Anda di halaman 1dari 11

J. Hort. Vol. 21 No.

3, 2011

J. Hort. 21(3):254-264, 2011

Inventarisasi dan Identifikasi Patogen Tular-tanah


pada Pertanaman Kentang di Kabupaten Purbalingga

Soesanto, L ., E. Mugiastuti, dan R. F. Rahayuniati


Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Dr. Soeparno, Karangwangkal, Purwokerto 53123
Naskah diterima tanggal 3 Januari 2011 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 7 September 2011

ABSTRAK. Patogen tular-tanah di lahan kentang merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan, produksi, dan kualitas hasil tanaman. Inventarisasi dan identifikasi patogen tular-tanah di lahan
kentang dengan metode purposive sampling telah dilakukan di Kabupaten Purbalingga, yang meliputi Dusun Gunung
Malang di Desa Serang dan Dusun Bambangan dan Kutabawa di Desa Kutabawa Kecamatan Karangreja dari bulan
November 2008 sampai Januari 2009. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis dan virulensi patogen tular-tanah
di lahan kentang di lokasi tersebut. Isolasi dan uji virulensi dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Peubah yang diamati yaitu karakter morfologi mikrobe
patogen, kepadatan di dalam tanah, dan reaksi hipersensitif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh spesies
patogen ditemukan di lahan kentang, yaitu Fusarium oxysporum, F. solani, Ralstonia solanacearum, Curvularia sp.,
Phytophthora infestans, Helminthosporium purpureum, dan Pseudomonas kelompok berpendar. Populasi mikrobe di
lahan kentang yang paling dominan ialah R. solanacearum, yaitu 71,6%, disusul oleh F. oxysporum sebesar 16,87%.
Sebaran mikrobe di masing-masing lahan kentang berbeda. Semua lahan kentang di Kabupaten Purbalingga sudah
terkontaminasi patogen tular-tanah penting sehingga perlu disehatkan kembali secara hayati.

Katakunci: Identifikasi; Patogen tular-tanah; Lahan kentang.

ABSTRACT. Soesanto. L, E. Mugiastuti, and R. F. Rahayuniati. 2011. Screening of Soilborne Pathogens


in Potato Land at Purbalingga Regency. Soilborne plant pathogens in potato land are one of important factors
influencing plant growth, production and yield quality. Inventarization and identification of soilborne diseases using
purposive sampling method were conducted at potato land in Purbalingga Regency consisted of Guning Malang
location at Serang Village and Bambangan and Kutabawa locations at Kutabawa Village, Karangreja District from
November 2008 to January 2009. The study aimed to determine type and virulence of soilborne pathogens at the
locations. Isolation and virulence test were carried out at the Laboratory of Microbiology, Faculty of Agriculture,
Jenderal Soedirman University, Purwokerto. Variable observed in the research was morphological characteristics of
pathogenic microbes, their density in soils, and response of hypersensitive test. Result of the research showed that seven
pathogenic species were found at the land, i.e., Fusarium oxysporum, F. solani, Ralstonia solanacearum, Curvularia
sp., Phytophthora infestans, Helminthosporium purpureum, and fluorescent Pseudomonad. The dominant microbe
population in potato land was R. solanacearum with 71.6% followed by F. oxysporum with 16.87%. The microbes
were spread differently in every potato land. All potato lands in Purbalingga Regency have been contaminated by
the important potato pathogens so that soil bioremediation is needed.

Keywords: Identification; Soilborne pathogens; Potato plantation.

Kentang merupakan salah satu pangan (2008), pengembangan industri potato chips
utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung. di Indonesia masih terhambat oleh langkanya
Di samping itu, kentang termasuk salah satu ketersediaan kentang sebagai bahan baku. Sentra
komoditas hortikultura yang mempunyai nilai produksi kentang di Indonesia terletak di Jawa
perdagangan domestik dan potensi ekspor yang Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera
cukup baik. Produksi kentang di Indonesia Utara. Luas lahan kentang di Jawa Tengah pada
pada tahun 2010 mencapai 1.060.579 t dengan tahun 2009 ialah 18.655 ha dan produksinya
produktivitas 15,95 t/ha yang menurun jika 288.654 t yang mengalami penurunan pada tahun
dibandingkan produksi dan produktivitas kentang 2010, masing-masing menjadi 17.499 ha dan
pada tahun 2009 masing-masing 1.176.304 t dan 265.123 t (BPS 2009).
16,51 t/ha (BPS 2009). Kemampuan produksi Upaya peningkatan produksi kentang
kentang Indonesia hanya dapat memenuhi 10% menghadapi berbagai kendala. Patogen tanaman
konsumsi kentang nasional, yaitu 8,9 juta t per merupakan salah satu kendala dalam budidaya
tahun. Menurut data Puslitbang Hortikultura kentang (Jeger et al. 1996, Hamm 2007).
254
Soesanto, L. et al.: Inventarisasi dan Indentifikasi
Patogen Tular-tanah pada Pertanaman ...

Keadaan lahan kentang di Indonesia umumnya 2009. Penelitian dilaksanakan menggunakan


terkontaminasi patogen. Hal ini ditunjukkan metode survai secara purposive sampling. Setiap
dengan selalu dijumpainya penyakit pada tiap lokasi terpilih diambil beberapa titik pengambilan
musim tanam, sehingga lahan tersebut tidak sampel sesuai dengan luas lahan, masing-masing
mampu memberikan hasil optimum. Sebagian diambil tanahnya ± 0,25 kg dari lahan kentang.
besar patogen umumnya bersifat tular-tanah Isolasi dan uji keagresifan dilaksanakan di
yang mampu hidup, menyebar, dan bertahan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Pertanian,
dalam jangka waktu lama di dalam tanah (Hamm Universitas Jenderal Soedirman.
2007). Patogen tular-tanah utama yang sering Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
dijumpai dan sangat merugikan di pertanaman yaitu medium PDA, medium V8-juice agar,
kentang, antara lain Phytophthora infestans, medium CPG-TTC, PPA, King’s B, sampel
Ralstonia solanacearum, Fusarium oxysporum, tanah, umbi kentang, dan tanaman tembakau. Alat
F. solani, Rhizoctonia solani, Colletotrichum yang digunakan ialah tabung reaksi, cawan petri,
sp., dan Streptomyces scabies (Jeger et al. 1996, erlenmeyer, lampu spiritus, timbangan, autoclave,
Elphinste 2007). Kerugian yang disebabkan oleh kantung plastik, gelas ukur, mikro-pipet, jarum
patogen tersebut dapat menyebabkan kehilangan ose, spatula, beaker glass, kertas tisu, kapas,
hasil yang signifikan, yaitu lebih dari 90% alumunium foil, vortex, stirer, kompor gas, alat
(Sengooba dan Hakiza 1999, Elphinste 2007, suntik, pisau skalpel, selotip, mikroskop, buku
Hamm 2007). identifikasi, polibag, dan pot.
Kabupaten Purbalingga merupakan salah
satu sentra tanaman kentang di Jawa Tengah. Prosedur Penelitian
Keberadaan patogen pada pertanaman kentang Isolasi cendawan dilakukan dengan
di Kabupaten Purbalingga selama ini belum menimbang 10 g tanah rizosfer kentang dan
pernah diamati dan diidentifikasi. Pengetahuan dilarutkan dalam 90 ml air suling steril pada
tentang keberadaan patogen ini sangat penting, tabung erlenmeyer. Larutan dalam tabung
selain untuk menentukan peta sebaran patogen, erlenmeyer dikocok dengan stirer selama 5
juga untuk menentukan langkah pengelolaan menit, kemudian didiamkan selama 5 menit.
patogen tersebut lebih lanjut, sehingga diharapkan Suspensi yang diperoleh diencerkan per sepuluh
dapat meningkatkan produksi kentang (Jeger kali dengan air steril. Dari seri pengenceran
et al. 1996). Oleh karena itu, pada penelitian 10-5, diambil sebanyak 0,05 ml dan diratakan
ini dilakukan inventarisasi dan identifikasi menggunakan gelas L pada medium PDA, V8-
mikrobe tanah, khususnya patogen tanaman pada juice agar, dan PPA yang ditambah streptomisin
pertanaman kentang di Kabupaten Purbalingga. untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Penelitian bertujuan mengetahui jenis dan Isolasi bakteri dilakukan pengenceran hingga
keagresifan patogen pada pertanaman kentang. 10-10, kemudian diambil suspensi sebanyak 0,05 ml
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dan diratakan menggunakan gelas L pada medium
pengelolaan penyakit tular-tanah pada kentang, CPG-TTC. Inkubasi dilakukan pada suhu 28°C
dengan mempertimbangkan jenis dan virulensi sampai koloni cendawan dan bakteri tumbuh.
patogen utama yang terdapat di pertanaman Jumlah koloni cendawan atau bakteri yang
kentang. tumbuh dihitung untuk mengetahui kepadatannya
(unit pembentuk koloni (upk) per gram tanah).
Cendawan yang tumbuh diamati menggunakan
BAHAN DAN METODE
mikroskop. Identifikasi dilakukan berdasarkan
buku identifikasi kelompok cendawan tanah
Penelitian dilaksanakan pada pertanaman
(Watanabe 1994). Untuk bakteri R. solanacearum
kentang di Kecamatan Karangreja Kabupaten
identifikasi dilakukan dalam medium CPG-TTC
Purbalingga yang meliputi tiga dusun dari dua
dan Pseudomonas kelompok berpendar pada
desa, yaitu Dusun Gunung Malang di Desa
medium Kings’B.
Serang dan Dusun Bambangan serta Kutabawa
di Desa Kutabawa, yang dilaksanakan mulai Uji patogenisitas ditentukan dengan pengujian
bulan November 2008 sampai dengan Januari reaksi hipersensitif pada daun tembakau untuk
255
J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011

bakteri dan inokulasi pada umbi kentang untuk yaitu Granola, baik di Desa Gunung Malang,
cendawan secara aseptis. Suspensi bakteri Bambangan, maupun Kutabawa, meskipun
disuntikkan ke dalam ruangan antarsel daun terdapat beberapa petani yang menanam kentang
tembakau (Arwiyanto et al. 2007). Biakan jenis Atlantik, seperti di Desa Bambangan. Lahan
cendawan berdiameter 0,5 cm ditempelkan pada pertanian di Karangreja pada umumnya tidak
umbi kentang yang dilukai. Tanaman tembakau ditanami kentang sepanjang tahun. Tanaman
atau umbi kentang diinkubasi pada suhu kamar. kentang ditanam mulai bulan Maret sampai
Reaksi yang muncul diamati sampai seminggu Mei, dan dipanen pada bulan Juni sampai
setelah perlakuan. Desember. Pergiliran tanaman dilakukan dengan
membudidayakan tanaman sayuran lain, antara
Peubah Pengamatan dan Analisis Data lain wortel, selada, kubis, kembang kol, bawang
Peubah yang diamati meliputi jenis patogen, daun, sawi, dan jagung dengan pola tanam
kepadatan patogen, dan uji patogenisitas. monokultur.
Penentuan jenis patogen tular-tanah didasarkan
Keberadaan tanaman kentang di Kecamatan
pada pengamatan morfologi koloni maupun
Karangreja tersebut didukung oleh kondisi
konidiumnya. Patogen dari kelompok cendawan,
lingkungan yang berkaitan erat dengan
pengamatan dilakukan terhadap (a) warna koloni,
pertumbuhan tanaman kentang (Tabel 1). Hal ini
(b) pertumbuhan koloni, (c) bentuk spora/
sesuai dengan hasil penelitian Juwita (2005) dan
konidium, (d) ukuran konidium, (e) jumlah sel
Harwati (2008), bahwa daerah dengan kondisi
dan sekat, (f) ketebalan dinding sel, dan (g)
seperti pada Tabel 1 sesuai untuk budidaya
warna spora/konidium. Patogen dari kelompok
kentang.
bakteri yang diamati ialah (a) warna koloni, (b)
bentuk koloni, (c) pengangkatan dengan KOH, Pemeliharaan tanaman kentang di Kecamatan
dan (d) tepi koloni. Kepadatan patogen per g Karangreja sangat intensif, meliputi pemupukan
tanah, yang dinyatakan dalam satuan upk/g tanah. maupun pengendalian hama dan penyakit. Pupuk
Uji patogenisitas, untuk menentukan mikrobe yang digunakan petani ialah Urea, TSP, ZA, KCl,
hasil isolasi merupakan patogen tanaman atau SP36, dan kotoran ayam. Pemupukan dilakukan
bukan patogen tanaman. Data dianalisis secara 1-2 kali dalam satu musim tanam. Pestisida yang
deskriptif dengan membandingkan data pada digunakan antara lain insektisida berbahan aktif
buku pedoman. Data kuantitatif diperoleh dari lambda sihalotrin dan fungisida berbahan aktif
rerata hasil pengamatan. klorotalonil, zineb, dan maneb. Aplikasi pestisida
dilakukan setiap 1-4 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis dan Ciri-ciri Patogen Tular-tanah Lahan


Kentang
Kondisi Umum Sebanyak 52 isolat mikrobe telah ditemukan
Hasil survai menunjukkan bahwa varietas pada pertanaman kentang di Kabupaten
kentang yang paling banyak ditanam di Karangreja Purbalingga. Mikrobe yang telah diisolasi,

Tabel 1. Kondisi lingkungan di wilayah pengambilan sampel Kecamatan Karangreja (Envi-


ronment condition at sample taking area, Karangreja District)
Peubah komponen lingkungan fisik Hasil pengamatan komponen lingkungan fisik
(Variable of physical environmental (Result of physical environmental component observation)
component) Gunung Malang Bambangan Kutabawa
Ketinggian tempat (Altitude), m dpl (asl) 1.093 - >1.400 1.350 - >1.400 1.235-1.330
Tekanan udara (Air suppression), mb 476,50 858,33 868,33
Suhu udara (Air temperature), ºC 24,27 22,98 23,77
Kelembaban udara (Air humidity), % 87,54 94,30 90,16
Kelembaban tanah (Soil humidity), % 68,83 76,11 61,11
pH tanah (Soil acidity) 5,84 5,97 5,74
Sumber: Juwita (2005) dan Harwati (2008).

256
Soesanto, L. et al.: Inventarisasi dan Indentifikasi
Patogen Tular-tanah pada Pertanaman ...

Tabel 2. Ciri morfologi tujuh spesies patogen yang ditemukan di Kecamatan Karangreja,
Kabupaten Purbalingga (Morphological characteristic of seven pathogenic spesies
found at Karangreja District)
Nama patogen Ciri morfologi Pustaka
(Pathogen name) (Morphological characteristics) (References)
F. oxysporum Biakan F. oxysporum berwarna putih bertepung berbentuk Watanabe (1994)
melingkar, makrokonidium hialin, berbentuk bulan sabit, 5-20 x
20-135,83 μm, jumlah sekat 1-6, berdinding tipis, mikrokonidium
tanwarna, berbentuk elips, 5-20,83 x 2-71,67 μm, berdinding tipis,
dan tangkai kepala mikrokonidium palsu pendek.
F. solani Biakan F. solani berbentuk konsentris, berwarna putih kecoklat- Domsch et al. (1993)
coklatan, makrokonidium tanwarna, berbentuk sabit, 11-14,17 x
3-134,17 μm, memiliki 1-5 sekat berdinding tipis; mikrokonidium
tanwarna, berbentuk elips, 9,17-15 x 31,25-85,83 μm, berdinding
tipis, dan tangkai kepala mikrokonidium palsu panjang.
R. solanacearum Koloni R. solanacearum berwarna merah pada pusat dan putih Schaad et al. (2001)
sampai jingga pada bagian tepinya jika ditumbuhkan dalam
medium CPG-TTC. Bentuk koloni R. solanacearum tidak
beraturan, pengangkatan cembung, dan tepi keriting.
Curvularia sp. Biakan Curvularia sp. berbentuk melingkar dengan tepi tidak Watanabe (1994)
beraturan, berwarna hitam, tipis, konidium berbentuk oval, 20-
27,5 x 7-39,17 μm, berwarna coklat pucat, memiliki 3-4 sekat,
dan berdinding tipis sampai tebal
P. infestans Biakan P. infestans berbentuk melingkar, tipis, berwarna putih Domsch et al. (1993)
halus; sporangium berbentuk oval, seperti buah per, 15-24,17 x
21,67-42,5 μm, tanwarna, berdinding agak tebal, zoospora bulat,
dan berflagel pada medium V8-juice.
H. purpureun Biakan H. purpureum berbentuk melingkar, konsentris, berwarna Watanabe (1994)
putih sampai ungu, memiliki sklerotium yang khas, berwarna
coklat kehitam-hitaman, basidiospora hialin, berbentuk melingkar
terpusat (helik), dan berdinding tebal
Pseudomonas kelompok Biakan Pseudomonas kelompok berpendar berwarna putih Schaad et al. (2001)
berpendar jika ditumbuhkan dalam medium Kings’B. Bentuk koloni
Pseudomonas kelompok berpendar tidak beraturan, permukaan
cembung, dan tepi berlekuk.

selanjutnya diidentifikasi secara morfologi, kentang, di antaranya Phytophthora, Fusarium,


ditentukan sifat, dan ciri-cirinya berdasarkan dan Ralstonia.
beberapa pustaka (Goto 1992, Domsch et al. Fusarium merupakan salah satu patogen tular-
1993, Watanabe 1994). Tiga isolat dari kelompok tanah yang banyak dijumpai dan tersebar luas,
bakteri dan 49 isolat dari kelompok cendawan dan diketahui sebagai penyebab masalah pada
telah ditemukan. Setelah dilakukan pengujian, tanaman. Keragaman spesies pada Fusarium,
dijumpai mikrobe yang bersifat patogen dan antara lain dipengaruhi oleh peningkatan suhu
antagonis, dan hanya tujuh isolat mikrobe yang tanah, menyebabkan antarspesies Fusarium
merupakan patogen kentang, dua isolat dari sukar untuk dibedakan (Kistler 1997, Smith
kelompok bakteri, yaitu R. solanacearum dan 2007, Widodo dan Budiarti 2009). Sementara
Pseudomonas kelompok berpendar, sedangkan itu, sumber inokulum P. infestans di dalam tanah
lima isolat dari kelompok cendawan, yaitu beragam di berbagai kondisi karena bergantung
F. oxysporum, F. solani, Curvularia sp., P. pada jenis tanah, rotasi tanaman, intensitas
infestans, dan H. purpureum (Tabel 2). Hal aplikasi fungisida, dan kultivar kentang yang
ini sesuai dengan hasil penelitian Jeger et al. ditanam (Powelson dan Rowe 1993, Zwankhuizen
(1996), Zwankhuizen (1998), dan Semangun 1998). Populasi R. solani di dalam tanah tidak
(2000), bahwa beberapa genus patogen tular- terpengaruh oleh kondisi suhu tanah karena
tanah yang banyak menyebabkan penyakit pada pada tiga kondisi suhu tanah, yaitu 40, 50, dan
257
J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011

60ºC, kepadatan populasinya tidak berbeda nyata Menurut Sicilia et al. (2002) dan Espahani
(Chung dan Hoitink 1990). (2005), genus Fusarium yang menyebabkan
penyakit busuk kering kentang yaitu F. coeruleum,
Virulensi Patogen F. sulphureum, F. solani, dan F. oxysporum. Genus
Virulensi patogen tular-tanah di lahan kentang Fusarium merupakan cendawan tular-tanah yang
sangat beragam. Patogen yang ditemukan di dijumpai sangat beragam di dalam tanah yang
Dusun Gunung Malang umumnya virulen, disebabkan oleh keragaman sistem pertanaman,
sedangkan patogen yang ditemukan di Dusun jenis tanah, bahan organik, pengolahan tanah,
Bambangan dan Kutabawa tidak semuanya kesuburan tanah, dan keragaman lingkungan
virulen. Ralstonia solanacearum dan Curvularia (Hamm 2007).
spp. yang ditemukan di Gunung Malang,
Populasi patogen dipengaruhi oleh ketinggian
Bambangan, maupun Kutabawa terbukti virulen,
tempat dan suhu udara, kecuali Curvularia
F. solani yang virulen ditemukan di Dusun
sp. (Lampiran 1). Ketinggian tempat erat
Gunung Malang dan Bambangan, sedangkan F.
kaitannya dengan kelembaban udara, yang
oxysporum, Phytophthora sp., H. purpureum, dan
penting peranannya bagi perkembangan penyakit
Pseudomonas kelompok berpendar yang virulen
tanaman, terutama terhadap pertumbuhan
hanya ditemukan di Dusun Gunung Malang
dan perkembangan mikrobe. Hal ini sesuai
(Tabel 3).
dengan pernyataan Bejarano-Alcazar et al.
Virulensi diuji dengan reaksi hipersensitif pada (1996) dan Ioannou et al. (1997), bahwa
daun tembakau untuk bakteri dan umbi kentang kelembaban dan suhu dipengaruhi oleh ketinggian
untuk cendawan. Gejala nekrosis berwarna coklat tempat dan dapat memengaruhi permulaan dan
pada daun tembakau yang diinjeksi suspensi perkembangan penyakit tanaman dalam banyak
bakteri merupakan reaksi positif hipersensitif, cara yang saling terkait. Lebih lanjut dikatakan
sehingga patogen tersebut virulen. Cendawan Smith (2007), bahwa kelembaban berpengaruh
patogen yang virulen ditunjukkan dengan adanya terhadap pembentukan spora cendawan, daya
busuk menghitam di sekitar luka bekas inokulasi hidupnya, dan secara khusus perkecambahan
pada umbi kentang. spora, yang membutuhkan selapis tipis air yang
Hal ini sesuai dengan pendapat Jeger menutupi jaringan tanaman.
et al. (1996) dan Elphinste (2007), bahwa Selain itu, adanya perbedaan kepadatan
beberapa genus cendawan patogen yang banyak populasi patogen antarlokasi diduga disebabkan
menyebabkan penyakit pada tanaman kentang, oleh adanya senyawa kimia yang mudah menguap
di antaranya Phytophthora, Fusarium, dan (volatile chemical substances), hasil dekomposisi
Ralstonia. Selain itu, menurut Jeger et al. (1996), sisa-sisa tanaman di dalam tanah, yang terkumpul
genus lainnya yang berperan penting pada dalam jaringan tanaman di sisi serangan patogen.
tanaman kentang ialah Phoma, Macrophomina, Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bang
Verticillium, dan Alternaria. (2007), bahwa senyawa yang mudah menguap
Bakteri R. solanacearum merupakan salah mampu menurunkan populasi patogen kentang,
satu bakteri patogen tanaman yang menyebabkan seperti H. solani, F. solani, Phoma foveata, dan
penyakit penting pada tanaman kentang R. solani.
(Elphinste 2007). Lebih lanjut dinyatakan, Berdasarkan pengamatan, di lokasi yang
selain bakteri penyebab penyakit layu tersebut, semakin tinggi, maka suhu semakin rendah,
bakteri lain yang juga menyerang tanaman kelembaban semakin tinggi, dan populasi
kentang ialah Clavibacter michiganensis ssp. patogen per gram tanah menurun, kecuali
sepedonicus penyebab penyakit busuk cincin dan pada cendawan Curvularia sp. (Lampiran 1).
Pectobacterium atrosepticum (sinonim Erwinia Hal ini erat kaitannya dengan suhu minimum,
carotovora subsp. atrosepticum), P. carotovorum optimum, dan maksimum bagi patogen, yang
subsp. carotovorum (sinonim E. carotovora diduga sama dengan suhu inang dan penyakit
subsp. carotovora), dan Dickeya ssp. (sinonim E. yang ditimbulkannya. Pengaruh suhu terhadap
chrysanthemi) penyebab penyakit busuk lunak. perkembangan penyakit nampak melalui pengaruh

258
Soesanto, L. et al.: Inventarisasi dan Indentifikasi
Patogen Tular-tanah pada Pertanaman ...

Tabel 3. Patogenisitas pada pertanaman kentang di Kecamatan Karangreja (Pathogenicity in potato


land at Karangreja District)
Nama patogen Patogenisitas (Pathogenicity)
(Pathogen name) Gunung Malang Bambangan Kutabawa
F. oxysporum * - -
F. solani * * -
R. solanacearum * * *
Curvularia sp. * * *
P. infestans * - -
H. purpureum * - -
Pseudomonas kelompok pendar *  - - 
* = Virulen (Virulence), - = Avirulen (Avirulence)

suhu terhadap patogennya (Ioannou et al. 1977, dan Pseudomonas kelompok berpendar hanya
Zwankhuizen 1998, Soesanto dan Termorshuizen terdapat di Dusun Gunung Malang (Tabel 4).
2001). Populasi patogen memiliki keterkaitan dengan
Pada cendawan Curvularia sp., penurunan ketinggian tempat. Patogen umumnya lebih
populasi terjadi pada ketinggian 1.293 m dpl. atau padat pada ketinggian tempat yang lebih rendah,
dengan garis datar. Adanya perbedaan populasi sehingga penurunan populasi pada tiap gram
tersebut jika dibandingkan dengan populasi tanah searah dengan kenaikan ketinggian tempat.
pada ketinggian 1.248 dan 1.378 m dpl. diduga Namun ketinggian tempat tidak berkaitan dengan
disebabkan oleh interaksi cendawan dengan populasi Curvularia sp. (Lampiran 1).
kondisi lingkungannya. Hal ini sesuai dengan Persentase keberadaan patogen berdasarkan
pendapat Chadeganipour et al. (2010), bahwa jumlah sampel yang diambil dapat menggambarkan
perbedaan populasi Curvularia karena pengaruh dominasi patogen di wilayah yang diambil sebagai
iklim, tumbuhan, dan lokasi geografi. sampel. Dominasi terbesar ialah R. solanacearum,
yaitu 71,6% yang ditemukan pada 174 sampel
Sebaran dan Kepadatan Patogen dari 243 sampel yang diteliti. Dominasi tersebut
Patogen terbawa tanah yang ditemukan dapat digunakan sebagai penduga bahwa hampir
menyebar di Dusun Gunung Malang, Bambangan, di semua lahan terdapat R. solanacearum dan
dan Kutabawa ialah F. oxysporum, F. solani, dapat menimbulkan penyakit layu (Madden dan
R. solanacearum, dan Curvularia sp., dan P. Hughes 1995, Ephinste 2007). Data selengkapnya
infestans hanya terdapat di Dusun Gunung Malang dapat dilihat pada Tabel 5. Hal ini juga sesuai
dan Bambangan, sedangkan H. purpureum dengan hasil penelitian Jeger et al. (1996) dan

Tabel 4. Sebaran dan kepadatan patogen di Kecamatan Karangreja (Distribution and patho-
genic density at Karangreja District)
Nama patogen Kepadatan populasi (Population density), upk/g tanah (cfu/g soil)
(Pathogen name) Gunung Malang Bambangan Kutabawa
F. oxysporum 3,34 x 10 7
6,43 x 10 3
5,5 x 103
F. solani 1,39 x 10 5
6,5 x 10 3
103
R. solanacearum 7,59 x 10 15
1,71 x 10 12
6,77 x 1014
Curvularia sp. 105 105 5,5 x 103
P. infestans 5 x 10 6
5,05 x 10 5
-
H. purpureum 1,07 x 106 - -
Pseudomonas kelompok pendar 109 - -

259
J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011

Tabel 5. Dominasi patogen di Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga (Pathogenic


domination at Karangreja District, Purbalingga Regency)
Dominasi patogen
Nama patogen (Pathogen name)
(Pathogenic domination),%
F. oxysporum 16,87
F. solani 4,53
R. solanacearum 71,60
Curvularia sp. 2,88
P. infestans 2,06
H. purpureum 1,23

Smith (2007), bahwa bakteri genus Ralstonia dan UCAPAN TERIMA KASIH
cendawan genus Fusarium mempunyai sebaran
yang luas pada tanaman kentang di dunia. Penelitian ini dapat berlangsung atas dukungan
Struik (2008) dan Zadoks (2008) menjelaskan dana dari FIECSA, untuk itu diucapkan terima
bahwa penyakit hawar daun pada tanaman kasih. Juga terima kasih kepada Maman Ismanto
kentang, yang disebabkan oleh P. infestans, dan Chaerul Basir atas bantuan teknisnya.
merupakan penyakit yang sangat merugikan
tersebar di seluruh dunia. Hal ini disebabkan
tingginya keragaman genetik cendawan patogen PUSTAKA
tersebut. Sesuai dengan hasil penelitian Hermanto
dan Setyawan (2002) yang menyatakan bahwa 1. Arwiyanto, T., F. Yuniarsih, T. Martorejo, dan G.
Dalmadio. 2007. Seleksi Pseudomonas fluorescens Secara
sebaran dan perkembangan penyakit di lapangan Langsung di Lapang untuk Pengendalian Penyakit Lincat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sifat pada Tembakau. J. HPT Tropika. 7(1):62-68.
genetik pendukung ketahanan tanaman. Sebaran 2. Badan Pusat Statistik. 2009. Luas Panen, Produksi
cendawan patogen berperanan penting bagi dan Produktivitas Kentang, 2009-2010. http://www.
pengembangan komoditas pertanian (Nasir et al. bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_
subyek=55&notab=15. [20 Mei 2011].
2005) dan penentu langkah pengelolaan patogen
(Jeger et al. 1996, Nuryani et al. 2001). 3. Bang, U. 2007. Screening of Natural Plant Volatiles
to Control the Potato (Solanum tuberosum) Pathogens
Helminthosporium solani, Fusarium solani, Phoma
foveata, and Rhizoctonia solani. Potato Res. 50:185-203.
KESIMPULAN DOI 10.1007/s11540-008-9044-y. [26 Juni 2010.]
4. Bejarano-Alcazar, J., M.A. Blanco-Lopez, J.M.
Melero-Vara, and R.M. Jimenez-Diaz. 1996. Etiology,
1. Tujuh spesies patogen ditemukan pada Importance, and Distribution of Verticillium Wilt of Cott
in Southern Spain. Plant Dis. 80:1233-1238.
pertanaman kentang di Kabupaten
Purbalingga, yaitu F. oxysporum, F. solani, R. 5. Chadeganipour, M., S. Shadzi, S. Nilipour, and G.
Ahmadi. 2010. Airborne Fungi in Isfahan and Evaluation
solanacearum, Curvularia sp., P. infestans, of Allergenic Responses of Their Extracts in Animal
H. purpureum, dan Pseudomonas kelompok Model. JJM 3(4):155-160. http://www.sid.ir/en/
berpendar. VEWSSID/J_pdf/130420100905.pdf. [20 Mei 2010].

2. Sebaran mikrobe di masing-masing lahan 6. Chung, Y.R. and H.A.J. Hoitink. 1990. Interactions
Between Thermophilic Fungi and Trichoderma hamatum
kentang berbeda. Populasi mikrobe di in Suppression of Rhizoctonia Damping-off in a Bark
lahan kentang yang paling dominan ialah R. Compost-amended Container Medium. Phytopathol
solanacearum, yaitu 71,6%, disusul oleh F. 80:73-77.
oxysporum sebesar 16,87%. 7. Domsch, K.H., W. Gams, and T.H. Anderson. 1993.
Compendium of Soil Fungi, Volume I. IHIN-Verlag,
3. Di semua lahan sentra produksi kentang di Braunschweig. 859 pp.
Kabupaten Purbalingga sudah terkontaminasi 8. Elphinste, J.G. 2007. The Canon of Potato Sscience:
patogen tular-tanah sehingga perlu dilakukan 11. Bacterial Pathogens. Potato Res. 50:247-249. DOI
penyehatan tanah. 10.1007/s11540-008-9085-2. [20 Mei 2010].

260
Soesanto, L. et al.: Inventarisasi dan Indentifikasi
Patogen Tular-tanah pada Pertanaman ...

9. Espahani, M.N. 2005. Susceptibility Assessment of 23. Puslitbang Hortikultura. 2008. Pengembangan Varietas
Potato Cultivars to Fusarium Dry Rot Species. Potato Kentang Prosesing Mendukung Industri Potato Chips di
Res. 48:215-226. Indonesia. Bahan Pers Release. Pustilbang Hortikultura,
Jakarta.
10. Goto, M. 1992. Fundamental of Bacterial Plant
Pathology. Academic Press, Inc. California. ... PP 24. Schaad, N.W., J.B. Jones, and W Chun. 2001. Laboratory
Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria,
11. Hamm, P.B. 2007. The Canon of Potato Science: 9. Third Edition. APS Press, Minnesota. 373 pp.
Soil-borne Fungi. Potato Res 50:239-241. DOI 10.1007/
25. Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman
s11540-008-9045-x. [26 Juni 2010].
Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press,
12. Harwati, T. 2008. Pengaruh Suhu dan Panjang Penyinaran Jogjakarta. 845 Hlm.
terhadap Umbi Kentang (Solanum tuberosum). J. Inovasi 26. Sengooba, T. and J.J. Hakiza. 1999. The Current Status of
Pert. 7(1):11-18. Late Blight Caused by Phytophthora infestans in Africa
13. Hermanto, C. dan T. Setyawan. 2002. Pola Sebaran dan with Empasis on Eastern and Southern Africa. In Crisman,
Perkembangan Penyakit Layu Fusarium pada Pisang L. and C. Lizarraga (Eds.) Late Blight a Threat to Global
Tanduk, Rajasere, Kepok, dan Barangan. J. Hort. Food Initiative on Late Blight Conference, March 16-19,
12(1):64-70. 1999. Quito Equador. pp 25-28.
27. Sicilia, C., R.B. Copeland, and L.R. Cooke. 2002.
14. Ioannou, N., R.W. Schneider, R.G. Grogan, and
Comparison of the Interaction of Erwinia carotovora ssp.
J.M. Duniway. 1977. Effect of Water Potential and
atroseptica with Phytophthora infestans, Phoma foveata,
Temperature on Growth, Sporulation, and Production
and Fusarium coeruleum in Rotting Potato Tubers. Potato
of Microsclerotia by Verticillium dahliae. Phytopathol
Res 45:237-246.
79:1059-1063.
28. Smith, S.N. 2007. An Overview of Ecological and Habitat
15. Jeger, M.J., G.A. Hide, P.H.J.F. van den Boogert, A.J. Aspects in the Genus Fusarium with Special Emphasis
Termorshuizen, and P. van Baarlen. 1996. Pathology and on the Soil-borne Pathogenic Forms. Plant Pathol. Bul.
Control of Soilborne Fungal Pathogen of Potato. Potato 16:97-120.
Res. 39:437-469.
29. Soesanto, L. and A.J. Termorshuizen. 2001. Effect of
16. Juwita, Y. 2005. Kajian Hubungan Kandungan Unsur Hara Temperature on the Formation of Microsclerotium of
N dan Ketinggian Tempat dengan Produksi Kentang di Verticillium dahliae. J. Phytopathol. 149:685-691
Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Skripsi.
30. Struik, P.C. 2008. Preface to a Special Issue on Late
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Blight and Genetic Modification. Potato Res. 51:1-3.
Purwokerto. (Tidak dipublikasikan). 52 Hlm.
DOI 10.1007/s11540-008-9096-z. [26 Juni 2010].
17. Kistler, H.C. 1997. Genetic Diversity in the Plant-
31. Watanabe, F. 1994. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi,
pathogenic Fungus Fusarium oxysporum. Phytopathol
Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species.
87(4):474-479.
Lewis Publishers, London. 411 Hlm.
19. Madden, L.V. and G. Hughes. 1995. Plant Disease
Incidence: Distributions, Heterogeneity and Temporal 32. Widodo and T. Budiarti. 2009. Suppression of Fusarium
Analysis. Ann. Rev. Phytopathol. 33:529-564. Root Rot and Southern Blight on Peanut by Soil
Solarization. J. ISSAAS. 15(1):118-125.
20. Nasir, N., Jumjunidang, dan Riska. 2005. Deteksi dan
Pemetaan Distribusi Fusarium oxysporum f.sp. cubense 33. Zadoks, J.C. 2008. The Potato Murrain on the European
pada Daerah Potensial Pengembangan Agribisnis Pisang Continent and the Revolutions of 1848. Potato Res. 51:5-
di Indonesia. J. Hort. 5(1):50-57. 45. DOI 10.1007/s11540-008-9096-z. [20 Mei 2010].
21. Nuryani, W., I. Djatnika, D.S. Badriah, dan H.J.M. Loffler. 34. Zwankhuizen, M.J. 1998. Potato Late Blight Epidemics
2001. Skrining Kultivar Gladiol terhadap Patogenisitas and Population Structure of Phytophthora infestans.
Tiga Isolat Fusarium oxysporum f.sp. gladioli. J. Hort. Ph.D. Thesis. University of Wageningen, Wageningen.
11(2):119-124. 147 pp.
22. Powelson, M.L. and R.C. Rowe. 1993. Biology and
Management of Early Dying of Potatoes. Ann. Rev.
Phytopathol. 31:111-126.

261
J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011

Lampiran 1. Hubungan antara ketinggian tempat dengan populasi patogen (Relation between altitude and
pathogenic population): F. oxysporum (a), F. solani (b), R. solanacearum (c), Phytophthora
infestans. (d), H. purpureum (e), P. fluorescens (f), and Curvularia sp. (g)

(a) Populasi F. oxysporum vs ketinggian tempat


Populasi F. oxysporum (F. oxysporum population)

(F. oxysporum population vs altitude)

4.000
y = -1669.x + 4453
3.000 R2 = 0,75
x 10-5 upk (cfu)/ml

Populasi
2.000 F. oxysporum

1.000 Linier (Populasi


F. oxysporum)
0
1.093 1.235 1.350
-1.000
Ketinggian tempat (Altitude)
m dpl. (m asl.)

(b) Populasi F. solani vs ketinggian tempat


(F. solani population vs altitude)
Populasi F. solani (F. solani population)

150
y = -66,25.x + 181,0
R2 = 0,713
x 10-3 upk (cfu)/ml

100
Populasi
50 F. solani
Linier (Populasi
F. solani)
0
1.093 1.235 1.350

-50 Ketinggian tempat (Altitude)


m dpl. (m asl.)
Populasi R. solanacearum (R. solanacearum population)

(c) Populasi R. solanacearum vs ketinggian tempat


(F. solanacearum population vs altitude)

1.000
x 10-12 upk (cfu)/ml

8.000
y = -3794.x + 10345
6.000 R2 = 0,816 Populasi
R. solanacearum
4.000
Linier (Populasi
2.000 F. solanacearum)

0
1.093 1.235 1.350
-2.000
Ketinggian tempat (Altitude)
m dpl. (m asl.)

262
Soesanto, L. et al.: Inventarisasi dan Indentifikasi
Patogen Tular-tanah pada Pertanaman ...

(d) Populasi P. infestans vs ketinggian tempat


(P. infestans population vs altitude)

Populasi P. infestans (P. infestans population)


x 10-5 upk/g tanah (cfu/g soil)
60 y = -22,47x + 63,3
50 R2 = 0,666
40 Populasi
30 P. solanacearum
20 Linier (Populasi
10 P. solanacearum)

0
-10 1.093 1.235 1.350

Ketinggian tempat (Altitude)


m dpl. (m asl.)

(e) Populasi H. purpureum vs ketinggian tempat


Populasi H. purpureum (H. purpureum population)

(H. purpureum population vs altitude)

1,2
y = -0,535x + 1,426
1 R2 = 0,75
x 10-6 upk (cfu)/ml

Populasi
0,8 H. purpureum
0,6
0,4 Linier (Populasi
H. purpureum)
0,2
0
1.093 1.235 1.350
-0,2
-0,4
Ketinggian tempat (Altitude)
m dpl. (m asl.)

(f) Populasi Pseudomonas kelompok


Populasi P. fluorescens (P. fluorescens population)

pendar vs ketinggian tempat


(Fluorescent Pseudomonas vs altitude)

12.000 y = -5054x + 13479


R2 = 0,75
10.000 Populasi
8.000 Pseudomonas kelompok
upk (cfu)/ml

pendar
6.000
Linier (Populasi
4.000
Pseudomonas kelompok
2.000 pendar)
0
1.093 1.235 1.350
-2.000
-4.000
Ketinggian tempat (Altitude)
m dpl. (m asl.)

263
J. Hort. Vol. 21 No. 3, 2011

(g) Populasi Curvularia sp. vs ketinggian tempat


Populasi Curvularia sp. (Culvularia sp. (Curvularia sp. population vs altitude)

6.000 y = 1903
R2 = 0
population), upk (cfu)/ml

5.000
4.000 Populasi
Culvularia sp.
3.000
2.000 Linier (Populasi
1.000 Curvularia sp.)

0
1.093 1.235 1.350
Ketinggian tempat (Altitude)
m dpl. (m asl.)

264

Anda mungkin juga menyukai