Kel.05 Bab1-3
Kel.05 Bab1-3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep obstruksi usus, peritonitis, dan hepatitis
2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemberian nutrisi enteral dan
parenteral.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi
gejala satu-satunya dalam satu hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah. (suratun & lusianah,
2010. Hal. 339 )
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostic
a. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium
yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis
dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi
hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27%-44%
pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan
metabolik asidosis bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
b. Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid
level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada
obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air
fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran
berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus.
Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
7
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokusseptik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan
nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonic adalah penting.
Pengembalian volume intravascular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine
tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
1) Terapi antibiotic harus diberikan segera setelah diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan
pada organism mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia
dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakterei akan berkembang
selama operasi.
2) Pembuangan focus septic atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertical di garis tengah yang
menghasilkan jalan masuk keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan di atas tempat
inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan
menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
3) Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ke tempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika
(misalsefalosporin) atau antiseptik (misalpovidon iodine) pada cairan irigasi.
Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum,
karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteri menyebar ke tempat lain.
16
2. Hepatitis B
Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual,
muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat
melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan
gigitan manusia. Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta
imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan
14 hari setelah paparan.
Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa
tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu
narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual. Mengenai
hepatitis C akan kita bahas pada kesempatan lain.
3. Hepatitis C
Hepatitis C mencakup sekitar 20% dari semua kasus hepatitis viral dan
paling sering ditularkan melalui yang ditransfusi dari donor asimtomatik,
berbagi jarum dengan pengguna obat intra vena dan cairan tubuh atau didapat
dari tato.
4. Hepatitis D
Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang
tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala
penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-
infeksi) atau amat progresif.
5. Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan
sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila
terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.
Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.
6. Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat
hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
7. Hepatitis G
19
2.3.3 Penyebab
Hepatitis dapat disebabkan karena infeksi maupun bukan karena infeksi.
Pembagian jenis hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus adalah sebagai
berikut:
Hepatitis A. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV).
Hepatitis A biasanya ditularkan melalui makanan atau air minum yang
terkontaminasi feses dari penderita hepatitis A yang mengandung virus
hepatitis A.
Hepatitis B. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B
(HBV). Hepatitis B dapat ditularkan melalui cairan tubuh yang terinfeksi
virus hepatitis B. Cairan tubuh yang dapat menjadi sarana penularan
hepatitis B adalah darah, cairan vagina, dan air mani. Karena itu, berbagi
pakai jarum suntik serta berhubungan seksual tanpa kondom dengan
penderita hepatitis B dapat menyebabkan seseorang tertular penyakit ini.
Hepatitis C. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C
(HCV). Hepatitis C dapat ditularkan melalui cairan tubuh, terutama
melalui berbagi pakai jarum suntik dan hubungan seksual tanpa kondom.
Hepatitis D. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV).
Hepatitis D merupakan penyakit yang jarang terjadi, namun bersifat serius.
Virus hepatitis D tidak bisa berkembang biak di dalam tubuh manusia
tanpa adanya hepatitis B. Hepatitis D ditularkan melalui darah dan cairan
tubuh lainnya.
Hepatitis E. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV).
Hepatitis E mudah terjadi pada lingkungan yang tidak memiliki sanitasi
yang baik, akibat kontaminasi virus hepatitis E pada sumber air.
20
2.3.7 Pengkajian
23
7. Pelumas (jelly)
8. Perlak atau pengalas
9. Bengkok atau baskom muntah.
10. Sarung tangan
3.1.6 Prosedur pelaksanaan
A. Tahap PraInteraksi
1. Melakukan pengecekan program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy
2. Mengatur posisi pasien dalam posisi semi fowler atau fowler (jika
tidak ada kontra indikasi)
3. Memakai sarung tangan
4. Membersihkan lubang hidung pasien
5. Memasang pengalas diatas dada
6. Meletakkan bengkok atau baskom muntah di depan pasien.
7. Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara
menempatkan ujung selang dari hidung klien keujung telinga atas lalu
dilanjutkan sampai processusxipodeus.
8. Mengolesi ujung NGT dengan jelly sepanjang 20-30 cm.
9. Meminta pasien untuk relaks dan tenang, masukkan selang secara
perlahan sepanjang 5-10 cm lalu meminta pasien untuk menundukkan
kepala (fleksi) sambil menelan.
10. Masukkan selang sampai batas yang ditandai.
11. Jangan memasukkan selang secara paksa jika ada tahanan.
a. Jika pasien batuk atau bersin, hentikan lalu ulangi lagi. Anjurkan pasien untuk
melakukan teknik nafas dalam.
25
b. Jika tetap ada tahanan, tarik selang perlahan-lahan dan masukkan selang
kembali kelubang hidung yang lain secara perlahan.
c. Jika pasien terlihat muntah, tarik tube dan inspeksi tenggorokan lalu
melanjutkan memasukkan selang secara perlahan.
d. mengatur pasien pada posisi fleksi kepala, dan masukan perlahan ujung NGT
melalui hidung (bila pasien sadar menganjurkan pasien untuk menelan ludah
berulang-ulang
e. memastikan NGT masuk kedalam lambung dengan cara : menginspirasi NGT
dengat spuit 10 cc sambil di auskultasi di region lambung atau memasukan
kedalam gelas berisi air.
f. F. menutup ujung ujung NGT dengan spuit/klem atau disesuaikan dengan
tujuan pemasangan.
g. melakukan fiksasi NGT di depan hidung dan pipi dengan menggunakan
plester.
3.1.7 Tahap Terminasi
1. Melakukan evauasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
3.1.8 Dokumentasi
Catatat jam, hari, tanggal, serta respon pasien setelah dilakukan tindakan NGT
b. untuk pengobatan, dan digunakan untuk mencukupi seluruh kebutuhan zat gizi
bila pasien tidak dapat makan sama sekali
3.2.3 Jenis pemberian nutrisi enteral
1. Nasogastrik
2. Gastrostomi
3. Jejunostomi
3.2.4 Peralatan
1. Naso Gastrik Tube
2. lubrikan
3. Kateter Tip
4. Plester
5. Segelas Air dan Sedotan
6. Sarung Tangan
7. Pinset
8. Semprit Irigasi Berukuran 20 ml-50 ml
3.2.5 Langkah kerja
1. Mengecek identitas pasien dan menjelaskan prosedur penggunaan
2. Menyiapkan alat alat
3. Menempatkan pasien pada posisi duduk atau fowler tinggi dengan leher
hiperekstensi. Jika klien koma, menempatkan dengan posisi semi fowler.
4. Melakukan pengukuran
5. Mencuci tangan
6. Memakai sarung tangan
7. Lubrikasi selang 10-20 cm
8. Memasukkan secara lembut hingga ke posterior nasofaring
9. Merefleksikan kepala setelah selang masuk ke nasofaring, merelaksasikan
pasien.
10. Mendorong klien untuk menelan
11. Jangan memaksa untuk memasukkan
12. Melepaskan sarung tangan dan memasang plester
27
3.2.7 Dokumentasi
Catatat jam, hari, tanggal, serta respon pasien setelah dilakukan tindakan
pemberian nutrisi enteral
Catatat jam, hari, tanggal, serta respon pasien setelah dilakukan tindakan
pemberian nutrisi parenteral
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
interstinal yang disebabkan oleh factor mekanik atau nonmekanik (fungsional).
Manifestasi klinis yang dapat dilihat adalah adanya sakit yang hebat pada
abdomen, mual, muntah. Peneeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dan foto rontgen abdomen. Penatalaksanaan yang penting yang
harus dilakukan adalah pemberian cairan yang hilang melalui muntah, dekompresi
usus, dan tindakan operasi bila ada indikasi. Adapun masalah keperawatan yang
muncul pada klien dengan obstruksi usus adalah Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan nyeri dan distensi abdomen, Risiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi, Nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan tekanan intralumen usus, dan Ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus
organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir
atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau
aseptik.
31
Peritonitis juga dapat bersifat akut atau kronis. Peritonitis akut adalah
peradangan yang tiba-tiba pada peritoneum sedangkan peritonitis kronis adalah
peradangan yang berlangsung sejak lama pada peritoneum.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami,
menangani dan dapat mengatasi apabila pasien dengan obstruksi usus, peritonitis,
dan hepatitis. Mahasiswa diharapakan dapat memahami dan melaksanakan asuhan
keperawatan dengan baik kepada klien dengan obstruksi usus, peritonitis, dan
hepatitis.
DAFTAR PUSTAKA