapi pada dewasa langsung dengan larutan KOH 20% menunjukkan hasil
biasanya lebih sering mengenai perempuan. 2,5 Pada positif pada hampir seluruh pasien (95,65%). Hasil ini
penelitian ini didapatkan rasio laki-laki dibandingkan berbeda dengan kepustakaan, yang menyatakan bahwa
perempuan hampir sama yaitu 1,09 : 1, dengan spesies pada tipe inflamasi hasil pemeriksaan KOH tidak selalu
terbanyak Microsporum canis. Berbeda dengan penelitian menunjukkan hasil positif karena proses peradangan yang
yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar dengan pasien parah sehingga elemen jamur lebih sulit ditemukan. 2
laki-laki sebanyak 63,64% dan perempuan 36,36%.11 Begitu Pemeriksaan kultur jamur dapat tumbuh pada 13 pasien
juga di RSU dr. Soetomo Surabaya dengan pasien laki-laki (56,52%), dengan spesies terbanyak berupa Microsporum
sebanyak 54,5% dan perempuan 45,5%.12 canis (69,23%), diikuti oleh Trichophyton mentagrophytes
Sebagian besar pasien berasal dari Jakarta (86,95%) (23,08%), dan Trichophyton rubrum (7,69%). Sampai saat
dan hanya 2 pasien (8,69%) berasal dari luar Jakarta (Depok ini Microsporum canis masih merupakan penyebab tersering
dan Bekasi Barat). Manusia dapat terinfeksi organisme tinea kapitis di seluruh dunia.2 Data dari RSUP Sanglah
zoofilik melalui kontak dengan hewan peliharaan maupun Denpasar menunjukkan hasil kultur terbanyak adalah
hewan liar. Kucing dan anjing merupakan sumber utama Trichophyton mentagrophytes pada 12 pasien (27,27%),
Microsporum canis. Petani dapat terinfeksi Trichophyton Trichophyton tonsurans pada 5 pasien (11,36%), dan
verrucosum yang berasal dari ternak di daerah pedesaan. Trichophyton rubrum pada 2 pasien (4,54%).11
Manusia juga dapat terinfeksi Microsporum gypseum, bila Terapi utama yang digunakan adalah griseofulvin pada
kontak dengan tanah.2 Pada penelitian ini didapatkan riwayat 73,91% pasien. Griseofulvin oral menjadi pilihan utama
kontak dengan hewan pada 39,13% pasien. Kontak dengan karena sampai saat ini masih merupakan terapi baku tinea
hewan mungkin menjadi sumber penularan dan didukung kapitis di Amerika Serikat. Selain itu, griseofulvin
dengan hasil kultur terbanyak berupa Microsporum canis menunjukkan efektivitas paling baik untuk infeksi
(69,23%). Terdapat 4 pasien dengan riwayat kontak dari 9 Microsporum sp.10 Untuk anak-anak yang dianjurkan dosis
pasien dengan hasil kultur Microsporum canis positif. Lima 10-20 mg/kgBB/hari selama 6-8 minggu yang diminum
pasien lain tidak diketahui riwayat kontak. Meskipun bersamaan dengan makanan berlemak untuk meningkatkan
demikian, perlu dipastikan lebih lanjut dengan cara absorbsi. Namun, tingginya laporan kegagalan dengan
memeriksa hewan tersangka secara klinis dan mikologis. dosis tersebut menyebabkan para ahli menganjurkan dosis
Bentuk klinis terbanyak berupa bentuk inflamasi 20-25 mg/kgBB/hari untuk bentuk microsize dan 15 mg/
(65,21%), diikuti oleh gray patch (26,09%) dan black dot kgBB/hari untuk bentuk ultramicrosize selama 8 minggu,

116
MDVI Vol. 39 No. 3 Tahun 2012;113 - 117

meskipun tidak berdasarkan uji klinis.1 Itrakonazol juga efektif pada anak laki-laki dan perempuan. Diagnosis ditegakkan
mengeradikasi tinea kapitis yang disebabkan Microsporum berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan penunjang.
sp. maupun Trichophyton sp. dengan dosis 3-5 mg/kgBB/ Bentuk klinis tersering adalah inflamasi. Microsporum canis
hari dalam waktu 4-6 minggu. Demikian pula dengan masih merupakan spesies penyebab tersering. Griseofulvin
terbinafin dosis 3-6 mg/kgBB/hari dapat mengatasi infeksi oral masih merupakan terapi baku tinea kapitis di RSCM.
Trichophyton sp. selama 2-4 minggu, dan Microsporum sp.
selama 4-8 minggu.1 Terdapat 1 pasien yang diterapi dengan
terbinafin dan mengalami perbaikan setelah diterapi selama
4 minggu. Pasien ini sebenarnya sudah mendapat terapi
griseofulvin oral dari dokter sebelumnya, dan datang ke
poliklinik dengan keluhan erupsi obat alergik akibat DAFTAR PUSTAKA
griseofulvin sehingga diganti dengan terbinafin.
Terdapat 20 pasien yang diobati dengan 15 pasien 1. Verma S, Heffernan MP. Superficial fungal infection:
(65,22%) di antaranya mengalami perbaikan, tetapi hanya 5 dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam:
pasien (21,74%) yang berhasil diikuti sampai akhir terapi Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general
dan dinyatakan sembuh. Empat dari 5 pasien yang
medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 1807-
dinyatakan sembuh tersebut diterapi dengan griseofulvin 21.
oral dosis 10-20 mg/kgBB/hari dengan rerata lama terapi 5 2. Mohrenschlager M, Seidl HP, Ring J, Abeck D. Pediatric tinea
minggu. Sedangkan 1 pasien awalnya diterapi dengan capitis recognition and management. Am J Clin Dermatol.
griseofulvin selama 4 minggu, dikarenakan terdapat erupsi 2005; 5: 203-13.
obat alergik maka diganti dengan itrakonazol selama 4 3. Nasution MA, Muis K, Rusmawardiana. Tinea kapitis. Dalam:
minggu. Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SW, Dwihastuti
Efek samping akibat penggunaan obat antijamur P, Widaty S, editor. Dermatomikosis superfisialis: pedoman
ditemukan pada penggunaan griseofulvin pada 3 pasien, untuk dokter dan mahasiswa kedokteran. Balai penerbit FKUI:
2004. h. 24-30.
yaitu 2 pasien dengan erupsi obat alergik dan 1 pasien
4. Elewski BE. Tinea capitis: a current perspective. J Am Acad
dengan peningkatan enzim hati. Terapi salah satu pasien Dermatol. 2000; 42: 1-20.
yang mengalami erupsi obat alergik diganti dengan 5. Patel GA, Schwartz RA. Tinea capitis: still an unsolved
itrakonazol oral dan diberikan steroid topikal, sedangkan problem? Mycoses. 2009: 1-6.
terapi pasien kedua dengan efek samping yang sama diganti 6. Hay RJ, Robles W, Midgley G, Moore MK. Tinea capitis in
dengan terbinafin oral dan diberikan steroid topikal serta Europe: new perspective on an old problem. J Eur Acad
antihistamin oral. Pasien yang mengalami efek samping Dermatol Venereol. 2001; 15: 229-33.
peningkatan enzim hati diobservasi dan diterapi oleh 7. Foster KW, Ghannoum MA, Elewski BE. Epidemiologic
Departemen Ilmu Kesehatan Anak. surveillance of cutaneous fungal infection in the United States
from 1999 to 2002. J Am Acad Dermatol. 2004; 50: 748-52.
Selain terapi antijamur oral, seluruh pasien pada
8. El N. Dermatophytosis in Western Africa: a review. Pak J
penelitian ini juga diberikan terapi tambahan berupa sampo Biol Sci. 2010; 13: 649-56.
selenium sulfida 1,8%. Terapi ajuvan yang dianjurkan oleh 9. Ngwogu AC. Epidemiology of dermatophytoses in a rural
para ahli untuk mengeradikasi dermatofita dari skalp, antara community in Eastern Nigeria and review of literature from
lain selenium sulfida (1% dan 2,5%), zinc pyrithione (1% Africa. Mycopathol. 2007; 164: 149-58.
dan 2%), povidon iodin 2,5%, dan ketokonazol 2%. Lama 10. Ginter-Hanselmayer G, Seebacher C. Treatment of tinea
penggunaan dianjurkan selama 2-4 minggu untuk dipakai capitis-a critical appraisal. J Germ Soc Dermatol. 2011; 9:
2-4 kali seminggu. Penggunaan antijamur topikal dapat 109-14.
mengurangi risiko transmisi kepada orang lain pada tahap 11. Putu DWL, Made B, Made SA. Tinea kapitis di RSUP Sanglah
Denpasar. MDVI. 2008; 35: 15-8s.
awal terapi sistemik tinea kapitis.5,7
12. Suyoso S. Tinea kapitis pada bayi dan anak. Dalam: Kelompok
Studi Dermatologi Anak. Penyakit papuloeritroskuamosa dan
KESIMPULAN dermatomikosis superfisialis pada bayi dan anak. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. h. 49-88.
Pada studi ini, prevalensi tinea kapitis sangat kecil bila 13. Rippon JW. Medical mycology the pathogenic fungi and the
dibandingkan dermatomikosis lain. Tinea kapitis paling pathogenic actinomycetes. Edisi ke-3. Philadelphia: WB
banyak mengenai anak-anak dengan kejadian yang sama Saunders; 1988. h.169-269.

117

Anda mungkin juga menyukai