Disusun Oleh:
1. INEKE
2. KRISTANTI
3. LIFFIA
4. Maya Putri Sinar H (S17136)
5. Meilinda Kartikasari (S17137)
6. Minda Dewi Indah G (S17138)
7. M Fernanda (S17139)
8. Nadila Amelia Hafidz (S17140)
9. Novia Rinaningtyas Muji S (S17141)
10. Rahmadani dea Putri Utama (S17145)
11. Rika Novia Paramitha (S17146)
12. SABILA
Kelompok 2
S17C
1. Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses
degenerative juga dapat berperan (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk
mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau
bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas
permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli
fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh
karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan
stabilisasi atau perbaikan fraktur ( Brunner & Sudart, 2002)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas. Tingkat kecelakaan transportasi jalan di kawasan Asia Pasifik memberikan
kontrbapaksi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia, yang didalamnya termasuk
Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 didapatkan data kecenderungan
peningkatan proporsi cedera transportasi darat (sepeda motor dan darat lain) dari
25,9% pada tahun 2007 menjadi 47,7%.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tibatiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau
terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Dampak trauma pada
tulang sendiri bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Sebagai petugas
kesehatan, kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar
dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya
kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara
keseluruhan dan harus diatasi secara simultan. Setiap trauma yang dapat
mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur
mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organorgan
penting lainnya. Selain itu, juga harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh,
bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf,
dan harus diperhatikan lokasi kejadian, serta waktu terjadinya agar dalam mengambil
tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal. Salah satu dari kejadian fraktur yang
ada di masyarakat adalah fraktur femur. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas
femur yang bisa terjadi 1 akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Fraktur femur
sendiri akan lebih banyak mengeluarkan perdarahan dariapada fraktur di bagian tubuh
lainnya. Pasien dengan fraktur femur akan lebih beresiko jatuh dalam kondisi syok
2.1 Definisi
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya
tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai
dengan perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddrat). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2007 : 1138). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543)
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan
otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari
fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur)
b. Hanya di bawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang
lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.
2.2 Etiologi dan Predisposisi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama
tekanan membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal yang dapat
mengakibatkan fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak
ikut mengalami kerusakan.
2. Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat
spiral atau oblik
3. Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses patologis.
Contohnya:
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos secara cepat dan
rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena trauma minimal.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang disebabkan oleh
bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan tulang
rawan.
(Arif Muttaqin, 2008)
2.3 Patofisiologi
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidakseimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur tertutup atau terbuka. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak sedangkan fraktur terbuka disertai
dengan kerusakan jaringan lunak seperti otot, tendon, ligamen dan pembuluh darah.
(Smeltzer, Suzanne C. 2001).
Tekanan yang kuat dapat terjadi multiple fraktur terbuka karena fragmen tulang
keluar menembus kulit dan menjadi luka terbuka serta peradangan yang dapat
memungkinkan infeksi, keluarnya darah dapat mempercepat perkembangan bakteri.
Tertariknya segmen karena kejang otot pada area fraktur sehingga disposisi tulang.
Multiple fraktur terjadi jika tulang dikarnakan oleh stres yang lebih besar dari yang dapat
di absorbsinya. Multiple fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang
patah jaringan disekitarnya akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan keotot dan sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur
atau akibat fragmen tulang. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001 ).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi multiple fraktur, pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Chirudin
Rasjad, 2000).
2.1.1 Sistem Tulang
Di dalam tubuh manusia tersusun rangkaian tulang-tulang yang saling
berhubungan dan berkoordinasi satu sama lain dengan fungsi sebagai pemberi
bentuk tubuh, penunjang tubuh, pelindung bagian dalam tubuh dan lain-lain.
B. Tulang rawan
Tulang rawan tersusun dari sel-sel tulang rawan yang disebut kondrosit,
yang menghasilkan matriks berupa kondrin. Tulang rawan tidak memiliki
serabut saraf dan pembuluh darah yang ada pada membran jaringan ikat di
sekitarnya dengan cara difusi. Ruang antarsel tulang rawan terisi banyak serat
kolagen dan serat elastik, tetapi sedikit mengandung zat kapur. Oleh sebab itu,
tulang rawan bersifat lentur. Kondrosit memiliki ruang yang disebut lakuna.
Kondrosit di dalam lakuna menerima nutrien dari kapiler darah melalui difusi,
karena kapiler darah tidak dapat masuk ke dalam matriks.
Ada tiga tipe tulang rawan, yaitu hialin, serat dan elastik :
1. Tulang rawan hialin
Merupakan tipe tulang rawan yang paling banyak terdapat di tubuh manusia.
Matriksnya transparan jika dilihat dengan mikroskop. Tulang rawan hialin
merupakan penyusun rangka embrio, yang kemudian akan berkembang
menjadi tulang keras. Pada individu dewasa, tulang rawan hialin terdapat
pada sendi gerak sebagai pelicin permukaan tulang dan sendi, ujung tulang
rusuk, hidung, laring, trakea dan bronkus.
2. Tulang rawan serat
Tulang rawan serat mempunyai matriks berisi berkas serabut kolagen.
Karena kandungan matriksnya, tulang rawan serat bersifat kuat dan kaku,
serta mampu manahan guncangan. Tulang rawan serat terdapat pada
anatrruas tulang belakang dan cakram sendi lutut.
3. Tulang rawan elastik
Tulang rawan elastik mengandung serabut elastik. Tulang rawan ini terdapat
pada daun telinga dan epiglotis.
Berdasarkan bentuknya, tulang dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu
tulang pipa, tulang pipih, dan tulang pendek.
1. Tulang pipa
Disebut tulang pipa karena bentuknya seperti pipa, yaitu bulat, memanjang,
bagian tengahnya berlubang. Contohnya tulang lengan, tulang paha, tungkai,
dan ruas-ruas tulang jari. Di bagian dalam ujung tulang pipa berisi sumsum
merah yang berperan sebagai tempat pembentukan sel darah merah.
Tulang pipa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kedua ujung yang bersendian
dengan tulang lain, disebut epifisis, bagian tengah disebut diafisis, dan
antara epifisis dan diafisis adalah cakra epifisis.
2. Tulang pipih
Tulang pipih bentuknya pipih, terdiri atas lempengan tulang kompak dan
tulang spons. Didalam tulang pipih terisi sumsum merah berfungsi sebagai
tempat pembuatan sel-sel darah merah dan sel darah putih
3. Tulang pendek
Oleh karena berbentuk bulat dan pendek, tulang pendek sering disebut
sebagai ruas tulang. Bagian dalam tulang pendek berisi sumsum merah, yang
berfungsi sebagai tempat pembuatan sel darah merah dan sel darah putih.
2.1.3 Struktur Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraseluler. Sel-sel tersebut adalah
osteosit, osteoblas dan osteoklas.
Matriks tulang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang tertanam pada
substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fosfor dan kalsium.
a. Substansi dasar tulang terdiri dari sejenis proteoglikan yang tersusun terutama
dari kondroitin sulfat dan sejumlah kecil asam hialuronat yang bersenyawa
dengan protein.
b. Garam-garam tulang berada dalam bentuk kristal kalsium fosfat yang disebut
hidroksiapatit dengan rumus molekul 3Ca3(PO4)2●Ca(OH)2.
2.6 Komplikasi
Komplikasi fraktur meliputi :
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, cyanosis
bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkmans Ischemia.
6) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
(Arif Muttaqin, 2008 ).
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase
yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat
( Arif Muttaqin, 2008 ).
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
( Arif Muttaqin, 2008 )
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Recognisi atau pengenalan adalah riwayat kecelakaan derajat
keparahannya, prinsip pertama yaitu mengetahui dan menilai keadaan
fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis.
2) Reduksi adalah usaha manipulasi fragmen tulang patah untuk kembali
seperti asalnya, reduksi ada dua macam yaitu reduksi tertutup ( tanpa
operasi
3) Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen selama
penyembuhan, dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal, contohnya
GIPS yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk
tubuh yang dipasang.
4) Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan untuk
menghindari kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalah mengurangi
oedema, mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot, dan
memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
5) ORIF yaitu pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
stabilitas dan mengurangi nyeri tulang yang patah yang telah direduksi
dengan skrap, paku, dan pin logam.
6) Traksi yaitu pemasangan tarikan ke bagian tubuh, beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001).
b. Perawatan klien fraktur
1) Fraktur tertutup
Tirah baring diusahakan seminimal mungkin latihan segera dimulai
untuk mempertahankan kekuatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan
otot yang dibutuhkan untuk pemindahan mengunakan alat bantu ( tongkat )
klien diajari mengontrol nyeri sehubungan fraktur dan trauma jaringan
lunak.
2) Fraktur terbuk
Pada fraktur terbuka terdapat risiko infeksi osteomielitis, gas
ganggren, dan tetanus, tujuan perawatan untuk meminimalkan infeksi agar
penyembuhan luka atau fraktur lebih cepat, luka dibersihkan, didebridemen
dan diirigasi ( Arif Muttaqin, 2008 ).
c. Penatalaksanaan kedaruratan
Klien dengan fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh yang
terkena segera sebelum klien dipindahkan. Daerah yang patah harus di sangga
diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi. Immobilisasi
tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua
tungkai bersama. Pada cidera ekstremitas atas lengan dapat dibebatkan ke dada.
Peredaran di distal cidera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer. Luka ditutup dengan kasa steril ( Arif Muttaqin, 2008 ).
2. Saran
1. sebaiknya pasien fraktur dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca operasi.
2. sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk mempercepat
penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan suddarth (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC
Price, A. & Wilson, L. 1995. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4 ECG. Jakarta, hal : 1117-1119.