NIM : 1700086
KELAS : D III / 4A
3. Sri Rahayu
4. Winda Sari
2020
EVALUASI TABLET (WAKTU HANCUR)
I. Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu membuat tablet dengan baik dan benar serta mampu melakukan evaluasi
Prinsip Disolusi
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat
ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu
obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh.
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia
zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan
pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya
ditenmtukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan
transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari
permukaan padat. Teori disolusi yang umum adalah:
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial.
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan
utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat
aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang
terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi
media yang dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses
pelarutan persatuan waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan
Whitney sejak tahun 1897 dan diformulasikan secara matematik sebagai berikut :
dc / dt = kecepatan pelarutan ( perubahan konsentrasi per satuan waktu)
Cs = kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut)
Ct = konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t
K = konstanta yang membandingkan koefisien difusi, voume larutan
jenuh dan tebal lapisan difusi.
Dari persamaan di atas dinyatakan bahwa tetapnya luas permukaan dan konstannya
suhu, menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari gradien konsentasi antara
konsentrasi jenuh dengan konsentrasi pada waktu.
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan
jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan di
sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat
menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum
difusi pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan
kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien
difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan
ini juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk
obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat
aktif ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat
aktif ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya.
Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya kekuatan
adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak teraduk
atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun
umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang.
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah
menjadi partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas,
dan akan berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji
hancur hanya menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang
ditetapkan. Uji ini tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan
obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan
ketentuan uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat
bersifat asam yang diabsorpsi dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan
dengan laju larut obat dalam tablet.
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet
melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung
dengan efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu,
dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau
tidak bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi.
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh
dengan mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in
vivo menjadi sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan,
melakukan, dan mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian
pada manusia.; ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya
biaya yang diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang
“nonesensial”; dan keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia
yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in
vitro dipakai dan dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk
mengukur bioavabilitas obat, terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor
formulasi dan berbagai metoda pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi
bioavaibilitas. Seperti pada setiap uji in vitro, sangat penting untuk menghubungkan uji
disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro. Ada dua sasaran dalam mengembangkan uji
disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan :
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari
satu tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator
kualitas dan dapat memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari “batch”
satu ke “batch” lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan
melarutnya suatu obat, yang ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang
sama dan dapat diulangi.
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan
sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang
dikandung oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya
ketersediaan zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat
aktif dari sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi
(suspensi dan emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi
dalam media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik.
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting
dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan
wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah
berhasil dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan
merupakan suatu peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu
yang dapat memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk.
A. Alat:
1.Disolution tester
2.Spektrofotometer UV-VIS
3.Kuvet
4.Pipet tetes
5.Pipet ukur
6.Labu ukur
7.Push ball
B. Bahan:
1.Paracetamol
2.Mg. Stearat
3.Amilum mucilago
4.Amprotab
5.Talkum
6.Laktosa
1.Bak mantel (tempat labu disolusi) dimasukkan, diisi dengan air, atur pada suhu
37o+0,5oC
2.Isi labu disolusi dengan media disolusi. Volume larutan disolusi yaitu 900 mL
pengambilan.
gelombang (λ) 294,5 nm. Dibandingkan dengan kurva kalibrasi dan dilakukan dengan
perhitungan kadar.
V. Hasil Percobaan
VI. Hasil
y = 0,070916x + 0,023890
Panjanggelombangmaks = 294,5 nm
Tablet 1
Menit ke -5
y = 0,070916x + 0,023890
0,13491/0,070916 = x
1,902 = x
KT = fp x v wadah x c
=171,18 mg
Menit ke-10
y = 0,070916x + 0,023890
0,32021/0,070916 = x
4,515 = x
= 406, 35 mg
FK = 10ml/900 ml x 171,18
= 1,902 mg
KSK = FK (10’) + KT (10’) + FK (5’)
= 1,902 mg + 406,35 mg + 0
= 408,252 mg
%T = 408,252/500 mg x 100%
Menit ke-15
y = 0,070916x + 0,023890
0,43501/0,070916 = x
6,134 = x
= 552,06 mg
FK = 10ml/900 ml x 406,35
= 4,515 mg
= 558,477 mg
%T = 558,477/500 mg x 100%
Menit ke- 20
y = 0,070916x + 0,023890
0,58841/0,070916 = x
8,297 = x
= 746,73 mg
FK = 10ml/900 ml x 552,06
= 6,13 mg
= 757,375 mg
%T = 757,375/500 mg x 100%
Menit ke- 25
y = 0,070916x + 0,023890
0,41591/0,070916 = x
5,864 = x
= 527,76 mg
FK = 10ml/900 ml x 746,73 mg
= 8,297 mg
= 544,354 mg
%T = 544,354/500 mg x 100%
y = 0,070916x + 0,023890
0,46511/0,070916 = x
6,558 = x
= 590,22 mg
FK = 10ml/900 ml x 527,76
= 5,864 mg
= 604,381 mg
%T = 604,381/500 mg x 100%
Tablet 2
Menit ke -5
y = 0,070916x + 0,023890
0,19381/0,070916 = x
2,732 = x
KT = fp x v wadah x c
= 245,88 mg
Menit ke-10
y = 0,070916x + 0,023890
0,39061/0,070916 = x
5,508 = x
= 495,72 mg
FK = 10ml/900 ml x 245,88 mg
= 2,732 mg
= 2,732 mg + 495,72 mg + 0
= 498,452 mg
%T = 498,452/500 mg x 100%
Menit ke-15
y = 0,070916x + 0,023890
4,991 = x
= 449,19 mg
FK = 10ml/900 ml x 495,72
= 5,508 mg
= 457,43 mg
%T = 457,43/500 mg x 100%
Menit ke- 20
y = 0,070916x + 0,023890
0,44351/0,070916 = x
6,25 = x
= 562,5 mg
FK = 10ml/900 ml x 449,19
= 4,991 mg
= 572,999 mg
%T = 572,999/500 mg x 100%
= 114,59% (tidak memenuhi persyaratan FI III)
Menit ke- 25
y = 0,070916x + 0,023890
0,39511/0,070916 = x
5,571 = x
= 501,39 mg
FK = 10ml/900 ml x 562,5 mg
= 6,25 mg
= 512,631 mg
%T = 512,631/500 mg x 100%
Menit ke- 30
y = 0,070916x + 0,023890
0,43411/0,070916 = x
6,187 = x
= 556,83 mg
FK = 10ml/900 ml x 501,39
= 5,571 mg
KSK = FK (30’) + KT (30’) + FK (25’)
= 568,651 mg
%T = 568,651/500 mg x 100%
Tablet 3
Menit ke -5
y = 0,070916x + 0,023890
0,25261/0,070916 = x
3,562 = x
KT = fp x v wadah x c
= 320,58 mg
Menit ke-10
y = 0,070916x + 0,023890
0,39501/0,070916 = x
5,570 = x
KT = 0,1 x 900 ml x 5,570
= 501,3 mg
FK = 10ml/900 ml x 320,58
= 3,562 mg
= 3,562 mg + 501,3 mg + 0
= 504,862 mg
%T = 504,862/500 mg x 100%
Menit ke-15
y = 0,070916x + 0,023890
0,36601/0,070916 = x
5,161 = x
= 504,9 mg
FK = 10ml/900 ml x 501,3
= 5, 57 mg
= 514,032 mg
%T = 514,032/500 mg x 100%
y = 0,070916x + 0,023890
0, 38601/0,070916 = x
5,443 = x
= 489,87 mg
FK = 10ml/900 ml x 504,9
= 5,61 mg
= 501,05 mg
%T = 501,05/500 mg x 100%
Menit ke- 25
y = 0,070916x + 0,023890
0,33811/0,070916 = x
4,767 = x
= 429,03 mg
FK = 10ml/900 ml x 489,87 mg
= 5,443 mg
= 440,083 mg
%T = 440,083/500 mg x 100%
Menit ke- 30
y = 0,070916x + 0,023890
0,31511/0,070916 = x
4,443 = x
= 399,87 mg
FK = 10ml/900 ml x 429,03
= 4,767 mg
= 410,08 mg
%T = 410,08/500 mg x 100%
VII. Pembahasan
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi.Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa.Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet paracetamol. Tujuan
dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu tablet
ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat
Disolusi obat merupakan suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat
aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak dengan
cairan tubuh.
viskositas, pH pelarut, pengadukan, ukuran partikel, polimorfisa, dan sifat permukaan zat.
Mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet yaitu tablet yang ditelan akan
masuk ke dalam lambung dan di dalam lambung akan dipecah, mengalami disintegrasi
menjadi granul-granul yang kecil yang terdiri dari zat-zat aktif dan zat-zat tambahan yang
lain. Granul selanjutnya dipecah menjadi serbuk dan zat-zat aktifnya akan larut dalam cairan
Supaya suatu obat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan menghasilkan efek
terapeutik, obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur yang baik dan laju disolusi
yang relatif cukup cepat.Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan
Uji disolusi dapat digunakan untuk menentukan persentasi ketersediaan obat dalam
sirkulasi sistemik pada waktu tertentu, hal ini berhubungan dengan bio-availabilitas yang
dapat menjadi parameter efikasi (kemanjuran) dan mutu suatu produk obat. Disolusi obat
adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media
pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat
tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke
dalam tubuh.
Selanjutnya suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki
daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak menentu
sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum.Daya larut yang ditingkatkan dari
senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut,
seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.
menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan Uji disolusi
diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi
persyaratan keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar
zat berkhasiat belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji
paracetamol adalah 294,5 nm sehingga dilakukan pengukuran absorbansi zat dengan berbagai
lalu dilarutkan di dalam air sebanyak 100 ml untuk memperoleh konsentrasi sebesar 100
ppm.Dari konsentrasi sebesar 100 ppm tersebut kemudian dilakukan pengenceran hingga
Apabila setelah semua variasi konsentrasi selesai dibuat maka dilakukan pengukuran
spektrofotometer ultraviolet, kuvet yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Pertama,
kuvet diisi dengan aquadest, lalu disesuaikan nilai absorbansinya hingga menunjukkan angka
konsentrasi. Kuvet dibilas dengan larutan yang akan dihitung konsentrasinya sebanyak tiga
kali, sehingga kuvet hanya berisi larutan uji tanpa pengotor. Adanya pengotor dapat
kertas tissue bersih. Jika tidak dibersihkan, mungkin pengotor yang berasal dari praktikan,
seperti uap air dapat menempel pada kuvet dan memberikan absorbansi, sehingga hasil akhir
maksimum juga. Untuk melakukan pengukuran dengan metode spektrofotometri UV, sampel
kuvet (double beam).Kuvet pertama berfungsi untuk tempat blanko.Kuvet kedua berfungsi
untuk tempat sampel.Sampel kemudian diukur absorbansinya.Pengukuran absorbansi
hendaknya dimulai dari sampel yang konsentrasinya kecil agar tidak mempengaruhi
pengukuran konsentrasinya lainnya. Setiap akan mengganti sampel dengan konsentrasi yang
berbeda, kuvet hendaknya dibilas dengan larutan sampel agar tidak ada sisa sampel yang
absorbansi dengan berbagai variasi konsentrasi senyawa baku, maka dari data yang ada
dibuat persamaan regresi linearnya. Persamaan regresi linear yang didapat dari hasil
pengukuran adalah y = 0,070916x + 0,023890. Persamaan regresi linear yang didapat ini
nantinya digunakan untuk mencari konsentrasi tablet paracetamol yang telah diukur
Selanjutnya tabpct kemudian diuji disolusi dengan alat disolusi dengan 3 tablet yang
diuji. Sebanyak 1 tablet paracetamol 500 mg dimasukkan ke dalam alat yang diisi larutan
HCl 0,1 N sebanyak 900 ml. Alat dayung kemudian dijalankan dan rpm di set pada angka
50rpm pada suhu 37oC, kemudian pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 diambil cuplikan
sampel dengan alat penghisap sebanyak 10 ml. Cuplikan sampel dimasukkan ke dalam botol
vial untuk kemudian diukur absorbansinya. Pada cuplikan sampel mulai menit ke 5 hingga
serapan yang sangat besar hingga tidak terdeteksi pada alat spektrofotometer UV.
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml lalu ditambahkan HCl 0,1 N hingga batas labu ukur.
prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur ketika melakukan pengukuran terhadap
larutan baku. Langkah pertama yaitu meng-nol kan blanko yaitu pelarut, dan setelah itu
melakukan pengukuran absorbansi sampel. Ketika akan mengganti sampel, kuvet juga
terlebih dahulu harus dibilas dengan larutan yang akan diuji untuk meminimalisir
Kuvet yang digunakan dalam percobaan ini memiliki 2 macam sisi, yaitu yang halus
dan yang kasar. Bagian yang halus nantinya akan disinari oleh sinar UV sehingga pada
bagian tersebut tidak boleh tersentuh tangan. Alasan tidak boleh tersentuh oleh tangan karena
dikhawatirkan akan ada kotoran yang berasal dari tangan (berupa keringat ataupun lemak
lainnya) yang menempel pada kuvet yang nantinya dapat mempengaruhi/mengganggu hasil
dari pengukuran absorbansi karena kontaminan yang ada akan ikut memberikan serapan.
karena semakin lama tablet akan hancur dan bercampur dengan aquades dan meningkat
Penyebab terjadinya kesalahan hasil yang didapat disebabkan karena faktor pengikat
dan disintegran. Dimana bahan pengikat dan disintegran mempengaruhi kuat tidaknya ikatan
partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga mempengaruhi pula kemudahan cairan untuk
masuk berpenetrasi ke dalam lapisan difusi tablet menembus ikatan-ikatan dalam tablet
tersebut. Dalam hal ini pemilihan bahan pengikat dan disintegran dan bobot dari penggunaan
bahan pengikat dan disintegran sangat berpengaruh terhadap laju disolusi. Selain itu
penyebab lain yang mungkin adalah formulasi dari sediaan tablet yang kurang baik.
saat uji. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi
sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Semakin lama
kecepatan pengadukan maka laju disolusi akan semakin tinggi. Pada percobaan ini kecepatan
Selain itu faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang diperoleh
antara lain :
7. Ketidaktepatan penimbangan
lingkungan
VIII. Kesimpulan
1. Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
Hal ini umumnya digunakan untuk menghilangkan sakit kepala, sakit ringan
lainnya dan nyeri, dan merupakan bahan utama dalam berbagai obat flu.
3. Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-
zat aktif dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi
menit karena semakin lama tablet akan hancur dan bercampur dengan aquades
5. Agar suatu obat dapat masuk ke dalam sirkulasi darah dan menghasilkan efek
terapeutik, obat tersebut tentunya harus memiliki daya hancur yang baik dan
pada Farmakope Edisi III yaitu mengandungparaceamol tidak kurang dari 90%
dan tidak lebih dari 105% dari jumlah yang tertera pada etiket, sedangkan
melakukan uji disolusi, suhu yang tidak tepat, dan pengamatan yang kurang
teliti.
Ansel, Howard C., 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Lachman, Leon, Herbert A.L., Joseph L.K., 2007, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Siregar, Charles J., 2010, Teknologi Farmasi Sediaaan Tabet, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay. H.T dan Rahardja, Kirana. 2003, Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo.
Jakarta.