Anda di halaman 1dari 32

11

Dan dukungan informative, yaitu suami memberikan nasehat, petunjuk atau

umpan balik kepada istrinya mengenai masalah nifas (Friedman, 1998

dalam Yuni, 2010).

1. Bentuk Dukungan

Taylor (1999) dalam Indriyani (2014) membagi dukungan ke dalam

lima bentuk yaitu sebagai berikut.

a. Dukungan instrumental

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat

memberikan pertolongan langsung, seperti pinjaman uang, pemberian

barang, makan, serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi

stress karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang

berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan

terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih mudah.

b. Dukungan informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran, atau

umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti

ini dapat menolong individu mengenali dan mengatasi masalah dengan

lebih mudah.

c. Dukungan emosional

Bentuk dukungan seperti ini dapat membuat individu memiliki perasaan

nyaman, yakin, dipedulikan, dan dicintai oleh sumber dukungan sosial

sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.

Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap

tidak dapat dikontrol.


12

d. Dukungan pada harga diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif dari individu,

pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan

yang positif pada individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu

dalam membangun harga diri dan kompetensi.

e. Dukungan dari kelompok sosial

Bentuk dukungan ini akan membantu individu merasa anggota dari suatu

kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial

dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman

senasib.

2. Sumber-Sumber Dukungan

Sumber-sumber dukungan banyak diperoleh individu dari

lingkungan sekitarnya. Namun, perlu diketahui seberapa banyak sumber

dukungan ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan

merupakan aspek paling penting untuk diketahui dan dipahami. Dengan

pengetahuan dan pemahaman tersebut, seseorang akan tahu kepada siapa ia

akan mendapatkan dukungan sesuai dengan situasi dan keinginannya secara

spesifik sehingga dukungan memiliki makna yang berarti bagi kedua belah

pihak (Indriyani, 2014).

Menurut Elly dkk (2008) dalam Indriyani (2014), sumber-sumber

dukungan ini adalah pasangan hidup (suami/istri), orang tua, saudara, anak,

kerabat, teman, rekan kerja, staf medis serta anggota dalam kelompok

kemasyarakatan.
13

3. Dampak Dukungan

Bagaimana dukungan dapat memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial

mempengaruhi kejadian dan efek stress. Dukungan juga dapat mengubah

hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan

stres dan stres itu sendiri, mempengaruhi strategi untuk mengatasi stress

dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang

menimbulkan stress mengganggu kepercayaan diri, dukungan sosial dapat

memodifikasi efek itu (Indriyani, 2014).

Menurut Elly (2008 dalam Indriyani, 2014) dukungan ternyata tidak

hanya memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dan efek

stress. Terdapat beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan,

antara lain sebagai berikut.

a. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu.

Ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu

merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional

sehingga tidak memerhatikan dukungan yang diberikan.

b. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan

individu.

c. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu, seperti

menyarankan atau melakukan perilaku tidak sehat.

d. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan

sesuatu yang tidak diinginkannya. Keadaan ini dapat menganggu


14

program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan

menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.

A. Konsep Tenaga Kesehatan

1. Definisi

Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis tertentu

yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tenaga

kesehatan juga memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas

pelayanan yang maksimal kepada masyarakat agar mampu meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu

mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi

bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan

ekonomi. Tenaga kesehatan memiliki beberapa petugas yang dalam

kerjanya saling berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan

ketenagaan medis lainnya (Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996).

Tenaga kesehatan harus mampu menjadi seorang pendamping dalam

suatu forum dan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya

mengenai penjelasan yang kurang dimengerti. Menjadi seorang fasilitator

tidak hanya di waktu pertemuan atau proses penyuluhan saja, tetapi seorang

tenaga kesehatan juga harus mampu menjadi seorang fasilitator secara


15

khusus, seperti menyediakan waktu dan tempat ketika pasien ingin bertanya

secara lebih mendalam dan tertutup (Sardiman, 2007).

B. Konsep Perilaku

1. Definisi

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk

hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah

tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa,

bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas

seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai

faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Perilaku manusia dibagi

dalam tiga domain, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Bloom 1908

dalam Notoatmodjo, 2012).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo, (2007)

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain;

a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dukungan orang

tua dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas


16

atausarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

steril dan sebagainya

c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat di bagi beberapa hal yang

mempengaruhi antara lain:

1) Budaya

2) Pendidikan yang maju

3) Kepuasan masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan

4) Orientasi masa depan

5) Pandangan bahwa manusia harus senantiasa berusaha untuk

memperbaiki hidupnya.

3. Proses Pembentukan Perilaku

Seperti telah dipaparkan di depan bahwa perilaku manusia sebagian

terbesar ialah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari.

Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan ialah bagaimana

cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan

a. Cara pembentukan perilaku dengan conditioning atau kebiasaan

Cara ini berdasarkan pada teori belajar conditioning yang dikemukan

oleh beberapa ahli seperti Pavlov, Thorndike, dan Skinner. Ketiga ahli

tersebut memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda meskipun

sepenuhnya tidak sama. Teori Pavlov terkenal sebagai classic

conditioning, sedangkan Thorndike dan Skinner dikenal sebagai

operant conditioning. Dasar pandangan ketiga ahli tersebut adalah


17

bahwa untuk membentuk perilaku perlu dilakukan conditioning

dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku sesuai harapan.

Misalnya kebiasaan bangun pagi, membiasakan diri untuk tidak

terlambat datang kuliah dan menggosok gigi sebelum tidur

(Notoatmodjo, 2007).

b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)

Pembentukan perilaku ini ditempuh dengan pengertian atau insight.

Misal datang kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut

dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik motor harus

pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri dan masih

banyak hal untuk menggambarkan hal tersebut. Cara ini berdasarkan

atas belajar kognitif, yaitu belajar dengan cara disertai adanya

pengertian.

c. Pembentukan perilaku dengan cara menggunakan model.

Pembentukan perilaku ini ditampuh dengan cara menggunakan model

atau contoh. Kalau orang berbicara bahwa orang tua sebagai contoh

anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal

tersebut menunjukan pembentukan perilaku dengan menggunakan

model. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang

dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social

learning theory) atau observational learning theory (Bandura, 1977

dalam Machfoedz et al, 2005).


18

C. Konsep Pola Nutrisi

1. Definisi

Pola konsumsi makanan adalah susunan jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu (Khomsan,

2010). Pola konsumsi makanan yang baik berpengaruh positif pada diri

seseorang seperti menjaga kesehatan dan mencegah atau membantu

menyembuhkan penyakit. Di masyarakat, pola konsumsi makanan disebut

juga dengan kebiasaan makan.

2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Pola Makan

Pemilihan makanan individu sangat kompleks dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor, seperti:

a. Jenis Kelamin

Menurut Brown (2005), pria lebih banyak membutuhkan energi dan

protein daripada wanita. Hal ini dikarenakan pria lebih banyak

melakukan aktivitas fisik daripada wanita. Oleh karena itu,

kebutuhan kalori pria akan lebih banyak daripada wanita, sehingga

pria mengkonsumsi lebih banyak makanan. Selain itu, banyak wanita

yang memperhatikan citra tubuhnya sehingga banyak dari mereka

yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makan sesuai

kebutuhannya agar memiliki porsi tubuh yang sempurna

b. Pengetahuan

Pengetahuan umum maupun pengetahuan tentang gizi dan kesehatan

akan mempengaruhi komposisi dan konsumsi pangan seseorang


19

(Khomsan, 2000). Informasi terkait gizi dan nutrisi dapat disebarkan

melalui:

1) Poster yang dipajang di tempat-tempat umum (seperti sekolah,

PUSKESMAS, rumah sakit), dimana orang mempunyai

kesempatan untuk membacanya.

2) Leaflet dengan pesan kesehatan yang sederhana dan spesifik. Artikel

di koran.

3) Iklan di televisi dan radio.

4) Program sekolah untuk murid dan orangtua.

c. Teman Sebaya

Teman sebaya dapat mempengaruhi seseorang dalam mengkonsumsi

suatu makanan. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada

kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan, dan

supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003). Pada periode remaja,

pengaruh teman sebaya lebih terlihat dalam hal pemilihan makanan

(Brown, 2005).

d. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi.

Demikian pula letak geografis mempengaruhi makanan yang

diinginkannya. Sebagai contoh, nasi untuk orang-orang Asia dan

Orientalis, pasta untuk orang-orang Italia, kari untuk orang-orang India

merupakan makanan pokok, selain makanan-makanan lain yang mulai

ditinggalkan. Makanan laut banyak disukai oleh masyarakat sepanjang

pesisir Amerika Utara. Sedangkan penduduk Amerika bagian Selatan


20

lebih menyukai makanan goreng-gorengan (Dirjen Binkesmas Depkes

RI, 2007).

e. Agama atau Kepercayaan

Agama atau kepercayaan juga mempengaruhi jenis makanan yang

dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Orthodok

melarang mengkonsumsi jenis daging tertentu, agama Roma Katolik

melarang mengkonsumsi daging setiap hari, dan beberapa aliran agama

melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi atau alkohol (Dirjen

Binkesmas Depkes RI, 2007).

f. Status Sosial Ekonomi

Pilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut

dipengaruhi oleh status sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, orang kelas

menengah ke bawah tidak sanggup membeli makanan jadi, daging, buah

dan sayuran yang mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk

mengkonsumsi makanan yang mahal harganya. Kelompok sosial juga

berpengaruh terhadap kebiasaan makan, misalnya kerang dan siput

disukai oleh beberapa kelompok masyarakat, sedangkan kelompok

masyarakat yang lain lebih menyukai hamburger dan pizza (Dirjen

Binkesmas Depkes RI,2007).

g. Personal Preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap

kebiasaan makan seseorang. Orang seringkali memulai kebiasaan

makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Misalnya, ayah

tidak suka makan kari, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu
21

tidak suka makan kerang, begitu pula anak perempuannya. Perasaan

suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung

asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak anak yang suka

dimarahi oleh bibinya akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging

ayam yang dimasak bibinya (Dirjen Binkesmas Depkes RI, 2007).

h. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang

Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang kurang menyenangkan

karena berhubungan dengan kekurangan makanan. Sebaliknya, nafsu

makan merupakan sensasi yang menyenangkan berupa keinginan

seseorang untuk makan. Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan

puas karena telah memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat

pengaturan dan pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa

kenyang dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu hipotalamus (Dirjen

Binkesmas Depkes RI, 2007).

i. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.

Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat individu memilih

makanan yang lembut. Tidak jarang orang yang kesulitan menelan,

memilih menahan lapar dari pada makan (Dirjen Binkesmas Depkes RI,

2007).

3. Penilaian Konsumsi Makanan

Asupan makan merupakan faktor utama yang berperan terhadap

status gizi seseorang. Untuk menilai status gizi dapat dilakukan melalui

penilaian konsumsi makanan. Penilaian konsumsi makanan dilakukan


22

untuk mengetahui kebiasaan makan dan menghitung jumlah makanan

yang dimakan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Untuk mendapatkan informasi tentang kebiasaan makan dan jumlah

makanan yang dikonsumsi, dapat dilakukan pengukuran melalui beberapa

metode, antara lain:

a. Metode ingatan 24 Jam (24-hours food recall)

Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah makanan yang

dikonsumsi selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelumnya. Dengan

metode ini akan diketahui besarnya porsi makanan berdasarkan

ukuran rumah tangga (URT) yang kemudian dikonversi ke ukuran

metrik (gram) (Khomsan, 2010).

Metode ingatan 24 jam, jika dilakukan satu hari tidak dapat

menggambarkan informasi rata-rata konsumsi. Oleh karena itu,

sebaiknya dilakukan minimal 2x24 dengan selang waktu 2 hari

selama sepuluh hari.

b. Metode food records

Pada metode ini, responden diminta untuk mencatat semua makanan

dan minuman yang dikonsumsi selama seminggu. Pencatatan

dilakukan oleh responden dengan menggunakan ukuran rumah

tangga (URT) atau menimbang langsung berat makanan yang

dikonsumsi (dalam ukuran gram) (Khomsan, 2010).

c. Metode penimbangan makanan (food weighing)

Metode penimbangan pangan adalah metode yang paling akurat dalam

memperkirakan asupan kebiasaan dan/atau asupan zat gizi individu.


23

Pada metode ini, responden diminta untuk menimbang dan mencatat

seluruh makanan yang dikonsumsi selama periode waktu tertentu.

Lebih jelasnya, responden diminta untuk menimbang semua makanan

yang akan dikonsumsi dan makanan yang sisa. Kuantitas asupan

makanan adalah selisih antara kuantitas yang akan dikonsumsi dengan

kuantitas pangan yang sisa (Siagian, 2010).

d. Metode dietary history

Metode ini dikenal juga sebagai metode riwayat pangan. Tujuan dari

metode ini adalah untuk menemukan pola inti pangan sehari-hari pada

jangka waktu lama serta untuk melihat kaitan antara inti pangan

dan kejadian penyakit tertentu (Khomsan, 2010).

e. Metode frekuensi makanan (food frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh informasi pola

konsumsi makanan sesorang. Untuk itu, diperlukan kuesioner yang

terdiri dari dua komponen, yaitu daftar jenis makanan dan frekuensi

konsumsi makanan (Khomsan, 2010).

4. Nutrisi Ibu Postpartu

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh

untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas

meningkat 25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses

kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang

cukup (Sulistyawati, 2009).

Ibu nifas khususnya ibu post Sectio Caesarea sangat penting

mendapatkan makanan yang seimbang, khususnya makanan yang


24

mengandung lebih zat protein seperti daging, ayam, ikan, telur dan

sumber makanan yang mengandung banyak vitamin seperti buah-

buahan dan sayur-sayuran (Hamidarsyat, 2007 : 1), ibu juga disarankan

banyak minum minimal 2 liter atau 8 gelas per hari. Dimana air

(mineral) berfungsi sebagai bagian penting dari struktur sel dan

jaringan (Nakita, 2006).

Makanan yang mengandung banyak protein dan vitamin perlu

dimakan setelah bersalin. Kebiasaan pantang makanan harus dihindari,

hal ini dikarenakan akan mempengaruhi pemulihan luka pada rahim dan

pada saluran kemaluan. (Hamidarsyat, 2007 : 1) Memang tidak mudah

untuk merubah kebiasaan pantang makanan pada ibu bersalin (ibu post

SC). Tetapi dengan informasi bahwa pentingnya makanan yang

seimbang akan mempengaruhi penyembuhan luka dengan demikian

sedikit demi sedikit masyarakat (ibu post SC) akan mengerti dan

perlahan-lahan pantang makanan dapat ditinggalkan.

Tindakan operasi caesaria kembalinya organ pencernaan ke kondisi

semula memakan waktu lebih lama. Pemeriksaan organ pencernaan

dilakukan enam jam setelah bedah apabila kondisi tubuh ibu baik

dapat diberikan minum hangat sedikit kemudian bertahap minum yang

lebih banyak, dan dapat makan makanan lunak pada hari pertama

setelah operasi. Pada bius total diperbolehkan minum setelah berhasil

buang gas. (Kasdu, 2003).


25

Ibu post sectio caesarea harus menghindari makanan dan minuman

yang menimbulkan gas karena gas perut kadang-kadang menimbulkan

masalah sesudah seksio sesarea. Jika ada gas dalam perut, ibu akan

merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari tempat

tidur, pernapasan dalam, dan bergoyang di kursi dapat membantu

mencegah dan menghilangkan gas. (Simkin dkk, 2008)

Setelah melahirkan atau setelah operasi, ibu hanya boleh makan

tahu dan tempe tanpa garam atau biasa disebut dengan nganyep, dilarang

bayak makan dan minum, dan makanan harus disangrai / dibakar sebelum

dikomsumsi. Adapun dampak negative pada ibu apabila setelah melahirkan

atau operasi hanya dapat mengomsumsi tahu dan tempe tanpa garam dan

ma sehat akan mempercepat penyebuhan luka dab dampak positif dari

larangan ini tidak ada ( Indriyani, 2016).

Menurut (Indriyani,2016) Gizi seimbang bagi ibu post partum

perinsipnya yaitu sama dengan makanan ibu hamil, hanyajumlahnya lebih

bayak dan mutu lebih baik.

a. Syarat –syarat gizi bagi ibu post partum

1). Susunan menu harus seimbang

2). Dianjurkan minum 8-10 gelas / hari

3). Hindari makanan yang banyak bumbu, terlalu panas/ dingin, tidak

menggunakan alkohol, guna kelancaran percernaan ibu.

4). Dianjurkan banyak makan sayuran berwarna hijau.

b. Bahan makanan yang dianjurkan untuk ibu post partum


26

1). Jumlah dan mutunya lebih banyak dari pada saat hamil atau keadaan

biasa (tinggi kalori tinggi protein).

2). Bahan makanan sumber kalori: beras, roti, mie,kentang, bihun dan

sebagainya.

3). Bahan makanan sumber protein: daging, telur, hati, ayam, ikan,

tahu, tempe, kacang – kacangan dan sebagainya.

4). Bahan makanan sumber vitamin dan mineral yang dapat

meingkatkan produksi ASI yaitu sayuran yang berwarna hijau /

kuning, buah-buahan yag dagingnya berwarna merah /kuning,

misalnya: bayam, singkong, daun katuk, lantoro gung tanpa kulit,

pepaya, pisang, jeruk, jambu air, mangga dan sebagainya.

5). Mengkomsumsi aneka ragam bahan makanan sumber zat besi

dalam jumlah yang cukup setiap harinya misalnya: bayam, daun

pepaya, kangkung, kacang merah, kacang hijau, kacang tanan.

6). Mengkomsumsi aneka ragam bahan makanan yang mengandung

zat kapur / kalsium misalnya: daun singkong, daun katuk, bayam,

daun pepaya, singkong, keju, ikan teri, dan susu.

7). Perlu lebih banyak minum air putih untuk membantu memperbanya

produksi ASI.

E. Konsep Sectio Caesaria

1. Definisi

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
27

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500

gram (Sarwono, 2009).

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan

berat badan diatas 500 gram melalui sayatan p ada dinding uterus

ya n g utu h (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).

Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin

dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007). Sectio caesaria

adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut

dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).

2. Etiologi

Ketuban pecah dini atau ketuban pecah sebelum waktunya

adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/ vagina sebelum proses persalinan

(Marmi, 2011). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum

waktu melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase

laten) (Nugroho, 2010).

Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa ketuban

pecah dini merupakan kondisi keluarnya cairan ketuban pada fase laten atau

<4 cm.

F. Konsep PostPartum

1. Definisi

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa

nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk

pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post


28

partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ

reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,

2010).

Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa

aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala

dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005). Partus spontan adalah

proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan dengan

ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat- obatan (prawiroharjo, 2000).

2. Tahap Masa Nifas

Menurut Saleha ( 2009) Tahapan yang terjadi pada masa nifas

adalah sebagai berikut :

a. Periode Immediate Postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada

masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan

karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus

melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan

darah, dan suhu.

b. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan

normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam,

ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui

dengan baik.

c. Periode Late Postpartum (1 minggu- 5 minggu)


29

Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan

sehari- hari serta konseling KB

3. Adaptasi Maternal Fisiologis

Bobak, Lowdermik dan Jensen, (2005) menyatakan bahwa

periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai

organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Periode ini

kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan.

Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap

normal dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik.

Berikut adalah perubahan atau adaptasi fisiologi serta psikologi wanita

setelah melahirkan.

a. Sistem Reproduksi

1) Involusio Uteri

Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi

normal setelah kelahiran bayi. (Bobak, Lowdermilk, dan

Jensen,2005). Involusio terjadi karena masing-masing sel

menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang.

Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana zat protein

dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang sebagai

air kencing.

2) Involusio Tempat Plasenta


30

Pada pemulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak pembuluh

darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang

demikian, sembuh dengan menjadi parut. Hal ini disebabkan karena

dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan endometrium baru di

bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang disebut after pains ( meriang

atau mules-mules ) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung

3-4 hari pasca persalinan.( Cunningham, F Gary, Dkk, 2005 )

3) Lochea

Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Lochia

dapat dibagi menjadi beberapa jenis:

a) Lochea rubra/cruenta

Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel

desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2

hari pasca persalinan.

b) Lochea sanguinolent

Berwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir,yang

keluar pada hari ke – 3 sampai ke-7 pasca persalinan.

c) Lochea serosa

Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochia rubra. Lochia

ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian menjadi

kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke -7 sampai hari

ke-14 pasca persalinan.

d) Lochea alba
31

Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit

hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu

berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta

terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.

e) Lochea purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

f) Locheastatis

Lochea tidak lancar keluarnya.

4) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong

berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang

terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa

masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan

setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari

5) Vagina dan perineum

Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium

merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara

berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali

seperti ukuran seorang nulipara. Rugae ( lipatan-lipatan atau

kerutan-kerutan ) timbul kembali pada minggu ketiga. Perlukaan

vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak

sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,

tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,

terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada


32

dinding lateral dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada

perineum terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan

tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum

umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila

kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran

yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah

penjahitan dan perawatan dengan baik.

b. Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat

perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon

yang berperan dalam proses tersebut.

1) Oksitosin

Oksitosin disekresika dari kelenjar otak bagian belakang.

Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan

dalam pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi,

sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat

merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut

membantu uterus kembali ke bentuk normal.

2) Prolaktin

Menurunnya kadar estrogen menimbulka terangsangnya kelenjar

pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin,

hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk


33

merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui

bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada

rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita

yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun

dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang

kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah

permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,

pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.

c.Sistem kardiovaskuler

Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah

sama sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20

mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut dengan hipotensi

orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap

penurunan resistensi di daerah panggul.

d. Sistem Urinaria

Selama proses persalinan, kandung kemih mengalami

trauma yang dapat mengakibatkan udema dan menurunnya

sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan,

tekanan yang berlebihan dan kekosongan kandung kemih yang

tidak tuntas, hal ini biasa mengakibatkan terjadinya infeksi.

Biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil sampai 2 hari

post partum.

e. Sistem Gastrointestinal
34

Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak.

Hal ini disebabkan karena pada saat melahirkan alat pencernaan

mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong,

pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang

makan, haemoroid, dan laserasi jalan lahir.

f. Sistem Muskuloskeletal

1) Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi

dini untuk mempercepat involusio rahim.

2) Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan yang

mengakibatkan berkurangnya tonus otot, yang tampak pada

masa post partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan

kendor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut

distensi recti abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding

abdomen bila ibu telentang. Latihan yang ringan seperti

senam nifas akan membantu penyembuhan alamiah dan

kembalinya otot pada kondisi normal.

g. Sistem kelenjar mamae

1) Laktasi

Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan

yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah

kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.

2) Kolostrum

Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh

payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang


35

sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral

tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian

kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang

disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli

dianggap merupakan sel-sel epitel yang telah mengalami

degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai fagosit

mononuclear yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi

kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan

bertahap menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan

dalam kolostrum. Kandungan immunoglobulin A mungkin

memberikan perlindungan pada neonatus melawan infeksi

enterik. Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya, juga

immunoglobulin - immunoglobulin, terdapat di dalam

kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen

komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase,

dan lisozim.

3) Air susu

Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air

dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan

laktosa bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotik.

Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam

retikulum endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli. Asam

amino esensial berasal dari darah, dan asam- asam amino

non-esensial sebagian berasal dari darah atau disintesis di


36

dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah

protein-protein unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga

prolaktin secara aktif disekresi ke dalam air susu. Perubahan

besar yang terjadi 30-40 jam post partum antara lain

peninggian mendadak konsentrasi laktosa. Sintesis laktosa dari

glukosa didalam sel-sel sekretorik alveoli dikatalisis oleh

lactose sintetase. Beberapa laktosa meluap masuk ke sirkulai

ibu dan mungkin disekresi oleh ginjal dan ditemukan di dalam

urin kecuali kalau digunakan glukosa oksidase spesifik dalam

pengujian glikosuria.

Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari

glukosa. Butir- butir lemak disekresi dengan proses semacam

apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu

manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-

masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan pada

ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan

vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi segera setelah

lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan

pada neonatus.

Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi,

besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada

besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya

tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu.

Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium,


37

yang muncul di dalam air susu. (Cunningham, F Gary, Dkk,

2005).

h. Sistem Integumen

Penurunan melanin setelah persalinan menyebabkan

berkurangnya hiperpigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada aerola

mammae dan linea nigra mungkin menghilang sempurna sesudah

melahirkan.

4. Adaptasi Maternal Psikologis

Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu post

partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :

a. Fase Taking In (Fase mengambil) / ketergantungan

Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua post partum.

Ibu sangat tergantung pada orang lain, adanya tuntutan akan

kebutuhan makan dan tidur, ibu sangat membutuhkan perlindungan

dan kenyamanan.

b. Fase Taking Hold / ketergantungan mandiri

Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari ke sepuluh post partum,

secara bertahap tenaga ibu mulai meningkat dan merasa nyaman, ibu

sudah mulai mandiri namun masih memerlukan bantuan, ibu sudah

mulai memperlihatkan perawatan diri dan keinginan untuk belajar

merawat bayinya.

c. Fase Letting Go / kemandirian

Fase ini terjadi pada hari ke sepuluh post partum, ibu sudah mampu

merawat diri sendiri, ibu mulai sibuk dengan tanggung jawabnya.


38

G. Penelitian Terkait

1. Dalam penelitian Rusdiana Kartikasari (2010) yang berjudul Stres Pada

Ibu Saat Merawat Anak Pertama Ditinjau Dari Dukungan Sosial Suami.

Didapatkan hasil ada hubungan negatif antara dukungan social suami

dengan stress pada ibu saat merawat anak pertama. Semakin tinggi

dukungan social suami maka semakin rendah stres ibu saat merawat anak

pertama, dan sebaliknya. Hipotesis dapat diterima. Sumbangan efektif dari

dukungan social suami terhadap stress pada ibu saat merawat anak

pertama sebesar 73,3%.

2. Penelitian Siti Fatimah (2009) tentang Hubungan Dukungan Suami

Dengan Kejadian Postpartum Blues Pada Ibu Primipara Di Ruang

Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa hasil uji chi square membuktikan adanya hubungan dukungan

suami dengan kejadian postpartum blues pada ibu primipara di ruang

Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang dengan ρ value = 0,033. Maka

diperlukan dukungan suami yang lebih kepada istri yang melahirkan untuk

mencegah gejala postpartum blues. Dari hasil penelitian didapatkan ada

hubungan antara dukungan suami dengan kejadian postpartum blues pada

ibu primipara di ruang Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang.

3. Penelitian Nunuk Sri Purwanti dan Ana Ratnawati (2014) tentang Efek

Dari Pelatihan Perawatan Bayi Baru Lahir Dengan Dukungan Suami

Dalam Perawatan Bayi Baru Lahir Di Yogyakarta, hasilnya ada efek dari

pelatihan perawatan bayi baru lahir dengan dukungan suami dalam


39

merawat bayi baru lahir dalam kelompok intervensi dan kelompok control.

Sub variabel untuk dukungan emosional dan dukungan instrumental dalam

kelompok intervensi diperoleh ρ value < 0,05 (ρ < 0,05), sub variabel

untuk dukungan informasional dalam kelompok intervensi didapatkan ρ

value > 0,005 (ρ > 0,005), dukungan penghargaan dalam kelompok

intervensi dan kelompok control didapatkan ρ value > 0,000 (ρ > 0,000).

Pelatihan perawatan bayi baru lahir bagi suami memberikan pengertian

suami tentang kebutuhan bayi baru lahir dan yang terpenting bantuan

suami dalam merawat bayi baru lahir sangat dibutuhkan. Pelatihan ini

melengkapi kebutuhan suami untuk menunjukkan kemampuan dalam

perawatan bayi baru lahir dimana sangat berguna untuk perkembangan

kemampuan menjadi orang tua.

4. Penelitian lainnya dilakukan oleh Susanti (2002), dengan hasil terdapat

hubungan bermakna antara faktor pelayanan petugas kesehatan (seperti

pemeriksaan kasus anemia, konseling dan pemberian tablet Fe) dengan

kepatuhan konsumsi tablet Fe. Selain memberikan penyuluhan tenaga

kesehatan juga memiliki berbagai macam peranan penting lainnya di

dalam proses meningkatkan derajat kesehatan.

5. Penelitian lainnya dilakukan oleh Muhamad Yaeni (2013) dengan hasil

terdapat Persalinan sectio caesarea di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Klaten dilakukan karena adanya faktor yang yang mempengarui yaitu

pekerjaan, usia, pendidikan, indikasi SC, penyakit penyerta dan

kehamilan dengan pertimbangan waktu persalinan baik elective maupun

emergency. Indikasi yang paling banyak dilakukan persalinan


40

persalinan SC di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten adalah indikasi

relatif dan faktor yang paling kuat untuk dilakukan persalinan sectio

caesarea karena penyakit penyerta dan alasan emergency sebagai

waktu terkuat dilakukan sectio caesarea

6. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Aprina (2015) dengan hasil

ada hubungan PEB dengan section caesarea di RSUD Dr.H abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015 dengan p-value= 0,000 Odds

Ratio (OR)= 2,947. Ada hubungan plasenta pravia dengan sectio caesarea

(p-value= 0,000, OR= 3,30). Ada hubungan partus tak maju dengan sectio

caesarea (p-value = 0,000, OR= 24, 533). Ada hubungan antara

kelainan letak dengan sectio caesarea (p-value = 0,000, OR= 3,996).

Perlu lebih ditingkatkannya pemberian dukungan terhadap pentingnya

pengetahuan ibu hamil maupun bersalin tentang tanda bahaya kehamilan

dan persalinan guna mencegah terjadinya sectio caesarea saat persalinan

terutama informasi tentang faktor-faktor yang dapat, mempengaruhi

terjadinya sectio caesarea termasuk PEB, Plasenta previa, kelainan

letak janin, serta partus tak maju

7. Dalam penelitian yang dilakukan Nurhayati (2013) hasil penelitian ini

menunjukan bahwa ada Hubungan antara Pola Nutrisi pada Ibu nifas

dengan Kecukupan ASI pada Bayi di Desa Mejasem Timur Kecamatan

Kramat Kabupaten Tegal Tahun 2013 dengan responden pola nutrisi baik

dan sebagian besar kecukupan ASI pada bayinya tercukupi. Hasil

penelitian dengan menggunakan chi square dan nilai kamaknaan 0,05(

tingkat kepercayaan 95%) diperoleh X² hitung=14,700, yang berarti lebih


41

besar dari X² tabel (X² tabel = 3,841). Korelasi antara pola nutrisi ibu nifas

dengan kecukupan ASI pada Bayi sebesar 0,00 (ρ value = 0,00) jadi ρ

value < 0,05. Disarankan agar responden dapat meneruskan pemberian

ASI saja tanpa di beri makanan pendamping apapun kecuali vitamin dan

obat sampai bayi berumur 6 Bulan (ASI ekslusif).

8. Penelitian yang dilakukan Retnani (2016) tentang Hubungan Peran

Petugas Kesehatan Dengan Motivasi Ibu Dalam Pemberian Asi Eksklusif

Di Desa Wonorejo Kecamatan Kencong Kabupaten Jember didapatkan

hasil analisis dengan menggunakan uji statistik chi-square menunjukkan

bahwa responden yang mempersepsikan peran petugas kesehatan baik dan

memiliki motivasi tinggi ialah sebanyak 23 responden (27,7%).

Responden yang mempersepsikan peran petugas kesehatan rendah dan

memiliki motivasi rendah ialah sebanyak 14 responden (16,8%).

Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa secara statistik terdapat

hubungan peran petugas kesehatan dengan motivasi ibu dalam

pemberian ASI eksklusif. Tingkat kepercayaan yang digunakan

ialah 95% dengan p value < 0,05 (p value = 0,028 dan α = 0,05). Peran

petugas kesehatan yang baik mampu mendorong motivasi responden

dalam pemberian ASI eksklusif.


42

Anda mungkin juga menyukai