Di susun oleh:
Kelompok 5
RANI RAHAYU
WAHYUNI WULANDARI
SRI RAHAYU
DIMAN
ILHAM DARWAWAN
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas khadirat allah SWT, yang telah
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas matakuliah
makalah ini baik dari segi kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Pemakalah
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................23
iv
v
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecurangan belakangan ini menjadi sorotan publik dan menjadi pusat
perhatian di kalangan pelaku bisnis di seluruh dunia. Di Indonesia pun
tindakan kecurangan sepertinya sudah menjadi kebiasaan dari tahun ke tahun.
Kecurangan (fraud)adalah tindakan berupa penipuan yang biasanya telah
direncanakan dan sengaja dilakukan untuk memberikan keuntungan pribadi
bagi sang pelaku dan dampaknya sangat besar bagi perusahaan karena
dirugikan secara finasial maupun non finansial (Alison, 2006) dalam Peni
(2012). Dalam dua dekade terakhir Fraud meningkat secara substansial.
Meningkatnya kecurangan keuangan di satu sisi memberikan keuntungan bagi
para pelaku,akan tetapi meningkatnya kecurangan merugikan pihak lain.Fraud
yang tidak terdeteksi dapat berkembang menjadi skandal besar yang
merugikan banyak pihak (Skousen et al., 2009). Menurut teori Crassey,
pressure, opportunity, dan rationalization selalu hadir pada situasi Fraud.Fraud
triangle secara umum terdiri dari tiga kondisi yang hadir ketika Fraudmuncul:
Incentive/pressure, Opportunity, dan Attitude/rationalizations (Skousen et al.,
2009). Frauddalam suatu organisasi dapat dilakukan oleh berbagai tingkatan
mulai dari level bawah, pihak manajemen sampai pemilik (Silverstone et al,
2007).Fraud juga dapat terjadi di berbagai bentuk dan karakter organisasi
(Silverstone et al, 2007). Untuk itu sebagai entitas yang memiliki karakter
khusus, bisnis keuangan syariah memiliki risiko yang tinggi dalam
pengelolaannya, sehingga dibutuhkan prinsip kehati-hatian para pelakunya
dalam aspek kepatuhan syariah sebagai upaya pencegahan kemungkinan risiko
terjadinya Fraud(Sula, 2014). Di Indonesia, kasusFraud pernah terjadi pada
Bank Syariah Mandiri yang melibatkan pihak internal bank, yaitu penyaluran
kredit fiktif pada BSM cabang Bogor sebesar 102 miliar rupiah kepada 197
nasabah fiktif. Akibat dari penyaluran kredit tersebut BSM berpotensi
mengalami kerugian sebesar 59 miliar rupiah.Atas kasus tersebut Bareskrim
6
Polri telah menetapkan empat tersangka yang mana tiga diantaranya
merupakan pegawai BSM (Prabowo, 2013). Dari kasus-kasus tersebut
membuktikan bahwa tidak ada jaminan bahwa lembaga syariah terutama bank
yang berbasis syariah bebas dari tindakan Frauddan hal ini menimbulkan
pertanyaan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Fraudpada bank
syariah, sehingga faktor-faktor tersebut dapat diperbaiki dan dapat
memberikan kontribusi untuk peningkatan integritas pada bank syariah untuk
kedepannya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kecurangan dalam laporan keuangan
2. Untuk engetahui faktor penyebab farud dalam bank syariah
3. Untuk mengetahui kendala pada bank syariah
4. Untuk mengetahui badan pengawas ketentuan syariah dalam perbankan
di Indonesia
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja fraud auditor pada bank syariah
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji
material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor.
Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan
Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta
pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
3. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut
ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di
Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan
kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal
gratuity), dan pemerasan (economic extortion).
4. Cybercrime
fraud ini terjadi pada lembaga yang sudah berbasis komputer dan
menyerang data-data keuangan yang ada didalamnya. Ini dapat di deteksi
dengan suatu alat berupa software CAAT (Computer Assisted Audit Tool)
Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :
a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan
tidak efektif.
b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau
ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan
keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.
d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak
efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
9
e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan , biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya
hidup yang berlebihan.
f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi
kecurangan.
Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah atau diatasi
antara lain dengan cara –cara berikut :
10
Pengendalian menyatu, keryawan melaksanakan tugas sehari-hari tidak
terlepas dari prosedur dan aturan main yang telah di tetapkan.
B. FAKTOR PENYEBAB FRAUD DALAM BANK SYARIAH
Lemahnya pengedalian internal di Bank tersebut. Pengendalian internal
organisasi merupakan tugas manajemen, sementara auditor internal
bertanggungjawab menyakinkan bahwa system pengendalian internal telah
berjalan secara efektif dan mengidentifikasi area-area yang dapat (atau perlu).
Faktor-faktor utama penyebab fraud dalam bank syariah
Internal control yang kurang memadai
Kerjasma dengan pihak ketiga
Keja sama antar karyawan perusahaan
Kurangnya kesadaran terhdap perbuatan yang salah
Adanya peluang (opportunity) untuk melakukan fraud
Sikap atau rrasionalisme untuk membenarkan tindakan fraud
Memiliki kendala-kendala
11
Informasi dan pemahaman bank syariah yang masih terbatas disebabkan pula
masih langkanya universitas atau lembaga pendidikan di negara kita yang
menyediakan kurikulumekonomi dan perbankan syariah, terlebih untuk
mencari lembaga pendidikan tinggi yang memiliki Islamic Economic
Research Center masih jau dari harapan.
2. Sumber Daya Manusia Masih Terbatas Indonesia
dewasa ini bahkan di tingkat glonal dirasakan masih langka bankir yang
memiliki keahlian operasional bank syaraih. Bahkan para bankir yang telah
mengikuti berbagai kursus dan pelatihan dalam praktiknya masih merasakan
keterbatasan pengetahuan tentang aplikasi model penghimpunan dana,
pembiayaan dan jasa dari Bank Syariah. Perbankan syariah menuju abad
mendatang di era globalisasi harus memiliki sumber daya manusia (SDM)
yang mempunyai daya saing yang andal. Bank Syariah memerlukan SDM
yang memiliki kemampuan dua sisi yang meliputi ketrampilan pengelolaan
operasional dan pengetahuan syariah termasuk akhlak dan moral dengan
integritas yang tinggi. Persyaratan SDM Bank Syariah mendatang harus
memenuhi STAF merupakan kependekan dari Shidiq artinya SDM bank
syariah harus jujur dan pintar. Jujur dan pintas di dalam melaksanakan tugas
operasional bank sehari-hari, Tabligh yang berarti menyampaikan dan
menyebarluaskan kebaikan, berani menyatakan dan menyampaikan kebaikan
ataupun mengatakan dan mencegah kemungkaran. Amanah berarti dapat
dipercaya. Memegang teguh amanah dan kepercayaan yang telah
dipercayakan pimpinan kepadanya. Fathonah yang artinya pandai dan
memiliki kemampuan yang andal terhadap tugasnya. Bagi otoritas pengawas
persyaratan SDM Bank Syariah yang dirumuskan dalam STAD ini secara
eksplisit dan implisit harus ditetapkan dalam berbagai ketetntuan dan petunjuk
otoritas pengawas.
3. Jaringan dan Kantor Cabang yang Terbatas
Jaringan dan kantor cabang Bank Syariah di Indonesia masih jauh dari
jumlah jaringan dan kantor cabang yang dimiliki bank konvensional .
Tersedianya fasilitas untuk dapat melayani nasabah yang akan bertransaksi
12
dengan bs masih sangat minim. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Bank Syariah
yang ada di Indonesia terdapat satu bank umum dan 78 BPR perkembangan
perbankan syaraih ini dibandingkan dengan total volume usaha dan jumlah
perbankan nasional secara keseluruhan relatif masih sangat kecil yaitu di
bawah 1 % sehingga peranannya terhadap ekonomi makro belum signifikan.
Kuran volume usaha dan jaringankantor yang sangat kecil tersebut merupakan
salah satu kendala utama dalam pengembangan perbankan syariah
sebagaimana yang telah diindikasikan oleh M. Umer Chapra sehingga
mempengaruhi kemampuan bank untuk melakukan pelatiha yang memadai,
penelitian pasar, pengembangan produk dan pengembangan teknoligu.
Kondisi yang masih serba terbatas tersebut akan mempengaruhi pada
akademisi maupun praktisi untuk melakukan kegiatan penelitian yang terbukti
dengan masih sangat terbatasnya literatur maupun keterlibatan para pakar
dalam pengembangan Bank Syariah. Termasuk dalam hal ini keterbatasan
bank syariah di dalam taraf pengembangan adalah masih terbatasnya sistem
informasi. Teknologi sistem informasi yang tepat guna akan menjadikan bank
beroperasi lebih efisien seperti di beberapa negara kaya minyak di Timur
Tengah seperti Bahrain, Arab Saudi, Kuwait, Qatar. Kecanggihan sistem
informasi bank syariah sangat menonjol, sehingga mampu menyediakan data
dan pelayananjasa kepada masy melalui produk-produk bank yang modern
seperti phone banking, smart card dan investment product.
4. Penerapan Standar Tingkat Kesehatan Perbankan
Masalah standar laporan keuangan perbankan syariah yang dituntut
menyajikan laporan keuangan sebagai lembaga mencari untung juga terkait
dengan laporan keuangan bank yang fungsinya sebagai fungsi sosial. Hal ini
berkaitan dengan konsep dasar usaha perbankan syariah di samping
mempunyai konsep investasi juga berkonsep pada norma moral atau sosial.
Memperhatikan dasar keadilan dan dasar kebenaran maka konsep Islam dalam
pencatatan keuangan tetap mengacu pada konsep dasar laporan keuangan yang
dapat dipertanggungjawabkan, transparan, adil dan dapat diperbandingkan.
Dalam laporan keuangan ini bank syariah dapat berpedoman kepada standar
13
akuntansi lembaga keuangan Organisasi Akuntansi dan Auditing bagi lembaga
keuangan Islam atau AAQIFI yang berkedudukan di Bahrai. Maslahnya
sekarang Bank Sentral sebagai otoritas pengawas harus mengadakan
pengawasan terhadap kegiatan bank syariah. Dalam tugasnya otoritas
pengawas harus mengadakan pengawasan terhadap kegiatan bank syariah.
Dalam tugasnya otoritas pengawas mutlak memerlukan piranti pengaturan
dalam bentuk standar. Standar pengukuran kinerja atau tingkat kesehatan
perbankan seperti standar CAMEL, KPMM (Ketentuan Pemenuhan Modal
Minimum) atau CAR, PDN (Posisi Devisa Neto), BMPK (Batas Maksimum
Pemberian Kredit) dan NPTS (Nisbah Pembiayaan terhadap Simpanan) yang
telah diterapkan pada sistem perbankan konvensional yang kita kenal selama
ini. Dengan beroperasinya bank syariah timbul pertanyaan apakah standar
CAMEL dan prinsip atau ketentuan kehati-hatian atau prudentialbanking
tersebut dapat diterapkan pada sistem perbankan syariah yang mempunyai
sistemkonsep yang berbeda dalam operasionalnya dengan bank konvensional.
Penerapan prudential banking pada bank syariah ini telah lama menjadi isu
pakar perbankan. Working paper IMF (Maret 1998) Banking : Issues in
prudential regulation and supervision, menyatakan bahwa implementasi
prinsip kehati-hatian pada bank syariah dapat menggunakan referensi standar
Bask Committee on Banking Supervision (BIS). Seperti yang diterapkan pada
bank konvensional. Namun standar BIS tidakdapat sepenuhnya diadopsi
dalam perbankan syariah karena terdapat kendala yaitu adanya perbedaan
penerapan prinsip syariah di tiap-tiap negara muslim. Perbedaan derajat
penerapan prinsip syariah dalam lembaga atau instrumen perekonomian
seperti misalnya Iran dengan Islam. Konservatif dan Malaysia dengan Islam
Liberal.
Kendala-kendala pada lembaga keuangan syariah
Pemahaman yang belum tepat terhadap kegiatan operasional Bank
Syariah
Peraturan perbankan yang berlaku beleum sepenuhnya
mengakomodasikan bank syariah
14
Jaringan kantor bank syariah yang belum lunas
Sumber daya manusia yang memiliki keahlian bank syariah masih
sedikit
Kerangka dan perangkat pengaturan perbankan syariah belum lengkap
Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif
Efesiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal
15
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap
bank. Selain itu, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan
perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. Pengawasan yang dilakukan oleh
Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung.Dalam hal ini,
Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan,
keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan
anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank.Hal ini sangat penting untuk
dilakukan agar prudential regulation yang diterapkan dapat secara efektif dengan
melakukan transparansi dan akuntabilitas melalui accounting dan auditing serta
good corporate governance. Selanjutnya, Bank Indonesia dapat menugasi pihak
lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaaan terhadap
bank. Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara
sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank
Indonesia transaksi tersebut diduga merupakan tindak pidana di bidang
perbankan. Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia
membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan
tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Perbankan yang
berlaku.
Industri perbankan yang sehat juga perlu didukung dengan pengawasan bank
yang independen dan efektif.Untuk itu, dalam menjalankan tugas pengawasan
bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2
(dua) pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based
supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS).
Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan
pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk
16
menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan
yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan
berdasarkan risiko.
17
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan
sebagai berikut :
18
Pada dasarnya pengaturan dan pengawasan bank syariah dimaksudkan
untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan
dengan bank, bahwa bank-bank dari segi finansial tergolong sehat, dan sesuai
dengan ajaran Islam serta di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang
merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya
di bank. Berdasarkan kerangka keuangan Islam pengawasan setidaknya harus
mencakup dua dimensi utama, yakni patuh terhadap standar yang telah
ditentukan oleh Basel Committee dan Ketentuan hukum tentang bank dan
keuangan di Negara masing-masing; patuh terhadap norma-norma syariah untuk
memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa produknya tidaklah sama
dengan produk yang ditawarkan system konvensional. Di Indonesia, Bank
Indonesia secara spesifik membuat aturan dalam Peraturan Bank Indonesia No.
11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah yang mengatur secara konprehensif mekanisme pengawasan di
bank syariah meliputi komposisi, karakteristik, struktur, dan mekanisme dasar
yang harus dimiliki oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Selain itu, diatur juga
tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah.
Dewan Komisaris.
19
jumlah anggota Direksi, terdiri dari Komisaris dan Komisaris Independen. Jumlah
Komisaris Independen Paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah
anggota dewan Komisaris. Semua Anggota dewan Komisaris harus memenuhi
persyaratan telah lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan (Fit and Proper Test). Selain itu, Anggota dewan Komisaris hanya
dapat merangkap jabatan sebagai anggota dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat
Eksekutif pada 1 (satu) lembaga/perusahaan bukan lembaga keuangan dan tidak
memiliki hubungan keluarga dengan anggota dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi.
20
perbankan maupun suatu kondisi yang dapat membahayakan
kelangsungan usaha BUS.
6. Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung
jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Pemantau Risiko,
Komite Remunerasi dan Nominasi, dan Komite Audit. Pengangkatan
anggota komite ditetapkan oleh Direksi berdasarkan keputusan rapat
Dewan Komisaris.
7. Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa komite yang telah dibentuk
menjalankan tugasnya secara efektif dan wajib memiliki pedoman dan tata
tertib kerja. Pedoman dan tata tertib kerja komite harus dievaluasi dan
dilakukan pengkinian secara berkala, dan pedoman dan tata tertib kerja ini
sifatnya mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris. Dalam pedoman
dan tata tertib ini harus mencantumkan waktu kerja dan pengaturan rapat.
8. Dewan Komisaris wajib menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal. Minimal rapat
dilakukan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan dan wajib dihadiri paling
kurang oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Dewan Komisaris.
9. Rapat Dewan Komisaris wajib dipimpin oleh Komisaris Utama. Jika
Komisaris Utama berhalangan hadir maka rapat Dewan Komisaris dapat
dipimpin oleh salah seorang anggota Dewan Komisaris. Seluruh keputusan
Dewan Komisaris yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan
keputusan bersama seluruh anggota Dewan Komisaris dan hasil rapat
Dewan Komisaris wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik. Jika terjadi perbedaan pendapat
(dissenting opinions) atas hasil keputusan rapat Dewan Komisaris, maka
perbedaan pendapat tersebut wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah
rapat beserta alasannya.
Dewan Direksi.
21
keuangan islam. Kewajiban dan tanggung jawab otoritas pengambilan keputusan
untuk masing-masing level manajemen harus ditentukan berdasarkan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing anggota dewan direksi. Dewan direksi juga
memiliki kewajiban untuk menjaga transparansi dalam menjalankan operasional
perusahaan yang mengacu pada standar operasional Lembaga Keuangan Syariah
yang ditentukan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS),
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI), Islamic Financial Service Board (IFSB), ataupun atas otoritas
pengawas. Dewan direksi tidak akan mampu menjalankan tanggung jawabnya
secara efektif tanpa didukung oleh sistem control internal yang bagus, prosedur
akuntansi yang relevan, audit internal dan eksternal yang efektif, manajemen
risiko yang efisien, memiliki aturan cheks and balances, serta adanya perangkat
regulasi dan prosedur yang komprehensif. Dewan direksi tidak mungkin akan bisa
melakukan semua tugas tersebut secara efektif, jika mereka hanya
mengedepankan self interest dan mengabaikan kepentingan para stakeholder yang
meliputi para pemegang saham, depositor, pegawai ataupun pihak lain yang
berkepentingan. Dengan demikian, kehadiran otoritas pengawas dan auditor
eksternal adalah sebuah keniscayaan guna mendorong dan memastikan dewan
direksi untuk menjalankan tugas-tugas sebagaimana yang telah ditentukan. Selain
itu, dewan direksi harus memiliki profesionalitas, kompetensi, dan integritas
moral yang sangat diperlukan untuk mengelola bank syariah. Kualifikasi ini
sangat diperlukan bagi bank syariah, dikarenakan keberadaan bank syariah yang
dibangun berdasarkan nilai-nilai moral kemanusiaan, bersifat altruistik dan tidak
mementingkan self-interest. Dengan kata lain, dewan direksi tidak boleh
menerima keuntungan terselubung untuk kepentingan pribadi mereka. Mereka
tidak diperkenankan memanipulasi harga saham, atau mendapatkan keuntungan
lainnya terkait dengan pengetahuan mereka atas usaha bank. Hal ini sangat
penting untuk dilakukan secara jujur dan sehat untuk mencegah terjadinya moral
hazard dalam manajemen bank.
22
Untuk itu, Bank Indonesia secara spesifik mengatur tugas dan tanggung jawab
dewan direksi dalam PBI 2009, antara lain:
23
9. Direksi wajib menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan dan
tepat waktu kepada Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah.
10. Setiap anggota Direksi wajib memiliki kejelasan tugas dan tanggung
jawab sesuai dengan bidang tugasnya.
11. Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang bersifat
mengikat bagi setiap anggota Direksi. Pedoman dan tata tertib kerja paling
kurang mencantumkan: a. waktu kerja; dan b. pengaturan rapat.
12. Setiap keputusan Direksi bersifat mengikat dan menjadi tanggung jawab
seluruh anggota Direksi.
13. Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat
Direksi. Hasil rapat Direksi wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat
(dissenting opinions) atas hasil keputusan rapat Direksi, maka perbedaan
pendapat tersebut wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat
beserta alasannya.
24
syariah. Adanya Dewan Pengawas Syariah ini merupakan salah satu hal pokok
yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah. Tugas utama
DPS adalah mengawasi pelaksanaan operasional bank dan produk-produknya
supaya tidak menyimpang dari aturan syariah.
Menurut Standar AAOIFI, dewan syariah setidaknya harus terdiri atas tiga
anggota cendekiawan syariah yang diangkat berdasarkan rapat umum pemegang
saham (RUPS) dan dalam keadaan tidak merangkap jabatan sebagai konsultan di
seluruh Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah.30 Hal ini perlu
dilakukan karena DPS sebagai badan independen dapat terlepas dari konflik
kepentingan.
Dalam pelaksanaan tugasnya, diatur dalam pasal 46 PBI-2009. Berikut Tugas dan
25
Syariah tidak memiliki wewenang untuk menghentikan produk tersebut
karena ini merupakan otoritas Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
menghentikan produk yang dimaksud.
4. Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan
Dewan Pengawas Syariah secara semesteran yang disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester dimaksud
berakhir.
a. Dalam laporannya dibuat pernyataan bahwa bank yang diawasinya telah
berjalan sesuai
b. dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini kemudian dimuat dalam laporan
keuangan bank.
c. Dari segi kinerja bisa jadi tugas Dewan Pengawas Syariah lebih berat dari
dewan komisaris. Hal ini bisa dilihat dari jumlah rapat yang wajib
dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah dibandingkan oleh Dewan
Komisaris. Dalam Pasal 49 ayat 1 PBI-2009 disebutkan rapat Dewan
Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam
1 (satu) bulan. Sedangkan bagi dewan komisaris wajib diselenggarakan
paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan
E. MEKANISME FARUD DALAM AUDITOR PADA BANK SYARIAH
1. Fraud auditor melakukan audit dengan teknik investigasi ke bank syariah.
2. Hasil investigasi akan diperiksa apakah terdapat tanda-tanda terjadinya
fraud, jika terjadi maka auditor akan mengumpulkan bukti-bukti yang
kuat.
3. Setelah mendapatkan bukti yangcukup maka di diskusikan dengan atasan
auditor,apakah bias diterima atau tidak bahwa fraud benar-benar terjadi.
4. Sebelum menyusun laporan audit, fraud auditor meminta pendapat DPS
untuk mengetahui standar syariah.
5. Menyusun laporan bahwa bank yang bersangkutan telah terjadi fraud.
6. Laporan audit dan bukti-buktinya dilaporkan ke BI \dan
kepolisian/kejaksaan bila terjadi fraud.
26
7. Jika terjadi fraud maka kejaksaan/kepolisian meyidang pelaku fraud
tersebut dan menjatuhkan hukuman pidana sesuia yang diatur dalam UU.
8. BI akan meberikan peringatan terhadap bankyang mengalami fraud agar
laporan keuangan diperbaiki.
KESIMPULAN
Fraud adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau
dokumen-dokumen , dengan maksud untuk menipu. Tetapi fraud bisa kita cegah
dan bisa kita hindari.
27
DAFTAR PUSTAKA
arda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian
Cybercrime di Indonesia , RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.
http://www.tunardy.com/pengertian-cybercrime/di
Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta : AMIK BSI
http://id.wikipedia.org/wiki/Cybercrime
CHR.H.Van Dijk dan J.M.J Keltjens, Computercriminaliteit
28
29