Anda di halaman 1dari 7

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA POST-OP ACL

1. Identitas Pasien

a. Nama : Tn. A Tekanan Darah : 160/100 mmHg

b. Jenis kelamin : Laki-laki. Denyut Nadi : 80 kali/menit

c. Usia : 53 tahun.

d. Alamat : Makassar

e. Pekerjaan : Pegawai Tambang

f. Agama : Islam

2. Pemeriksaan Fisioterapi

C : Chief of Complain

Nyeri, bengkak dan keterbatasan gerak lutut kiri

H : History Taking

Pasien mengatakan tidak pernah ada riwayat jatuh tetapi lutut sering terasa sakit,

awal nya mengira rasa sakit biasa maka pasien tetap menggunakan lututnya untuk

aktivitas, tetapi lama kelamaan nyeri semakin meningkat, tidak tertahankan dan sangat

mengganggu pekerjaan pasien dikarenakan mobilisasi yang tinggi pada pekerjaan

pasien. Lalu pasien berinisiatif untuk pergi ke dokter dan setelah di lakukan beberapa

pemeriksaan dan dokter menyarankan untuk melakukan operasi debridement

antroscopy pada knee dextra. Pasien melakukan operasi debridement antroscopy ec.

ACL tear pada tgl. 06 November 2019 dan melakukan tindakan fisioterapi setelah 9

hari pasca OP (15/11/19). Saat ini pasien masih dikeluhkan bengkak, nyeri dan belum

bisa menekukkan kaki kanan secara penuh juga belum bisa melakukan gerakan
jongkok, dan naik turun tangga terasa ada yang sakit. Pasien tidak punya riwayat

penyakit lain dan pemeriksaan hasil laboratorium dalam batas normal.

A : Assymetric

1) Inspeksi Statis :

a. Pasien tampak cemas dan wajah terlihat meringis menahan nyeri.

b. Lutut semi fleksi.

c. Ada tampak lebam pada area popliteal dan lig. iliotibial dextra.

d. Tampak perban penutup luka bekas operasi pada area inferior patella dextra.

2) Inspeksi dinamis :

a. Pasien berjalan dengan menggunakan kruk

b. Datang menggunakan dua buah kruk.

c. Pasien menggunakan alat bantu pada lulut kanan.

3) Palpasi (D/S)

a. Suhu : Normal

b. Kontur kulit : kencang / tegang

c. Oedem : terlihat di sekitar area operasi

d. Tenderness : (+) pada m. quadrisep, m hamstring, m.gastrocnemius, ligamen

iliotibial, m.iliopsoas dan area luka bekas operasi bagian kanan.

4) Tes Orientasi

1. Duduk ke berdiri

2. Berjalan
5) PFGD Knee (d/s)

Regio Knee Aktif D/S Pasif D/S TIMT


Fleksi Tidak full rom, Tidak full rom, Tidak mampu /
nyeri / full rom, nyeri / full Mampu
tanpa nyeri rom, tanpa
nyeri, soft end
feel
Ekstensi Tidak full rom, Tidak full rom, Tidak mampu /
nyeri / full rom, nyeri / full Mampu
tanpa nyeri rom, tanpa
nyeri, hard end
feel

R : Restrictive

a. Limitasi ROM : terbatas gerakan regio knee

b. Limitasi ADL : walking, toileting, praying, dan self care

c. Limitasi pekerjaan : terganggu

d. Limitasi rekreasi : terganggu

T : Tissue Impairtment

a. Musculotendinogen : Suspect spasme m. hamstring, m.iliopsoas, m. gastrocnemius,

weakness m. quadriceps, post op ACL.

b. Osteosrtrogen : -

c. Neurogen : -

d. Psikogenic : kecemasan.

S : Specific Test
 MMT :

1) M.Quadriceps Femoris :4

2) M. Hamstring :4

3) M. Gastrocnemius :4

 VAS :

1) Nyeri diam : 3

2) Nyeri tekan : 8

3) Nyeri gerak : 9

 ROM

S : 5° - 0 - 60°

 X-Ray : Post op ruptur ACL dextra

 Muscle Length Test : Spasme m. m. hamstring, m.iliopsoas, m. gastrocnemius

 Indeks Barthel : 95 (Ketergantungan ringan)

 Hamilton Rating Scale Anxiety : 16 (Kecemasan ringan)

 Sirkumferensia

Dextra : 38 cm

Sinistra : 33 cm

3. Diagnosis Fisioterapi

Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses pengukuran dan
pemeriksaan tersebut, yaitu: “Gangguan Aktivitas Fungsional berupa Walking, Praying,
Toileting, and Self Care akibat Nyeri e.c. Anterior Cruciatum Ligament Rupture Post-Op
Debridemen Antroscopy Sejak 3 Minggu Yang Lalu”.

4. Problem Fisioterapi
a. Primer : Nyeri

b. Sekunder : Kecemasan, oedema, limitasi ROM, muscle weakness, spasme otot

c. Kompleks : Gangguan ADL walking, praying, toileting, selfcare.

5. Tujuan Penanganan Fisioterapi

1. Jangka pendek : mengurangi nyeri, mengatasi kecemasan, mengurangi oedem,

meningkatkan ROM, meningkatkan kekuatan otot, mengurangi spasme otot.

2. Jangka panjang : mengembalikan fungsional ADL

6. Intervensi Fisioterapi

No PROBLEM MODALITAS
DOSIS
. FISIOTERAPI FISIOTERAPI
1 Kecemasan. Komunikasi terapeutik F : 1x/hari
I : pasien fokus
T : interpersonal
T : selama proses ft
F : 2x sehari
I : toleransi pasien
2 Oedem Rice
T : ice compres
T : 10 menit
3 Nyeri Electro Therapy (TENS) F : 1x/hari
I : 35,4 MA
T : Contra planar
T : 10 menit
Manual Therapy F : 1x/hari
I : 20-30% pressure
T : Friction
T:3m
4 Muscle weakness Manual Therapy F : 1x/hari
I : 8 hit/5 rep
T : mobilisasi patella
T : 3 menit
Exercise Therapy F : 1x/hari
I : 8 hit,/5 rep
T : Static contraction
T : 3 menit
Exercise Therapy F : 1x/hari
I : 8 hit,/5 rep
T : Strengthening exc.
T : 3 menit
F : 1x/hari
I : 15-30 detik
5 Spasme Otot Exercise Therapy
T : Streching exc.
T : 3 menit
6 Limitasi ROM Exercise therapy F : 1x/hari
I : 8 hit/5 rep
T : PROMEX, AAROMEX,
AROMEX, heel slide.
T : 3 menit
7 Gangguan ADL Exercise therapy F : 1x/hari
I : 50% beban
T : PWB
T : 5 menit
Tabel 3. Intervensi Ft

7. Evaluasi Fisioterapi

No
Problem Sebelum Intervensi Sesudah
.
Diam (3); Tekan (8);
1 Nyeri Diam (3); Tekan (7); Gerak (8)
Gerak (9)
2 Limitasi ROM 0° - 0 - 60° 0° - 0 - 65°
3 Muscle Weakness 3 3
4 Gangguan ADL Ketergantungan ringan Ketergantungan ringan
5 Kecemasan Kecemasan ringan Kecemasan ringan
6 Sirkumferensia 38 cm 38 cm
Tabel 4. Evaluasi Ft

8. Home Program

Adapun home program yang dapat dilakukan yaitu:

a. Ice compress 10-15 menit (jika bengkak) sehari 2x

b. Self pasif-ekstensi (meluruskan dan menekuk knee joint) 2x sehari setelah dilakukan ice

compress

c. Heel slide exercise with theraband,


d. Pasien dilatih untuk melakukan parsial weight bearing dengan beban 50% kemudian

ditingkatkan menjadi 75%.

9. Modifikasi

Modifikasi Program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang didapatkan dari

perkembangan hasil terapi yang dicapai oleh pasien. Modifikasi dapat berupa peningkatan

dosis atau modifikasi jenis latihan. Modifikasi

a. Parsial weight bearing beban 75%

b. Heel slide exercise with theraband

c. Static bycicle dengan level ringan

10. Kemitraan
Melakukan kemitraan dalam rangka memberikan layanan prima kepada pasien,

diantaranya dengan dokter spesialis radiologi. Kemitraan Fisioterapi dilakukan ketika

pasien memiliki indikasi kewenangan kompetensi dokter (gejala medis klinik) yang harus

dilayani pertama kali oleh dokter, Fisioterapi harus merujuk pasien tersebut untuk ke dokter.

Pada pasien ini, dapat dirujuk ke dokter ahli jika terdapat indikasi medis yang mesti

ditangani oleh dokter.

Anda mungkin juga menyukai