Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS KEMATIAN

LAKI-LAKI 61 TAHUN DENGAN HEMATEMESIS MELENA

Oleh :
dr. Erviana Agustiani

Narasumber :
dr. Agustina Parmayanti, Sp.PD

INTERNSHIP RSUD DR. R. SOETIJONO


BLORA
2020

1
Berita Acara Presentasi Kasus Kematian

Pada tanggal 23 April 2020 telah dipresentasikan kasus kematian oleh:

Nama : dr. Erviana Agustiani


Judul/topik : Laki-laki 61 tahun dengan hematemesis melena
No. ID danNamaPendamping : dr. KenMardyanah
dr. Rizkiyah Prabawanti
No. ID danNamaNarasumber : dr. Agustina Parmayanti, Sp.PD
No. ID danNamaWahana : RSUD dr. R. SoetijonoBlora
Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Narasumber Pendamping

dr. AgustinaParmayanti, Sp.PD dr. Ken


MardyanahNIP.196708232005012005 NIP.196002262006042002

2
No. ID dan Nama Peserta : dr. Amalia Nur Hikmawati Presenter : dr. Amalia Nur
Hikmawati
No. ID & Nama Wahana: RSUD dr. R. Soetijono Blora Pendamping : dr. Ken Mardyanah
TOPIK : Perempuan 74 tahun dengan hematemesis melena ec variceal bleeding dd
nonvaricealbleeding,ACS,hipertensi,presumtifTB,anemia,anorexiageriatri,azotemiaec
AKI dd/ akut on CKD, vesicolithiasis, sepsis
Tanggal (kasus) : 20 Oktober 2019
NamaPasien : Ny. S / 74th No. RM : 413044
TanggalPresentasi : 9 Januari2020 Pendamping : dr. Ken Mardyanah/dr.
Rizkiyah Prabawanti
TempatPresentasi : RSUD dr. R. SoetijonoBlora
OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran √ Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik √ Manajemen o Masalah o Istimewa
oNeonatus o Bayi o Anak o Remaja o Dewasa √ Lansia o Bumil
o Deskripsi :
pasien datang dengan keluhan muntah warna hitam seperti kopi sejak 7 hari SMRS.
Muntah lebih dari 5x dalam 1 hari, sekali muntah sampai setengah gelas blimbing. Pasien
juga mengeluhkan BAB kehitaman sejak 6 hari SMRS. BAB hitam seperti petis. Mual
(+), lemas (+), perut terasa kembung. Pasien mengeluhkan tidak ada napsu makan
beberapa hari terakhir, makan sedikit, 3x dalam 1 hari, hanya 2 atau 3 sendok sekali
makan, minum sedikit, tidak sampai 1 botol aqua ukuran sedang. Pasien juga
mengeluhkan sesak nafas sejak 1 bulan terakhir dan memberat 3 hari ini, batuk lamalebih
dari 3 bulan, batuk berdahak (+), berwarna kuning kehijauan, batuk darah (-).
o Tujuan:
1. Mengetahui etiologi kematian padapasien
2. Mengetahuietiologi,patogenesis,penatalaksanaanhematemesismelenaecvariceal
bleeding dd nonvariceal bleeding, ACS, hipertensi, presumtif TB, anemia, anorexia
geriatri, azotemia ec AKI dd/ akut on CKD, vesicolithiasis, sepsis
Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi √ Presentasi o E-mail o Pos
dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Ny. S No Registrasi : 413044
Nama klinik : ICU, ruang isolasi Telp : - Terdaftar sejak : -
TB
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis : hematemesis melena ec variceal bleeding dd/ non variceal bleeding,
dypsneu ec suspek TB paru, anorexia geriatri
Gambaran Klinis : Ny. S, 74 tahun dibawa keluarganya pukul 11.15 ke RSUD Blora
dengan keluhan muntah dan BAB warna hitam, lemas, sesak nafas. Keluarga pasien
mengatakan Ny. S muntah dan BAB hitam sejak ± 1 minggu, lemas, sesak nafas ± 1
bulan,batukberdahak>3bulan,nafasberat,batukberdahakkental.BAKsedikit,
mual(+).Pasienjugamengeluhkannapsumakanmenurunsehinggamakansedikit,

3
kemudian keluarga membawa pasien ke RSUD Blora.
2. Riwayat Pengobatan : (-)
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Pasien tidak pernah periksa
4. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah ibu rumah tangga
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama 2 anak & 2 orang cucu
6. Lain-lain : (-)
DAFTAR PUSTAKA:
1. Marik PE, Taeb AM. 2017. SIRS, qSOFA and new sepsis definition. J Thorac
Dis;9(4):943-5
2. McLymont N, Glover GW. 2016. Scoring systems for the characterization of sepsis
and associated outcomes. Ann Transl Med; 4(24):527
3. Putra, I Made Prema. 2018. Laporan Kasus Pendekatan Sepsis dengan Skor SOFA.
CDK-267;45:8
4. Seymour CW, Liu VX, Iwashyana TJ, Brunkhorst FM, Rea TD, Scherag A, et al.
2016. Assessment of clinical kriteria for sepsis: For the third internasional consensus
definitions for sepsis and septic shock (Sepsis-3). JAMA; 315:762-74
5. Infan, Febyan, Suprapto. 2018. Sepsis and treatment based on the newest guideline.
Jurnal anetesiologi indonesia; 10:1
6. Djumhana, Ali. 2011. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam – RS Dr HasanSadikin.
7. PDHI. 2019. Konsensus penatalaksanaan hipertensi 2019. Available
athttp://www.inash.or.id/upload/pdf/article_Update_konsensus_201939.pdf.
8. Muhadi.2016.JNC8:evidence-basedguidelinepenangananpasienhipertensi
dewasa. CKD-236/vol 46 : 1
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Pengetahuan tentang etiologi kematian padapasien
2. Pengetahuantentangetiologi,patogenesis,penatalaksanaanhematemesismelenaec
variceal bleeding dd nonvariceal bleeding, ACS, hipertensi, presumtif TB, anemia,
anorexia geriatri, azotemia ec AKI dd/ akut on CKD, vesicolithiasis, sepsis
1. SUBJEKTIF
Alloanamnesa
RPS : Ny. S, 74 tahun dibawa keluarganya pukul 01.45 ke RSUD Blora dengan
keluhan muntah dan BAB warna hitam, lemas, sesak nafas. Keluarga pasien
mengatakan Ny. S muntah dan BAB hitam sejak ± 1 minggu, lemas, sesak nafas ± 1
bulan, batuk berdahak > 3 bulan, nafas berat, batuk berdahak kental. BAK sedikit, mual
(+). Pasien juga mengeluhkan napsu makan menurun sehingga makan sedikit, kemudian
keluarga membawa pasien ke RSUDBlora.
Saat di IGD pasien muntah 1x sebanyak 1 gelas blimbing, beberapa saat

4
kemudian pasien sangat lemas dan mulai tidak sadarkan diri.
2. OBJEKTIF
 Keadaan Umum/Kesadaran : tampak lemas, sesak / GCS : E4M6V5 E3M5V4
 Tandavital
o Tekanan darah : 180/100mmHg
o Nadi : 96 x/menit
o Nafas : 30 x/ menit
o Suhu : 36,8oC
o SpO2 83% O2 3 lpm NK 98%
 Kepala
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
Hidung : discharge(-)
Mulut : gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), bibir kering (+), bibir pecah-
pecah (+) sianosis(-)
Leher : simetris, pembesaran limfonodi leher (-)
 Thoraks
Pulmo
Inspeksi : sela iga melebar (+), ketinggalan gerak (-/+)
Palpasi : Fokal fremitus kanan >kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangparu
Auskultasi : suara bronkial, ronkhi basah kasar (+/+)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidaktampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VLMCS
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : S1-S2 regular, bising jantung(-)
 Abdomen Inspeksi : dinding perut datar
Auskultasi : Bising usus (+)normal
Perkusi : Timpani (+), pekak alih pekak sisi(-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/ lien tidak
teraba , undulasi tes(-)
 Ekstremitas
Akral hangat, CRT > 2 detik, edema(-/-)
3. PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi 20/10/2019 Satuan Rujukan
Leukosit 7,6 103µL 4,0-11,0
Hemoglobin 7,2 g/dL 12,3-15,3
Hematokrit 22,7 % 37,0-47,0
Trombosit 277 103µL 150-500

5
Limfosit 7 25-40
MID 3 2-8
Granulosit 90 50-70
GDS 146 mg/dL 70-180
Ureum 109 mg/dL 10-50
Creatinin 1,59 mg/dL 0,50-1,20
SGOT 16 U/L <31
SGPT 24 U/L <32
HbsAg Negatif Negatif
Sreening B20 Negatif Negatif
Natrium 139 ml/mol 135-155
Kalium 4,94 ml/mol 3,6-5,5
Clorida 102 ml/mol 95-108
CT 6 menit 2-6
BT 3 menit 1-3
b. Pemeriksaan Ro Thorax

c. Pemeriksaan EKG

6
d. Pemeriksaan ro abdomen 2 posisi

4. ASESSMENT
1. Penurunankesadaran
2. Hematemesis melena ec variceal bleeding dd/ non varicealbleeding
3. Hipertensi stage II
4. ACS
5. Anemia
6. Dypsneu ec susp TBparu
7. Azotemia ec AKI dd/ akut onCKD
8. Anorexiageriatri
5. PLAN
a. IGD
1. O2 3 lpm NK
2. Inf NaCl 0,9% 20tpm
3. Inj OMZ 40mg
4. Inj asam tranexamat 500mg
5. Inj Vit K 1 amp

7
6. PasangDC
7. Pasang NGThitam
8. Edukasikeluarga
b. Konsul Interna, Advis:
1. Bed resttotal
2. O2 3 lpmNK
3. Puasasementara
4. NGTdialirkan
5. Infus NaCl 0,9% 20tpm
6. Sp OMZ 80 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 5 cc/jam
7. Inj asam traneksamat 500 mg/ 8jam
8. Inj Vit K 1 gram/8 jam
9. Inj Metoclorpramid 10 mg/ 8jam
10. Pro transfusi PRC 3 kolf (1 kolf/12jam)
11. Edukasikeluarga
12. Tunggu pembacaan ro thorax, roabdomen
13. TesTCM
9. PROGNOSIS
- Quoad Vitam : ad malam
- QuoadSanationam : admalam
- QuoadFunctionam : admalam

FOLLOW UP ICU
21 Oktober 2019

S : muntah darah (-), batuk berdahak (+), lemas, sesak berkurang

O :
KU : cukup baik, GCS E5M6V5
TD 163/ 66 mmHg
HR 105 x/menit
RR 20 x/ menit
T 36 ºC
Thorax : I: ketinggalan gerak -/+
P: Fremitus kanan > kiri
P: Sonor kedua lapang paru
A: Ronkhi basah kasar +/+
Extremitas:akral dingin (-/-), CRT <2 detik, oedem -/-

- pembacaan rothorax
Kesan : TB paru lesi luas, Cor dbn

- pembacaan ro abdomen
Kesan:

8
Vesicolithiasis
Tak tampak gambaran ileus maupun pneumoperitoneum

Hasil laboratorium post transfusi 3 kolf PRC

Hematologi 21/10/2019 Satuan Rujukan


ALeukosit 12,75 103µL 4,0-11,0
Hemoglobin 10,8 g/dL 12,3-15,3
Hematokrit 33,6 % 37,0-47,0
Trombosit 273 103µL 150-500
Limfosit 75,7 % 25-40
MID 3,9 % 2-8
Granulosit 90 % 50-70
Eosinofil 0 % 2-4
Basofil 0,4 % 0-1

A:
1. Hematemesis melena ec variceal bleeding dd/ non variceal bleeding
(perbaikan)
2. Hipertensi stage II
3. ACS
4. Anemia(perbaikan)
5. PresumtifTB
6. Vesikolithiasis
7. Azotemia ec AKI dd/ akut onCKD
8. Anorexiageriatri

P :
1. Bed resttotal
2. O2 3 lpm
3. Mulai diet cair 1200 kkal bertahap ke diet lunaksaring
4. Inf RL 20tpm
5. Sp OMZ 80 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 5 cc/jam
6. Inj asam tranexamatk/p
7. Inj metoclopramid 10 mg/ 8jam
8. NAC 3x1 tab
9. Salbutamol 3x4mg
Plan : pindah ruang isolasi TB,
FOLLOW UP BANGSAL ISOLASI TB
22 Oktober 2019

S : muntah darah (-), batuk berdahak (+), lemas, sesakberkurang

9
O:
KU : tampak lemas, GCS E5M6V5
TD 180/ 80 mmHg
HR 95 x/menit
RR 22 x/ menit
T 37 ºC
Thorax : I: ketinggalan gerak -/+
P: Fremitus kanan > kiri
P: Redup kedua lapang paru
A: Ronkhi basah kasar +/+, ronkhi basah halus -/-
Extremitas:akral dingin (+/+), CRT <2 detik, oedem -/-

A:
1. Hematemesis melena ec variceal bleeding dd/ non variceal bleeding
(perbaikan)
2. Hipertensi stage II
3. ACS
4. Anemia(perbaikan)
5. PresumtifTB
6. Vesikolithiasis
7. Azotemia ec AKI dd/ akut onCKD
8. Anorexiageriatri

P:
1. Bed resttotal
2. O2 3 lpm
3. Mulai diet sonde 1200kkal
4. Inf NaCl 0,9% 20tpm
5. Inf Kidmin 1 fl/ 24 jam
6. Inj OMZ 40 mg/ 12jam
7. Inj asam tranexamatk/p
8. Candesartan 1x 16mg
9. NAC 3x1 tab
Perjalanan kematian

23 Oktober 2019 23 Oktober 2019


Pukul 07.00 Pukul 16.00
S Penurunan kesadaran, Muntah darah Pasien apneu
(+)
KU GCS: E2M5V4,apatis GCS: E1M1V1
PF TD: 142/62 mmHg TD: -/-
HR: 112 x/menit HR: tidak teraba
RR: 24x/menit RR: tidak teraba
t: 38,5 0C

10
Thorax : Pupil midriasis maksimal +/+
I: ketinggalan gerak -/+
P: Fremitus kanan > kiri Extremitas:akral dingin (+/+)
P: Sonor kedua lapang paru
A: Ronkhi basah kasar +/+

Extremitas:akral dingin (+/+), CRT


<2 detik, oedem -/-
Dx 1. Penurunankesadaran Cardiac arrest
2. Sepsis
3. Hematemesis melena ec variceal
bleeding dd/ non variceal
bleeding
4. Hipertensi stage I
5. ACS
6. Anemia(perbaikan)
7. PresumtifTB
8. Vesikolithiasis
9. Azotemia ec AKI dd/ akut on
CKD
10. Anorexiageriatri
Tx 1. Bed resttotal RJP 2 siklus
2. O2 3 lpm
HR –
3. NGTdialirkan
RR –
4. Puasasementara
Pupil midriasis 5mm/5mm
5. Inf NaCl 0,9% 20tpm RC -/-
6. Inf Kidmin 1 fl/ 24jam R Kornea -/-
7. Inj OMZ 80 mg dilanjutkan sp EKG asistol
OMZ kecepatan 5 cc/jam
8. Inj asam tranexamat 500 mg/ 8
jam
9. Inj ceftriaxon 2 gr/ 24jam
10. Candesartan 1x 16 mg tunda

Pasien dinyatakan meninggal

Edukasi keluarga

11
Etiologi Kematian
Gagal Napas ec Sepsis

12
TINJAUAN PUSTAKA

I. Sepsis
1. Definisi
Pada pertemuan internasional tahun 2016 Society of Critical Care Medicine
(SCCM) dan European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) mengajukan
definisi sepsis yang baru sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa (life-
threatening) yang disebabkan oleh disregulasi respons tubuh terhadap adanya
infeksi. Sedangkan syok septik adalah bagian dari sepsis dimana terjadi
abnormalitas sirkulasi dan metabolisme seluler yang dapat meningkatkan
mortalitas.
2. Etiologi
Sebelum pemakaian antibiotika secara luas, bakteri gram positif merupakan
organisme utama penyebab utama sepsis. Pada dekade terakhir, bakteri gram
negatif merupakan organisme utama penyebab sepsis, yaitu sekitar 40%, diikuti
gram positif (30 %), infeksi polimikroba (16 %), dan jamur khususnya candida
(6%). Patogen penyebab sepsis pada infeksi saluran nafas bawah umumnya
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Klebsiella pneumoniae,
Staphylococcus aureus, E. Coli, Legionella sp, Haemophillus sp, anaerobes, gram
negative dan fungi.
3. Kriteria
Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut skor total SOFA
(Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment) ≥2 sebagai konsekuensi
dari adanya infeksi. Skoring SOFA dapat dinilai berkala dengan melihat
peningkatan atau penurunan skornya. Variabel parameter penilaian dikatakan
ideal untuk menggambarkan disfungsi atau kegagalan organ.

13
Tabel 1.1. Sequential organ failure assessment (SOFA) score

Menurut panduan Surviving Sepsis Campaign (SSC) 2017, identifikasi sepsis


segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan darah dapat menggunakan skoring
qSOFA. Sistem skoring ini merupakan modifikasi Sequential (Sepsis-related)
Organ Failure Assessment (SOFA). Skor qSOFA direkomendasikan untuk
identifikasi pasien berisiko tinggi mengalami perburukan dan memprediksi lama
pasien dirawat baik di ICU atau non-ICU. Pasien diasumsikan berisiko tinggi
mengalami perburukan jika terdapat dua atau lebih dari 3 kriteria klinis. Untuk
mendeteksi kecenderungan sepsis dapat dilakukan uji qSOFA yang dilanjutkan
dengan SOFA (Tabel 1.1).

Tabel 1.2 . Skor QuickSOFA

14
Gambar 1.1. Alur Kriteria Klinis Pasien Sepsis dan Syok Sepsis

4. Penatalaksanaan
Prinsip resusitasi pada pasien hipoperfusi yang diinduksi sepsis (sepsis
induced hypoperfusion), seharusnya mengacu pada target yang jelas dan
dikerjakan sedini mungkin. Penundaan dalam melakukan resusitasi awal serta
keterlambatan dalam mencapai target terapi akan berdampak terhadap klinis
pasien. Dua hal penting yang ditekankan saat melakukan resusitasi awal pada
sepsis induced hypoperfusion,adalah:
- Bagaimana tatalaksana resusitasi cairan yang tepat untuk memperbaiki,
hipoperfusi?
- Bagaimana tatalaksana lanjutan untuk mencapai target MAP 65 mmHg
sesegera mungkin, setelah pemberian cairan dianggap cukupadekuat?
Tatalaksana resusitasi cairan:

15
- Resusitasi cairan awal sebaiknya segera dilakukan saat diagnose hipoperfusi
atau hipotensi yang diinduksi oleh sepsis telahditegakkan.
- Tatalaksana resusitasi cairan dimulai dengan pemberian kristaloid 30cc/kgBB
intravena (dalam 3 jam pertama). Pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya pada
kasus Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang perlu hemodialisis, gagal jantung
kongestif, atau pada keadaan di mana pasien berpotensi mengalami gagal
napas namun belum terintubasi, maka pemberian cairan harus dilakukan lebih
hati-hati. Oksigenasi harus dipantau secara ketat dan penilaian responsivitas
cairan (fluid responsiveness) dianjurkan dalam keadaan-keadaantersebut.
- Setelah resusitasi cairan awal dilakukan,maka keputusan untuk memberikan
cairan tambahan sebaiknya didasarkan atas penilaian status hemodinamik yang
dilakukan secaraberkala.
- Penilaian tersebut meliputi pemeriksaan klinis dan evaluasi variabel
fisiologis,mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih,
tergantung dari fasilitas dan sumber daya yang dimiliki oleh setiap institusi.
Parameter-parameter hemodinamik yang dapat digunakan untuk menentukan
status hemodinamik pasien antara lainadalah:
1. Tekanan darah (non-invasif atauinvasif)
2. Saturasi oksigen arteri (pulseoxymetri)
3. Nadi
4. Capillary fillingtime
5. Mottling score (Gambar1.2)
6. Frekuensinapas
7. Suhu
8. Produksi urin,maupun
9. Monitoring cardiac output (non invasif, semi invasif maupun invasif) yang
canggih.

16
Gambar 1.2. Mottling Score

Apabila pemeriksaan klinis saja dinilai tidak memberikan informasi yang


cukup dalam penegakan diagnosa secara pasti, maka disarankan untuk melakukan
penilaian hemodinamik lebih lanjut dengan menggunakan metode atau peralatan
yang lebih canggih (misalnya ekokardiografi atau monitoring invasive maupun
semi invasif lainnya). Dengan menggunakan peralatan tersebut, maka fungsi
jantung dapat dinilai dan selanjutnya jenis syok dapat ditentukan lebih akurat.
Apabila dimungkinkan, penilaian respons cairan (fluid responsiveness test)
menggunakan variabel dinamis (lebih dianjurkan dari pada statis) sebaiknya
dilakukan pada kasus-kasus yang kompleks. Penilaian respons cairan
menggunakan variable dinamis bertujuan untuk menilai apakah pasien masih
membutuhkan tambahan cairan atau tidak. Menilai respons cairan merupakan
suatu upaya untuk mempredik siapakah pasien akan mendapat manfaat (dalam hal
ini mengalami peningkatan volume sekuncup yang bermakna) apabila diberikan
tambahan cairan. Penilaian respons cairan diharapkan dapat memberikan
informasi penting bagi klinisi sehingga tata laksana cairan yang dilakukan
menjadi lebih baik. Teknik-teknik yang bisa digunakan antaralain.
- Passive leg raising test. Penilaian ini dapat digunakan pada pasien yang
bernapas spontan maupun dengan ventilator, dan merupakan tes
responsivitas cairan yang cukup akurat pada pasien aritmia (gambar 1.3).
Peningkatan curah jantung lebih dari 10% atau 15% (bisa dipilih salah satu)
dari nilai awal (baseline) memiliki akurasi cukup tinggi untuk menentukan
pasien sepsis yang masuk kategori responder atau non responder, dengan
sensitivitas 97% dan spesifisitas 94%. Bila monitoring curah jantung tidak
tersedia, maka penilaian pulse pressure.dapat digunakan. Bila pulse
pressure bertambah > 10% dari baseline maka pasien dianggapsebagai

17
responder. Metode ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas lebih rendah
dibanding dengan penilaian curah jantung (gambar 1.3)
.
Gambar 1.3. Prosedur PLR untuk menilai responsitivitas cairan

- Fluid challenge test, mengukur kemaknaan perubahan isi sekuncup jantung


(stroke volume) atau tekanan sistolik arterial, atau tekanan nadi (pulse
pressure). Perubahan nilai CVP (gambar 4) dapat dipertimbangkan bila alat
monitor curah jantung atau ekokardiogafi tidak tersedia, walau akurasi
tidak sebaik kedua metode tersebut. Kombinasi antara penilaian CVP
dengan echokardiografi mungkin juga bisabermanfaat.

18
Gambar 1.4. Algoritma penilaian CVP sebagai pemandu resusitasi cairan
pada pasien kritis

- Stroke Volume Variation (SVV). Penilaian variasi isi sekuncup jantung


akibat perubahan tekanan intra torak saat pasien menggunakan ventilasi
mekanik. Syarat penilaian responsivitas cairan dengan metode iniadalah.
1. Pasien dalam kontrol ventilasi mekanispenuh,
2. Volume tidal 8-10 mL/kgBB (predicted bodyweight),
3. Tidak ada aritmia. Pasien masuk kategori responder bila SVV ≥12%.
Selain SVV, Pulse Pressure Variation (PPV) juga dapat dipergunakan untuk
menilai responsivitascairan.
- Indikator Keberhasilan ResusitasiAwal
1. Mean Arterial Pressure(MAP)
MAP merupakan driving pressure untuk perfusi jaringan atau organ.
Perfusi organ kritis seperti otak dan ginjal sangat dilindungi dari hipotensi
sistemik melalui autoregulasi perfusi regional. Rekomendasi target MAP
awal pada pasien syok septik yang membutuhkan vasopresor menurut SSC
adalah 65 mmHg.
Target MAP ≥ 65 mmHg merupakan parameter makrosirkulasi yang
secara umum harus dicapai sesegera mungkin. Hipotensi arterial yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan syok yang ireversibel dan
meningkatkan mortalitas.

19
Beberapa studi menunjukkan bahwa MAP yang tinggi berhubungan
pula dengan cardiac index yang lebih tinggi, penetapan target MAP yang
lebih tinggi (85 mmHg dibandingkan 65 mmHg) justru meningkatkan
risiko aritmia. Target MAP lebih tinggi mungkin perlu dipertimbangkan
pada pasien yang memiliki riwayat hipertensi kronis.
Norepinefrin direkomendasi sebagai vasopresor lini pertama.
Penambahan vasopressin (sampai 0,03 U/menit) atau epinefrin untuk
mencapai target MAP dapat dilakukan. Penambahan vasopressin lebih dini
dapat dipertimbangkan untuk mengurangi dosis norepinefrin. Penggunaan
dopamin sebagai vasopresor alternatif dari norepinefrin hanya
direkomendasi untuk pasien tertentu, misalnya pada pasien yang berisiko
rendah mengalami takiaritmia dan mengalami bradikardi absolut/relatif.
Dobutamin disarankan untuk diberikan pada pasien yang menunjukkan
hipoperfusi menetap meskipun sudah diberikan cairan yang adekuat dan
vasopresor.
2. Laktat
Laktat merupakan tes laboratorium standar dengan teknik pengukuran
yang sudah baku, maka nilai penggunaan laktat sebagai penanda perfusi
jaringan dianggap lebih objektif dibandingkan pemeriksaan fisik atau
produksi urin. Keberhasilan resusitasi pada pasien sepsis dapat dinilai
dengan memantau penurunan kadar laktat, terutama pada pasien yang
mengalami peningkatan kadar laktat pada awalnya.
3. Evaluasi menggunakan ekokardiografi dengan Tekanan Vena Sentral
(CVP) dan Saturasi Vena Sentral( SvO2)

20
Gambar 1.5 . Panduan Tata Laksana Resusitasi Cairan Pada Syok Septik

21
Gambar 1.6. Panduan Tata Laksana Penggunaan Vasopressor Pada Syok Septik

II. HematemesisMelena
1. Definisi
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan.
Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya
berasal dari esofagus,gaster dan duodenum, jejunum proximal, saluran cerna diatas

22
ligamtum treitz. Hematemesis merupakan muntah darah berwarna hitam seperti bubuk
kopi. Melena merupakan buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal.
2. Diagnosis
a. Anamnesis
Perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat
mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –jamuan, obat untuk penyakit
jantung, obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit
paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum
terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma
Mallory Weiss.
b. Pemeriksaanfisik
Pertama dilakukan adalah penilaian ABC, pasien dengan hematemesis yang masif
dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, sering dijumpai pada pasien
usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk
penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah
perdarahan.
- Perdarahan < 8% hemodinamikstabil
- Perdarahan 8%-15% hipotensiortostatik
- Perdarahan 15-25%syok
- Perdarahan 25%-40% syok + penurunankesadaran
- Perdarahan >40%morbiditas
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata penyakit hati
kronis ( ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema
tungkai), masa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan
adalah colok dubur.Warna feses ini mempunyai nilai prognostik.
Aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT) berwarna putih keruh menandakan
perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan
masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna
aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien.
c. Pemeriksaanpenunjang
- Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal, gula darah,
elektrolit , golongandarah
- Foto radiologithorax
23
- Elektrokardiografi.
- Endoskopi merupakan goldstandard
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi.
Perlu dilakukan segera, dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam
setelah pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Endoskopi dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.

Lokasi dan sumber perdarahan :


1. Esofagus :Varises, erosi, ulkus,tumor
2. Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy, varises,
gastropatikongestif
3. Duodenum : Ulkus, erosi, tumor, divertikulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan
non variceal bleeding). Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan
endoskopi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium
(OMD) mungkin dapat membantu. Untuk pasien yang tidak mungkin
dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau
skintigrafi. Hasil pemeriksaan endoskopi untuk pasien-pasien perdaahan non
varises mempunyai nilai prognostik. Dengan menganalisis semua data yang
ada dapat ditentukan strategi penanganan yang lebih adekuat.Dari berbagai
pemeriksaan diatas harus dilakukan pemilahan pasien apakah berada pada
kelompok risiko tinggi ataubukan
3. Terapi
- Terhadap pasien yang stabil, pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau
persiapanendoskopi.
- Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresifseperti:
a. Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum (kateter) yang besar minimal
no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasanganCVP
b. Oksigen sungkup/ kanul. Bila ada gangguan Airways Breating perlu dipasang
ETT
c. Mencatat intake output, harus dipasang kateterurine
d. Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai
dengan komorbid yang ada.
24
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikanterapi
a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit >25%
b. Pemberian vitaminK
c. Obat penekan sintesa asam lambung(PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengankomorbid
Perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi pada 20% dapat berlanjut.
Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat mengalami perdarahan
ulang.
- Terapikhusus
a. Varisesgastroesofageal
- Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.
1. Otreotid
2. Somatostatin
3. Glipressin(Terlipressin)
- Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atauMinesota
- Terapiendoskopi
1. Skleroterapi
2. Ligasi
- Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno –
porta.
- Terapipembedahan
1. Shunting
2. Transeksi esofagus + devaskularisasi +splenektomi
3. Devaskularisasi + splenektomi
Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada
berbagai faktor antara lain :
a. Beratnya penyakithatiA
b. da tidak adanya varisesgaster
c. Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal sindrom
daninfeksi
b. Ulkuspeptikum
- Terapimedikamentosa
25
1. PPI
2. Obatvasoaktif
- Terapiendoskopi
1. Injeksi (adrenalin-saline,sklerosan,glue,etanol)
2. Termal (koagulasi,heatprobe,laser)
3. Mekanik(hemoklip,stapler)
- Terapibedah
Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor akan
kemungkinan perdarahan ulang..

Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan diit segera setelah endoskopi
sedangkan pasien dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian
baru diberikan makanan secara bertahap.

Pencegahan perdarahan ulang


a. Varisesesofagus
1. Terapi medik dengan betablokernonselektif
2. Terapi endoskopi dengan skleroterapi atauligasi
b. Ulkuspeptikum
1. Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8minggu
2. Bila ada infeksi helicobacter pilory perludieradikasi
3. Bila pasien memerlukan NSAID,diganti dulu dengan analgetik dan
kemudian dipilih NSAID selektif + PPI ataumisoprostol
III. Hipertensi
1. Definisi
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TD Sistolik ≥140 mmHg dan/atau TD
Diastolik ≥90 mmHg. Klasifikasi TD seperti tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan TD.

26
2. Penilaian resiko penyakitkardiovaskular
Penyakit kardiovaskular (PKV) memiliki faktor risiko multipel. Dalam kuantifikasi
risiko PKV pada pasien hipertensi, perlu diperhitungkan efek berbagai faktor risiko
lain yang dimiliki pasien. Tabel 4 di bawah dapat memudahkan klinisi dalam
klasifikasi risiko hipertensi. Bila klasifikasi didapatkan risiko rendah atau sedang,
dapat dilanjutkan dengan stratifikasi risiko lanjutan dengan sistem SCORE
(Systematic COronary Risk Evaluation). Pada individu dengan kategori risiko tinggi
dan sangat tinggi, hipertensi dengan komorbidnya perlu langsung diobati.
Tabel 3.2. Klasifikasi Risiko Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah,
Faktor Risiko Kardiovaskular, HMOD atau Komorbiditas.

Tabel 3.3 Faktor Risiko Kardiovaskular Pasien Hipertensi

27
28
Tabel 3.4 Kategori Risiko PKV dalam 10 tahun (SCORE system)

3. Penatalaksaan
a. Intervensi polahidup
- Membatasi konsumsi garam (maks 2 gram/ hari = 1 sendokteh)
- Perubahan pola makan (sayuran, kacangkacangan, buah-buahan segar, produk
susu rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutamaminyak
zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asam lemakjenuh.)

29
- Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal (IMT 18,5 – 22,9
kg/m2) dengan lingkar pinggang <90 cm pada laki-laki dan <80 cm pada
perempuan
- Olahraga teratur (aerobik, jalan, joging, bersepeda, berenang, minimal 30
menit 5-7hari/minggu)
- Berhentimerokok
b. Algoritma penanganan hipertensi JNC8

30
IV. Anemia
1. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal yaitu bila Hb < 14 g/dL dan Ht < 41%, pada pria atau Hb <
12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita.
2. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a. Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino,
serta gangguan pada sumsumtulang.
b. Perdarahan Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total
sel darah merah dalamsirkulasi.
c. Hemolisis Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
3. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis
anemia:
a. Anemia normositiknormokromik
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31
pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.

31
b. Anemia makrositikhiperkromik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak
MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
c. Anemia mikrositikhipokromik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl,
MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia danHemoglobinopati.
3. Berkurangnya sintesis heme: AnemiaSideroblastik.

Gambar 4.1 morfologi sel darah merah pada anemia

32
PEMBAHASAN

Pasien awalnya memiliki keluhan muntah dan BAB warna hitam sejak 1 minggu
SMRS. Kondisi pasien semakin memburuk dan disertai batuk lama lebih dari 3 bulan, sesak
nafas dan tidak mau makan minum beberapa hari terakhir sehingga kemudian dibawa ke
RSUD dr. R. Soetijono Blora.
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan sesak nafas yaitu 30x/menit. Pasien juga
demam dengan suhu 36.8 C. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis yang
menunjukan kemungkinan Hb turun, pada pemeriksaan paru terdapat ketertinggalan gerak
sebelah kiri dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang menunjukan ada cairan pada paru.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit awal normal (7,6) dan meningkat
menjadi 12,75 menunjukkan adanya peningkatan infeksi. Hasil laboratorium untuk faal ginjal
ditemukan ureum meningkat (109) dan creatinin juga meningkat (1,59) menunjukan sudah
berlangsung kerusaan di ginjal. Dari gambaran radiologi paru didapatkan kesan TB paru lesi
luas dan radiologi abdomen didapatkan vesikolithiasis.
Sejak datang ke IGD, pasien sudah mengalami lemas, sesak nafasdanpenurunan
kesadaran, pasien mendapatkan terapi oksigen 3 liter per menit menggunakansungkupkanul.
Pasien kemudian dimasukkan ke bangsal ICU dimana pasienmendapatkanterapi
lanjutandandipindahkankebangsalisolasiTBberdasarkanhasilradiologiparu.Hariperawatanketi
gapasienmuntahdarahlagisetelah2haritidakmuntahdarahdandilaporkan
keluarganyakondisisemakinmenurunsampaidiamsajadantanparespon,naditidakteraba, pupil
midriasis maksimal, dan akral dingin, pasien dinyatakan meninggaldengan
kemungkinan syok sepsis yang tidak terpantau atau cardiorespi arrest.

33
ALUR KEMATIAN

Etiologi variceal bleeding dd/ Intake makan


Infeksi M.
non variceal bleeding minum
tuberculosis

Anemia TB paru

Hipertensi AKI
Sepsis

hipersturasi vesikolithiasis
Multi organ
failure

Gagal nafas

34

Anda mungkin juga menyukai