Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat anugerah, petunjuk dan

lindunganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Herpes Simplex”.

Referat ini berisi tentang definisi sampai tatalaksana pada pasien dengan

diagnosis Herpes Simplex. Referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai

pihak demi kesempurnaan referat ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Jombang, 12 Februari 2020

Penulis
Daftar Isi

Halaman

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3

2.1 Definisi..........................................................................................................3

2.2 Epidemiologi.................................................................................................3

2.3 Etiologi..........................................................................................................5

2.4 Patogenesis....................................................................................................5

2.5 Manifestasi Klinis.........................................................................................10

2.6 Diagnosis.......................................................................................................18

2.7 Diagnosis Banding........................................................................................21

2.8 Penatalaksanaan............................................................................................25

2.9 Komplikasi....................................................................................................26

2.10 Prognosis.....................................................................................................27

BAB 3 TINJAUAN PENELITIAN DESKRIPTIF.............................................28

BAB 4 KESIMPULAN.......................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................39

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit menular sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Salah satu penyakit menular tersebut adalah penyakit herpes simpleks. Herpes

simpleks adalah penyakit yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV)

yang merupakan virus DNA.Virus ini terdiri dari dua kelompok utama yang dapat

menginfeksi manusia, yaitu VHS tipe 1 dan tipe 2. Pada manusia, HSV bersifat

laten atau dormant dan dapat mengalami reaktivasi (Marlina, 2013).

Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada daerah

orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes

genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di atas dasar

makula eritematosa (Bonita, 2017).

Penyakit herpes simpleks ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria

maupun wanita. Infeksi primer oleh virus herpes simplek tipe I biasanya dimulai

pada usia anak-anak, sedangkan infeksi virus herpes simplek tipe II biasanya

terjadi pada dekade II dan III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas

seksual (Indriatmi, 2018).

Di Amerika Serikat, prevalensi herpes labialis diperkirakan 20-40%,

dengan hampir 100 juta episode kejadian pertahun. Rekurensi akibat reaktivasi

virus ini diinduksi oleh stres emosi, demam tinggi,paparan sinar ultraviolet,trauma

1
jaringan oral atau jaringan saraf, kondisi imunosupresi,dan gangguan hormon

(Marlina, 2013).

Data World Health Organization (WHO) diperkirakan usia 15-49 tahun

yang hidup dengan infeksi HSV-2 di seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 536

juta. Wanita lebih banyak yang terinfeksi dibanding pria, dengan perkiraan 315

juta wanita yang terinfeksi dibandingkan dengan 221 juta pria yang terinfeksi.

Jumlah yang terinfeksi meningkat sebanding dengan usia terbanyak pada 25-39

tahun. Sedangkan, jumlah infeksi HSV-2 baru pada kelompok usia 15-49 tahun di

seluruh dunia pada tahun 2003 sejumlah 236 juta, di antaranya 12,8 juta adalah

wanita dan 10,8 juta adalah pria (Bonita, 2017).

1.2 TUJUAN

1. Mengetahui materi tentang herpes simpleks meliputi definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi,manifestasi klinis, diagnosis,

diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi, dan prognosis.

2. Memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan

Klinik di RSUD Kabupaten Jombang, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes

simplek (virus herpes hominis) tipe I dan tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel

yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah

mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens

(Indriatmi, 2018).

2.2 EPIDEMIOLOGI

Menurut penelitian menyebutkan bahwa infeksi virus herpes simpleks tipe

I (HSV-1) berhubungan dengan usia, dan status sosial ekonomi. Sebanyak 20-

40% dari populasi mengalami episode terkena herpes labialis. Frekuensi episode

rekuren sangatlah bervariasi, pada beberapa penelitian, rata-rata rekurensi akan

muncul satu kali pertahun, namun terdapat bukti bahwa frekuensi dan derajat

keparahan dari rekurens HSV-1 akan menurun seiring berjalannya waktu (Wald,

2007).

Penyakit herpes simpleks ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria

maupun wanita. Infeksi primer oleh virus herpes simplek tipe I biasanya dimulai

pada usia anak-anak, sedangkan infeksi virus herpes simplek tipe II biasanya

terjadi pada dekade II dan III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas

seksual (Indriatmi, 2018).

3
Gambar Distribusi Jenis Kelamin dan Usia pada Pasien Herpes Simpleks di Dunia

Infeksi HSV-2 sebagian besar menyebabkan ulserasi genital yang

berhubungan dengn aktivitas seksual. Di United States, sebanyak 50 juta orang

mengalamai herpes genital, dan tiap tahunnya presentase pasien yang mengalami

penyakit tersebut meningkat 20 hingga 25 % yang diteliti melalui pemeriksaan

antibodi HSV-2. Faktor risiko pada penyakit herpes simpleks adalah usia lanjut,

wanita, ras hitam, status sosialekonomi rendah, tingkat edukasi yang rendah,

4
penyakit infeksi menular seksual yang mendahului, dan jumlah pasangan seksual

(Fatahzadeh, 2007).

2.3 ETIOLOGI

Virus penyebab penyakit herpes simpleks ada dua tipe, yaitu:

(Murtiastutik, 2005)

a. HSV-1 (Herpes Simplex Virus)-1 yang menyebabkan herpes labialis

b. HSV-2 (Herpes Simplex Virus)-2 yang menyebabkan herpes genital

Dengan meningkatnya hubungan kelamin secara orogenital maka HSV-1

maupun HSV-2 dapat ditemukan pada bentuk labialis ataupun genital.

HSV-1 dan HSV-2 termasuk dalam famili α-Herpesviridae. Virus ini

memiliki morfologi yaitu diliputi dengan lipid dan merupakan virus dengan DNA

double-staranded. Kedua jenis HSV ini menginfeksi sel secara multipel, tumbuh

dengan cepat, dan merusak sel (Marquez, 2008).

2.4 PATOFISIOLOGI

Penularan penyakit terjadi melalui kontak langsung dengan sumber

infeksi. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan bereplikasi atau memperbanyak

diri serta menimbulkan kelainan pada kulit. Selanjutnya melalui serabut saraf

sensorik virus menuju ganglion saraf sakralis dan berdiam diri disana. Bila ada

faktor pencetus (trigger factor) virus akan reaktivasi dan multiplikasi kembali

sehingga terjadi infeksi rekuren (Murtiastutik, 2005).

5
Infeksi HSV pada sel host akan menyebabkan lesi pada epidermis,

sebagian besar pada permukaan mukosa, dan terjadi penyebaran virus ke sistem

saraf dan bertahan menjadi infeksi laten di saraf, yang mana virus dapat

tereaktivasi secara periodik (Marquez, 2008).

Infeksi HSV dibagi menjadi 3 fase. Yang pertama, infeksi akut, fase laten,

dan fase rekurens atau reaktivasi viurs. Selama fase infeksi akut, virus bereplikasi

pada tempat inokulasi di permukaan mukokutaneus, menghasilkan lesi primer dan

menyebar dengan cepat ke saraf sensoris terminal, dimana virus tersebut berjalan

secara retrograde melalui transpor akxonal ke nuklei neuronal di ganglia sensoris.

Pada fase laten, terjadi karena DNA dari virus akan dipertahankan sebagai

episome dan pentraskripsian dari ekspresi gen HSV akan dibatasi. Pada fase

rekurens, replikasi akan direaktivasi melalui transport aksonal anterograde menuju

saraf periferal (Marquez, 2008).

Pada HSV-1 reaktivasi sebagian besar terjadi di ganglia trigeminal, dimana

HSV-2 terjadi di ganglia sakralis. Tingkat reaktivasi dari HSV dipengaruhi dari

kuantitas DNA virus pada fase laten di ganglia. Reaktivasi dapat terjadi apabila

terdapat pencetus seperti paparan ultraviolet, infeksi, trauma, dan stress (Marquez,

2008).

Imunitas dari host terhadap HSV dipengaruhi oleh risiko didapatkannya

infeksi, keparahan penyakit, dan frekuensi rekurens. Risiko dari keparahan

penyakit dari HSV dan tingkat rekurens berkorelasi dengan kemampuan imunitas

seluler tubuh. Pasien dengan penurunan ringan dari imunitas selular akan

6
mengalami peningkatan risiko rekurens dan perlambatan dari penyembuhan lesi

(Marquez, 2008).

Penelitian pada manusia dan tikus menyebutkan bahwa terdapat peran dari

limfosit T CD8 dan CD4, sel sitokin inflamatori seperti interferon-γ yang

memediasi perlindungan terhadap HSV (Marquez, 2008).

Imunitas humoral berperan untuk menurunkan titer virus pada tempat

inokulasi dan jaringan neural regional pada infeksi primer. Pengawasan imun

secara konstan sangat diperlukan untuk mempertahankan fase laten, terutama

peran dari limfosit CD8 yang spesifik terhadap HSV dan rendahnya kadar protein

virus yang diproduksi pada neuron (Marquez, 2008).

7
Gambar Perjalanan Penyakit Herpes Simpleks

(Sumber: Kumar, 2016)

8
Gambar Patogenesis Virus Herpes Simpleks

(Sumber: Kumar, 2016)

Virus harus kontak dengan dengan permukaan mukosa atau kulit yang

abrasi untuk terbentuknya infeksi. Dengan adanya replikasi virus di tempat infeksi

primer, kapsid ditranspor secara retrograde melalui saraf ke serabut saraf ganglia

dorsalis. Semakin parah infeksi primer, yang dinilai dari ukuran dan jumlah lesi,

kemungkinan terjadinya rekuren semakin besar. Infeksi dari HSV-1 sebagian

besar terjadi di mukosa orofaring. Ganglion trigeminal menjadi tempat kolonisasi

dan tempat virus berlatensi (Withley, 2007).

9
Gambar Perjalanan Virus Herpes Simpleks

(Sumber: Withley, 2007)

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi pada penyakit herpes simpleks yaitu berkisar dari 3 hingga

7 hari. Lesi pada penyakit ini dibagi menjadi lesi primer dan lesi rekuren. Gejala

klinis dari lesi tersebut adalah : (Murtiastutik, 2005)

a. Lesi primer :

 Dapat asimptomatis

 Terdapat gejala prodormal berupa rasa panas (terbakar) dan gatal

 Timbul lesi berupa vesikel yang mudah pecah, erosi, atau ulkus dangkal

bergerombol di atas dasar eritema dan disertai rasa nyeri

 Setelah timbul lesi, dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot

 Kelenjar limfe regional membesar dan nyeri pada perabaan

Tempat predileksi dari virus herpes simpleks tipe I ada di daerah

pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada

usia anak-anak. Penyebaran virus dapat terjadi melalui kontak kulit. Virus ini

10
dapat menyebabkan herpes ensefalitis. Infeksi primer dari virus herpes

simpleks tipe II memiliki predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di

daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi pada

neonatus (Indriatmi, 2018).

Terdapat pula gingivostomatitis dan faringitis herpetik terjadi terutama

karena infeksi HSV-1. Gejala dari herpes bagian oral pada lesi primer meliputi

lesi ulseratif yang dapat muncul di palatum durum dan palatum molle, lidah,

mukosa bukal. Pasien dengan faringitis menunjukkan adanya lesi ulseratif dan

eksudatif di daerah faring posterior yang susah dibedakan dengan faringitis

streptokokal. Gejala umum lain seperti demam, malaisse, hipersalivasi,

mialgia, nyeri, adenopati servikal (Marquez, 2008).

Pada infeksi HSV- 2 akan ditemukan lesi pada genital. Lesi yang dapat

ditemukan meliputi vesikel, pustul, ulkus eritematus yang membutuhkan 2-3

minggu untuk sembuh. Pada pasien pria, lesi umumnya muncul di glan penis

atau di batang penis. Sedangkan pada perempuan, lesi dapat muncul di vulva,

perineum, pantat, dan serviks. Lesi tersebut biasanya dibarengi dengan rasa

nyeri, gatal, disuria, adanya sekret dari vagina dan uretra, dan adanya

limfadenopati inguinal. Tanda dan gejala sistemik yang umum muncul adalah

demam, nyeri kepala, malaise, dan mialgia. Radikulomielitis sakral herpetik,

retensi urin, nuralgia, dan konstipasi dapat juga muncul. Servisitis HSV dapat

muncul pada lebih dari 80% perempuan dengan infeksi primer. Pada kasus ini

akan muncul adanya sekret purulen dan berdarah dari vagina, dan pada

pemeriksaan nampak area kemerahan yang luas, lesi uleratif yang luas pada

daerah serviks dan dapat ditemukan pula servisitis nekrotik (Marquez, 2008).

11
Gambar Perjalanan Penyakit Infeksi Primer Herpes Genital

(Sumber: Legoff, 2014)

Predileksi dari virus-virus ini sering kacau karena adanya hubungan

seksual secara oro-genital. Sehingga dapat ditemukan pula virus herpes

simpleks tipe I didaerah genital dan pada daerah rongga mulut disebabkan

virus herpes simpleks tipe II (Indriatmi, 2018).

Infeksi primer berlangsung lebih berat dan lama, kira-kira 3 minggu dan

sering disertai juga dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, dan

anoreksi dan dapat pula menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening

regional (Indriatmi, 2018).

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah vesikel yang

berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritetematosa, berisi cairan jernih

kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalamai

ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa menimbulkan sikatriks.

Terkadang dapat pula terjadi infeksi sekunder sehingga gambaran yang

muncul menjadi tidak jelas. Infeksi sekunder ini umumnya terjadi pada orangn

dengan kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita sebanyak

12
80% dengan infeksi herpes simplek pada genitelia eksterna akan disertai

dengan infeksi pada serviks (Indriatmi, 2018).

Gambar Lesi pada Herpes Genital

(Sumber: Marquez, 2008)

b. Fase laten

Pada fase ini tidak akan ditemukan gejala klinis pada pasien, namun

virus herpes simpleks dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada

ganglion dorsalis (Indriatmi, 2018).

c. Lesi rekuren :

 Gejala lebih ringan dibandingkan dengan lesi primer

 Bersifat lokal, unilateral

 Lesi vesikuloulseratif

 Dapat menghilang dalam waktu 5 hari

13
 Permukaan lesi didahului oleh rasa gatal, panas dan nyeri

 Riwayat pernah berulang

 Terdapat faktor pencetus

Gambaran Vesikel

Pada lesi rekuren, virus herpes simpleks yang dalam keadaan tidak aktif

di ganglion dorsalis, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai

kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanism pacu tersebut dapat

berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan lain-

lain), trauma psikis (gangguan emosional, menstuasi), dan dapat pula timbul

akibat jenis makanan dan minuman yang mencetus timbulnya infeksi rekuren

(Indriatmi, 2018).

Gejala klinis yang timbul pada lesi rekuren ini akan lebih ringan

dibandingkan dengan pada infeksi primer, dan berlangsung kira-kira 7 hingga

10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul lesi berupa

vesikel yaitu muncul rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat

timbul ditempat yang sama (loco) atau tempat lain atau tempat sekitarnya (non

loco) (Indriatmi, 2018).

14
Reaktivasi dari virus dari infeksi rimer pada HSV-1 meliputi daerah

fasial perioral, terutama bibir, dimana bibir bagian bawah merupakan tempat

paling sering terinfeksi. Tempat lain yang dapat terinfeksi hidung, dagu, dan

pipi. Pada pasien dengan rekurensi yang sering, tempat lesi akan sedikit

berbeda pada setiap episodenya. Pasien imunokompeten cenderung tidak

mengalami lesi rekuren di intraoral, namun dapat menunjukkan adanya

kumpulan dari vesikel-vesikel dan ulkus, atau fisura linier pada ginggiva dan

anterior palatum durum. Gejala prodromal yang dapat muncul yakni nyeri,

panas, gatal pada daerah lesi. Meski pada pasien dengan imunokompeten,

derajat keparahan dari herpes labialis sangat beragam (Marquez, 2008).

Progresivitas dari lesi herpes dapat dibagi menurut gejalanya. Yaitu

stadium perkembangan (development stages) meliputi prodromal, eritema, dan

papul. Kemudian stadium sakit (disease stages) meliputi vesikel, ulkus, dan

krusta. Lalu diikuti stadium resolusi (resolution stages) meliputi pengelupasan

dan sisa pembengkakan. Lesi yang terjadi berlangsung selama kurang lebih 5

hingga 15 hari (Marquez, 2008).

15
Gambar Rekuren Herpes Simpleks Labialis
(Sumber: Marquez, 2008)

Menurut penelitian, pada infeksi HSV-2 rekuren akan timbul lesi

multipel vesikel pada area genital. Lesi ini dapat muncul di tempat yang sama

dengan infeksi primer dan dapat juga berbeda. Rekurensi dari lesi genital ini

dapat didahului dengan gejala prodromal yaitu nyeri, gatal, rasa terbakar, dan

tanda-tanda lain yang lebih ringan dibandingkan dengan lesi primer. Tanpa

pengobatan, lesi biasanya dapat sembuh dalam 6-10 hari (Marquez, 2008).

16
Gambar Herpes Genitalia Rekuren

HSV dapat pula mengenai lokasi lain. Mekanisme yang menunjang ialah

virus akan penetrasi ke sel keratinosit sehingga muncul gejala. Herpetic whithlow

merupakan infeksi HSV pada jari dengan cara inokulasi langsung atau melalui

penyebaran langsung dari mukosa waktu infeksi primer. Menurut penelitian

munculnya penyakit ini sebagian besar disebabkan HSV-1, namun HSV-2 dapat

menjadi penyebab ketika inokulasi primer saat terjadi kontak manual-genital.

Pada tempat infeksi akan muncul eritematus dan edematus. Lesi biasanya tampak

pada ujung jari dan dapat menjadi pustul dan sangat nyeri. Demam dan

limfadenopati lokal umum terjadi (Marquez, 2008).

17
Gambar Herpetic Whitlow

(Sumber: Marquez, 2008)

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan

penunjang.

a. Anamnesis

b. Gejala klinis

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis. Untuk menemukan virus herpes, sediaan dapat

diambil dari vesikel dan diperiksa. Pemesiksaan tersebut antara lain:

- Tzanck test

18
Dilakukan dengan pewarnaan giemsa dan dinyatakan positif apabila

ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranukelar.

Ukuran dari sel dibandingkan dengan neutrofil (lebih besar giant cell).

Pemeriksaan ini dapat menjadi penujang diagnosis yang cepat dengan

cari mengambil spesimen dari dasar vesikel.

Gambar Hasil Tzanck Test


(Sumber: Marquez, 2008)

- Pemeriksaan mikroskop elektron

- Kultur jaringan

Pada kultur, HSV menyebabkan efek sitopatik dan sebagian besar

spesimen akan terbukti postif dalam kurun waktu 48-96 jam setelah

inokulasi. Sensitivitas dari kultur bergantung pada kuantitas dari

spesimen virus. Isolasi dari virus sebagian besar berhasil dibiakkan

ketika kultur pada lesi diambil saat fase vesikel terutama ketika spesimen

diambil pada pasien dengan imunokompromais atau dari pasien yang

terkena infeksi primer (Marquez, 2008).

- Pemeriksaan antibodi poliklonal dengan cara imuno fluoresensi,

imunoperoksidasi dan ELISA.

- Tes virologi

19
Tes virologi yang dapat dilakukan adalah Polymerase Chain Reaction

(PCR). PCR bermanfaat untuk mendeteksi HSVpada stadium akhir dari

lesi ulseratif. Kultur virus dan PCR mengisolasi HSV untuk memprediksi

frekuensi dari reaktivasi setelah infeksi primer.

- Antibodi virus herpes simpleks

Diperiksa apabila pada keadaan tidak ada lesi (fase laten).

20
Tabel Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan Penunjang

(Sumber: Legoff, 2014)

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan

dengan impetigo vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus

durum, ulkus mole, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma

venereum (Hamzah, 2007).

1. Impetigo Vesikobulosa

Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa berupa eritem, bula, dan bula

hipopion. Keadaan umum tidak dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita

datang berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret

dan dasarnya masih eritematosa.

21
Gambar Impetigo Bulosa

2. Herpes zoster

Herpes zoster merupakan manifestasi dari reaktivasi infeksi laten emdogen

virus varisela zoster yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen

yang sama sehingga menimbulkan vesicular berkelompok dengan dasar

eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya terbatas pada satu

dermatom.

Gambar Herpes Zoster

3. Ulkus durum

Chancre (ulkus durum) sifilis biasanya muncul sebagai lesi tunggal yang tidak

menyakitkan dan tidak berulang. Ulkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah

jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum.

Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi.

22
Gambar Chancre pada sifilis primer

4. Chancroid (Ulkus Mole)

Chancroid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan

oleh organisme Haemophilus ducreyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus dengan

eksudat abu-abu kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. Ulkus kecil, lunak

pada perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering

bergaung dan dikelilingi halo yang eritematosa.

Gambar Chancroid

5.Limfogranuloma Venereum

Ulkus yang mendahului limfigranuloma venereum berbentuk tidak khas

dan tidak nyeri, dapat berupa erosi, papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus.

Umumnya penderita tidak datang berobat pada fase ini, tetapi pada waktu terjadi

sindrom ingunal yaitu terjadi limfadenitis dan periadenitis.

23
A B

Gambar Erosi dan Pembesaran Kelenjar Getah Bening

Tabel Diagnosis Banding Herpes Simpleks

(Sumber: Marques, 2008)

24
Tabel Diagnosis Banding Infeksi HSV-1

(Sumber: Usatine, 2010)

2.8 PENATALAKSANAAN

Menurut Murtiastutik (2005), penatalaksanaan pada lesi primer meliputi:

a. Simptomatis:

- Analgesik, kompres

b. Antivirus:

- Acyclovir 200mg sehari 5 kali selama 7 – 10 hari

- Komplikasi berat diberikan acyclovir intravena dengan dosis

5mg/kgBB sehari 3 kali selama 7-10 hari

25
- Valaciclovir 500mg sehari 2 kali selama 7-10 hari

- Famciclovir 250 mg sehari 3 kali selama 7-10 hari

Untuk penatalaksanaan lesi rekuren adalah:

a. Lesi ringan:

Simptomatis, krim acyclovir

b. Lesi berat :

- Acyclovir 200 mg sehari 5 kali selama 5 hari

- Acyclovir 400 mg sehari 3 kali selama 5 hari

- Acyclovir 800 mg sehari 2 kali selama 5 hari

- Famciclovir 125 mg sehari 2 kali selama 5 hari

- Valaciclovir 500 mg sehari 2 kali selama 5 hari

c. Lesi rekuren lebih dari 8 kali dalam setahun diberikan terapi supresif

selama 6 bulan

- Acyclovir 200 mg sehari 3-4 kali

- Valacyclovir 500 mg sehari 1 kali

Preparat asiklovir yang dipakai memiliki cara kerja mengganggu replikasi

DNA virus. Secara klinis, obat ini bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Bila

timbul ulserasi dapat dilakukan kompres (Indriatmi, 2018).

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat muncul adalah : (Murtiastutik, 2005)

- Radikuloneuropati

- Ensepalitis HSV

26
- Hepatitis

- Monoartikular artritis

- Bell’s palsy

2.10 PROGNOSIS

Selama pencegahan rekuren masih merupakan problem, hal tersebut secara

psikologik akan memberatkan pasien. Pengobatan secara dini dan tepat memberi

prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan

rekurens lebih panjang (Indriatmi, 2018).

Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya pada penyakit-penyakit

dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan

yang lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar

ke alat-alat dalam dapat fatal. Prognosis akan lebih baik seiiring dengan

meningkatnya usia seperti pada orang dewasa (Indriatmi, 2018).

27
BAB 3

TINJAUAN PENELITIAN DESKRIPTIF

1. Prevalence of Herpes Simplex Vrus Type 1 and Type 2 in Persons Aged 14-

49: United States, 2015-2016 (McQuillan, 2018)

Menurut penelitian yang dilakukan di United States pada tahun 2015-2016

menyebutkan bahwa prevalensi infeksi HSV-1 di pasien dengan rentang usia 14-

49 tahun sebanyak 48,1%. Prevalensi meningkat sebanding dengan bertambahnya

usia. Mulai dari usia 14-19 tahun sebesar 27%, hingga 41,3%, 54,1% dan 59,7%

pada rentang usia 20-29, 30-39, 40-49 tahun. Menurut jenis kelamin, perempuan

prevalensinya lebih tinggi, yakni sebesar 50,9% dibandingkan laki-laki (45,2%).

Gambar Presentase Prevalensi Infeksi HSV-1 di Usia 14-49 tahun

Sedangkan pada HSV-2 prevalensi pada usia 14-49 tahun sebesar 12.1%.

prevalensi meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, mulai dari 0,8% pada

28
usia 14-19 tahun, hingga 7,6%, 13,3% dan 21,2% pada usia 20-29, 30-39, 40-49

tahun. Menurut jenis kelamin, prevalensi infeksi HSV-2 lebih banyak terjadi pada

wanita dengan presentase 15,9% dan untuk laki-laki sebesar 8,2%.

Gambar Presentase Prevalensi Infeksi HSV-1 di Usia 14-49 tahun

2. Global Estimate of Prevalent and Incident Herpes Simplex Virus Type 2

Infections in 2012 (Looker, 2015)

Menurut Looker (2015) menyebutkan bahwa, dari total pasien dengan usia

15-49 tahun yang memiliki penyakit herpes simpleks yang disebabkan oleh HSV-

2 sebanyak 417 juta, prevalensi HSV-2 pada usia 15-49 tahun di dunia pada

tahun 2012 sebesar 11,3%. Prevalensi tertinggi di Afrika (31,5%) diikuti oleh

Amerika (14,4%). Dan prevalensi pada wanita lebih besar dibandingkan dengan

laki-laki (14,8% dan 8%), yakni sebanyak 267 juta wanita dan 150 juta laki-laki

yang terinfeksi.

29
Tabel Presentase Prevalensi Infeksi HSV-2

3. Prevalensi Penderita Herpes Simpleks di RSUD Tangerang Periode 1

Januari 2010 – 31 Desember 2011 (Fatmuji, 2012)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Tangerang pada tahun

2010-2011 didapatkan data yakni dari total sampel 76 pasien, sebanyak 40 pasien

(52,6%) merupakan wanita dan 36 pasien (47,4%) merupakan laki-laki.

Berdasarkan data tersebut, peneliti menyebutkan bahwa wanita lebih rentan

dibandingkan dengan laki-laki karena anatomi dari alat genital, yakni permukaan

mukosa pada kelamin wanita lebih luas.

Jenis Kelamin Jumlah (Pasien) Presentase (%)

Laki-laki 36 47,4
Perempuan 40 52,6
Total 76 100,0

30
Sedangkan berdasarkan usia, pada kelompok usia 25-29 tahun lebih

mendominasi dari keseluruhan data yakni sebanyak 22 pasien (28,9%) dan yang

terendah yaitu pada kelompok usia 45-49 tahun yakni sebanyak 4 pasien (5,3%).

Menurut peneliti, hal ini terjadi karena pada usia 25-29 tahun merupakan usia

rata-rata mengenal dan terjadi peningkatan aktivitas seksual.

Kelompok Usia (tahun) Jumlah (pasien) Presentase (%)

15-19 5 6,6
20-24 16 21,1
25-29 22 28,9
30-34 17 22,4
35-39 7 9,2
40-44 5 6,6
45-49 4 5,3
Total 76 100,0

4. Penderita Herpes Genitalis di Divisi Infeksi Menular Seksual Unit Rawat

Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Periode 2005-2007 (Jatmiko, 2009)

31
Gambar Distribusi Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS URJ Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Jenis Kelamin Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Kelompok UmurPasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS


URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Status Perkawinan Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

32
Gambar Distribusi Pasangan Seksual Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Waktu Coitus Suspectus Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Waktu Keluhan Utama Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

33
Gambar Distribusi Bentuk Lesi pada Pasien Baru Herpes Genitalis di
Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya
periode 2005-2007

Gambar Distribusi Lokasi Lesi pada Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Pemeriksaan Laboratorium pada Pasien Baru Herpes Genitalis


di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode
2005-2007

34
Gambar Distribusi Diagnosis pada Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi Pengobatan pada Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

Gambar Distribusi KIE pada Pasien Baru Herpes Genitalis di Divisi IMS URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2005-2007

35
4. Penelitian Retrospektif: Gambaran Klinis Herpes Simpleks Genitalis

(Bonita, 2017)

Infeksi herpes simpleks genitalis di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu 5 tahun( 2011-2015),

sebanyak 102 pasien, yaitu 1,8% dari 5.838 pasien Divisi IMS URJ Kesehatan

Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya atau 0,08% dari 120.385

pasien yang datang ke URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

Tabel Distribusi Bentuk Lesi Pasien Herpes Simpleks Genitalis di Divisi Infeksi
Menular Seksual (IMS) Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Soetomo Surabaya Periode tahun 2011-2015

36
Tabel Distribusi Pemeriksaan Laboratorium Pasien Herpes Simpleks Genitalis di
Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2011-2015

Tabel Distribusi Riwayat Pengobatan Pasien Herpes Simpleks Genitalis di Divisi


Infeksi Menular Seksual (IMS) Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun 2011-2015

5. Data Distribusi Jenis Kelamin dan Usia pada Pasien Herpes di RSUD

Kabupaten Jombang Februari 2019- Januari 2020

Usia Perempuan Laki-Laki


0-28 hari 0 0

>28 hari – 1 tahun 0 0


1-4 tahun 0 0

5-14 tahun 0 0
15-24 tahun 2 0

25-44 tahun 7 0
45-64 tahun 0 0

>65 tahun 0 0
Total 9 0

37
Dari data diatas pasien Herpes Simplex paling banyak diderita oleh pasien

perempuan. Khususnya rentang usia 25 – 44 tahun. Diikuti pada usia 15-44 tahun.

38
BAB 4

KESIMPULAN

Herpes simpleks merupakan penyakit akut yang ditandai dengan timbulnya

vesikel yang berkelompok di atas dasar eritem, berulang, mengenai permukaan

mukokutaneus dan disebabkan oleh Herpes Simplex Virus. Terdapat 2 tipe virus

yang menyebabkan herpes simpleks, yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 sebgian

besar menyebabkan penyakit orofasial dan HSV-2 menyebabkan infeksi genital.

Gejala klinis dibagi menjadi 3 fase, yakni lesi primer, fase laten, dan lesi rekuren.

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pada pemeriksaan akan ditemukan vesikel yang mudah pecah

bergerombol di atas dasar eritema dan disertai rasa nyeri. Tatalaksana yang

diberikan meliputi terapi simptomatis dan antivirus.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bonita L., Murtiastutik D., 2017, Penelitian Retrospektif: Gambaran Klinis

Herpes Simpleks Genitalis, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Airlangga,RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Fatahzadeh M.,Scwartz R., 2007, Human Herpes Simplex Virus Infections:

Epidemiology, Pathogenesis, Symptomatology, Diagnosis, and

Management, Departments of Oral Medicine, New Jersey

Fatmuji O., 2012, Prevalensi Penderita Herpes Simpleks di RSUD Tangerang

Periode 1 Januri 2010- 31 Desember 2011, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta

Indriatmi, Wresti., 2018, Herpes Simpleks: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Jatmiko A., Nurharini F., Dewi D., Murtiastutik D., 2009, Penderita Herpes

Genitalis di Divisi Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan

Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 2005-2007,

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Kumar S., Chandy M., Pathogenesis and Life Cycle of Herpes Simplex Virus

Infection-stages of Primary, Latency and recurence, Journal of Oral

Maxillofacial Surgery, India

Legoff J., Pere H., Belec L., 2014, Diagnosis of Genital Herpes Simplex Virus

Infectionin the Clinical Laboratory, Virology Journal, Biomed Central

40
Looker K., et al, 2015, Global Estimates of Prevalent and Incidency Herpes

Simplex Virus Type 2 Infections in 2012, Illinois University School of

Medicine, America

McQuillan G., et al, 2018, Prevalence of Herpes Simplex Virus Type 1 and Type

2 in Persens Aged 14-49 : Unitad States, 2015-2016, NCHS Data Brief, No.

304

Marlina E., Soebadi B., 2013, Penatalaksanaan Infeksi Herpes Simpleks Oral

Rekuren, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya

Marques A., 2008, Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine: Herpes

Simplex, Mc Graw, San Fransisco

Murtiastutik D., Martodihardjo S., 2005, Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Herpes Simplex, RSUD Dr. Soetomo

Surabaya, Surabaya

Usatine R., Tinitigan R., 2010, Nongenital Herpes Simplex Virus, University of

Texas Health Science Center, Texas

Wald A., Corey L., 2007, Human Herpesviruses: Persistence in the Population:

Epidemiology, Transmission, Cambridge University Press, New York

Whitley R., Kimberlin D., 2007, Human Herpesviruses: Pathogenesis and

disease, Cambridge University Press, New York

41

Anda mungkin juga menyukai