Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, agama Islam terus menyebar ke seluruh
penjuru dunia dengan dipimpin oleh khalifah-khalifah. Islam terus menyebar ke benua-
benua Afrika, Asia, bahkan sampai ke Eropa. Bahkan, agama Islam pernah jaya di benua
Eropa tepatnya di Andalusia, Spanyol di bawah khalifah Salahudin Al-Ayyubi.
Pada zaman dahulu, agama Islam disebarkan melalui peleburan dengan adat dan
budaya setempat. Agama Islam datang ke suatu daerah dengan membawa kedamaian.
Oleh karena itu, Islam sangat diterima di seluruh penjuru dunia.
Indonesia sendiri merupakan daerah strategis yang menjadi jalur perdagangan
dunia, oleh sebab itu, tidaklah heran bahwa Indonesia banyak didatangi oleh bangsa-
bangsa asing. Maka sebelum agama Islam datang dan berkembang di Indonesia, terdapat
beberapa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang tersebar di Indonesia. Agama Islam
pertama kali datang ke Indonesia melalui tanah sumatera, tepatnya di kerajaan Peurelak.
Para pedagang-pedagang muslim selain berdagang, mereka juga membawa misi untuk
meng-Islamkan penduduk pribumi. Para pedagang inipun banyak yang melakukan
perkawinan dengan gadis pribumi.
Dari tanah Sumatera, agama Islam menyebar ke pulau Jawa dengan disampaikan
oleh ulama-ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Mereka melakukan dakwah
melalui perantara kebudayaan, sehingga Islam tidak terasa asing di benak masyarakat.
Salah stau contohnya adalah pewayangan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa
sejak masih memeluk agama Hindu, masih tetap dipertahankan, tetapi cerita pementasan
wayang yang diubah ke cerita-cerita yang menyeru kepada kebaikan.

B. Jalur Masuknya Islam di Indonesia


Agama islam masuk dan berkembang di Indonesia sama sekali tidak melalui jalur
peperangan atau kekerasan. Islam dibawa dengan damai oleh ulama-ulama penyebar
agama Islam. Mereka bahkan ada yang meleburkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi-
tradisi dan adat istiadat yang telah ada terlebih dahulu.
Ajaran Islam yang tidak mengenal sistem kasta membuat agama Islam mudah
masuk dan diterima oleh masyarakat pribumi. Adapun proses masuknya Islam ke
Indonesia melalui beberapa cara, yaitu :
1. Perdagangan
Letak Indonesia yang sangat strategis di jalur perdagangan dunia membuat
posisi Indonesia sering disinggahi oleh para pedagang-pedagang dunia, termasuk
diantaranya adalah para pedagang muslim. Banyak diantara merek ayang menetap
dan membangun tempat tinggal di Indonesia, sehingga terdapatlah perkampungan-
perkampungan muslim di Indonesia. Mereka juga sering mendatangkan ulama-ulama
dari daerah asal mereka untuk menyebarkan dan mendakwahkan agama Islam. Hal
inilah yang menjadi peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
2. Perkawinan
Para bangsawan pribumi memiliki pandangan bahwa para pedagang-pedagang
muslim adalah kalangan terpandang. Oleh sebab itu, mereka banyak menikahkan
gadis-gadis mereka dengan pedagang muslim yang singgah dan menetap di
Indonesia. Para pedagang muslim membuat syarat bahwa sebelum mereka menikah
dengan sang gadis, terlebih dahulu gadis tersebut harus masuk Islam. Maka hal ini
semakin memperlancar proses penyebaran agama Islam di nusantara.
3. Pendidikan
Setelah terbentuknya perkampunga-perkampungan Islam di setiap daerah,
mereka lalu membentuk dan mendirikan fasilitas-fasilitas pendidikan berupa
pesantren-pesantren yang dipimpin dan diajarkan langsung oleh guru agama dan para
ulama. Setelah itu, murid-murid yang sudah lulus dari pesantren diwajibkan untuk
pulang ke daerah masing-masing dan menyebarkan ajaran Islam penduduk daerahnya.
4. Kesenian
Kesenian merupakan salah satu media dakwah yang sangat efektif di dalam
menyebrakan ajaran Islam di Indonesia. Para ulama sering menciptakan lirik-lirik,
sajak, lagu, tarian, bahkan pewayangan yang erat kaitannya dengan nasehat-nasehta
untuk emnjalankan perintah agama Islam. Maka dari itu, banyak tarian yang
menceritakan tentang perintah-perintah Allah. Lain dari itu, wayang yang sudah
menjadi tadisi kesenian masyarakat Jawa, masih dipakai oleh Sunan Kalijaga untu
mendakwahkan ajaran agama.

C. Proses Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia


Seperti yang telah dijelaskan di atas, proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia tidak terlepas dari peran ulama dan pedagang, raja/bangsawan, dan
para adipati. Di Pulau Jawa, Islam berkembang melalui beberapa periode yang saling
berkesinambungan. Adapun periode-periode tersebut adalah :
1. Periode Pertama
Penyebaran Islam dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak,
Ahmad Jumadil Qubra, Muhammad Al-Magribi, Malik Israil, Muhammad Al-Akbar,
Maulana Hasanuddin, Aliyuddin, dan Syeikh Subakir.
2. Periode Kedua
Penyebaran diambil alih oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), Ja`far Siddiq (Sunan
Kudus), dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
3. Periode Ketiga
Setelah beberapa ulama meninggal, maka dalam periode ini penyebaran Islam
digantikan oleh Raden Paku (Sunan Giri), Raden Said (Sunan Kalijaga), Raden
Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Qasim (Sunan Drajat).
4. Periode Keempat
Penyebar Islam selanjutnya adalah Jumadil Kubra dan Muhammad Al-Maghribi
dan kemudian dilanjutkan oleh Raden Hasan (Raden Patah), dan Fadhillah Khan
(Falatehan).
5. Periode Kelima
Pada periode ini, posisi Raden Patah digantikan oleh Sunan Muria, karena Raden
Patah sudah menjadi Sultan Demak.

D. Kebijakan Pendidikan Islam pada Masa Pemerintahan Belanda


Ketika Van Den Boss menjadi Gubernur Jendral di Jakarta pada tahun 1831,
keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai
sekolah pemerintahan. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan
satu.
Gubernur Jendral Van den Capellen pada tahun 1819 M memgambil inisiatif
merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu
pemerintahan Belanda. Pendidikan agama islam yang ada di pondok pesantren, masjid,
mushalla, dan lain sebagainya dianggap tidak membantu pemerintahan Belanda. Para
santri pondok masih dianggap buta huruf latin.
Jadi jelaslah bahwa madrasah pesantren dianggap tidak berguna. Dan tingkat
sekolah pribumi adalah rendah sehingga disebut sekolah desa, dan dimaksudkan untuk
menandingi madrasah, pesantren atau pengajian yang ada di desa itu. Politik pemerintah
Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas islam didasari oleh rasa ketakutan, dan
rasa kolonialismenya.1
Pada tahun 1882 M pemerintah belanda membentuk suatu badan khusus yang
bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang disebut
Priesterraden (Pengadilan Islam). Atas nasehat dari badan inilah maka pada tahun 1905
M pemerintahan mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang yang memberikan
pengajaran (baca pengajian) harus minta izin dahulu. Pada tahun-tahun itu memang sudah
terasa adanya ketakutan dari pemerintah Belanda terhadap kemungkinan kebangkitan
pribumi, karena terjadinya peperangan antara Jepang melawan Rusia yang dimenangkan
oleh Jepang.
Pada tahun 1925 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi
terhadap Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang (kyai) boleh
memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu mungkin disebabkan oleh adanya gerakan
organisasi Pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyyah, Partai
Syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdatul Ulama, dan lain-lain.
Pada tahun 1932 M keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup
madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak
disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Liar ( Wilde School
Ordonantie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan Nasionalisme-
Islamisme pada tahun 1928 M, berupa Sumpah Pemuda. Selain dari pada itu, untuk
1
Drs. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: lintasan pertumbuhan dan Perkembangannya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995 hlm 51-52
lingkungan kehidupan agama Kristen di Indonesia yang selalu menghadapi reaksi dari
rakyat, dan untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama sekolah umum
yang kebanyakan muridnya beragam Islam, maka pemerintah mengeluarkan peraturan
yang disebut netral agama, yakni bahwa pemerintah agama dan pemerintah melindungi
tempat peribadatan agama.

E. Kebijakan Pendidikan Islam pada Masa Pemerintahan Jepang


Jepang masuk ke Indonesia pada tanggal 11 Januari 1942 menduduki Tarakan,
Kalimantan Timur, Kemudian terus memasuki daerah-daerah lain di Indonesia. Dan
dalam tempo yang sangat singkat telah menguasai seluruh wilayah Hindia-Belanda.2
Tidak lama setelah itu, Jepang mengadakan perubahan dibidang pendidikan,
diantaranya menghapuskan dualisme pengajaran. Dengan begitu habislah riwayat
pengajaran Belanda yang dualistis membedakan antara pengajaran Barat dan Bumi Putra.
Dengan penghapusan dualisme pendidikan bertujuan untuk mengambil hati rakyat
Indonesia dan pemerintah Jepang berdalih bahwa pendidikan itu tidak ada perbedaan
antara golongan satu dengan golongan lainnya. Padahal sebenarnya Jepang mempunyai
semboyan Asia untuk Bangsa Asia. Jepang meguasai Bangsa Indonesia yang kaya akan
sumber bahan mentah. Hal itu sangat berguna untuk sarana yang perlu dibina dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan perang Jepang.
Pendidikan pada zaman Jepang disebut dengan Hakku Ichiu yakni mengajak
bangsa Indonesia bekerjasam dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya.
Oleh karena itu sebagai pelajar setiap hari terutama pada pagi hari harus mengucapkan
sumpah setia kepada kaisar Jepang, lalu dilatih kemiliteran. Padahal secara realitanya,
pada zaman Jepang banyak perbedaan dibandingkan dengan penjajah belanda.
Sedangkan penyelenggaraan pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko). Sekolah ini terbuka untuk umum dan semua
golongan penduduk. Masa pendidikan 6 tahun. Termasuk di dalamnya adalah
Sekolah Pertama yang merupakan perubahan nama dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun
bagi kaum pribumi pada masa pendudukan Belanda.
2
Prof. Dr H Haidar Putra Daulay , MA. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana, 2009 Hlm 36
2. Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dengan lama pendidikan 3 tahun.
3. Sekolah Menengah Tinggi (Koto Chu Gakko) dengan lama pendidikan 3 tahun.
Sekolah ini memiliki pengajaran umum dan ditujukan untuk menyiapkan para pelajar
guna melanjutkan pada sekolah tinggi.
Pada awalnya pemerintahan Jepang mengambil siasat merangkul umat islam sebagai
mayoritas penduduk Indonesia. Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Islam
ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak Pendidikan Islam lebih bebas ketimbang pada
zaman colonial Belanda. Hal ini dikarenakan Jepang tidak begitu menghiraukan
kepentingan agama, yang penting bagi Jepang adalah demi keperluan memenangkan
perang, dan kalau perlu para pemuka agama lebih diberi keleluasaan dalam
mengembangkan kepentingan pendidikannya.3 Dengan mendekati dan mengambil hati
umat Islam, mereka dapat memperkut kekuasaannya. Untuk itu mereka menempuh
beberapa kebijakan, antara lain:
1. Kantor Urusan Agama yang pada zaman Belanda disebut : Kantor Voor Islamistische
Saken yang dipimpin oleh orang-orang Orientalis Belanda, diubah oleh Jepang
menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri yaitu K.H. Hasyim
Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka.
2. Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari
pembesar-pembesar Jepang.
3. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran
agama.
4. Di samping itu pemerintahan Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah
untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin
oleh K.H. Zainul Arifin.
5. Pemerintahan Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang
dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir, dan Bung Hatta.

3
Mansur. Mahfud Junaedi. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen
Pendidikan RI, 2005 hlm 60
6. Para Ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan
membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA).

BAB II
ANALISA
A. Relevansi dengan Masa Sekarang
Adapun jalur masuk agama Islam di Indonesia terdapat empat cara, yakni:
Perdagangan, Perkawinan, Pendidikan, dan Kesenian. Dari beberapa proses tersebut
memiliki relevansi dengan masa sekarang. Masyarakat masih memiliki adat untuk
melakukan pernikahan dengan perbedaan agama. Biasanya dari perkawinan tersebut
akan membuat seseorang menganut agama yang dibawa oleh pasangan nya.
Pendidikan juga memiliki pengaruh yang sangat penting dalam menyebarkan syiar
agama kepada masyarakat luas. Selain itu, dari kesenian pula terdapat banyak ajaran
agama yang memiliki nilai-nilai keagaman.
Pada masa dulu proses masuknya Islam melalui para ulama atau walisongo,
sedangkan pada masa sekarang banyak pula para ulama yang menyebarkan agama
Islam di Indonesia. Hanya saja cara mereka dalam menyampaikan dakwah agama
mungkin ada sedikit perbedaan.

Anda mungkin juga menyukai