Anda di halaman 1dari 13

Laporan kasus

ERUPSI OBAT

Zwesty Anggreany Salhuteru (2018-84-058)

Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK UNPATTI/ RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

Pendahuluan

Obat merupakan suatu substansi kimia yang berpotensi untuk mencegah

maupun mengobati penyakit.1 Penggunaan obat tersebut dapat menimbulkan

reaksi yang tidak kita inginkan, walaupun dengan dosis dan indikasi yang sesuai.

Hal ini yang biasa kita sebut dengan Erupsi obat alergi atau sering disebut erupsi

obat. Erupsi obat merupakan reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang

terjadi sebagai akibat pemberian obat secara sistemik. Erupsi obat banyak

dilaporkan dalam kehidupan sehari-hari karena reaksi pada kulit gampang terlihat

oleh mata meskipun gejalanya ringan, sedangkan reaksi pada organ lain seringkali

tidak disadari. 1,7

Erupsi obat alergi atau adverce cutaneus drug eruption adalah reaksi

hipersensitivitas terhadap obat dengan manifestasi klinis pada kulit yang dapat

disertai maupun tidak keterlibatan mukosa. Yang dimaksud dengan obat ialah zat

yang dipakai untuk menegakan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.3,4

Adverse drug reaction merupakan penyebab kematian kelima terbanyak di

dunia dan memiliki angka rawatan sebanyak 5-8% di seluruh dunia.1 Cutaneous

Adverse Drug Reaction (CADR) atau disebut juga erupsi obat adalah suatu reaksi

yang dapat menyebabkan perubahan struktur atau fungsi pada kulit dan mukosa

1
yang disebabkan karena penggunaan obat.3 Reaksi ini merupakan jenis ADR

tersering (30-45%) yang dialami oleh 2% pasien rawat inap dan 1% pasien rawat

jalan. Penelitian secara cross sectional di ADR Monitoring Center Gauhati

Medical College and Hospital (GMCH), India menyatakan bahwa incidence rate

pasien erupsi obat adalah 7,02% dimana mengalami peningkatan yang cukup

tinggi dibandingkan 1 tahun sebelumnya yaitu 2,6%.6 Seseorang yang

imunokompromais berisiko mendapatkan erupsi obat 10 kali lebih besar

dibandingkan orang yang normal.1,7

Beberapa studi menunjukan hubungan kuat antara Human lymphocyte alle

(HLA) dengan EOA, misalnya HLA B*1502 pada kasus sindrom steven-jhonson

yang disebabkan karbamazepine pada etnis han-cina. Temua lain misalnya pada

kasus hipersensitivitas obat yang disebabkan oleh abacavir. 6 Berdasarkan

klasifikasi coombs dan Gell patomekanisme yang mendasari EOA dibagi menjadi

4 tipe mekanisme. 1,4,6

Tipe I dimediasi oleh imunoglobulin (ig)E yang dapat menyebabkan reaksi

anafilaksis, urtikaria, dan angioedema, timbul sangat cepat, terkadang dapat

urtikaria/ angioedema persisten beberapa minggu setelah obat dihentikan. Tipe II

merupakan mekanisme sitotoksik yang diperantarai oleh reaksi antigen, Ig G dan

komplemen terhadap eritrosit, leukosit, trombosit, atau sel prekusor hematologik


3,6
lain. Obat yang dapat menyebabkan hipersensitivitas tipe ini adalah golongan

penisilin, sefalosporin, streptomisin,, sulfonamid, anelgesik, dan antipiretik. 6,4

Tipe III Adalah reaksi imun kompleks yang sering terjadi akibat

pengunaan obat sistemik dosis tinggi dan terapi jangka panjang, menunjukan

2
manifestasi berupa vaskulitis pada kulit dan penyakit autoimun yang diinduksi

oleh obat. 6 Tipe terakhir dan yang paling sering mendasari EOA adalah tipe IV

(tipe lambat), yang diperantarai oleh limfosit T dengan manifestasi klinis erupsi

ringan hinga berat. Selain pada kulit reaksi hipersensitivitas dapat melibatkan

ginjal, hati, dan organ tubuh lainnya. Reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh

sel T terbagi atas subklas, yaitu tipe Iva hingga Ivd. 1,3,6

Langkah pertama pendekatan diagnosis EOA adalah mencurigai terjadi

reaksi hipersensitivitias terhadap obat yang dikonsumsi pasien. Kecurigaan

tersebut didukung oleh bukti riwayat mengkonsumsi obat saat anamnesis,

amnifestasi klinis, dan morfologi lesi pada kulit serta pemeriksaan penunjang.

Pada EOA dapat bermanifestasi klinis dari ringan dan berat sampai mengancam

nyawa. Lesi yang timbul merupakan petunjukk reaksi hipersensitivitas yang

mendasari. Pada reaksi EOA ditemukan beberapa tanda yang dapat menjadi dasar

diagnosis. 1,3,6

Urtikaria ditandai dengan edema stempat pada kulit dengan ukuran yang

bervariasi. Predileksi dapat diseluruh tubuh. Keluhan umumnya panas dan gatal

pada tempat lesi. Lesi indivisual biasanya bertahan kurang dari 24 jam kemudian

hilang perlahan. Angioedema biasanya terjadi disaerah bibir, keloppak mata,

genitalia ekterna, dan kaki. 1,5

Erupsi makulopapular disebut juga erupsi eksantematosa atau

morbiliformis, merupakan bentuk EOA yang paling sering ditemukan, timbul 2-3

minggu setelah konsumsi obat. Biasanya lesi eritematosa dimulai dari batang

tubuh kemudian menyebar ke perifer secara simetris dan generalisata, dan hampir

3
selalu disertai dengan pruritus. Erupsi makulopapular akan hilang dengan cara

deskuamasi, dan terkadang meninggalkan bekas hiperpigmentasi. Erupsi ini

paling sering disebabkan oleh ampisilin, NSAID, sulfonamid, fenitoin, serta

karbamazepine. 5,6

Pustulosis eksantemantosa generalisata akut (PEGA) merupakan erupsi

putular akut yang timbul 1-3 minggu setelah konsumsi obat yang diawali dengan

demam, mual, malaise. Kelainan kulit yang ditemukan berupa pustul milier,

berjumlah banyak diatas dasar eritematosa. Predileksi utama di wajah dan lipatan

tubuh. 6,7

Eritroderma disebut juga dermatitis ekfoliativa, merupakan lesi eritema

difus disertai skuama lebih dari 90% area tubuh. Bukan merupakan suatu diagnosa

spesifik dan dapat disebabkan oleh berbagai penyakit lain selain EOA, misalnya

perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik keganasan atau idiopatik. 6,7

Penatalaksanaan pada EOA langkah pertama yang harus dilakukan adalah

segera menghentikan obat penyebab dan yang bereaksi silang. Terapi suportif

yang dapat diberikan berupa terapi sistemik dan terapi topikal. Terpapi sistemik

berupa pemberian kortikosteroid dan pemberian antihistamin. Sedangkan pada

terapi topikal tidak spesifik tergantung pada kondisi dan luas lesi pada kulit sesuai

dengan prinsip dermatoterapi. 1,3,8

4
Kasus

Seorang perempuan berusia 54 tahun, suku Maluku, bangsa Indonesia,

alamat kebun cengkeh, Kota Ambon. Dirawat di ruangan Intern Wanita RSUD

Dr. M. Haulussy tanggal 16 januari 2020 (no RM 155670) dengan keluhan gatal-

gatal disertai dengan kemerahan pada bagian wajah, tangan, pungung, serta kaki.

Autoanamnesis

Pasien mengeluhkan gatal mulai timbul awalnya pada bagian badan ±1

hari yang lalu. Gatal dirasakan awalnya pada bagian tangan, kemudian berlanjut

ke bagian wajah, dada,pungung serta kaki pasien. Selain gatal pasien juga

mengaku muncul merah-merah pada seluruh tubuh pasien. Kemerahan yang

dialami oleh pasien terjadi 30 menit terjadi setelah pasien merasakan gatal-gatal.

Kemerahan awalnya terjadi pada bagian tangan pasien, dan awalnya timbul seperti

bintik-bintik, kemudian tanpa disadari kemerahan berlanjut di seluruh bagian

tubuh seperti punggung, wajah, dan kaki. Kemerahan ppada wajah diikuti dengan

bentuk pada kulit yang sedikit meninggi. Rasal nyeri pada bagian gatal (-), panas

(-). Menurut keluarga pasien, gatal-gatal timbul beberapa menit setelah pasien

selesai melakukan transfusi darah karena pasien mengalami anemia dan sebelunya

diberikan obat antibiotik ceftriakson. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi

makanan atau obat-obatan sebelumnya. Pasien sementara di rawat karena penyakit

lain yang diderita oleh pasien.

Riwayat penyakit dahulu : Diabetes mellitus 2 disangkal, hipertensi tidak

terkontrol

5
Riwayat pengobatan : belum mendapat pengobatan terkait keluhan

penyakit kulit sekarang dan sementara menjalani

perawatan penyakit lain dan mendapat pengobatan

(ivfd nacl 0,9%+meilon, tranfusi darah 2 kantong,

ceftriakson, omeprazole,furosemid, ranitidine)

Riwayat keluarga : tidak ada yang mempunyai keluhan seperti pasien

Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : Kesadaran compos mentis, tampak sakit ringan, gizi


cukup. TD :140/90mmhg, nadi : 60 x/menit, RR :
18x/menit, Suhu : 36,5oC
Kepala : Bentuk normosefal, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-)
Mulut : Sianosis (-), tonsil (T1/T1) hiperemis (-)
Leher dan : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
aksila
Toraks : Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas : Akral hangat, edema(-), CRT< 2 detik

Status dermatovenereologi:

Lokasi : Regio orbita, ekstremitas superior & inferior, truncus


Penyebaran : Generalisata
Efloresensi : Makula eritema, skuama, ekskoriasi, urtikaria, edema
Ukuran : Plakat

6
Regio ekstermitas superior

Regio Dada dan pungung

7
Diagnosis Banding

1. Fixed drug eruption (FDE)

Diagnosis Sementara: erupsi obat alergi


Penatalaksanaan

1. Terapi saat di bangsal sebelumnya :

- IVFD Nacl 0,9% 12 tpm

- Inj. Omeprazole 20mg vial 2x1 /IV

- Inj. Furosemid 2X10mg/IV/24 Jam

- Drip meylon 2 fl dalam nacl 12 tpm

- Inj. Ranitidin 2X50mg/IV/24jam

- Inj. Ceftriakson 2x1g vial/24 jam

2. Terapi dari kulit :

- Pasang IVFD NaCl 0,9% 20 tpm/makro

- Cetirizine 1x10mg/24 jam/PO

3. Terapi topikal : - hidrocortizone cream 2,5% (2x app pada wajah)

- Desoksimetahosone 0,025 % zalf (2x app pada badan dan ektermitas)

Hasil Pemeriksaan Laboratorium :


1. Kerokan: KOH (tidak dilakukan)
2. Lain-lain : GDS = 162 mg/dl ; Hb = 10,6 ; Leukosit = 8.100 ; Trombosit =
270.000; kolesterol = 158 ; SGOT/SGPT = 17/18 ; Ureum = 192 ;
Kreatinin = 3,2 dan Asam urat = 5,0

Hasil Konsultasi

8
-

Pengamatan selanjutnya
Tanggal SOA PLANNING
17/01/2020 (hari ke 2) S: kemerahan pada wajah  IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
berkurang, bengkak pada  Cetirizine 1x 10 mg tab
daerah bawah mata  Hidrocotisone 1% pada
berkurang, merah pada wajah
badan dan dada  Desoksimetasone zalf
menghilang. (pada badan)
O: TD :130/80mmhg, N:
58x/menit, R:20x/menit
Status dermatologi:
- Lokasi : bagian bawah
mata
- Eflorensi: makula
eritema
- A: Erupsi obat alergi

18/01/2020 PASIEN PULANG 

Pembahasan

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan erupsi obat berdasarkan dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis diketahui bahwa penderita

seorang perempuan berusia 54 tahun, dengan keluhan utama mengeluhkan gatal

mulai timbul awalnya pada bagian badan ±1 hari yang lalu. Gatal dirasakan

awalnya pada bagian tangan, kemudian berlanjut ke bagian wajah, pungung serta

kaki pasien. Selain gatal pasien juga mengaku muncul merah-merah pada seluruh

tubuh pasien, dan sebelumnya pasien dilakukan transfusi darah 30 menit dan di

suntik obat ceftriakson sebelum gatal dan kemerahan. Menurut kepustakaan

Erupsi obat terjadi pada semua kalangan usia. Faktor pencetus pada pasien ini

diduga dari transfusi darah dan pemberian obat suntik pada pasien. 1 Pada pasien

ini terjadi reaksi hipersensitivitas tipe IV yang faktor predisposisinya berkaitan

9
dengan pengobatan yang dijalani oleh pasien karena penyakit lain yang diderita

oleh pasien. Dan merupakan reaksi delayed hipersensitivitas. Karena pada pasien

telah mengalami tahap sensitisasi sebelumnya sebelum terbentuknya reaksi gatal


3,6
dan kemerahan yang dikeluhkan. Obat yang dapat menyebabkan

hipersensitivitas tipe ini adalah golongan penisilin, sefalosporin, streptomisin,,

sulfonamid, anelgesik, dan antipiretik. 1,3

Pada pemeriksaan fisik dijumpai urtikaria, angioeddema, eritema, dan

skuama. Selain itu pasien juga sebelumnya merasakan gatal pada daerah bawah

mata, badan, pungung, tangan dan kaki .1 Menurut kepustakaan erupsi obat dapat

berawal dari adanya urtikaria yang ditandai dengan edema setempat pada kulit

dengan ukuran yang bervariasi.3 Predileksi dapat diseluruh tubuh. Keluhan

umumnya panas dan gatal pada tempat lesi. Lesi indivisual biasanya bertahan

kurang dari 24 jam kemudian hilang perlahan. Angioedema biasanya terjadi

disaerah bibir, kelopak mata, genitalia ekterna, dan kaki.1,3

Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu hematologi

rutin pada tanggal 25/01/2020 di rumah sakit RS Haulussy didapatkan hasil ureum

192 dan kreatinin 3,2g/dl. Menurut kepustakaan pemeriksaan penunjang hanya

dilakukan bila ada keraguan klinis dan adanya penyakit penyerta lainnya.

Pemerikaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis

erupsi obat dengan beberapa pemeriksaan untuk menegakan diagnosis yaitu

pemeriksaan patch test, prick test, serta gold standart pemeriksaan untuk erupsi

obat adalah tes provokasi oral atau pemeriksaan reaksi sensitivitas pada pasien.7

10
Diagnosa banding dengan fixed drug eruption dapat disingkirkan karena

salah satu gambaran klinis adalah fixed drug eruption, dimana kelainannya berupa

eritema dan vesikel berbentuk lonjong dan biasanya numular. Selain itu juga

meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama baru hilang, bahkan sering

menetap. Kelainan ini biasanya akan timbul berkali-kali di tempat yang sama

dengan predileksi di sekitar mulut, daerah bibir dan daerah penis pada laki-laki.

Biasanya diakibatkan karena obat sulfonamid, barbiturat, trimetropim dan

analgetik.1,2,3

Pada pasien ini terapi yang diberikan yaitu Terapi sistemik , Cetirizine

1x10mg tab, terapi topikal adalah Hidrocortisone zalf 1% pada wajah dan

desoksimetasone cream pada badan. Pengobatanerupsi obat yaitu dengan

pemberian antinflamasi karena bersifat menekan produksi histamin akibat adanya

reaksi alergi obat. Obat yang sering digunakan adalah cetirizine. 1 Dosis untuk

antihistamine yang bermacam-macam tergantung pada berat ringannya penyakit.

Antihistamin terutama diberikan pada EOA tipe urtikaria dan angiedema. Dapat

diberikan sebagai terapi simptomatis pada EOA tipe lain yang disertai dengan rasa

gatal yang berat, misalnya eritroderma atau eksantematosa.1,3,7

Ringkasan

Telah dilaporkan sebuah kasus erupsi obat seorang perempuan berusia 54

tahun dengan keluhan gatal mulai timbul awalnya pada bagian badan ±1 hari yang

lalu. Gatal dirasakan awalnya pada bagian tangan, kemudian berlanjut ke bagian

wajah, dada,pungung serta kaki pasien. Selain gatal pasien juga mengaku muncul

11
merah-merah pada seluruh tubuh pasien. Kemerahan yang dialami oleh pasien

terjadi 30 menit terjadi setelah pasien merasakan gatal-gatal. Kemerahan awalnya

terjadi pada bagian tangan pasien, dan awalnya timbul seperti bintik-bintik,

kemudian tanpa disadari kemerahan berlanjut di seluruh bagian tubuh seperti

punggung, wajah, dan kaki. Kemerahan ppada wajah diikuti dengan bentuk pada

kulit yang sedikit meninggi. Rasal nyeri pada bagian gatal (-), panas (-). Menurut

keluarga pasien, gatal-gatal timbul beberapa menit setelah pasien selesai

melakukan transfusi darah dan diberikan suntikan antibiotik.

Seperti penegakan diagnosa pada penyakit lainnya, diagnosis erupsi obat

dapat ditegakan dengan anemnesis, pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan adanya urtikaria dan angioedema pada bagian wajah disertai dengan

eritema pada bagian ektermitas atas, regio dada, regio punggung dan ektermitas

inferior. 1,3

Pada pasien ini terapi yang diberikan yaitu sistemik oral cetirizine 10mg/24

jam/PO, dan terapi topikal berupa hidrocortisone zalf 1% dan desoksimetasone

cream.

Prognosis pada pasien ini yaitu quo ad vitam bonam, quo ad sanam dubia

dan quo ad kosmetikam dubia.

12
Daftar Pustaka

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.

Ed 7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2015. p.190-95

2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, and Wolff K.

Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8 ed. New York: McGraw-

Hill; 2012. p.450-455

3. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta: EGC;

2008. p.

4. Stanley JR. Drug eruption. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,Gilchrest

BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.

7th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.

5. Harr, French LE.Diagnosis approach to drug allergy and adverse

cutaneous drug eruption. 2012;32-44

6. SioharaT, MizukawaY. Fixed drug eruption : the dark side of activation in

epidermal CD8+T cells uniquele specialized to mediate protective

immunity. Adverse cutaneous drug eruption. 2012.p.106-119

7. Makmur O, Anggraini EY, Nugraha PD. Erupsi obat alergi di poliklinik

kulit dan kelamin RSUD arifin Achmad (2011-2015). Artikel Penelitian.

Fakultas kedokteran Universitas Riau. 2016

13

Anda mungkin juga menyukai