TUGAS INDIVIDU
Disusun sebagai Kelengkapan Praktik Klinik Keperawatan Keluarga
Oleh:
NOVI KARINA ISMALASARI
NIM: 17.100.71
Pembimbing:
DYAN MUTYAH, S.kep.,Ns., M.Kes
NIP: 03.056
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obsturksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten
2. Penyebab
A. Fisiologis
- Spasme jalan napas
- Hipersekresi jalan napas
- Disfungsi neuromuskuler
- Benda asing dalan jalan napas
- Adanya jalan napas buatan
- Sekresi yang tertahan
- Hyperplasia dinding jalan napas
- Proses infeksi
- Respon alergi
- Efek agen farmakologis (mis anastesi)
B. Situasional
- Merokok aktif
- Merokok pasif
- Terpajan polutan
Subjektif Objektif
Subjektif Objektif
- Dyspnea - Gelisah
- Sulit bicara - Sianosis
- Orthopnea - Bunyi nafas menurun
- Frekuensi nafas berubah
- Pola napas berubah
2.3.7 Pathway
2.3.8 Patofisiologi
Virus masuk melalui udara/droplet dan melalui tangan sehingga virus
mengfiltrasi epitel dan epitel terkikis, menyebabkan peradangan hingga terjadi
peradangan menyebabkan suhu tubuh meningkat yang berakibat tubuh menjadi
lemah dan hipertermi, dari keadaan ini didapatkan diagnosa intoleransi aktivitas.
Nyeri tenggorokan, produksi sekret dan terjadi pembengkakan mengakibatkan
pasien sulit bernapas, RR meningkat, menggunakan otot bantu pernapasan dan
tidak menggunakan retraksi dinding dada sehingga didapatkan diagnosa pola napas
tidak efektif, ketidaktahuan orang tua akan kondisi anak dan cemas (Rasmaliah,
2004)
2.3.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan,
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)
2.3.10 Masalah Keperawatan yang muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan sekresi yang tertahan
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
BAB 3
3.1 Pengkajian
A. Asuhan keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik
hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut.
Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga
orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi
perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan
yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnesa
a. Identitas
Umur : ISPA bisa menyerang siapa saja termasuk seseorang yang
mengalami kelainan sistem kekebalan tubuh, juga pada seorang lanjut usia
dikarenakan kekebalan tubuh menurun dan juga memiliki resiko pada
balita dan anak-anak, dikarenakan sistem kekebalan tubuh mereka belum
terbentuk sepenuhnya.
b. Jenis kelamin : bisa menyerang laki laki atau perempuan
c. Status kesehatan saat ini
- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
- Alasan masuk rumah sakit (Biasanya pasien masuk ke rumah sakit
dengan keadaan demam, sakit tenggorokan)
- Riwayat penyakit sekarang ( klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk, pilek dan sakit tenggorokan.) (Wijayaningsih, 2013, hal. 4).
d. Riwayat kesehatan terdahulu
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Mengkaji klien sebelumnya telah memiliki riwayat penyakit asma,
pneumonia dan sebagainya. (Kunoli, 2012, hal. 213)
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan sistem pernafasan seperti riwayat
penyakit ASMA. (Stillwell, 2011, hal. 139)
f. Riwayat Pengobatan
- Pnemunia berat : Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigen dan sebagainya
- Pneumonia : Dirawat obat antibiotik kontrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan
pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksilin atau
penisilin prokain
- Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidakmengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) di sertai
pembesaran kelenjar getah bening di leher, di anggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari.(Kunoli, 2012, hal. 217).
g. Riwayat sosial ( kemungkinan terbesar pasien terkena penyakit ISPA
ketika pasien tersebut tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya dan seringnya pasien berkontak dengan polusi baik asap
kendaraan bermotor dan polusi udara yang lainnya)(Wijayaningsih, 2013,
hal. 131)
Pemeriksaan fisik
h. Keadaan umum
- Kesadaran (Biasanya pada penderita ISPA tingkat kesadaranya adalah
composmentis, tetapi jika keadaan pasien sudah parah maka tingkat
kesadarannya bisa Somnolen.) (Marni, 2014, hal. 222)
- Tanda-tanda vital
a. TD :pada pasien ISPA tekanan darah meningkat
b. Suhu :suhu melebihi 38.5⁰C (> 101.3⁰F) melalui rektum
c. RR :pernapasan meningkat (>24 kali/menit)
d. Nadi : nadi teraba cepat (100 kali/menit). (Stillwell, 2011, hal. 128)
3. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan
a. Inspeksi
- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
- Tonsil tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringan parut pada leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung
b. Palpasi
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher atau
nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
- Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler atau tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru
2. Sistem kardiovaskuler
a. Inspeksi :
- Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
b. Palpasi
- Denyut nadi cepat
c. Perkusi
- Batas jantung mengalami pengeseran
e. Auskultasi
- Tekanan darah meningkat (Wahid, 2013, hal. 195-196)
3. Sistem persarafan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
4. Sistem perkemihan : Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
5. Sistem pencernaan
a. Inspeksi :
- bentuk abdomen (cembung/cekung/ datar), kesimetrisan, masa atau
benjolan
b. Auskultasi :
- lakukan asukultasi abdomen untuk menentukan adanya bising usus
pada pasien.
c. Palpasi :
- lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau
distensi, adanya nyeri tekan, dan adanya massa atau asites. (Wahid,
2013, hal. 196).
6. Sistem integumen
a. Inspeksi :
- ada tidaknya lesi, ada tidaknya jaringan parut,
- Warna kulit : Pucat sianosis
b. Palpasi :
- Turgor menurun (Morton, 2011, hal. 630)
7. Sistem muskuloskeletal: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
8. Sistem endokrin: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
9. Sistem reproduksi: Tidak adanya kelainan(Nurarif, 2015, hal. 65)
10. Sistem penginderaan
a. Pemeriksaan mata
- Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak
mata/palpebra,konjungtiva dan sklera tidak ada perubahan warna
b. Pemeriksaan telinga
- Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat
benjolan, tidak terdapat hiperpigmentasi
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
c. Pemeriksaan hidung
- Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi
(adakah pembengkokan atau tidak,) terdapat secret atau tidak,
- Palpasi :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa
d. Pemeriksaan mulut
- Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis,
palatoseisis atau labiopalatoseisis), warna lidah terdapat perdarahan
atau tidak, ada abses atau tidak (Marni, 2014, hal. 26)
e. Sistem imun: Virus yang menyerang saluran nafas dapat menyebar ke
tempat- tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyerang
sistem imun dan dapat menyebabkan demam (Nurarif, 2015, hal. 65)
4. Pemeriksaan Laboratorium
- pemeriksaan darah di laboratorium.
- Pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium.
- Pencitraan dengan x-ray atau CT scan untuk menilai kondisi paru-paru.
5. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data
subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang
terdiri dari :
a) Kebutuhan dasar atau fisiologis
b) Kebutuhan rasa aman
c) Kebutuhan cinta dan kasih sayang
d) Kebutuhan harga diri
e) Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang
dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual,
potensial, dan kemungkinan.
6. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan.
Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ISPA adalah
sebagai berikut :
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan sekresi yang tertahan
b) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
c) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
7. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan
aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah masalah keperawatan penderita.Tahapan ini disebut perencanaan
keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan,
menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi dan aktivitas keperawatan
a) Diagnosa 1
Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan sekresi yang tertahan
- Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria hasil:
1. Produksi sputum menurun
2. Wheezing menurun
3. Dispnea menurun
4. Frekuensi napas membaik
5. Pola napas membaik
- Intervensi:
1. Identifikasi kemampuan batuk
R/ untuk mengetahui kemampuan batuk pasien
2. Monitor adanya retensi sputum
R/ untuk mengetahui ada tidaknya sputum
3. Atur posisi fowler atau semi fowler
R/ untuk mengurangi rasa sesak
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
R/ untuk mengetahui tujuan dan prosedur batuk efektif
5. Kolaborasi pemberian ekspektoran, jika perlu
R/ untuk mengenerkan sputum
b) Diagnosa 2
Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
- Tujuan
Setelah dilakukab tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Gelisah menurun
4. Pola napas membaik
5. Kesulitn tidur menurun
- Intervensi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
R/Untuk mengetahui kwalitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
R/ untuk mengetahui respon non verbal trhadap nyeri
4. Identifikasi factor yang memperberat dan meperingan nyeri
R/ untuk mengetahui factor terhadap nyeri
5. Monitor efek samping penggunaan analgesik
R/ Untuk mengurangi pengaruh terhadap nyeri
c) Diagnosa 3
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
f. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
hipertermia menurun, dengan kriteria hasil:
1. Menggigil menurun
2. Takikardi menurun
3. Suhu tubuh membaik
4. Suhu kulit membaik
5. Tekanan darah membaik
g. Intervensi:
1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis: ndehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
R/ untuk mengetahui penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
R/ untuk memantayu suhu tubuh pasien
3. Berikan cairan oral
R/ untuk memenuhi kebutuhan cairan pada pasien
4. Anjurkan tirah baring
R/ agar pasien beristirahat
5. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit, jika perlu
R/ agar pasien tidak dehidrasi
8. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.