DisusunOleh :
KELOMPOK 1
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia
Nya kepada tim penulis makalah sehingga dapat terselesaikan tugas makalah pembuatan
makalah ilmu kependudukan.
Penulis berharap agar makalah ini dapat digunakan semestinya dan dapat membantu para
mahasiswa yang sedang belajar dijurusan farmasi khususnya yang menempuh mata kuliah
MIKROBIOLOGI
Pepatah berkata “Tidak ada gading yang tak retak” sehingga dalam penyususan makalah
ini pun juga banyak terdapat kesalahan dan kekurangan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja. Sehingga penyusun mohon kesedian dadi pembaca makalah agar menyampaikan
kritik dan sarannya kepada penulis sehingga dalam penyusun makalah selanjutnya dapat menjadi
lebih baik.
Tidak lupa penyusun sampaikan ucapan terimah kasih kepada dosen pembibing
mikrobiologi yang senangtiasa membingbing kami dalam penyelesaian tugas penulisan makalah
ini. Semoga makalah dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan juga dapat memperkaya pengetahuan
pembaca pada umumnya.
Terima Kasih
Palu, 28 Oktober 2019
Kelompok 1
DAFTAR ISI
JUDUL...............................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan mikro-organisme hidup terutama fungi
dan bakteri tanah, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan banyak
bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay,
1978).
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander
Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Tetapi penemuan ini baru diperkembangkan dan
dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford). Kemudian banyak zat lain
dengan khasita antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi
berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat
(Tjay, 1978).
Pertumbuhan dan pengerasan bakteri-bakteri dipengaruhi oleh berbagai macam zat
kimia dalam lingkungan karena pengaruh zat kimia, maka bakteri seperti bergerak menuju
atau menjauhi zat kimia itu. Peristiwa. Bila bakteri-bakteri itu tertarik dan bergerak menuju
kearah zat kimia kita sebut chemotaxis (+) dan sebaliknya kita sebut chemotaxis (-). Bakteri-
bakteri yang tidak bergerak, peretumbuhan koloninya dapat dipengaruhi oleh zat-zat kimiab
peristiwa itu disebut chemotropis (soemarno, 1976).
Suatu zat antimikroba yang ideal, memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa
suatu obat berbahaya bagi parasit tapi tidak membahayakan bagi inang. Umumnya toksisitas
selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolud, ini berarti bahwa suatu obat yang pada
konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang umum dapat merusak parasit (Tjay, 2003).
ISI
Pengertian Antibiotika
(Respon mikroba terhadap antibiotik berbeda-beda ada yang spesifik dan ada juga yang
sensitif)
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba
oelh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.
Ada 5 mekanisme resistensi kuman terhadap antimikroba yaitu (Ganiswara, 1995) :
Perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba.
Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalam sel.
Inaktivasi obat oleh mikroba.
Mikroba yang membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh
antimikroba.
Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba.
Tujuan uji potensi antibiotika yaitu sebagai standar untuk mengatasi keraguan tentang
kemungkinan hilangnya aktifitas (potensi) antibiotik terhadap efek daya hambatnya pada
mikroba
Di dalam alam yang sewajarnya, bakteri jarang menemui zat-zat kimia yang
menyebabkan ia sampai mati karenanya. Hanya manusia di dalam usahanya untuk
membebaskan diri dari kegiatan bakteri meramu zat-zat yang dapat meracuni bakteri, akan
tetapi tidak meracuni diri sendiri atau meracuni zat makanan yang diperlukannya. Zat-zat
yang hanya menghambat pembiakan bakteri dengan tidak membunuhnya disebut zat
antiseptik atau zat bakteriostatik (Dwidjoseputro,1994).
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan
bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk
bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi.
Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin
dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian
penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen – agen patogen. Berbagai istilah
digunakan sehubungan dengan agen – agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme
khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke
yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh kerusakan pada membran sel atau oleh
tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang berakibat kematian atau mutasi
(Volk dan Wheeler, 1993).
Adapun strategi dan rencana aksi bersama yang harus dilakukan secara bersinergi untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya resistensi antimikroba adalah:
Penyusunan dan atau penyempurnaan pedoman dan peraturan penggunaan antimikroba.
Penguatan dan peningkatan kapasitas laboratorium pengujian.
Pembangunan dan penguatan jejaring surveilans antibiotika di masing-masing bidang
maupun antara bidang kesehatan hewan dan manusia; baik antara laboratorium dan unit
teknis terkait lainnya, pada sektor pemerintah maupun swasta, serta institusi pendidikan atau
perguruan tinggi.
Penetapan program monitoring dan evaluasi yang lebih terencana dan berkelanjutan
terhadap proses perijinan, distribusi dan penggunaan antimikroba.
Penelitian bersama antara bidang kesehatan hewan dan manusia, optimalisasi
pengawasan terhadap pelaksanaan penelitian, dan peningkatan sistem kerjasama diseminasi
hasil berbagai kajian atau pertukaran informasi dan pengetahuan (knowledge exchange)
melalui lokakarya, konferensi, pembentukan forum komunikasi dan kelompok kerja lintas
sektoral.
Penyebarluasan informasi dan peningkatan pemahaman dan kesadaran berbagai
pemangku kepentingan tentang pentingnya penggunaan antimikroba yang rasional untuk
mendorong perubahan pola pikir dan perilaku.
Penyusunan roadmap nasional penanganan resistensi antimikroba yang melibatkan multi-
sektor.
Uji potensi antibiotika dilakukan dalam dua metode yaitu metode kertas saring
(Kirby and Bauer) dan metode d’Aubert. Metode kertas saring menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fungisida, bakterisida, dan
insektisida. Dengan perlakuan fisik seperti dengan sinar UV, pemanasan yang tinggi, serta
dengan perlakuan biologi seperti menggunakan mikroorganisme lain sebagai antagonis.
Metode d’Aubert yaitu metode yang digunakan untuk memeriksa kadar anibiotika dalam
bahan makanan sebagai bahan pengawet (Ramona dkk., 2007).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter
zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan
pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.Syarat jumlah bakteri
untuk uji kepekaan /sensitivitasyaitu:105-108 cfu/mL.
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk uji aktivitas
antibakteri. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode
lubang/sumuran dan metode cakram kertas.
1. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi
dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian
lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi,
pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling
lubang.
2. Metode lempeng silinder difusi antibiotik dari silinder yang tegak lurus pada lapisan agar
padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu
sehingga mikroba dapat dihambat pertumbuhannya.
3. Metode difusi cakram prinsip kerjanya adalah bahan uji dijenuhkan ke dalam kertas
cakram (cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung bahan tertentu ditanam pada
media perbenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian
diinkubasikan 350C selama 18-24 jam. Area (zona) jernih disekitar cakram kertas diamati
untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Selama inkubasi, bahan uji
berdifusi dari kertas cakram ke dalam agar-agar itu, sebuah zona inhibisi dengan demikian
akan terbentuk. Diameter zona sebanding dengan jumlah bahan uji yang ditambahkan ke
kertas cakram. Metode ini secara rutin digunakan untuk menguji sensitivitas antibiotik untuk
bakteri patogen.
Adapun metode umum yang digunakan untuk uji potensi antibotika
1. Lempeng (Silinder/kertas cakram)
2. Turbidimetri (Tabung)
o Hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, Dalam
media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat
VALIDASI UJI POTENSI
Validasi metoda analisis dapat dilkatakan sebagai suatu proses yang didokumentasikan
dan digunakan untuk pembuktian suatu metoda uji akan senantiasa memberikan hasil yang
diinginkan metode tersebut secara tetap dengan ketepatan dan ketelitian yang mamadai. Hal
ini juga berlaku bagi validasi uji potensi antibiotika. Validasi ini meliputi kualifikasi
peralatan, spesifikasi bahan pereaksi, kondisi pengujian dan tindakan pengaman yang
dianggap perlu. Pencatatan data dan hasil selama validasi dilakukan dalam lembaran prosedur
validasi dan disusun sedemukian rupa untuk mempermudah penggunaannya.
Kualifikasi Peralatan
Peralatan yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan persyaratannya. Untuk validasi alat
yang berkalibrasi, secara berkala dilakukan kalibrasi atau bila mungkin setiap sebelum dan
sesudah pengujian, program kalibrasi instrumen dilakukan sesuai dengan yang tercantum
dalam buku CPOB yang disusun oleh Departemen Kesehatan.
Beberapa peralatan yang memerlukan validasi dan kalibrasi dalam uji potensi antibiotika
antara lain :
A. Sterilisator
Otoklaf :
- Setiap kali proses sterilisasi, pada barang yang disterilkan dilekatkan pita kontrol.
Setelah proses sterilisasi pita kontrol harus memperlihatkan perubahan sesuai yang diinginkan
dan dilampirkan pada formulir prosedur validasi.
- Setiap kali proses sterilisasi, dilakukan pencatatan tekanan dan suhu alat selama proses
berlangsung. Tekanan dan suhu harus sesuai dengan tekanan dan suhu sterilisasi yang
diinginkan.
- Setiap periode waktu tertentu, biasanya setiap satu bulan, dilakukan pemeriksaan proses
sterilisasi dengan bioindikator. Hasil pemeriksaan digunakan untuk sertifikasi alat.
- Setiap kali proses sterilisasi, dilakukan pengukuran suhu dengan termometer resisten.
Suhu di dalam oven harus sesuai dengan yang ditunjukkan oleh penunjuk suhu (termometer)
oven.
- Setiap kali proses sterilisasi, dilakukan pencatatan suhu. Suhu harus sesuai dengan
yang diinginkan selama waktu proses sterilisasi berlangsung.
B. Inkubator
Inkubator yang digunakan dalam uji potensi adalah inkubator udara biasa (cara difusi agar)
dan inkubator tangas air (cara turbidimetri)
- Setiap kali proses inkubasi, dilakukan pengukuran suhu dengan termometer resisten,
untuk memeriksa keseragaman suhu udara di dalam ruang inkubator. Suhu didalam
inkubator harus sama dengan yang ditunjukkan oleh inkubator.
- Setiap kali proses inkubasi, dilakukan pencatatan suhu. Suhu harus sesuai dengan yang
diinginkan selama masa inkubasi.
- Setiap kali prose inkubasi, dilakukan pencatatan suhu air pemanas. Suhu air
pemanas hrs sama dengan yang diinginkan selama masa inkubasi.
Alat ukur yang digunakan dapat berupa jangka sorong dan alat ukur yang menggunakan
sistem optik.
Setiap kali proses pengukuran dengan sistem optik dilakukan pencatatan perbesaran
yang digunakan. Setiap perode waktu tertentu dilakukan kalibrasi terhadap perbesaran dan
ukuran. Perbesaran dan ukuran harus sesuai dengan alat kalibrasi yang dikeluarkan oleh
pabrik pembuat alat.
D. pH-meter
Setiap pagi hari dilakukan kalibrasi. Jarum penunjuk atau angka pengukuran harus
disesuaikan dengan pH larutan dapar kalibrasi.
E. Spektrofotometer
Setiap kali proses pengukuran dilakukan pencatatan panjang gelombang dan resapan.
Panjang gelombang harus sesuai dengan yang diinginkan.
Setiap periode waktu tertentu dilakukan kalibrasi terhadap panjang gelombang dan
resapan. Panjang gelombang dan resapan harus sesuai dengan panjang gelombang dan
resapan larutan senyawa kalibrator.
Yang termasuk sebagai bahan pereaksi dalam uji potensi antibiotika antara lain
adalah media, baku pembanding, pelarut dan pengencer.
A. Media
Media yang telah jadi dan steril, jika tidak langsung digunakan harus disimpan pada
kondisi sesuai dengan yang diinginkan, dicatat waktu penyimpanannya. Media jadi
yang steril harus disimpan selama waktu yang ditentukan dan tidak lagi memenuhi
syarat pemakaian jika waktu penyimpanan telah dilampaui.
Pada pembuatan dicatat spesifikasi, harus memenuhi syarat untuk pengujian potensi
antibiotika.Diperiksa dan dicatat waktu kadaluarsanya, harus tidak melampaui batas
waktu kadaluarsa.Penyimpanan media yang telah jadi dan steril sama dengan media
yang dibuat dari komponen-komponennya.
B. Baku pembanding
Baku pembanding antibiotika yang digunakan harus memenuhi syarat untuk pengujian
potensi. Pada penggunaan dicatat spesifikasinya, keharusan dikeringkan lebih dahulu atau
tidak dan sebagainya. Validasi baku pembanding ini sama dengan yang dilakukan dalam
validasi metode analisis.
Sebagai pelarut biasanya digunakan air, larutan dapar dan pelarut organik. Sebagai
pengencer biasanya digunakan air dan larutan dapar. Pelarut/pengencer yang berupa
larutan dapar dapat dibuat sendiri dari komponen-komponennya atau menggunakan
larutan dapar siap pakai.
Komponen ini harus memenuhi syarat yang tercantum di dalam farmakope. Sebelum dan
sesudah disterilkan dilakukan pemeriksaan dan pencatatan pH. Larutan dapar ini harus
memiliki pH sesuai dengan yang diinginkan.
Pada pemakaian larutan dapar siap pakai harus dilakukan pemeriksaan dan pencatatan pH
larutan dapar siap pakai ini harus memiliki pH yang telah ditentukan sesuai dengan yang
diinginkan.
Kondisi Pengujian
Validasi kondisi pengujian potensi antibiotika dalam tulisan ini dibatasi hanya pada
jasadrenik uji dan cara pengujian.
Jasad renik uji yang digunakan harus sesuai dengan yang ditentukan dalam farmakope atau
yang paling baik untuk suatu antibiotika setelah melalui serangkaian percobaan.
Jasadrenik uji yang diregenerasi secara berkala, diperksa kemurniaannya dengan cara
pewarnaan atau hasil pengujian biokimia lainnya. Kemurniaan jasadrenik harus sesuai
dengan yang diinginkan pada pewarnaan atau hasil pengujian biokimia.
Pada pembuatan suspensi jasadrenik uji yang digunakan untuk inokulum harus dilakukan
pencatatan galur, umur dan bentuknya. Galur jasad renik uji harus sesuai dengan yang
diinginkan , dengan bentuk vegetatif umur 24 jam, sedangkan bentuk spora umur 7 hari
atau lebih. Setiap menggunakan suspensi jasadrenik uji baru harus selalu dilakukan
percobaan pendahuluan dan dicatat jumlah suspensi yang digunakan serta kekeruhannya.
B. Cara pengujian
Cara yang digunakan dalam pengujian potensi antibiotika harus sesuai dengan yang
tercantum dalam farmakope atau cara yang terbaik untuk suatu antibiotika setelah melalui
serangkaian percobaan.
Pada cara difusi agar dilakukan pencatatan jasadrenik uji, media, pelarut dan pengencer
yang digunakan. Jasadrenik uji, media, pelarut dan pengencer yang digunakan harus sesuai
denagn yang disebutkan di atas.Selain itu juga dilakukan pencatatan suhu dan lamanya
inkubasi. Suhu dan lamanya masa inkubasi harus sesuai dengan yang diinginkan. Pada cara
turbidimetri dilakukan pencatatan seperti pada cara difusi agar dan pencacatan panjang
gelombang dari spektrofotometer yang digunakan.
BAB IV
PENUTUP
VI.1 KESIMPULAN
Quick, J.D. (EDITOR), (1997), Managing Drug Supply, 2nd Ed., bab III D.28. 422–437,
Kumarian Press, West Hartford
Zai, C., (2002), “Evaluasi Manajemen Obat: Penggunaan Obat yang Rasional dan Biaya
Pemakaian Obat di Puskesmas Kabupaten Nias, Tesis, 50–62, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta