Anda di halaman 1dari 6

Nama : Elok Nur Afifah

NPM : P21130218025
Kelas : D4 TRO 3A

Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang biasanya disebabkan oleh virus.
Hepatitis yang terjadi di Indonesia paling banyak disebabkan oleh virus hepatitis A, B dan C.
Hepatitis A, B dan C sama-sama disebabkan oleh virus, yaitu Hepatitis Virus tipe A
(HVA), Hepatitis Virus tipe B (HVB) dan Hepatitis Virus tipe C (HVC). Namun ketiga virus
menular dengan media yang berbeda.
Selain Hepatitis A, B dan C, di dunia juga ditemukan Hepatitis D, E, F dan G.
Hepatitis D merupakan rekan dari infeksi Hepatitis B dan dapat memperparah infeksi,
Hepatitis E hampir menyerupai Hepatitis A yang hanya terjadi di negara-negara
berkembang. Sedangkan Hepatitis F baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Untuk virus
terbaru Hepatitis G, seringkali terjadi pada infeksi bersamaan dengan Hepatitis B dan atau
C.
Dibawah ini merupakan penjelasan tentang hepatitis A, B dan C:
Hepatitis A
Penularan virus Hepatitis A atau Hepatitis Virus tipe A (HVA) melalui fecal oral, yaitu
virus ditemukan pada tinja. Virus ini juga mudah menular melalui makanan atau minuman
yang sudah terkontaminasi, juga terkadang melalui hubungan seks dengan penderita.
Gejala Hepatitis A biasanya tidak muncul sampai Anda memiliki virus selama
beberapa minggu. Hepatitis A sangat terkait dengan pola hidup bersih. Dalam banyak
kasus, infeksi Hepatitis A tidak pernah berkembang hingga separah Hepatitis B atau C
sehingga tidak akan menyebabkan kanker hati. Meski demikian, Hepatitis A tetap harus
diobati dengan baik karena mengurangi produktivitas bagi yang harus dirawat di rumah
sakit.
Tanda dan gejala Hepatitis A yaitu:

 Kelelahan
 Mual dan muntah
 Nyeri perut atau rasa tidak nyaman, terutama di daerah hati (pada sisi kanan bawah
tulang rusuk)
 Kehilangan nafsu makan
 Demam
 Urine berwarna gelap
 Nyeri otot
 Menguningnya kulit dan mata (jaundice).
Kasus-kasus ringan Hepatitis A biasanya tidak memerlukan pengobatan dan
kebanyakan orang yang terinfeksi sembuh sepenuhnya tanpa kerusakan hati permanen.
Perilaku hidup bersih seperti mencuci tangan pakai sabun sebelum makan dan
sesudah dari toilet adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi diri terhadap virus
Hepatitis A.
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab infeksinya sendiri
biasanya akan sembuh dalam 1-2 bulan. Namun untuk mengurangi dampak kerusakan pada
hati sekaligus mempercepat proses penyembuhan, beberapa langkah penanganan berikut
ini akan diberikan saat dirawat di rumah sakit.
1. Istirahat. Tujuannya untuk memberikan energi yang cukup bagi sistem kekebalan tubuh
dalam memerangi infeksi.
2. Anti mual. Salah satu dampak dari infeksiHhepatitis A adalah rasa mual, yang
mengurangi nafsu makan. Dampak ini harus diatasi karena asupan nutrisi sangat penting
dalam proses penyembuhan.
3. Istirahatkan hati. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai di
dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-obatan yang tidak
perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit.
Pencegahannya untuk Hepatitis A adalah melakukan vaksinasi yang juga tersedia
untuk orang-orang yang berisiko tinggi.

Hepatitis B
Hepatitis Virus tipe B (HVB) dapat menular melalui darah dan cairan tubuh manusia
yaitu kontak seksual, penularan dari ibu ke janin dalam kandungan dan melalui suntikan
atau transfusi darah yang tercemar virus Hepatitis B, seperti pengguna narkoba suntik,
pengguna alat kesehatan (jarum, pisau, gunting) yang tidak disterilkan sempurna, tindik,
tato, pisau cukur, gunting kuku yang tidak steril.
Berbeda dengan Hepatitis A, virus Hepatitis B pada sebagian orang dapat
menyebabkan Hepatitis B kronis, menyebabkan gagal hati, kanker hati atau sirosis yaitu
kondisi yang menyebabkan jaringan parut permanen di hati.
Tanda dan gejala Hepatitis B biasanya muncul sekitar 3 bulan setelah terinfeksi dan
dapat berkisar dari ringan sampai parah. Tanda dan gejala Hepatitis B hampir sama dengan
hepatitis A, yaitu:

 Sakit perut
 Urine gelap
 Demam
 Nyeri sendi
 Kehilangan nafsu makan
 Mual dan muntah
 Kelemahan dan kelelahan
 Kulit menguning dan bagian putih mata (jaundice).
Kebanyakan orang yang terinfeksi Hepatitis B di saat dewasa sepenuhnya pulih.
Namun bayi dan anak-anak jauh lebih mungkin untuk mengembangkan infeksi Hepatitis B
kronis. Belum ada obat untuk hepatitis B namun vaksin dapat mencegah penularan penyakit
ini.
Penyakit Hepatitis B bukan tidak bisa disembuhkan, namun proses pengobatannya
biasanya dilakukan dalam jangka waktu lama atau bahkan seumur hidup. Jika tidak diobati,
hepatitis B bisa berkembang menjadi sirosis dan kanker hati.
Pencegahannya seperti Hepatitis A, Hepatitis B bisa dilakukan dengan vaksinasi.
Hepatitis C
Hepatitis C mempunyai tingkat keparahan yang paling tinggi dibanding Hepatitis A
dan B. Sama dengan Hepatitis B, Virus hepatitis C ditularkan lewat darah yang jalan utama
infeksinya berasal dari transfusi darah atau produk darah yang belum diskrining
(pemeriksaan), saling tukar jarum suntik oleh pengguna narkoba suntik (injecting drug
user/IDU) serta jarum atau alat tato dan tindik yang tidak steril.
Infeksi virus Hepatitis C juga disebut sebagai infeksi terselubung (silent infection)
karena pada infeksi dini seringkali tidak bergejala atau tidak ada gejala yang khas sehingga
seringkali terlewatkan. Kebanyakan orang tidak tahu mereka terinfeksi Hepatitis C sampai
kerusakan hati muncul atau melalui tes medis rutin.
Jika pun ada gejala, Hepatitis C biasanya hanya menunjukkan gejala seperti flu,
yaitu:

 Kelelahan
 Demam
 Mual atau nafsu makan yang buruk
 Otot dan nyeri sendi
 Nyeri di daerah hati.
Virus hepatitis C adalah virus yang secara genetik amat variatif dan memiliki angka
mutasi tinggi, sehingga memungkinkan generasi virus yang beraneka ragam. Akibatnya
belum ada vaksin yang berhasil dibuat untuk mencegah infeksi virus hepatitis C.
Sirosis terjadi pada 10-20 persen penderita hepatitis C kronik, dan kanker hati terjadi
pada 1-5 persen penderita hepatitis C kronik dalam waktu 20-30 tahun. Serta sekitar 90
persen orang yang baru terinfeksi penyakitnya akan terus berkembang menjadi infeksi
kronik.
Untuk Hepatitis C hingga kini belum ada vaksin pencegahnya.

Hepatitis D
Hepatitis D adalah jenis hepatitis yang tidak biasa. Hal ini karena infeksi virus ini
hanya bisa terjadi jika seseorang sudah terinfeksi hepatitis B sebelumnya. Hepatitis D dapat
bersifat akut maupun kronis. Seseorang bisa menderita hepatitis D bersamaan dengan
hepatitis B, atau bila ia sudah menderita hepatitis B dalam jangka panjang (kronis).
Hepatitis D disebabkan oleh infeksi hepatitis delta virus (HDV). Virus ini adalah jenis
virus yang tidak lengkap dan membutuhkan bantuan virus hepatitis B untuk berkembang.
Infeksi virus ini akan menyebabkan peradangan dan kerusakan hati.
Risiko terjadinya hepatitis D akan meningkat karena beberapa kondisi berikut:

 Menderita hepatitis B (termasuk carrier atau pembawa)


 Melakukan hubungan seks sesama jenis, terutama pada pria
 Tinggal bersama penderita atau di area wabah hepatitis D
 Sering menerima transfusi darah, terutama bila darah yang didonorkan tidak melalui
pemeriksaan ketat atau alat yang digunakan tidak bersih
 Menggunakan jarum suntik bekas penderita hepatitis D, yang biasanya terjadi pada
pengguna NAPZA suntik
Meski jarang terjadi, proses melahirkan juga bisa menjadi sarana penularan hepatitis
D dari ibu yang positif hepatitis D kepada bayinya.
Saat sudah terinfeksi HDV, seseorang akan sangat mudah menyebarkannya ke
orang lain melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, seperti darah, urine, cairan vagina,
atau cairan sperma. Bahkan, penyebaran virus dapat terjadi sebelum penderita mengalami
gejala-gejala penyakit.
Meski begitu, HDV tidak menyebar melalui air liur atau sentuhan, misalnya memeluk
atau berjabat tangan dengan penderita.
Sebagian besar kasus hepatitis D tidak menimbulkan gejala. Bila muncul gejala,
gejalanya serupa dengan hepatitis B sehingga keduanya sulit dibedakan. Gejala-gejala
tersebut dapat berupa:

 Kulit dan bagian putih mata menjadi kuning (jaundice)


 Nyeri sendi
 Nyeri perut
 Mual dan muntah
 Nafsu makan menurun
 Warna urine menjadi lebih gelap
 Warna feses menjadi lebih cerah
 Kelelahan yang tidak diketahui sebabnya
Pada beberapa kasus yang langka, penderita juga bisa menjadi linglung dan mudah
memar. Gejala-gejala di atas umumnya baru muncul 21–45 hari setelah seseorang terinfeksi
hepatitis D.
Gejala-gejala di atas juga lebih umum dialami oleh penderita hepatitis D akut (terjadi
tiba-tiba). Pasien hepatitis D kronis (terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang lama)
sering tidak mengalami gejala, kecuali saat kondisinya makin parah.
Cara terbaik untuk mencegah hepatitis D adalah dengan menghindari faktor-faktor
yang bisa meningkatkan risiko terjadinya hepatitis B, di antaranya:

 Melakukan vaksinasi hepatitis B


 Melakukan hubungan seks yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom dan
tidak bergonta-ganti pasangan
 Tidak menggunakan NAPZA atau berbagi penggunaan jarum suntik dengan orang
lain
 Tidak berbagi penggunaan sikat gigi dan alat cukur dengan orang lain
 Menggunakan sarung tangan jika akan merawat luka, khususnya bagi petugas medis
Pengobatan hepatitis D bertujuan untuk menghambat perkembangbiakan virus
hepatitis D (HDV), yaitu dengan
1.Pemberian interferon
Interferon adalah obat yang berasal dari sejenis protein yang bisa menghentikan
penyebaran virus dan mencegahnya kembali muncul di kemudian hari. Obat ini biasanya
diberikan melalui infus setiap minggu selama 1 tahun.
2.Pemberian obat antivirus
Obat-obatan antivirus yang diberikan meliputi entecavir, tenofovir, dan lamivudine. Obat-
obatan ini dapat meningkatkan sistem imun untuk melawan virus dan menghambat
kemampuan virus untuk merusak hati.

3.Transplantasi hati
Bila hepatitis D sudah menyebabkan kerusakan hati yang berat, dokter mungkin akan
menyarankan transplantasi atau penggantian hati. Melalui prosedur ini, hati penderita
hepatitis D yang rusak akan diganti dengan hati yang sehat dari pendonor.
Bila Anda pernah didiagnosa menderita hepatitis B atau hepatitis D, lakukan
permeriksaan rutin ke dokter dan jangan melakukan donor darah agar tidak menularkan
penyakit ini ke orang lain.

Hepatitis E
Hepatitis E termasuk salah satu jenis penyakit hepatitis. Penyakit ini adalah infeksi
hati akut berpotensi serius yang disebabkan oleh virus HEV. Berbeda dengan jenis hepatitis
lain, penyebaran virus hepatitis E terjadi saat seseorang mengonsumsi air atau yang
terkontaminasi virus HEV. Penularan Hepatitis E juga dapat terjadi melalui transfusi darah,
ibu hamil ke janin, serta hewan yang terinfeksi virus HEV.
Hepatitis bisa menyerang siapa saja, tetapi terdapat beragam faktor yang
meningkatkan risiko yang membuat seseorang lebih rentan terhadap virus hepatitis E,
antara lain:

 Kebersihan pribadi yang buruk.


 Virus hepatitis E masuk ke feses ketika BAB.
 Berhubungan intim tanpa menggunakan kondom dan berganti-ganti pasangan.
 Tinggal dengan seseorang yang menderita infeksi HEV kronis.
 Bepergian ke wilayah dengan tingkat infeksi HEV yang tinggi.
Infeksi dan gejala dari penyakit ini disebabkan oleh HEV (Hepatitis E Virus) dan bisa
ditularkan melalui makanan atau air yang sudah terkontaminasi oleh feses pengidap
hepatitis E. Selain dari makanan dan minuman, penularan hepatitis E juga bisa terjadi lewat
transfusi darah, antara ibu dengan janin jika si ibu terinfeksi, serta hubungan intim tanpa
pengaman. Jika seseorang terjangkit hepatitis E, orang tersebut akan mengalami infeksi hati
akut.
Pada umumnya, gejala HEV muncul sekitar 2–7 minggu setelah terpapar virus, dan
biasanya berlangsung selama sekitar 2 bulan. Berikut ini gejala umum hepatitis E:

 Menguningnya warna kulit dan mata.


 Urine berwarna gelap seperti teh.
 Nyeri sendi dan perut.
 Hilang nafsu makan.
 Pembengkakan hati.
 Gagal hati akut.
 Mual dan muntah.
 Sering merasa lelah.
 Demam.
Untuk langkah pertama mengobati hepatitis E, dokter biasanya menggunakan terapi
imunosupresi. Hasilnya, viral load (jumlah virus dalam darah) HEV dapat berkurang hingga
30 persen pada pasien. Bagi pasien yang terapi imunosupresinya tidak dapat dikurangi dan
bagi mereka yang virusnya tidak berkurang setelah menggunakan imunosupresi, maka
dianjurkan untuk menggunakan terapi antivirus.
Hepatitis E juga bisa diobati dengan melakukan prosedur transplantasi hati pada
kasus tertentu. Penanganan ini biasanya dilakukan jika hepatitis E sudah masuk ke tahap
kronis. Pengidap yang terinfeksi HEV kronis dan yang menjalani transplantasi hati biasanya
dianjurkan terapi interferon alfa pegilasi selama 3–12 bulan. Namun, pengobatan ini memicu
efek samping yang signifikan dan penolakan organ pada penerima transplan, terutama
cangkok jantung atau ginjal.
Hepatitis E dapat dicegah dengan memerhatikan kebersihan diri dan lingkungan,
yakni dengan tidak mengonsumsi air yang kotor dan makanan mentah. Ini termasuk
mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan kerang. Meskipun tidak diolah, makanan tersebut
harus dikonsumsi dalam keadaan bersih, yakni dengan membilasnya dengan air.
Pastikan juga untuk selalu mengonsumsi air minum yang bersih (air yang sudah
dimurnikan atau air rebusan). Selalu jadikan cuci tangan pakai sabun (CTPS) sebagai
bagian dari kebiasaan sehari-hari, terutama setelah dari toilet, sebelum dan setelah
menyiapkan makanan, serta sebelum dan sesudah makan.

Sumber referensi:

https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-1763783/perbedaan-hepatitis-a-b-dan-c

https://www.alodokter.com/hepatitis-d

https://www.halodoc.com/kesehatan/hepatitis-e

Anda mungkin juga menyukai