eceran Asia saat ini, dan akan semakin panas ketika teknologi dan inovasi baru mempercepat
peluang bagi para pengecer. Perdagangan O2O adalah prinsip dasar untuk menghubungkan dunia
digital online dengan dunia offline melalui integrasi peranti yang terhubung dengan Internet.
Berkebalikan dari e-commerce, pendekatan O2O membawa konsumen untuk berbelanja atau
mendapatkan layanan di toko offline. Konsumen yang memulai perjalanan mereka online mereka
didorong secara offline melalui transaksi atau penemuan seperti e-coupon dan store locator atau
didorong secara online melalui undangan untuk memutuskan pembelian di dunia offline
menggunakan kode quick response (QR) dan sistem pembayaran mobile. Pertumbuhan
konektivitas dan kecepatan Internet mobile, serta peranti yang terkoneksi iInternet seperti
perdagangan O2O tumbuh subur dan “menutup” lingkaran ini. Pizza Hut di Hong Kong—di
para pemain di dunia B2B berurusan dengan tantangan yang agak berbeda. Rata-rata penjualan
B2B biasanya lebih besar daripada perusahaan B2C. Dan bagi perusahaan B2B, sejumlah kecil
konsumen bisa menjadi sumber sebagian besar pendapatan mereka. Dengan demikian,
perusahaan B2B sudah selayaknya lebih banyak menaruh perhatian pada konsumen yang sudah
ada. Bahkan, banyak yang mencurahkan sumber daya substansial mereka pada program-program
untuk membedah kebutuhan konsumen, mengedukasi calon konsumen potensial tentang produk
dan layanan yang tersedia, menciptakan hubungan personal, dan mempromosikan tawaran
mereka. Seminar, publikasi, riset pasar, dan call center adalah sebagian di antara alat paling
Namun, di dalam dunia yang penuh persaingan keras, dengan konektivitas teknologi yang
meningkat dan semakin kompleks, kegiatan semacam ini tak lagi cukup bagi perusahaan B2B.
Perusahaan B2B yang jumlahnya kecil, tetapi namun terus bertumbuh telah menyadari hal ini.
Walaupun Meskipun mungkin tidak mundur dari program interaksi dengan konsumen yang
sudah ada, mereka telah mengadopsi cara baru untuk memasuki benak pembeli setiap hari, yaitu
dengan cara menciptakan komunitas konsumen online. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk
situs web pribadi yang memungkinkan konsumen untuk mengakses, mencipta, dan berkolaborasi
lewat diskusi, konten, dan informasi tentang topik yang menjadi minat bersama.
Buday dan DiMauro (2011), dalam Customer Intimacy on Steroids: Why B2B Firms
Need Online Communities, menguraikan tiga elemen kunci tentang komunitas konsumen online
berikut ini:
Konsumen: Komunitas online tipe ini berfokus untuk mencapai tujuan konsumen perusahaan B2B.
Perusahaan B2B telah membuat banyak komunitas online lain—untuk internal (dukungan virtual bagi
tim kerja), untuk rekan pemasok dan penyalur, dan lain-lain. Sebaliknya, tujuan komunitas konsumen
online adalah untuk membahas berbagai isu bisnis tempat para konsumen membeli dan menggunakan
produk dan layanan sebuah perusahaan B2B.
Kolaborasi: Komunitas konsumen online memungkinkan kolaborasi terbagi atas dua jenis—antara
perusahaan B2B yang menjamu komunitas dan para konsumennya, dan serta antara para konsumen itu
sendiri. Namun, sekali lagi, alasan pihak-pihak ini berkolaborasi secara online adalah untuk memecahkan
masalah-masalah konsumen terkait bisnis. Dibutuhkan lebih banyak perhatian pada aspek ini karena jika
pengelola komunitas menggunakan komunitas online untuk fokus pada pemecahan masalahnya sendiri
dan kurang memedulikan masalah yang dihadapi konsumen, konsumen akan keluar dari komunitas
tersebut. Pada penelitian tahun 2010, sebanyak 95% persen eksekutif mengatakan bahwa alasan utama
mereka menggunakan komunitas online adalah menambah wawasan tentang isu yang menjadi
minat/kepentingan mereka (DiMauro dan Bulmer, 20110).
Isu yang menjadi Minat Bersama: Isu yang tidak menjadi minat atau kepentingan utama kedua pihak
(B2B dan para konsumennya) bukanlah sesuatu yang bisa dibawa ke komunitas konsumen online.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan B2B ingin menggunakan komunitas konsumennya untuk urusan
perekrutan pegawai dan penjualan langsung, itu mungkin memang minat/kepentingan utama perusahaan,
namun tetapi tentu saja itu bukan minat/kepentingan utama konsumen. Cara berpikir tentang komunitas
konsumen B2B seharusnya seperti berikut: ini bukan tentang Anda, ini tentang mereka (konsumen).
Komunitas konsumen online kini menjadi semakin penting, misalnya, dalam industri
teknologi informasi. Hampir dua pertiga (65% persen) dari 207 organisasi yang disurvei pada
2010 oleh perusahaan riset ITSMA menunjukkan bahwa mereka terlibat dalam komunitas online
khusus yang dikelola oleh perusahaan yang menjual perangkat keras komputer, perangkat lunak,
dan layanan kepada mereka (Schwartz dkk., 2010). Perusahaan perangkat lunak seperti SAP dan
penyedia informasi bisnis seperti LexisNexis adalah pelopor dalam hal hubungan perusahaan-
konsumen ini. Adanya komunitas online ini membantu mereka mendapatkan keuntungan
kompetitif baru: kemampuan untuk lebih dekat dengan para konsumen—secara rasional dan
Didirikan sebagai perusahaan dagang di Cina pada 1832, Jardine Matheson kini menjadi
kelompok bisnis yang beraneka ragam, yang terutama berfokus di Asia. Jenis bisnisnya adalah
kombinasi dari kegiatan yang menghasilkan uang tunai dan aset properti jangka panjang. Anak
perusahaan kelompok ini di antaranya Jardine Pacific, Jardine Motors, Jardine Lloyd Thompson,
Hong Kong Land, Dairy Farm, Mandarin Oriental, Jardine Cycle & Carriage, and Astra
International. Perusahaan-perusahaan ini menjadi yang terdepan dalam bidang teknik mesin dan
konstruksi, layanan transportasi, makelar asuransi, investasi properti dan pengembang, pengecer,
restoran, hotel mewah, kendaraan bermotor dan kegiatan terkait, layanan keuangan, peralatan
Melalui Jardine Restaurant Group (JRG), Jardine Pacific, pada akhir 2014,
mengoperasikan 680 outlet dengan lebih dari 19 ribu pegawai, membuatnya menjadi salah satu
kelompok bisnis restoran terkemuka di Asia. JRG adalah pemegang lisensi salah satu waralaba
internasional terbesar dunia, yaitu Pizza Hut, dan berlokasi di Taiwan, Hong Kong, Makau, dan
Vietnam. Selain itu, JRG juga mengoperasikan outlet Kentucky Fried Chicken di Hong Kong,
Makau, Taiwan, dan Vietnam, dan menyediakan layanan pesan-antar pizza lewat Pizza Hut
Pada 2015, JRG memulai eksperimen pemasaran digital untuk bisnis Pizza Hut di Hong
Kong. Mereka menyebutnya Proyek CRM Sosial (Social Customer Relationship Management
Project), yang diklaim sebagai kampanye CRM sosial pertama di antara semua restoran Pizza
Hut di dunia. Ini proyek data raksasa yang bertujuan untuk menggerakkan para konsumen
Agensi yang mereka tunjuk menggunakan teknologi cetak tiga dimensi (3-D) untuk
menciptakan delapan versi mini menu Pizza Hut paling populer. Data yang diambil dari
kebiasaan para pengguna saat memesan dipakai untuk memilih menu tersebut. Untuk setiap
pembelian di atas HK$250 (di restoran, bawa pulang, atau layanan pesan-antar), konsumen Pizza
Hut akan mendapatkan satu piring mini dan menerima menu sesuai ukuran piring itu secara
cuma-cuma. Setiap piring mini punya memiliki kode QR, yang kemudian ditautkan ke sistem
poin penjualan (point-of-sale). Selama akhir pekan, Pizza Hut mulai berkeliling ke tempat-
menunjukkan kampanye tersebut telah menghasilkan penjualan melebihi saat Tahun Baru Cina
tahun 2015. Ravel Lai, direktur teknologi informasi JRG, mengatakan: “Menyenangkan sekali
bagi kami ketika bisa menautkan data bisnis kami, aplikasi mobile, point of sale restoran, dan
Facebook untuk kampanye O2O ini.” Lai berkata bahwa konsumen Pizza Hut kini
mengharapkan peningkatan integrasi dan ingin terlibat dengan peranti mobile dalam cara yang
lebih cerdas. “Tidak ada lagi yang namanya sekadar CRM, kini semuanya adalah CRM sosial.”
Dia Ia menyebutkan salah satu contoh bagaimana cara membiarkan orang menggunakan
poin dengan lebih mudah. Cara ini membolehkan anggota mengakses poin mereka untuk
berbagai tujuan, dari berbagi poin dengan teman atau menggunakan poin untuk menghindari
antrean pembeli. “Kami membuat poin sebagai layanan. Analisis data menunjukkan bahwa
ketika menukarkan poin, orang-orang akan kembali ke restoran kami secara lebih sering. Poin
bisa meningkatkan penjualan. Kami ingin pelanggan kami terus menukarkan poin.”
Hal ini menghasilkan dampak langsung. Poin yang ditukarkan pada 2015 melonjak
hingga 57% persen dan penjualan yang dihasilkan dari CRM sosial dan usaha merebut loyalitas
Sumber: jardines.com; “Pizza Hut Activates Loyalty Club in Big Data Program”, marketing-
Yang namanya bisnis tidaklah sempurna. Terkadang terjadi kesalahan dan semua itu tanpa kita
sadari mengakibatkan konsumen kecewa dan marah. Kadangkala Terkadang kasusnya bukanlah
target yang tidak tercapai, tetapi. Kadang adanya konsumen yang juga membuat kesalahan, tapi
dengan cepat berubah kecewa akibat cara penanganan yang dilakukan penjual. Khusus dalam hal
kegagalan pelayanan, penting sekali bagi perusahaan untuk mengatasi masalah konsumen
dengan perhatian penuh dan merebut kembali konsumen yang hilang dengan tindakan cepat dan
efektif. Sebagai konsekuensinya, membuat kebijakan pemulihan layanan yang efektif menjadi
bagian integral agar konsumen mengambil inisiatif untuk mengingat bagaimana tanggapan
perusahaan. Kebijakan pemulihan layanan melibatkan tindakan yang diambil oleh para penyedia
Dua hal yang sudah dilakukan (misalnya ganti rugi dan kompensasi) dan bagaimana hal
itu dilakukan (misalnya interaksi pegawai dengan konsumen) dapat memengaruhi persepsi
konsumen terhadap pemulihan layanan (Andreassen, 2000). Ada sangat banyak organisasi di
Asia yang belum paham bahwa cara menangani dan mengurus keluhan konsumen sama
pentingnya dengan seberapa sukses mereka memecahkan keluhan-keluhan tersebut. Itu sebabnya
percakapan lewat call center yang ditangani dengan payah atau percakapan teks bisa menyebar
viral. Cara seorang konsumen mengeluh tentang bagaimana keluhannya ditangani dengan keliru
baik tentu saja merupakan kompetensi inti yang mendasar dalam pelibatan konsumen. Karena
kita hidup di zaman digital, pemulihan layanan dan penanganan keluhan harus menggunakan
metode online yang efektif, tanpa melupakan pendekatan offline yang sungguh-sungguh. Apa
yang berbeda secara radikal dari sepuluh tahun lalu adalah—bagi setiap organisasi konsumen-
interaksi itu sendiri. Beberapa elemen pemulihan layanan yang tegas dan efektif tersedia melalui
integrasi online-offline seperti yang tercantum dalam (Ollila, 2016) berikut in:
Sangat penting bagi perusahaan untuk merumuskan rencana yang baik tentang mekanisme untuk
menanggapi keluhan konsumen yang dimuat online. Perusahaan harus secara rutin memantau
semua saluran digital yang ada, lalu menugasi tim internal membuat strategi untuk
Teknologi digital memungkinkan perusahaan untuk membuat sinyal atau tanda guna
memberi tahu ketika nama perusahaan mereka disebut secara online. Ada beberapa saluran
- Situs media sosial, seperti Facebook, Twitter, Google+, LinkedIn, Reddit, dan Quora.
- Situs web review, seperti Yelp, Zillow, Google, Amazon, dan situs yang spesifik tentang
Semakin lama waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menanggapi keluhan online dapat
mengakibatkan efek berantai, dari ulasan yang jelek, yang bisa disebar hingga berkali-kali,
hingga cuitan negatif di Twitter yang di-retweet oleh ratusan orang. Tanggapan yang tepat waktu
sangat penting untuk meredakan ketidakpuasan konsumen, yang mungkin butuh beberapa saat
untuk akhirnya menghargai tanggapan yang cepat. Begitu perusahaan melakukan kontak
personal dengan konsumen, pasti butuh waktu beberapa saat untuk memahami masalah
Walaupun Meskipun penting untuk memahami keluhan konsumen, lebih penting lagi segera
bertindak guna menyediakan solusi atas keluhan konsumen. Semakin cepat Anda menyelesaikan
sebuah masalah, semakin besar kemungkinan bagi konsumen untuk pulih dari pengalaman
buruk. Jika memantau semua saluran digital dengan baik, seharusnya perusahaan merespons
Akhirnya, ketika masalah sudah dipecahkan, perusahaan harus membuat janji layanan.
Beberapa perusahaan menulis surat menggunakan tulisan tangan pribadi dan mengeposkannya
kepada konsumen. Dalam konteks B2B, pertemuan tatap muka secara langsung sebagai tindak
lanjut dapat menghasilkan dampak emosional yang berkesan selamanya. Pendek kata, teknologi
mesin-ke-mesin (M2M) bisa menciptakan hasil yang lebih baik jika dipadukan dengan interaksi
H2H.
Referensi
Andreassen, T.W. (2000). “Antecedents Tto Ssatisfaction Wwith Sservice Rrecovery”. European
Asia Pacific Network Information Center. (2014). “Internet Infrastructure Development in the Asia
Buday, R. and V DiMauro, V. (2011). “Customer Intimacy on Steroids: Why B2B Firms Need
Desforger, T. and Mike Anthony. (2013). The Shopper Marketing Revolution. Illinois: PTC
Publishing.
DiMauro, V., and& Donald Bulmer, D. (2009). The New Symbiosis of Professional Networks:
Social Media’s Impact on Business and Decision-Making. New York: Society for New Communications
Research.
SNCR Press.
Keith, R.J. (January 1960). “The marketing revolution”. Journal of Marketing, 24, 35–38.
Kotler, et. al. (2003). Rethinking Marketing: Sustainable Marketing Enterprise in Asia. Singapore:
Prentice Hall.
_________.Lecinski, J (August 2014). “ZMOT: Why It Matters Now More Than Ever”.
https://www. thinkwithgoogle.com/articles/zmot-why-it-matters-now-more-than-ever.html.
Marketing-interactive.com. (2016). “Pizza Hut Activates Loyalty Club in Big Data Program”.
http://www.marketing-interactive.com/how-jardine-is-revolutionising-the-digitalworld/. (terakhir
Mumbrella. (2015). “Why Thai Life Insurance Ads Are So Consistently, Tear-jerkingly Brilliant”.
http://www.mumbrella.asia/2015/01/thai-life-insurance-ads-consistentlytear-jerkingly-brillant/.( terakhir
News.com.au .(2015). “Thailand Television Commercials will Make You Cry, or At Least Get a
Ollila, E. (2016). How to Win Back Lost Customers Who Feel Burned. https://www.nowblitz.
Quelch, J.A. and K.E. Jocz. (Winter 2008). “Milestone in Marketing”. Business History Review,
82, 827–838.
Schwartz, J., K. Espinola, and O.N. Van Tan .(2010). How Customers Choose Solutions Providers:
Treacy, M. and F. Wiersema. (1997). The Discipline of Market Leaders: Choose Your Customers,
Narrow Your Focus and Dominate Your Market. New York: Basic Books.