Anda di halaman 1dari 7

Nama : Fandy Sealtiel Reka

Nim : 171.10.1087
Kelas : A
Dosen : Arie Noor Rakhman S.T,.M.T.
Geologi Indonesia

Soal.
1. Pembentukan cekungan di Sumatra, Jawa sampai Nusa Tenggara dikontrol oleh
tektonik melalui pertemuan penumjaman lempeng atau subduksi antara lempeng
benua (Eurasia) dan lempeng samudera (Australia). Bagaimana dengan tektonik
lempeng pengontrol pembentukan cekungan di Kalimantan?
2. Keberadaan batuan melange di Pulau Jawa (daerah Ciletuh, Sukabumi-Jawa
Barat, daerah Karangsambung, Kebumen-Jawa Tengah dan daerah Bayat,
Klaten-Yogyakarta) juga dijumpai di daerah Meratus, Kalimantan Timur dengan
umur yang sama (Katili, 1973). Apakah Jawa dan Kalimantan masih ada
hubungan jalur subduksi? Kemukakan alasannya.

Jawaban.

1. Pada proses Pembentukan cekungan di Sumatra, Jawa sampai Nusa Tenggara


dikontrol oleh tektonik melalui pertemuan penumjaman lempeng atau subduksi
antara lempeng benua (Eurasia) dan lempeng samudera (Australia). Sedangkan
dengan tektonik lempeng pengontrol pembentukan cekungan di Kalimantan
mekanismenya mempunyai hubungan dengan tektonik lempeng yang
mempunyai kesamaan dengan tektonik pembentukan Jawa. Jejak tektonik yang
tertua juga dijumpai kesamaan dengan tektonik pembentukan Jawa, walaupun
pembentukan cekungan di Kalimantan juga hasil interaksi dengan lempeng
tetangganya yaitu Lempeng Laut Cina Selatan (di bagian barat) dan Lempeng
Paternosfer (di bagian timur). Hasil interaksi lempeng ini mempengaruhi
perbedaan rekaman stratigrafi baik di Cekungan Barito, Kutai, maupun
Tarakan. Aktivitas tektonik yang mengontrol pembentukan cekungan di
Kalimantan juga dapat dilihat pada pembentukan Schwaner core dan
Pegunungan Meratus. Selama Miosen laut mengalami regresi, karena
pengangkatan Schwaner core dan Pegunungan Meratus (Satyana et al, 1999).
Gambar 1. Fisiografi dan kondisi tektonik dari Cekungan Barito dan sekitarnya yang menunjukkan
pengangkatan Schwaner core dan Pegunungan Meratus (Sumber: Satyana et al, 1999).

Gambar 2. Tectonic frame work dari Kalimantan dan kawasan sekitar nya
(Sumber: Satyana et al, 1999).
2. Pada Pulau Jawa dan Kalimantan memiliki hubungan jalur subduksi. Hubungan
jalur subduksi tersebut dapat dilihat dari keberadaan kompleks batuan melange
di Pulau Jawa (daerah Ciletuh, Sukabumi – Jawa Barat, daerah
Karangsambung, Kebumen – Jawa Tengah dan daerah Bayat, Klaten –
Yogyakarta) yang juga dijumpai di daerah Meratus, Kalimantan Timur dengan
umur yang sama (Katili, 1973). Sejarah konvergensi lempeng di Sundaland
selatan dan tenggara mencatat subduksi lempeng samudera selama periode Jura
sampai Kapur Akhir mulai dari Meratus, Bantimala, Luk Ulo, hingga Ciletuh
(Hamilton, 1979). Geokronologi subduksi didasarkan pada tekanan tinggi yang
berhubungan dengan proses subduksi yang menghasilkan produk berupa sekis
glaukofan dan eklogit pada tekanan sangat tinggi (ultra/very high pressure).
Selama periode Kapur Akhir, subduksi bermigrasi ke palung Paternoster yang
menghasilkan batuan vulkanik dan magmatik serta sedimen lengan bawah di
Meratus dan Bantimala. Pada masa Paleogen, Meratus dan Bantimala
dipisahkan oleh pembukaan Selat Makassar, yang berada di mikrokontinen
Paternoster dan Sulawesi Barat (Satyana, 2014).

Gambar 3. Kondisi paleotektonik pada periode Kapur Awal pada wilayah selatan dan tenggara
Sundaland. Subduksi Kapur awal terjadi di Ciletuh, Luk Ulo, Meratus, dan Bantimala,
mempersempit wilayah Laut Meso-Tethys. Bayat berada di depan mikrokontinen Jawa bagian
tenggara. Mikro-kontinen Paternoster-Kangean dan Sulawesi Barat akan kemudian
membenamkan palung Meratus dan Bantimala (Sumber: Satyana, 2014)
Gambar 4. Komponen utama dari kompleks Tumbukan (collision) – Akresi pada periode Kapur
Akhir di selatan, tenggara, dan timur Sundaland (Sumber: Wakita, 2000 dalam Satyana, 2004
Daftar Pustaka:
Katili, J.A., 1973, Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesian Island Arcs.
Tectonophysic, 26, p. 165 – 168
Satyana, A. H. 2014. New Consideration on the Cretaceous Subduction Zone of
Ciletuh-Luk Ulo-Bayat-Meratus: Implications for Southeast Sundaland
Petroleum Geology. Proceedings, Indonesian Petroleum Association, 14,
p. 1 – 41
Satyana et al. 1999. Tectonic Controls on the Hydrocarbon Habitats of the Barito, Kutei,
and Tarakan Basins, Eastern Kalimantan, Indonesia: Major Dissimilarities in
Adjoining Basins. Journal of Asian Earth Sciences, 17 99 – 122.

Anda mungkin juga menyukai