Anda di halaman 1dari 12

Makalah kelompok VII

WALIMATUL URSY

Di susun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah: Hukum Perkawinan

Dosen Pengampu: Maimunah M.H.I.

Di Susun Oleh

Muddy Luqman

1802110619

Rika Navita Sari.H

1802110587

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 1441 H / 2020 H

KATA PENGANTAR
ِ ‫ِبسْ ِم اللَّ ِة الرَّ حْ م‬
‫ًن الرِّ ِحى ِْم‬
Assalamu’alaikum.wr.wb

Puji Syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah yang
berjudul “Walimatul Ursy”dengan tepat waktu.

Harapan kami sebagai penulis agar makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya dan dapat menjadikan makalah ini sebagai sumber ilmu serta untuk menambah
wawasan pengetahuan.

Sebagai penulis makalah ini kami menyadari bahwa dalam penyusunannya masih jauh
dari kata sempurna, karena kami pun juga masih dalam tahap belajar.Oleh sebab itu dengan
penuh kerendahan hati, kami berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan kritik
dan saran sebagai penunjang mutu dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Wassalamu’alaikum.wr.wb

Palangka Raya, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………..……………………………………i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………….....iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………...2
D. Metode Penulisan………….…………………………………………......2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Walimatul Ursy….............……………….…...…………….3


B. Kedudukan Hukum Walimatul Ursy……..…..………………………...5
C. Hikmah Walimatul Ursy.............................……...….……………..…...7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................9
B. Saran……………………………………………………..……………......9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia telah menjadi hal yang wajar apabila terdapat sepasang kekasih yang
akan menjalin hubungan menuju jenjang pernikahan diadakanlah sebuah acara yang
meriah, mengundang penyanyi dangdut terkenal serta mengundang banyak orang untuk
hadir keacara pernikahannya. Setiap ada sepasang kekasih yang akan menikah wajib
hukumnya untuk mengundang penyanyi dangdut, paling minim sekali itu menyewa
soundsystem yang besar yang bertujuan untuk memberikan kabar bahwasanya ditempat
itu ada acara pernikahan.

Sebenarnya tujuannya baik dan sesuai dalam ajaran islam, namun caranya yang
kurang tepat. Dan itu berlaku untuk semua kalangan, tidak peduli kondisi kaum
menengah kebawah. Apabila difikirkan lebih jauh, untuk apa kita melakukan acara yang
seharusnya membuat kita senang tetapi hanya berlaku sesaat? seperti hal diatas, dengan
mengundang penyanyi dangdut, seharian kita dihiburnya namun setelah acara berakhir
sudah, hilang semuanya, bahkan berubah menjadi duka dengan tanggungan hutang
dimana-dimana karena ketidak sanggupan untuk memenuhinya. Sebenarnya ada cara-
cara yang bisa mengundang orang-orang tanpa harus mengeluarkan dana yang besar,
seperti menggunakan masjid sebagai tempat berlangsungnya acara walimah kemudian
berlanjut dirumah yang bersangkutan untuk menyantap makanan dan berbincang-
bincang.

Di beberapa tempat berbeda lagi kasusnya, mereka biasanya menyewa gedung


untuk acara pernikahan, tetapi ini hanya untuk golongan menengah keatas. Walaupun
demikian ini berefek kepada golongan menengah kebawah, yang menyebabkan
kecemburuan sosial, sehingga timbullah rasa gengsi dan itu akan berkembang pada
kalangan ekonomi kebawah sehingga ingin melakukan hal yang sama dengan cara
apapun. Efek pertama timbulnya kesenjangan sosial yang amat nyata, efek kedua akan
timbul tindak kriminal dari berkembangnya gengsi itu tadi dan yang terakhir tradisi
kalangan menengah keatas tadi lama kelamaan akan menjadi tradisi wajib bagi
warganya. Sejujurnya tidak ada masalah dengan penyewaan gedung saat acara walimah,
namun disisipkan pemahaman-pemahaman agar tidak menjadi kecemburuan sosial
nantinya, salah satunya dengan mengundang orang-orang menengah kebawah dan
merangkul mereka.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari walimatul ‘ursy?

2. Bagaimana hukum walimah dan hukum mendatangi walimah?

3. Apa hikmah dari pelaksanaan walimatul ‘ursy?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui Apa pengertian dari walimatul ‘ursy.

2. Untuk memahami Bagaimana hukum walimah dan hukum mendatangi walimah.

3. Untuk mengetahui Apa hikmah dari pelaksanaan walimatul ‘ursy.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan yang mana
menggunakan metode referensi dari buku-buku dan Internet.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Walimatul ‘Ursy

Walimah itiu berasal dari kalimat al-walam yang bermakna sebuah pertemuan yang
diselenggarakan untuk jamuan makan dalam rangka merayakan kegembiraan yang terjadi,
baik berupa perkawinan atau lainnya. Secara mutlak walimah populer digunakan untuk
merayakan kegembiraan pengantin. Tetapi juga digunakan untuk acara-acara yang lain.
Contohnya, sepeti: khitanan (bagi orang sunat) dan aqiqahan (bagi bayi yang baru lahir).
Jadi walimatul ‘ursy dapat diartikan dengan perhelatan dalam rangka mensyukuri nikmat
Allah atas terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan. Walimah
merupakan sunah yang sangat dianjjurkan menurut jumhur ulama (Ulama Malikiyah,
Hanafiah dan sebagian besar Syafi’iyah).1 Dalam pendapat Imam Malik yang tertera
didalam kitab al-umm karya Imam Syafi’I serta pendapat Zhahiriyah bahwasanya walimah
tersebut hukumnya wajib, karena sabda Nabi kepada Abdurrahman bin Auf,

‫أَ ْولِ ْم َولَ ْو بِ َشا ٍة‬


‘’Adakakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing’’

Zhahir dari sebuah perintah ialah untuk mewajibkan. Sementara Ulama Salaf
berbeda pendapat mengenai waktu pelaksanaan walimah, apakah itu saat akad atau
setelahnya, ketika bersenggama atau setelahnya, atau ketika memulai akad hingga akhir
persenggamaan.2

Imam Nawawi berkata, ‘’Qadhil Iyadl mengisahkan bahwasanya pendapat yang


paling benar dari Ulama Malikiyah, yakni dianjurkan setelah bersenggama. Sedangkan
sebagian Malikiyah berpendapat dianjurkan ketika akad. Sedangkan menurut Ibnu Jundub
dianjurkan ketika akad dan setelah persenggamaan. As Subki berkata: yang diriwayatkan
dari perbuatan Nabi Muhammad saw, bahwasanya walimah tersebut dilakukan setelah
persenggamaan3. Didalam hadis lain yang diriwayatkan Anas oleh Imam Bukhari dan
lainnya menyatakan dengan jelas bahwa walimah tersebut dilakukan setelah
persenggamaan, sesuai dengan hadis Nabi saw,

‘’Beliau bangun pagi sebagai pengantin Zainab. Lantas beliau mengundang orang-
orang’’

Inilah pendapat yang mu’tamad dikalangan Malikiyah. Ulama Hanabilah


berkata: walimah sunah dikerjakan sebab terjadinya akad nikah. Mengadakan walimah
telah terjadi adat istiadat yang dilakukan sebelum kedua mempelai melakukan hubungan
suami istri. Sedangkan melakukan nutsar (sesuatu yang dihamburkan dalam acara
1
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat. (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999) hlm. 149.
2
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-
Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hlm. 155.
3
Ibid, hlm. 165
perkawinan) dimakruhkan menurut menurut Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah. Karena
mengumpulkannya merupakan hal hina dan bodoh, sebab itu diambil oleh sebagian orang
dan dibiarkan oleh sebagian orang lainnya.4

B. Hukum Walimatul ‘Ursy

Islam telah mensyari’atkan kepada kita semua untuk mengumumkan sebuah


pernikahan. Hal itu bertujuan untuk membedakan dengan pernikahan rahasia yang
dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu, pengumuman tersebut juga bertujuan untuk
menampakkan kebahagiaan terhadap sesuatu yang dihalalkan oleh Allah SWT kepada
seorang mukmin, sebab dalam pernikahan dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya.
Dan dalam ikatan itu juga, akan tertepis semua prasangka negatif dari pihak lain. Tidak
akan ada yang curiga, seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang wanita. Hal
yang mungkin terjadi jika tidak diikat dengan tali pernikahan adalah bisa menyebarkan
fitnah yang sangat besar. Itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam
untuk menyiarkan akad nikah atau mengadakan suatu walimah, bahkan Rasulullah SAW
juga berwasiat kepada umatnya untuk mengumumkan acara walimatul ’urs pada khalayak.

At-Tirmidzi telah meriwayatkan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

‫اريُّ َع ِن ْالقَا ِس ِم‬


ِ ‫ص‬ َ ‫ أَحْ بَرنَا ِع ْي َسى ب ُْن َم ْي ُموْ ِن ْأألَ ْن‬. َ‫ َح َّدثَنَا يَ ِز ْي ُد ب ُْن هَارُوْ ن‬. ‫حَ َّدثَنَا أَحْ َم ُد ب ُْن َمنِي ٍْع‬
َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْعلِنُوْ ا هَ َذا النِّ َك‬
ُ‫اح َواجْ َعلُوْ ه‬ َ َ‫ ق‬: ‫ت‬
َ ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬ ْ َ‫ ع َْن عَائِ َشةَ قَال‬، ‫ْب ِن ُم َح َّم ِد‬
) ‫ف ( رواه الترمذى‬ ِ ْ‫فِى ْال َم َسا ِج ِد َواضْ ِربُوْ ا َعلَ ْي ِه بِال ُّدفُو‬

Artinya :”Ahmad bin Mani’ telah menceritakan pada kami, Yazid bin Harun telah
menceritakan pada kami, Isa bin Maimun al-Anshori telah mengkhabarkan dari Qosim bin
Muhammad, dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: umumkanlah pernikahan ini!
Rayakanlah di dalam masjid. Dan pukullah alat musik rebana untuk memeriahkan
(acara)nya.” (H.R. At-Tirmudzi)5

Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib, mengadakan walimah
mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri pesta itu dan
memberi makanan hadirin yang datang. Jumhur ulama berpendapat, bahwa walimah
merupakan suatu hal yang sunnah dan bukan wajib

Adapun hukum menghadiri walimah yaitu: Para ulama Syafi’iyah berkata, jika
seseorang diundang menghadiri acara disuatu tempat yang terdapat kemungkaran seperti
seruling, gendang, atau minuman keras; jikalau ia mampu menghilangkan semua itu maka

4
Imam Muslim, Shohih Muslim, (Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007 M/1428H), Juz. IX, hlm. 234.
5
Ibid, 245.
hukumnya ia wajib hadir, karena menghadiri undangan wajib hukumnya dan demi
menghilangkan kemungkaran. Jika ia tidak mampu menghilangkannya, hendaklah ia tidak
menghadirinya. Sebagaimana yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Umar bahwasanya
Rasulullah saw melarang duduk didepan meja hidangan yang dipenuhi minuman keras6.

Ulama Hanabilah berkata, dimakruhkan menghadiri undangan orang yang didalam


hartanya terdapat harta haram, seperti memakannya, meminumnya menggunakannya,
menerima hadiahnya. Kemakruhan ini menguat dan melemah sesuai dengan banyak dan
sedikitnya harta haram yang terkandung didalamnya. Menurut kesepakatan ulama,
dianjurkn agar memakan hidangan walimah sekalipun orang tersebut puasa sunah. Karena
hal itu akan membuaut gembira orang yang mengundangnya. Barangsiapa mendapatkan
undangan walimah lebih dari satu, hendaknya menghadiri semuanya jika memungkinkan,
hendaknya menghadiri orang yang paling dahulu mengundang, kemudian paling agamis,
keluarga terdekat dan tetangga, serta diundi.

Ulama Malikiyah berkata, menghadiri undangan walimah wajib atas orang yang
diundang secara khusus, jika dalam mejalis tersebut tidak ada orang yang merasa tersakiti
dengan kehadirannnya sebab perkara agama, seperti membicarakan harga diri orang lain.
Atau tidak ada pula yang menyakitinya. Atau didalam majlis ada kemungkaran, seperti
duduk beralaskan sutra, wadah terbuat dari emas atau perak yang digunakan untuk makan,
minum, membakar kemenyan dan sebagainya. Atau didalam majlis tersebut terdapat
nyanyian, tarian perempuan, serta alat music selain rebana, seruling dan terompet. Juga
patung-patung hewan dengan bentuk sempurna dan tiga dimensi yang bukan merupakan
ukiran dinding atau gambar diatas lantai. Karena patung-patung hewan diharamkan secara
ijma’ jika berbentuk sempurna dan tiga dimensi.

Diantara halangan-halangan yang menggugurkan kewajiban menghadiri undangan


walimah ialah jumlah yang datang sudah padat, atau pintu tempat undangan ditutup,
sekalipun untuk sekadar musyawarah.

Hukum alat-alat musik menurut Malikiyah, seruling dan terompet dimakruhkan jika
tidak terlalu berlebihan sehingga dapat melupakan segalanya. Jika terlalu berlebihan maka
diharamkan, seperti alat-alat musik yang lainnya, alat-alat music yang berdawai, nyanyian
yang berisi kata-kata kotor, atau mabuk-mabukan.7

D. Hikmah Walimah

Adapun hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan walimatul ‘ursy ialah untuk
mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa akad nikah sudah terjadi sehingga semua
pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan dikemudian hari. Ulama Malikiyah dalam
tujuan untuk memberitahu terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari

6
A.J. Wensink/Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazhil Hadits An-
Nabawiyah,(Laiden: Brill, 1936), Jilid. 7, hlm. 321.
7
Imam Muhyiddin An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, ( Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007), Juz.
IX, Cet. Ke-14, hlm. 234-235.
menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkawinan. Berikut uraian hikmah
dilaksanakannya walimah:

Hikmah bagi penyelenggaranya yaitu

1. Sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah melalui akad nikah /
pernikahan;

2. Sebagai media pemberitahuan kepada orang banyak mengenai pernikahan sehingga


terhindar dari fitnah;

3. Sarana untuk mempererat tali silaturahmi baik antara keluarga kedua mempelai atau
antara kedua mempelai dengan masyarakat;

4. Dapat menjadi wahana untuk saling mengingatkan, menasehati dan mendo’akan;

5. Mendapat ridha dari Allah atas melaksanakan sunnah Rasulullah.8

Sedangkan hikmah walimah bagi yang menghadirinya yaitu:

1. Sebagai tanda menghormati sesama muslim dengan menghadiri undangan;

2. Menjalin silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan/ukhwah;

3. Melaksanakan kewajiban terhadap sesamanya.9

8
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Darul Haisyim, 2003),
Juz. III, hlm. 144.
9
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), hlm. 127.
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Walimah berasal dari kalimat al-walam yang bermakna sebuah pertemuan yang
diselenggarakan untuk jamuan makan dalam rangka merayakan kegembiraan yang
terjadi, baik berupa perkawinan atau lainnya. Secara mutlak walimah populer
digunakan untuk merayakan kegembiraan pengantin. Tetapi juga digunakan untuk
acara-acara yang lain. Contohnya, sepeti: khitanan (bagi orang sunat) dan aqiqahan
(bagi bayi yang baru lahir). Jadi walimatul ‘ursy dapat diartikan dengan perhelatan
dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas terlaksananya akad perkawinan dengan
menghidangkan makanan.

Adapun hukum menghadiri walimah yaitu: Para ulama Syafi’iyah berkata, jika
seseorang diundang menghadiri acara disuatu tempat yang terdapat kemungkaran
seperti seruling, gendang, atau minuman keras; jikalau ia mampu menghilangkan
semua itu maka hukumnya ia wajib hadir, karena menghadiri undangan wajib
hukumnya dan demi menghilangkan kemungkaran. Jika ia tidak mampu
menghilangkannya, hendaklah ia tidak menghadirinya. Sebagaimana yang
diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah saw melarang
duduk didepan meja hidangan yang dipenuhi minuman keras.

Hikmah bagi penyelenggaranya yaitu

1. Sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah melalui akad nikah /
pernikahan;

2. Sebagai media pemberitahuan kepada orang banyak mengenai pernikahan sehingga


terhindar dari fitnah;

3. Sarana untuk mempererat tali silaturahmi baik antara keluarga kedua mempelai atau
antara kedua mempelai dengan masyarakat;

4. Dapat menjadi wahana untuk saling mengingatkan, menasehati dan mendo’akan;


5. Mendapat ridha dari Allah atas melaksanakan sunnah Rasulullah.

Sedangkan hikmah walimah bagi yang menghadirinya yaitu:

1. Sebagai tanda menghormati sesama muslim dengan menghadiri undangan;

2. Menjalin silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan/ukhwah;

3. Melaksanakan kewajiban terhadap sesamanya.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, Fiqih Munakahat. (Bandung : Cv Pustaka Setia, 1999)


Al-Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, (Kairo: Darul
Haisyim, 2003), Juz. III.
An-Nawawi, Imam Muhyiddin, Syarah Shahih Muslim, ( Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah,
2007), Juz. IX.
Muslim, Imam, Shohih Muslim, (Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007 M/1428H), Juz.
IX.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006)
Wensink, A.J. /Muhammad Fuad Abdul Baqiy, Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazl Hadits An-
Nabawiyah,(Laiden: Brill, 1936), Jilid. 7.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990)

Anda mungkin juga menyukai