Anda di halaman 1dari 21

KAJIAN RCFA

DERATING UNIT#2 AKIBAT KERUSAKAN


SLAG CONVEYOR

NOMOR : 001/RCFA/BEU/III/2020
REVISI : 00
TANGGAL : 9 Maret 2020

PT. INDONESIA POWER


PLTU BERAU OPERATION AND MAINTENANCE UNIT
2020
LEMBAR PENGESAHAN

DERATING UNIT#2 AKIBAT KERUSAKAN


SLAG CONVEYOR
NO. RCFA: 001/RCFA/BEU/III/2020

Berau, 9 Maret 2020

Disusun Oleh :

NAMA JABATAN TANDA TANGAN

DADANG HIDAYAT AMA ENJINIRING

Diperiksa dan Disetujui Oleh:

NAMA JABATAN TANDA TANGAN

ADE MAJID MANAJER UNIT


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................................. 1

1.2 Dasar Pembuatan RCFA ............................................................................................................. 1

1.3 Metodologi ................................................................................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................................................. 2

BAB II. DATA PERALATAN .................................................................................................................... 3

2.1 Prinsip Kerja & Fungsi Peralatan ................................................................................................ 3

2.2 Gambar Pendukung..................................................................................................................... 4

BAB III. PEMBAHASAN DAN ANALISA ................................................................................................. 5

3.1 Kronologi Gangguan.................................................................................................................... 5

3.2 Identifikasi Gangguan .................................................................................................................. 7

3.3 Temuan di lapangan .................................................................................................................... 8

3.4 Kemungkinan Penyebab ........................................................................................................... 10

3.5 Analisa Pembahasan ................................................................................................................. 11

BAB IV. KESIMPULAN & REKOMENDASI .......................................................................................... 14

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 14

4.2 Rekomendasi / FDT ................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................... 16

i|iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Prinsip Kerja Slag Conveyor .................................................................................................. 3


Gambar 2. Layout bottom ash conveyor.................................................................................................. 4
Gambar 3. Slag conveyor yang putus dan patahan chain slag conveyor............................................... 6
Gambar 4. Proses drain dan pembuangan limbah bottom ash oleh operator…………………………….6
Gambar 5. Design Slag Conveyor ........................................................................................................... 7
Gambar 6. Gumpalan abu basah di bak penampung slag conveyor ...................................................... 8
Gambar 7. Penumpukan Bottom ash di ash screw dan jalur slag conveyor .......................................... 8
Gambar 8. Gumpalan abu basah pada bak penampung ........................................................................ 9
Gambar 9. RCFA dengan Fish Bone Diagram untuk General Root Cause.......................................... 10

ii | i i i
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kronologi Gangguan ................................................................................................................. 5

iii | i i i
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Boiler merupakan peralatan utama dalam suatu sistem PLTU tempat terjadinya proses
pembakaran. Bahan bakar utama yang digunakan ialah batubara. Sisa hasil pembakaran
batubara menghasilkan abu terbang (fly ash) yang akan melewati electro static presipitator
(ESP) dan batubara yang belum terbakar secara sempurna pada traveling grate akan melewati
bottom ash disposal system berupa abu yang keras akan jatuh pada bagian bawah boiler.
Pada konstruksi boiler PLTU Berau, bottom ash ditampung di Bak slag conveyor yang
dipasang di sisi bawah boiler. Abu batubara yang tidak terbakar secara sempurna akan jatuh
ke bagian bawah dan ditampung di screw bottom ash kemudian jatuh pada jalur slag conveyor.
Air yang akan dialirkan dalam screw bottom ash selain sebagai pendingin abu batubara,
berfungsi juga sebagai perapat untuk menciptakan kondisi vacuum pada sisi inlet slag
conveyor.
Pada bulan desember tahun 2019 terjadi derating unit#2 sebanyak delapan kali yang
diakibatkan oleh kerusakan pada slag conveyor yaitu putus pada bagian sambungan chain
slag conveyor sehingga Unit#2 mengalami kehilangan suplai energi listrik pada jaringan
sebesar 369,37 MWH.

1.2 Dasar Pembuatan RCFA

Berdasarkan Prosedur IMS yang diterbitkan oleh PT Indonesia Power Kantor Pusat,
maka gangguan ini perlu dilakukan RCFA karena memenuhi kriteria salah satu di bawah ini :
1. TRIP
2. Derating >30% selama 2x24 jam
3. Chronic Problem TOP 10% MPI
4. Feedback Asset Wellness Critical dalam Jangka Waktu Lama
5. Penurunan Keandalan dan Efisiensi
6. Unit Gagal Start
7. RAM Analysis
8. Terjadi Outage Extension >1 hari
9. Pareto Maintenance Cost Non-Tactical
Kerusakan slag conveyor tersebut memenuhi kriteria Derating >30% selama 2x24 jam dan
Penurunan Keandalan dan Efisiensi

1|16
1.3 Metodologi

Dalam melakukan kajian RCFA ini, metode yang dilakukan adalah sbb:
1. Menganalisa laporan gangguan & kronologi kejadian
2. Melakukan observasi/site visit dan pengamatan pada obyek peralatan di lapangan
3. Melakukan wawancara dan diskusi dengan pihak operasi dan pemeliharaan
4. Melakukan studi literature (manual book, drawing) dan review data pendukung
5. Menentukan root cause menggunakan Fish Bone Diagram
6. Merumuskan Failure Defense Task

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam melakukan kajian ini, isi dari penulisan terdiri dari beberapa unsur sbb:
BAB I. PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, dasar pembuatan kajian RCFA, metodologi
penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II. DATA PERALATAN
Berisikan prinsip kerja & fungsi peralatan dan gambar pendukung
BAB III. PEMBAHASAN DAN ANALISA
Berisikan kronologis kejadian, identifikasi gangguan, temuan di lapangan,
kemungkinan penyebab dan analisa pembahasan
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berisikan kesimpulan hasil RCFA, rekomendasi Failure Defense Task (FDT)

2|16
BAB II. DATA PERALATAN

2.1 Prinsip Kerja & Fungsi Peralatan

Sistem penanganan bottom ash PLTU Berau dengan tersedianya fasilitas dalam
pengangkutan abu hasil pembakaran batubara dari travelling grate melalui slag conveyor.
Bottom ash tersebut akan didinginkan oleh water pit melalui pipa yang mengalir menuju screw
bottom ash sehingga bak penampungan slag conveyor akan terendam dalam air. Selain
sebagai pendingin, air yang mengalir pada slag conveyor juga berfungsi sebagai perapat untuk
menciptakan kondisi vacuum pada sisi inlet slag conveyor sehingga abu batubara akan jatuh
pada screw bottom ash. Proses yang terjadi pada screw bottom ash yaitu abu batubara yang
berukuran besar akan tergerus oleh ulir yang terdapat pada screw bottom ash.
Slag conveyor merupakan peralatan yang berfungsi sebagai pengangkut abu batubara
sisa pembakaran dari boiler (furnace) ke saluran pembuangan untuk disimpan di bottom ash
silo kemudian dibuang ke dalam truk. Adanya diverter chute pada bottom ash silo sebagai
pengendalian bottom ash dalam proses pembuangan tersebut agar tidak langsung jatuh ke
tanah pada saat tidak ada truk yang standby di bawah saluran pembuangan bottom ash silo.
Kontruksi slag conveyor di PLTU Berau membentang di sisi bawah boiler,
menghubungkan boiler Unit 1 dan Unit 2. Abu sisa pembakaran batubara di boiler Unit 1 dan
boiler 2 akan ditampung pada bak penampungan slag conveyor yang sudah terisi air dari water
pit untuk mendinginkan bara yang masih terdapat pada bottom ash tersebut.

Gambar 1. Prinsip Kerja Slag Conveyor

3|16
2.2 Gambar Pendukung

Gambar 2. Layout bottom ash conveyor

Bottom ash handling system terdiri dari


a. Shut off valve furnace bottom ash
b. Submerged Slag Conveyor
c. Pipa pendinginan dari dan ke sumber abu
d. Diverter Chute
e. Sistem control instrument pada furnace bottom ash
f. Semua kelengkapan valve

4|16
BAB III. PEMBAHASAN DAN ANALISA

3.1 Kronologi Gangguan

Kondisi PLTU Berau unit #1 dan unit #2 pada saat running bersamaan akan menghasilkan
limbah bottom ash dalam jumlah banyak sehingga keandalan slag conveyor harus
diperhitungkan dalam menjaga tumpukan bottom ash pada jalur screw bottom ash dan jalur slag
conveyor. Adanya tumpukan limbah bottom ash dapat menghambat proses kerja motor slag
conveyor karena adanya tambahan beban kerja pada motor sehingga terjadi kenaikan ampere
pada motor slag conveyor dan bahkan dapat menyebabkan motor tersebut short. Rincian detail
terkait assetnya adalah sebagai berikut
Nama Peralatan : SLAG CONVEYOR
KKS Peralatan : KT00EAC10AF001-001
Cause Code : 0920
Unit Pembangkit : PLTU Berau Unit #2
Komponen Penyebab : Derating Unit
EQUIV.
MULAI SELESAI DURASI MW LOSS
NO. HOURS
(TGL & JAM) (TGL & JAM) (JAM) (MWH)
(JAM)
1 02-De c-19 13:48 03-De c-19 10:20 20,53 4,40 30,80
2 03-De c-19 13:06 03-De c-19 14:25 1,32 0,28 1,98
3 03-De c-19 16:28 05-De c-19 01:19 32,85 7,04 49,27
4 05-De c-19 03:39 05-De c-19 23:54 20,25 4,34 30,38
5 12-De c-19 13:32 13-De c-19 17:30 27,97 5,99 41,95
6 14-De c-19 00:11 14-De c-19 18:14 18,05 3,87 27,07
7 14-De c-19 18:19 15-De c-19 22:13 27,90 5,98 41,85
8 15-De c-19 22:37 20-De c-19 00:00 97,38 20,87 146,07
TOTAL 246,25 52,76786 369,375

Tabel 3.1. Kronologi Gangguan

Kinerja Boiler di PLTU Berau 2x7 MW dapat dipengaruhi oleh kegagalan slag conveyor
dalam proses transportasi bottom ash menuju bottom ash silo. Adapun kegagalan slag conveyor
yang menimbulkan dampak terhadap kinerja PLTU Berau unit #2 yaitu slag conveyor mengalami
macet pada bagian guide roller dan snub roller bahkan slag conveyor bisa putus pada bagian chain
drag bar seperti terlihat pada gambar 3.

5|16
Gambar 3. Slag conveyor yang putus dan patahan chain slag conveyor

Pada bulan desember tahun 2019 terjadi kerusakan pada slag conveyor sebanyak delapan
kali yang diakibatkan oleh putusnya slag conveyor pada bagian sambungan chain slag conveyor
sehingga PLTU Berau unit#2 mengalami kehilangan daya mampu dalam suplai energi listrik
sebesar 369,37 MWH. Adanya gangguan kerusakan pada slag conveyor yang sering terjadi selama
bulan desember tahun 2019 menyebabkan PLTU Berau unit#2 berstatus derating unit baik planned
derating maupun unplanned derating. Efek lain yang timbul akibat slag conveyor putus adalah
proses pembuangan limbah bottom ash dilakukan secara manual sehingga membutuhkan man
power yang lebih banyak dan operator harus standby untuk melakukan monitoring limbah bottom
ash yang keluar pada bagian bawah furnace. Apabila limbah bottom ash tersebut tidak dilakukan
drain secara manual maka terjadi penumpukan, dimana tumpukan tersebut jika sudah mengenai
chain travelling grate maka chain grate tertahan tumpukan bottom ash dan tidak dapat berputar
sehingga dapat menghambat proses pembakaran yang terjadi pada ruang bakar batubara di dalam
furnace boiler. Adapun proses drain dan pembuangan limbah bottom ash secara manual yang
dilakukan oleh operator dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 4. Proses drain dan pembuangan limbah bottom ash oleh operator

6|16
3.2 Identifikasi Gangguan

Untuk mempermudah identifikasi gangguan maka dilakukan analisa desain slag


conveyor sebagai berikut :

Screw Bottom Ash #2

Screw Bottom Ash #1

Slag Conveyor Bak Penampung

Gambar 5. Design Slag Conveyor

Berdasarkan desain diatas dapat dilihat bahwa jalur slag conveyor menghubungkan dua
unit dan bak penampung bottom ash tersebut digunakan untuk unit #1 dan unit #2 akan tetapi
setiap unit dilengkapi screw bottom ash untuk menghancurkan ukuran bottom ash yang besar
menjadi lebih kecil sehinggan bottom ash tersebut dapat ditransportasikan ke bottom ash silo
melalui slag conveyor. Jalur transportasi abu batubara melalui slag conveyor dapat
mengakibatkan penumpukan abu batubara apabila kedua unit tersebut beroperasi dan abu
batubara yang dihasilkan melebihi kapasitas daya tampung bak slag conveyor.

Selain itu, jarak antara chain slag conveyor dengan gear penyangga cukup berjauhan
sehingga daya tahan chain slag conveyor ketika menerima tumpukan abu batubara yang
banyak akan menimbulkan daya tumpu yang tidak kuat terhadap beban yang diterima oleh
chain slag conveyor tersebut.

7|16
3.3 Temuan di lapangan

Berdasarkan temuan di lapangan kondisi bak penampungan terdapat banyak abu


batubara yang tercampur air dan sudah berbentuk gumpalan-gumpalan yang menjadi slag.
Gumpalan tersebut menyebabkan pengoperasian chain slag conveyor terhambat lajunya
akibat gesekan yang terjadi antara chain dan dinding bak yang terdapat slag tersebut. Adanya
campuran air pada bak slag conveyor menyebabkan chain tersebut mengalami proses korosi.

Gumpalan abu basah

Gambar 6. Gumpalan abu basah di bak penampung slag conveyor

Gambar 7. Penumpukan Bottom ash di ash screw dan jalur slag conveyor

Efek putusnya slag conveyor mengakibatkan penumpukan bottom ash pada jalur transportasi
dan penumpukan sisa hasil pembakaran batubara pada main hole screw bottom ash.

8|16
Gambar 8. Gumpalan abu basah pada bak penampung

Dari hasil temuan di lapangan didapatkan sesuai gambar 7 yaitu adanya gumpalan berupa
slag pada bak penampung slag conveyor. Kondisi bak penampung slag conveyor tersebut
sudah terisi penuh oleh air dan campuran abu basah yang membentuk gumpalan-gumpalan
pada dinding bak. Dalam kondisi yang kontinyu, gumpalan tersebut terakumulasi hingga
memenuhi permukaan bak penampung. Apabila gumpalan slag tersebut tidak dilakukan
pembersihan pada bak slag conveyor maka chain slag conveyor tidak dapat bergerak dengan
bebas akibat terhalang oleh gumpalan slag yang menutupi jalur transportasi abu batubara
yang basah menuju bottom ash silo.

9|16
3.4 Kemungkinan Penyebab

Untuk mencari root cause dari gangguan yang terjadi, dilakukan analisa dengan Fishbone Diagram. Gambar di bawah ini
memperlihatkan general root cause sebelum dilakukan analisa tiap kemungkinan penyebab.

Gambar 9. RCFA dengan Fish Bone Diagram untuk General Root Cause

10 | 1 6
3.5 Analisa Pembahasan

Berdasarkan Fishbone Diagram yang masih berupa general root cause maka akan
dilakukan analisa penyebab masalah kerusakan slag conveyor sehingga putus dan kegagalan
slag conveyor sebagai sarana transportasi bottom ash menuju bottom ash silo. Adapun Failure
Cause dapat dijelaskan sebagai berikut

 Failure Cause Measurement : daya tampung bak slag conveyor terhadap bottom ash
Berdasarkan pengamatan di lapangan terhadap hasil pembuangan sisa pembakaran
batubara, dimana abu sisa hasil pembakaran batubara pada furnace masih dapat ditampung
oleh kapasitas bak slag conveyor apabila unit yang beroperasi hanya satu dan tidak banyak
dihasilkan bottom ash berupa bongkahan yang berukuran besar karena sudah mengalami
proses penggerusan pada screw bottom ash conveyor. Adanya abu batubara yang basah
terakumulasi di bak penampung, dapat menambah kemungkinan terjadinya blok slag bottom
ash yang menghambat pengangkutannya oleh slag conveyor. Selain itu, motor penggerak slag
conveyor akan mengalami over current akibat beban naik saat bottom ash penuh dan terjadi
ngeblok. Efek dari over current akan menaikkan temperature winding motor yang dapat
menyebabkan terjadi short pada motor. Tumpukan bongkahan bottom ash jika sudah melebihi
kapasitas bak slag conveyor maka operator boiler dan penyaluran abu dapat melakukan
penguraian pada saat patrol check saat slag conveyor beroperasi.

 Failure Cause Machine : Design slag conveyor untuk 2 unit


Dari hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa jarak antara chain drag bar pada slag
conveyor tidak memadai (terlalu jauh) sehingga transportasi abu batubara dari bak
penampungan menuju bottom ash silo terdapat celah yang memungkinkan adanya bottom ash
masuk kedalam celah tersebut dan menghambat laju pergerakan chain drag bar. Alternatif yang
dapat dilakukan adalah perubahan pada jarak antara chain drag bar supaya daya topang slag
conveyor terhadap bottom ash merata pada setiap bagian chain slag conveyor. Slag conveyor
tersebut digunakan Unit #1 dan Unit #2 yang menjadi satu jalur, dalam kondisi operasi dua unit
akan sangat memungkinkan volume bak penampung terisi penuh oleh bottom ash. Perubahan
yang fundamental adalah jalur slag conveyor dibuat untuk masing-masing unit sehingga terjadi
kegagalan slag conveyor pada unit yang satu tidak akan mempengaruhi keandalan unit lainnya.

 Failure Cause Man Power : Pengoperasian Slag Conveyor Tidak sesuai SOP
Dari hasil pengamatan di lapangan bahwa operator telah melakukan pengoperasian Slag
conveyor sesuai Standard Operation Prosedure (SOP) sehingga tidak terdapat indikasi adanya

11 | 1 6
human error pada gangguan ini bahkan operator telah melakukan antisipasi saat terjadinya slag
conveyor yang putus dengan melakukan pembuangan sisa abu batubara yang keluar dari
buangan sisi bottom furnace secara manual. Proses pembuangan bottom ash secara manual
akan terus berlangsung selama unit beroperasi dan operator dalam kondisi standby berada di
area groundfloor boiler house. Adapun instruksi kerja yang perlu ditambahkan terkait trouble
shooting saat terjadinya blocking pada jalur slag conveyor.

 Failure Cause Environtment : Suhu bottom ash tinggi saat keluar furnace
Dari hasil pengamatan di lapangan oleh operator, saat bottom ash keluar dari furnace terkadang
masih membara yang menandakan bahwa suhu bottom ash tersebut tinggi, antisipasi adanya
bottom ash membara sudah ada line service water pada inlet screw ash conveyor sehingga
kondisi bottom ash yang membara dapat dipadamkan atau didinginkan menggunakan air.
Proses pendinginan suhu bottom ash yang tinggi dilakukan oleh operator secara manual dengan
membuka valve pada line service water tersebut. Jika air pendingin pada bak slag conveyor
sudah penuh maka air akan terjadi overflow dan dapat dilakukan buka valve drainnya. Apabila
level air pendingin tidak dijaga maka akan tercampurnya bottom ash dengan air pendingin dalam
jumlah banyak sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan slag dan menempel pada dinding-
dinding bak penampung dan dinding casing plate. Jika letak gumpalan slag berada pada bak
penampung dan jalur transportasi slag conveyor maka akan mengakibatkan terhalangnya chain
drag bar untuk membawa bottom ash bahkan tertutupnya jalur chain drag bar slag conveyor.
Hal yang dapat dilakukan oleh operator adalah menjaga batasan level air pada jalur slag
conveyor agar tidak melewati batasan. Jika belum terlihat batasan yang jelas pada jalur slag
conveyor, maka perlu adanya penandaan batasan level air dengan menggunakan cat.

 Failure Cause Material : Material slag conveyor korosi


Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa material chain slag conveyor mengalami
korosi akibat terendam oleh air pendingin bottom ash pada bak penampungan slag conveyor.
Terbentuknya korosi pada chain slag conveyor mengakibatkan komponen material chain slag
conveyor menjadi rapuh. Korosi yang terjadi pada chain roller akan mengakibatkan macet
bahkan chain drag bar dapat keluar jalur jika kondisi tidak sesuai dengan guide roller. Kelebihan
air pada bak penampung dapat dilakukan proses drain karena sudah ada fasilitas untuk drain
air secara manual. Jika saluran drain tidak tersumbat maka jumlah air yang terdapat pada bak
slag conveyor dan casing plate akan terjaga sehingga chain slag conveyor tidak akan terpapar
oleh air dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, operator boiler dan penyaluran abu harus
memastikan bahwa jalur drain tidak tertutup oleh tumpukan bottom ash.

12 | 1 6
 Failure Cause Method : Tidak ada SOP pengoperasian slag conveyor
Berdasarkan pengamatan di lapangan, operator lokal boiler telah melakukan komunikasi yang
baik dengan operator control room untuk monitoring jumlah bottom ash yang keluar dari furnace
dan pengoperasian slag conveyor sesuai SOP. Komunikasi juga dilakukan kepada operator
WTP dalam hal pengoperasian service water untuk proses penggunaan air pendingin bottom
ash. Jika dilihat dari hal tersebut maka mengindikasikan bahwa sudah adanya SOP dalam
pengoperasian slag conveyor. Hal yang perlu diantisipasi adalah saat beroperasinya slag
conveyor perlu adanya pengecekan rutin oleh operator boiler dan penyaluran terkait bottom ash
yang dihasilkan saat beroperasi dua unit.

13 | 1 6
BAB IV. KESIMPULAN & REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan kajian RCFA yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Kejadian derating Unit #2 pada bulan desember 2019 akibat kerusakan slag conveyor ,
menimbulkan tumpukan bottom ash pada bagian bawah furnace boiler sehingga beban unit
#2 harus diturunkan untuk mengurangi batubara yang terbakar pada furnace sehingga abu
batubara yang dihasilkan juga mengalami pengurangan dan penumpukan bottom ash dapat
dikurangi dengan pengangkutan secara manual oleh operator
2. Analisa penyebab masalah kerusakan slag conveyor sehingga putus dan kegagalan slag
conveyor sebagai sarana transportasi bottom ash menuju bottom ash silo antara lain
 Daya tampung bak slag conveyor terhadap bottom ash
 Design slag conveyor untuk 2 unit
 Pengoperasian Slag Conveyor Tidak sesuai SOP
 Suhu bottom ash tinggi saat keluar furnace
 Material slag conveyor korosi
 Tidak ada SOP pengoperasian slag conveyor
3. Design slag conveyor untuk 2 unit akan berdampak pada unit yang lainnya saat unit #1
dan unit #2 kondisi online ketika slag conveyor tersebut bermasalah. Oleh karena itu, perlu
adanya program terobosan untuk desain yang ideal pada slag conveyor adalah melakukan
re-enginering pada slag conveyor untuk masing-masing unit supaya dapat meningkatkan
keandalan boiler PLTU Berau

14 | 1 6
4.2 Rekomendasi / FDT

Untuk mencegah terjadinya gangguan yang sama terulang kembali maka FDT yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

No Root Cause FDT Timeline Failure Defense Task (FDT) Work Type Frequency PIC
patrol check lebih sering
untuk monitoring tumpukan
Daya tampung abu batubara pada bak Setiap
bak slag Jangka Pendek CD OP
penampung saat slag Shift
1 conveyor conveyor beroperasi untuk
terhadap dua unit
bottom ash
Daya tampung bak slag As
Jangka Panjang ECP Eng
conveyor dibuat lebih besar Required
Design slag Modifikasi slag conveyor,
As
2 conveyor untuk Jangka Panjang pemisahan jalur slag Unit 1 ECP Eng
Required
2 unit dan Unit 2
Penambahan Trouble
As
Pengoperasian Jangka Pendek shooting REVIK Op
Required
Slag Conveyor
3 Tidak sesuai Penanganan overload
SOP dengan menaikkan nilai TOR As
Jangka Pendek PM Har
sesuai proses trip pada Required
motor
menjaga batasan level air
Suhu bottom As
Jangka Pendek pada jalur slag conveyor REVIK OP
ash tinggi saat Required
4 agar tidak melewati batasan
keluar furnace Membuat batasan yang jelas As
Jangka Panjang pada jalur slag conveyor ECP Eng
Required
Cleaning slag abu basah
Setiap Shift
Jangka Pendek yang menempel pada bak FLM
Shift Leader
penampung
Material slag Menjaga level genangan air Setiap
5 conveyor korosi Jangka Pendek pada jalur slag conveyor Op Operator
Shift
Lakukan reverse engineering
As
Jangka Panjang untuk upgrade material slag ECP Eng
Required
conveyor
Monitoring amper dan
Tidak ada SOP menyesuaikan skala pada
spesifikasi motor Setiap
6 pengoperasian Jangka Pendek REVSOP Op
Shift
slag conveyor

15 | 1 6
DAFTAR PUSTAKA

1. Description Of Basic Design of Boiler, Steam Turbine, and Generator PLTU 2x7 MW Nett.
Contractor Document Review. Albok Boiler Industries
2. Drawing No. CFSPP-BRU-M-DWG-27-2043, Assembly of Manhole Cover – Chute Slag From
Stocker

16 | 1 6

Anda mungkin juga menyukai