Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERKECAMBAHAN

Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan,


khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula
berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang
menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal
sebagai kecambah. Kecambah adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru saja
berkembang dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini disebut
perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan tumbuhan.

Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga bagian utama: radikula (akar embrio),
hipokotil, dan kotiledon (daun lembaga). Proses perkecambahan benih merupakan
suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan
biokimia.

Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan


air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua
dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi
benih tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti
karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimililasi dari bahan-
bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi
baru, pembentukan komponen dan pertumbuhan sel baru. Tahap kelima adalah
pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian
sel-sel pada titik-titik tumbuh.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sementara penyerapan air oleh benih terjadi pada tahap pertama biasanya
berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40 – 60 % (atau 67 – 150 %
atas dasar berat kering). Dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikula
sampai jaringan penyimpanan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai
kandungan air 70 - 90 %.(Sutopo,L., 2002)

Ada sedikitnya tanaman Angiospermae yang dimana terjadi proses


perkembangan zigot menjadi tanaman dewasa secara terus menerus. Perkecambahan
atau pertumbuhan terbuka dari embrio biji dapat terjadi setelah periode dormansi.
Bagaimanapun, sebelum perkecambahan terjadi, kondisi eksternal harus disesuaikan.
Hal yang paling penting adalah kelembapan, oksigen dan suhu.

Kelembapan harus memadai yang secara relatif dibutuhkan sebagai tahap awal
dari perkecambahan. Air membantu lapisan biji dan memfasilitasi pergerakan oksigen
ke dalam biji sehingga air merupakan media dimana material berpindah dari satu
bagian biji ke bagian lainnya yang dibutuhkan tumbuhan seperti pencernaan makanan
dan pernafasan. Jika kecukupan kuantitas oksigen tidak terpenuhi, respirasi akan
dikurangi dan energi yang diperlukan untuk menumbuhkan embrio berkurang. Jarak
temperatur untuk perkecambahan bervariasi, namun perkecambahan biji yang terbaik
terjadi pada suhu 650 F sampai 830 F. (Johnson,W.H., 1995).

Dormansi adalah masa istirahat, artinya kemampuan biji untuk menangguhkan


perkecambahannya sampai pada saat dan tempat yang mengguntungkan baginya
untuk tumbuh.Hal yang menyebabkan terjadinya dormansi yaitu adanya rudimentary
embryo. Di dalam keadaan seperti ini, embrio belum mencapai tahap kematangan
(immature embryo) sehingga memerlukan waktu untuk siap berkecambah.

Faktor lain yang cukup menentukan terhadap keberhasilan perkecambahan


adalah faktor kematangan biji (seed maturity).Hubungan antara faktor kematangan
biji dengan persentase perkecambahan, telah dilakukan penelitian oleh Kinch dan
Termunde (1957) pada biji Perenial Sow Thistle dan Canada Thistle. Dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa persentase perkecambahan yang paling tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(83 %) untuk biji yang diambil pada 9 hari setelah berbunga. Sedangkan untuk
Canada Thistle yaitu 90% untuk biji yang diambil pada 10 hari setelah berbunga.

. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan


yaitu air, udara, temperatur, cahaya, dan zat kimia yang mendukung pada proses
perkecambahan.Air adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat diperlukan dalam
perkecambahan. Adanya air sangat penting untuk aktivitas enzim dan penguraiannya,
translokasi dan untuk keperluan fisiologis lainnya.

Faktor lingkungan lain yang berpengaruh dalam proses perkecambahan yaitu


udara. Udara terdiri dari 20 % oksigen, 0,03 % karbon dioksida, dan 80 % nitrogen.
Adanya oksigen di dalam proses respirasi pada perkecambahan, sangat berpengaruh.
Apabila konsentrasi oksigen di udara sangat rendah, menyebabkan terhambatnya
perkecambahan.

Hubungannya dengan temperatur, perkecambahan memerlukan temperatur


yang optimum, yaitu temperatur yang dapat mengakibatkan persentase
perkecambahan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Perlu dikemukakan
disini bahwa temperatur minimum, optimum, dan maksimum dikenal dengan
temperatur kardinal. Menurut Copeland (1976), temperatur optimum bagi
perkecambahan sekitar 150-300C, sedangkan untuk temperatur maksimum yaitu 350-
400C.

Cahaya adalah faktor lingkungan lain yang menentukan kemampuan biji


berkecambah. Penelitian pengaruh cahaya terhadap perkecambahan telah dilakukan
oleh Borthwick et al (1952) dan Flint (1936) pada biji lettuce .(Abidin,Z. 1991)

2.2 PERKECAMBAHAN BIJI KELAPA SAWIT

Kelapa sawit merupakan tumbuhan pohon dengan tinggi dapat mencapai 24 meter.
Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buah yang masak
berwarna merah kehitaman dengan daging buah padat. Daging dan kulit buah
mengandung minyak yang dapat diolah menjadi produk sebagai bahan makanan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kosmetik. Ampasnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak dan tempurungnya
dapat digunakan sebagai bahan bakar. Secara taksonomi, tanaman kelapa sawit dapat
diuraikan sebagai berikut :

Kingdom : Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Lliliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Jenis : Elaeis
Spesies : E. Guineensis
( Sumber : Diah Muliad,Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan,2009)

Gambar 2.1 Buah kelapa sawit

Pada saat ini, telah dikenal beberapa varietas unggul kelapa sawit yang
dianjurkan untk ditanam di perkebunan. Varietas-varietas unggul tersebut dihasilkan
melalui hibridisasi atau persilangan buatan antara varietas Dura sebagai induk betina
dengan varietas Pisifera sebagai induk jantan. Dari hasil pengujian varietas-varietas
tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan varietas
lainnya. Sebagai contoh persilangan buatan varietas unggul kelapa sawit yaitu :
persilangan antara Dura Deli Marihat 434 D dengan Pisifera Yangambi L718T.
(Swadaya,P., 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Perkecambahan biji kelapa sawit adalah proses yang lambat sepanjang tahun, dalam
pembibitan modern, hal yang pertama dilakukan adalah biji dipanaskan pada suhu
380 C sampai 400 C selama 40 hari dan direndam dengan air untuk mencapai
kondisi yang lembab, (Hussey,G.,1958)

Prosedur ini meniru kondisi natural di Negara Afrika Barat yang merupakan
Negara asal tanaman kelapa sawit dimana biji kelapa sawit berkecambah pada saat
musim penghujan pada permulaan yang diikuti dengan musim kemarau yang
berkepanjangan, sehingga agar proses perkecambahan dapat terjadi dibutuhkan
perlakuan panas sebelumnya.(Rees,A.R.,1962).

Pada saat berkecambah, embrio pecah dan siap untuk membentuk pori
kecambah, kemudian embrio akan membentuk jaringan yang secara cepat
berkembang menjadi plumula (pucuk daun) dan radikula (akar). Aktivitas enzim
lipase terdapat pada saat biji mengalami masa dormansi dan pada saat biji mengalami
proses perkecambahan pada biji Jatropha curcas L. (Abigor, 2002).

Pada saat yang sama, embrio akan membentuk struktur kotiledon yang disebut
dengan haustorium.(Boatman,S.G.; Crumble,W.M., 1958). Haustorium adalah
struktur berongga yang saling membelit pada poros biji. Pada saat biji tumbuh,
haustorium akan mengelilingi endosperm yang pecah dan menyerapnya. Sehingga
setelah tiga bulan, haustorium akan mengisi rongga biji. Setelah itu, daun pertama
akan muncul setelah 20 sampai 40 hari.(Corley,R.H.V.,1976).

Gambar 2.2 Kecambah biji kelapa sawit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keterangan :A. Kecambah biji segar ; B. Kecambah berumur 7 hari; C. Penampang
kecambah biji; D. Kecambah berumur 14 hari; ar=penyokong akar,
c=tudung kecambah; e=embrio; en=endosperm; f=serat penyumbat;
g=pori kecambah; h=haustorium; pl=plumula; r=radikula; s=cangkang.
(Stumpf,P.K., 1983)

2.3. ENZIM

Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari
katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim
mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping.
Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut
urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu
hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.

Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata
yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi
kimia yang dikatalisis enzim.(Winarno,1983)

Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein dan
aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein.
Sebagai contoh, jika suatu enzim didihkan dengan asam kuat atau diinkubasi dengan
tripsin, yaitu perlakuan yang memotong rantai polipeptida, aktivitas katalitiknya
biasanya akan hancur ; hal ini memperlihatkan bahwa struktur kerangka primer
protein enzim dibutuhkan untuk aktivitasnya. Enzim, seperti protein lain, mempunyai
berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12000 sampai lebih dari
1000000.(Lehninger,1997).

Molekul protein terdiri dari ribuan atom. Satuan dasar penyusun protein
adalah asam amino. Setiap molekul asam amino paling tidak mengandung karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, serta kadang juga mengandung belerang. Sintesis protein
merupakan proses perangkaian asam-asam amino sehingga membentuk suatu rantai
panjang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rantai asam amino ini disebut dengan polipeptida. Molekul protein dapat
terdiri dari 1 atau lebih rantai polipeptida dimana masing-masing rantai polipeptida
terdiri dari ratusan unit asam amino. Komposisi dan ukuran setiap molekul protein
tergantung pada asam-asam amino penyusunnya .Umumnya pada setiap molekul
protein dapat dijumpai 18-20 jenis asam amino. Protein tumbuhan umumnya
mempunyai berat molekul lebih dari 40000g/mol.(Lakitan,B.,2011)

Enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja. Suatu
enzim ukuran yang lebih besar daripada substratnya. Oleh karena itu tidak seluruh
bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat, bagian enzim yang mengadakan
hubungan dengan substrat disebut bagian aktif daripada enzim.

Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi
dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011
kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim
dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat
kekhasan yang tinggi. (Poedjiadi, 1994).

2.3.1. Sifat – Sifat Enzim

1. Spesifitas
Aktivitas enzim sangat spesifik. Pada umumnya enzim tertentu hanya dapat
mengkatalisis satu reaksi. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi
tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang
akan sesuai dalam sisi aktif molekul.
2. Pengaruh suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimalnya adalah antara
35oC dan 40oC, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya, aktivitas
enzim berkurang.
3. Pengaruh pH
Masing – masing reaksi yang dikatalisis oleh enzim paling cepat terjadi pada pH yang
tertentu. Untuk kebanyakan enzim pH optimal adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika
medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Ko-enzim dan aktivator
Enzim sering kali memerlukan bantuan substansi lain agar berfungsi secara efektif.
Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim (Gaman, 1992).

2.3.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

1.Pengaruh Suhu

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal
antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya,
aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif
karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang
sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak
berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar
18-230C atau maksimal 400C karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena
merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono,B.S.,1989)

Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga
akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat
meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih
besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat,
proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul
enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah
pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan
menurun (Lee, 1992)

2.Pengaruh pH

pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam
atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya
beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang
dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH
optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama
pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia,
pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan
menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga
memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH
tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).

3.Konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim

Katalisis terjadi hanya jika enzim dan substrat membentuk suatu kompleks. Oleh
sebab itu, laju reaksi bergantung pada jumlah enzim dan substrat yang berhasil
membentuk kompleks. Jika konsentrasi keduanya tinggi, jumlah kompleks yang
mungkin terbentuk juga tinggi. Jika substrat cukup tersedia, penggandaan konsentrasi
enzim menyebabkan laju reaksi meningkat dua kali lipat. Jika kemudian substrat
menjadi faktor pembatas, maka penambahan enzim selanjutnya tidak lagi
mempengaruhi laju reaksi.

4.Pengaruh produk reaksi

Laju reaksi enzimatik dapat diketahui dengan cara mengukur laju pengurangan
substrat atau dengan laju terbentuknya produk. Dengan kedua pendekatan ini
diketahui bahwa laju reaksi berlangsung semakin lama semakin lambat. Penurunan
laju reaksi ini, kadang disebabkan oleh denaturasi protein selama pengukuran
berlangsung, tetapi faktor lain juga berperan. Satu faktor yang paling penting adalah
pengaruh dari penurunan konsentrasi substrat dan penimbunan produk reaksi.

Akumulasi produk reaksi kadang mencapai konsentrasi yang cukup tinggi


untuk menyebabkan berlangsungnya reaksi balik (reverse reaction). Ini terjadi jika
potensi kimia relatif antara produk dan substrat memungkinkan. Dalam beberapa
kasus, produk menghambat laju reaksi dengan cara menyatu dengan enzim
sedemikian rupa sehingga pembentukan kompleks enzim-substrat terganggu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.Pengaruh Unsur atau Senyawa Penghambat Enzim (Inhibitor)

Beberapa bahan asing dapat menghalangi efek katalitik enzim. Beberapa diantaranya
adalah unsur-unsur anorganik seperti beberapa kation logam dan beberapa senyawa
organik tertentu. Kedua kelompok penghambat ini dibedakan berdasarkan
pengaruhnya yang bersifat kompetitif dan non-kompetitif dengan substrat.

Penghambat kompetitif umumnya mempunyai struktur mirip dengan substrat


sehingga dapat berkompetisi untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Jika penggabungan
antara enzim dan penghambat terjadi, maka konsentrasi enzim yang efektif menjadi
menurun, sebagai akibatnya tentu laju reaksi juga akan menurun.(Lakitan,B.,2011).

2.3.3. Klasifikasi Enzim

Pada tahun 1956, The International Union of Biochemistry membentuk suatu panitia
untuk menyusun konsep dan mengusulkan klasifikasi dan nomenklatur enzim. Baru
tahun 1961 usul tersebut diterima secara resmi.

Prinsip penamaan tersebut ternyata berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis


dan enzim yang dibagi menjadi enam kelompok utama, yaitu :

1. Oksidoreduktase

Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau
reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang paling utama
yaitu oksidase dan dehidrogenase.

a. Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan


molekul oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase,
tirosinase, dan asam askorbat oksidase.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen
dari substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat
dehidrogenase, dan laktat dehidrogenase.

2. Transferase

Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer)
suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah
transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.

3. Hidrolase

Enzim hidrolase merupakan enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan,
yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan
substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk kedalam golongan ini
adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak alami menjadi gliserol dan
asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan glikosida dan sebagainya. Disamping
itu masih banyak lagi yang termasuk enzim hidrolase, diantaranya karboksil esterase,
pektin metal esterase, selulase, β-amilase, α-amilase dan invertase.

4. Liase

Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan C-O
dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan enzim ini
adalah enzim dekarboksilase.

5. Isomerase

Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi


molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari
substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah enzim fosfoheksosa isomerise atau fosfomanosa isomerise.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Ligase

Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan tertentu,
misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A serta
pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin ( Winarno, 1983 ).

2.4. Enzim Lipase

Lipase ( E.C.3.1.1.3 ) adalah enzim yang terutama untuk hidrolisa dari asil gliserida.
Bagaimanapun jumlah berat molekul dari ester baik tinggi maupun rendah tiol ester,
amida, poliol dan lain – lain, dapat diterima sebagai substrat oleh kelompok enzim
lipase ini. Pencampuran dari minyak juga telah dikatalisa dengan lipase, penggunaan
biokatalis ini karena keselektifan dari lipase yang mana memberikan kontrol terhadap
produk ( Gandhi, 1997 ).

Biji yang sedang berkecambah memiliki aktifitas lipolitik yang tinggi.


Aktifitas lipase pada fraksi kecambah tiga kali lebih besar daripada aktifitas enzim
pada fraksi biji. Hal ini disebabkan lipase digunakan untuk memecah substrat berupa
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan triasilgliserida (TAG)
menurun dan kandungan monoasilgliserida (MAG) dan asam lemak bebas (FFA)
meningkat dan diasilgliserida (DAG) tidak banyak berubah selama perkecambahan.
Komponen lemak dan lemak netral biji borage (Borago officinalis L.) diubah menjadi
glikolipid dan phospolipid selama perkecambahan dalam gelap suhu 250 C selama 10
hari.(Sennanayake dan Shahidi,2000) .

Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul


yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu
mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta
dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali
kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari
katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim
mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping.
Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut
urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu
hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.

Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata
yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi
kimia yang dikatalisis enzim.

Enzim – enzim yang bekerja dalam hidrolisis lemak dan minyak dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu enzim lipase dan enzim esterase.
Keduanya terlihat baik dalam proses metabolisme lemak maupun penguraian dan
kerusakan lemak. Enzim lipase dan enzim esterase sukar dibedakan karena daya
kerjanya yang sangat mirip, yaitu mengkatalisis hidrolisis ester karbohidrat. Pada
preparat murni enzim diekstraksi dari bahan alami sering terkandung enzim lipase
maupun esterase.

Secara fisiologik, enzim ini penting artinya karena dengan menghidrolisis


lemak dihasilkan asam lemak bebas dan gliserol yang penting peranannya dalam
metabolisme dalam tubuh.

Di bidang industri lemak dan minyak, enzim – enzim ini juga sangat penting
karena peranannya dalam mengendalikan proses produksi minyak dan lemak;
misalnya pada minyak goreng dan margarin dalam proses menyingkirkan cita rasa
dan bau – bauan yang tidak dikehendaki atau sebaliknya dengan enzim tersebut
beberapa cita rasa yang dikehendaki dapat diatur untuk ditampilkan.

Berdasarkan nomenklatur dari International Union of Biochemistry, enzim


lipase berfungsi mengkatalisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.1. Sifat – Sifat Enzim Lipase

Tergantung dari asal dan substratnya, keaktifan optimum lipase sangat tergantung
pada pH dan suhu. Enzim lipase pada pankreas misalnya mempunyai pH optimal
antara 8 dan 9, tetapi dapat menurun menjadi antara 6 – 7 bila substratnya berbeda.
Keaktifan optimal enzim lipase tegantung juga dari senyawa pengemulsi yang
digunakan dan ada tidaknya garam dalam substrat. Enzim lipase yang berasal dari
susu mempunyai pH optimal sekitar 9.

Suhu optimal enzim lipase pada umumnya berkisar antara 30o – 40oC.
Meskipun telah ditemukan adanya lipase yang masih aktif pada suhu -29oC, terutama
pada ikan dan udang yang dibekukan. (Winarno,1983)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.2. Sumber – Sumber Enzim Lipase

Lipase biasanya diproduksi oleh pankreas babi dan sapi, ragi Candida, Aspergillus,
Rhizopus, dan Mucor sp.(Ghandi,1997). Pada umumnya sumber lipase adalah
mikrobia(Ghosh dkk,1996) dan jamur (Nelson dkk, 1996). Lipase tedapat juga pada
biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul, beras, barley, gandum, oat,
kapas, jagung, mentimun, dan kacang-kacangan(Abigor,2002;Sennayake dan Shahidi,
2000 ; Mohammed, 2000 ; Dundas, 1998).

2.4.3. Aktifitas Enzim Lipase

Keaktifan enzim dapat ditentukan secara kualitatif dengan reaksi kimia yaitu dengan
substrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim tersebut, dan secara kuantitatif ditentukan
dengan mengukur laju reaksi tersebut. Aktivitas enzim lipase mempunyai satuan unit
(U). Satu unit aktivitas enzim lipase setara dengan 1µmol asam lemak bebas yang
dihasilkan dari hidrolisis substrat yang dikatalisis oleh enzim lipase tiap satuan menit
(Handayani, 2005).

Untuk menentukan aktivitas optimum pada kondisi optimum dari enzim lipase
maka dilakukan pengukuran aktivitas enzimatik pada variasi suhu dan pH. Sehingga
akan diketahui berapa aktifitas lipase di setiap rentang suhu dan pH yang ditentukan.

Seperti protein lainnya, enzim dapat terdenaturasi pada suhu tertentu, perilaku
kimia, dan kondisi ekstrim lainnya. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian
aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi
berkurang dan reaksinya pun akan menurun. Dengan demikian, perubahan pH
lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam
membentuk kompleks enzim substrat. (Poedjiadi, 1994)

Selain itu enzim mempunyai pH optimum yang spesifik, yaitu pH yang


menyebabkan aktivitas enzim maksimal. pH optimum enzim tidak perlu sama dengan
pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit di atas atau dibawah pH
optimum (Lehninger, 1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5 ISOLASI DAN PEMURNIAN ENZIM

Enzim merupakan suatu protein sehingga untuk mengisolasi enzim, protein harus
diisolasi dalam bentuk murni, protein yang diinginkan harus dipisahkan dari semua
jenis protein yang lain dan biomolekul yang lainnya. Protein seringkali diisolasi dari
jaringan hewan atau tumbuhan, cairan biologi, sel mikrobiologi yang sebelumnya
harus diubah terlebih dahulu sebagai sel homogenat

Ekstrak yang mengandung ribuan jenis protein yang berbeda dan juga
biomolekul yang lainnya dipisahkan berdasarkan sifat-sifat protein, yaitu polaritas,
muatan, ukuran (massa molekul) dan kemampuan untuk berikatan dengan molekul
yang lain.(Boyer,2006).

Setelah sel homogen, protein dapat diekstraksi dengan larutan buffer encer
pada pH yang sesuai dengan pH darimana enzim lipase diisolasi, dimana jika enzim
diisolasi dari tumbuhan pH yang sesuai adalah sekitar 6,0-7,0. Metode yang biasanya
digunakan untuk memisahkan protein adalah presipitasi differensial, kromatografi
penukar-ion, elektroforesis, filtrasi gel, dan ultrasentrifugasi.

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Svedberg (1925) dengan prinsip
menggunakan gaya sentrifugal. Jika larutan yang mengandung makromolekul
sejenis, maka mereka akan turun kebawah tabung sentrifuge pada kecepatan yang
sama dan apabila larutan mengandung campuran makromolekul yang mempunyai
bentuk dan ukuran yang berbeda, akan terjadi perbedaan penempatan karena adanya
perubahan indeks bias dalam larutan.(Cole,A.S,1977).

Pemutaran homogenat di dalam sentrifuge akan memisahkan bagian-bagian


sel ke dalam dua fraksi, yaitu pelet, yang terdiri atas struktur-struktur lebih besar yang
terkumpul di bagian bawah tabung sentrifuge, dan supernatan, yang terdiri atas
bagian-bagian sel yang lebih kecil yang tersuspensi dalam cairan di atas pelet
tersebut. Supernatan dapat disentrifugasi kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi
untuk mendapatkan pelet yang lebih ringan atau kecil daripada pelet pertama.
(Campbell,N.A., 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Enzim lipase yang dihasilkan dalam bentuk cair harus dipekatkan terlebih dahulu
untuk mendapatkan ekstrak enzim. Proses pemekatan enzim dapat dilakukan dengan
pengendapan protein melalui penambahan garam mineral. Metode ini merupakan
bagian dari proses isolasi enzim dengan metode ekstraksi. Metode ekstraksi
digunakan untuk memisahkan enzim (protein) yang terkandung dalam larutan dengan
menggunakan garam mineral, sehingga enzim yang merupakan fraksi berat akan
terendapkan di bawah.(Sri,W.M., 2011).

Menurut Belter dkk (1988), dalam pemilihan jenis garam mineral tersebut
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan : (1) Anion efektif dalam urutan
sebagai berikut:citrate > PO 4 3- > SO 4 2- > CH 3 COO- > Cl- > NO 3 -. (2) Kation efektif
dalam urutan sebagai berikut : NH 4 + > K+ > Na+ . (3) Dipilih garam yang murah, jika
akan digunakan dalam jumlah yang banyak. (4) Dipilih garam yang densitasnya
berbeda dari densitas larutan, sehingga dapat dilakukan pemisahan dengan proses
sentrifugasi.

Amonium sulfat merupakan garam mineral yang paling umum digunakan


dalam proses pengendapan enzim, karena solubilitasnya di dalam air amat tinggi,
tidak mengandung zat-zat yang toksik terhadap kebanyakan enzim, harganya relatif
murah dan dalam jumlah banyak dapat bertindak sebagai stabilisator enzim itu sendiri
(Darwis dan Sukara,1990).

2.6. RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) sebagai substrat.

Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak sawit yang
telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta
penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau. Proses pengolahan
kelapa sawit menjadi minyak goreng sawit dimulai dari proses pengolahan tandan
buah segar menjadi Crude Palm oil (CPO). Minyak sawit yang digunakan sebagai
produk pangan biasanya dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit
melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dewasa ini, produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia sebagian besar difraksinasi
sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein itulah yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng domestik sebagai pelengkap
minyak goreng dari minyak kelapa.(Swadaya,P., 2001)

Setelah kelapa sawit berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah
mengolah CPO menjadi minyak goreng sawit. Secara garis besar proses pengolahan
CPO menjadi minyak goreng sawit, terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian
(refinery) dan pemisahan (fractionation).

Setelah kelapa sawit berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah
mengolah CPO menjadi minyak goreng sawit. Secara garis besar proses pengolahan
CPO menjadi minyak goreng sawit, terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pemurnian
(refinery) dan pemisahan (fractionation).Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan
gum/getah (degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau
(deodorization).

CPO yang berasal dari tangki penampungan CPO dipompa melalui rainer
menuju refinery. Pada proses ini terjadi pemanasan CPO untuk mempermudah
pemompaan CPO ke tangki berikutnya. Hasil dari proses ini disebut DPO
(Degummed Palm Oil), kemudian di pompa menuju drier dengan kondisi vakum lalu
dipompakan ke reaktor yang terlebih dahulu melewati static mixer kemudian turun ke
slurry tank yang didalamnya terjadi pemanasan sampai temperature 90-1200 C dan
penambahan H 3 PO 4 , CaCO 3 , dan Bleaching Earth.

Slurry Oil dari slurry tank mengalir ke bleacher dan dipompa ke filter untuk
filtrasi. Hasil dari filtrasi ini adalah DBPO (Degummed Bleached Palm Oil) yang
selanjutnya dialirkan ke intermediate tank untuk tahap deodorizing. DBPO yang
dihasilkan dialirkan ke deaerator lalu dipompa ke Spiral Heat Exchanger (SHE).
Dalam proses ini terjadi penambahan panas dengan temperatur 185-2000C, lalu
dialirkan ke flash vessel dan turun ke packed column dan dialirkan lagi menuju
deodorize yang didalamnya terjadi penghilangan zat-zat yang menimbulkan bau
seperti keton, dan aldehid dengan pemanasan pada temperatur 240-2650C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DBPO yang sudah hilang baunya dipompa kembali ke SHE untuk mengalami
pertukaran panas.Dan dalam hal ini minyak sudah dalam bentuk RBDPO (Refined
Bleached Degummed Palm Oil).

Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan
dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh), dan asam oleat, C18:1 (tidak
jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini:
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Nama Asam Lemak Rumus Asam Lemak Komposisi
Laurat C12:0 0,2 %
Miristat C14:0 1,1 %
Palmitat C16:0 44,0 %
Stearat C18:0 4,5 %
Oleat C18:1 39,2 %
Linoleat C18:2 10,1 %
Lainnya - 0,9 %
(Sumber: Pahan,I., 2008)

Kusumo,D.P.(2008) dalam penelitiannya “Sintesis dan Karakterisasi Minyak


Kaya DAG (MK-DAG) Berbahan Baku RBDPO Dengan Metode Gliserolisis
Enzimatis ” menunjukkan bahwa hasil analisis terhadap RBDPO (Refined Bleached
Deodorized Palm Oil) memiliki kadar air sebesar 0,08 % (b/b), nilai bilangan
peroksida sebesar 1,97 meq/kg, bilangn iod sebesar 52,38 % dan nilai ALB (Asam
Lemak Bebas) sebesar 0,31 %.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai