Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata
sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering
menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia
inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-
laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya
dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan,
cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada
tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab
kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar
1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang
menyebabkan kebutaan.
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans
dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan
mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam),
trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia
(bahan asam dan basa).
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus ditangani
dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus ditangani dalam
hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan pertolongan cepat dan

1
tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea,
iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa
posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf
optik.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan
dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan
siliar yang robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh robekan pada
segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan
diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena
sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul
perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena
perdarahan lebih sukar hilang.
Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan
katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang
signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata
laksana hifema.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Bola Mata


Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata.

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya
oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam,
yaitu :
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat
padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke

3
dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi
nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan
menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui
oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada
batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan
cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke
dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung
dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat
transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius)
yang berhubungan dengan aqueous humour.
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri
atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare
(ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang
tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris
(3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di
pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik
mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan
terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris.
Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan
siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal
sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm
dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris
menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn merupakan kapiler
yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan
sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga
terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal

4
schlemn, keluar saluran kolektor, 20 – 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di
dalam jaringan sclera dan episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.

Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar


3. Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak
dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ
reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di
tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif
dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.
Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.

Vaskularisasi Bola Mata


Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica,
yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini
berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju
ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki
nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri

5
oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan
kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris
posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan
arteri supra orbitalis serta supra troklearis.

Vaskularisasi pada Bola Mata


Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus
optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis
satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus
arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis
dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus,
konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan
inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan
vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui

6
fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura
orbitalis inferior.

Vaskularisasi pada Segmen Anterior


2.2. Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus
(cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat
dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit,
tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia
dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefarospasme.

7
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut
bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat
terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh
fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan bokade pupil.

2.3. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma
pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi
mata).
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,
sehingga pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya
juvenile xanthogranuloma).
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

8
2.4. Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi
karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma),
dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan
jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak
pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul
dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid,
vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata
yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena
gaya berat akan berada di  bagian terendah.

2.5. Patofisiologi

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan


limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata.
Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain

9
arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-
vena badan siliar.

Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata


Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin
juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh
darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada
patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori
permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme
hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh
darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan
menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke
bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah
itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka
plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin
akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi.
Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris
peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat

10
daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat
sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi
daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu
yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang
berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini
menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut
mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya
glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada
bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi
perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea
dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil
seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan
ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan
vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil
dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.
2.6. Penegakan Diagnosis
Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA
(dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.

11
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia
(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,
midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu
letargic, disorientasi atau somnolen.

Hifema pada 1/3 bilik mata depan Hifema pada ½ bilik mata depan

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat
dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan
terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis),
dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah  yang mengisi kamera okuli  ini secara  langsung
dapat  mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera
anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder.
Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan
trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera
anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan
mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus
dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

12
b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,
glaukoma.
c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal
atau meningkat ringan.
2.7. Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita
hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang
lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat
(diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan
mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita
mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli
mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan

13
bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan
bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat
mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus
dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini
sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus
diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk
mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan
obat-obatan seperti :
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal
sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat
diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu
sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder
dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan
melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan
COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya
jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan

14
kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi
meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara
oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian
intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,
walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan
kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila
tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan
parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila tekanan intra
okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari.
Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke
5-9 lakukan juga parasentesa.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder,
tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari
tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah
atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50
mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari.
Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-
rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

15
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior
perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9
hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari
keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
(untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan
tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol
dalam 24 jam.
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat
insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan
iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari
bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik
mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada
parasentesis tidak perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun
dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

16
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200

2. 8. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi
dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan
iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema.
1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi
pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi
sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya 20%
, sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat
menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut
COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula
terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga
terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk
sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya

17
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke
dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.
Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak
selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama
(2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan
siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan
kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini
akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat
terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi
bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada
pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau
lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama
akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian
bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata
tertutup.
5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.
6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis.
Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga
masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran
fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema
dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih
baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA

18
dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata
terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit
bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun
lagi.
2.9. Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai
glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang
sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma,
prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek
pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih
rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan
kebutaan.

19
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi
Nama : Tn. SB
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Mess PT Pulau Sambu
MRS : 30 November 2019
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM : 00-43-29-11
1.2 Autoanamnesis
Keluhan Utama:
Mata kanan sakit karena tertusuk paku

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Pasien datang ke IGD dengan keluhan mata kanan terasa sakit dan merah
serta berair. Satu hari yang lalu mata kanan pasien tertusuk paku. Saat ini pasien
masih bisa melihat dengan jelas, hanya tampak sedikit kabur. Lalu di matanya
tampak merah diseluruh mata, mata tampak terisi darah dan terasa nyeri, nyeri
kepala sebelah kanan. Keluhan mual, muntah dan nyeri kepala sisi kiri disangkal
pasien. Mata kiri pasien tidak ada keluhan.

20
Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat penyakit yang serupa : Disangkal


 Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
 Riwayat penyakit DM : Disangkal
 Riwayat penyakit jantung : Disangkal
 Riwayat penggunaan obat-obatan : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat penyakit yang serupa : Disangkal


 Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
 Riwayat penyakit DM : Disangkal
 Riwayat penyakit jantung : Disangkal

Riwayat Pengobatan
Tidak ada riwayat pengobatan

Riwayat Alergi
Os tidak memiliki alergi terhadap makanan, cuaca lingkungan maupun obat-
obatan

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

21
Pernafasan : 16 x/menit
Nadi : 81 x/menit
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu : 37 ºC

Kepala : Simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut, kulit dan wajah tidak
sembab.
Mata : lihat status oftalmologi
Hidung : Deviasi septum nasi (-), sekret (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), mukosa mulut kering (-)
Tenggorok: Dinding faring hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis, edema laring (-)
Leher : perbesaran KGB tidak adal
Thorax
-
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Srem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan ICS V linea
sternalis,
batas jantung kiri ICS V line mid klavikula sinistra
Auskultasi : HR=82 kali/menit, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : Datar, pelebaran vena (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

22
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia: Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas : clubbing finger (-), edema (-), akral hangat, CRT<2 detik
Status Neurologi: Kesan normal

Status Oftalmologi

OD OS
6/6 Visus 6/6
Normal TIO Normal
Edema +, hiperemis Palpebra Edema (-) silia lengkap dan
tumbuh teratur
Konj palpebra: hiperemis Konjungtiva hiperemis (-) sekret (-)
Konj Bulbi: inj konjunctiva +,
Inj siliaris +
Jernih, udem - Kornea Jernih, ukuran dalam batas
normal, edema (-) ulkus (-)
erosi (-)

terisi darah encer BMD Kedalaman normal, jernih,


hipopion (-) hifema (-)
Sulit dinilai Iris Kripti (-) sinekia anterior (-)
sinekia posterior (-)
Sulit dinilai Pupil Bulat, isokor, refleks cahaya
langsung/tidak langsung (+)
Sulit dinilai Lensa Jernih
Sulit dinilai Vitreous Tidak terlihat
Tidak dilakukan Fundus Tidak dilakukan

23
3.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium ( 30 November 2019 )
Darah Rutin
Hemoglobin : 14,8 g/dl ( 12 – 16 gr/dl )
Leukosit : 6.620 ( 5000 – 10000/mm3)
Trombosit : 258.000 ( 150.000-450.000/mm3)
Hematokrit : 43,4 ( 35 – 50 %)
Eritrosit : 5,21 ( 3,8 – 5,8 juta)
MCV : 83,3 ( 80-97)
MCH : 28,4 (26,5-33,5)
MCHC : 34,1 (31,5-35,0)
RDW-CV : 12,1 (10-15)
RDW : 36,7 (11,5-14,5)
MPV : 9,8 (6,5-11,5)
PDW : 11,0 (10-18)
Hitung Jenis
Eosinofil : 1,7% (1-3%)
Basofil : 0,9 % (0-1%)
Neutrofil : 47,2 % (50-70%)
Lymphosit : 42,9% (20-40%)
Monosit : 7,3% (2-8%)
LED : 28 ( <10)
Kimia Klinik
GDS : 91 mg/dL (75-140)

24
3.5 Diagnosis
Hifema Oculi Dextra

3.6 Penatalaksanaan
-
Bed Rest Head Up 30o
-
Pasien tdur setengah duduk
-
Tidak boleh sujud atau terlentang
-
Mata ditutup verban (dibuka setiap pemberian obat tetes mata)
-
Gaforin ED 8 x gtt I OD
-
P-Pred ED 8 x gtt I OD
-
Cyclon ED 3 x gtt I OD
-
C. Lyters 6 x gtt I OD
-
Timol 0,5 % 2 x gtt I OD
-
Metilprednisolon 1x32mg / PO (1-0-0)

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam

25
3.8 FOLLOW UP

Hari / Tanggal Catatan Perkembangan Terapi


Sabtu, 30/11/2019 S : mata kanan nyeri(+), Bed Rest Head Up 30o
berdenyut (+), pandangan Pasien tdur setengah
kabur (+), pusing (+), mual - duduk
O : TD 110/90, HR : 82x/m, Tidak boleh sujud atau
RR : 24x/m, T : 37 terlentang
A : Hifema OD Mata ditutup verban
(dibuka setiap pemberian
obat tetes mata)
Gaforin ED 8 x gtt I OD
P-Pred ED 8 x gtt I OD
Cyclon ED 3 x gtt I OD
C. Lyters 6 x gtt I OD
Timol 0,5 % 2 x gtt I OD
Metilprednisolon
1x32mg / PO (1-0-0)

Minggu, 1/12/2019 S : mata kanan nyeri(+), Bed Rest Head Up 30o


berdenyut (+), pandangan Pasien tdur setengah
kabur (-), pusing (-), mual - duduk
O : TD 110/80, HR : 80x/m, Tidak boleh sujud atau
RR : 22x/m, T : 37 terlentang
A : Hifema OD Mata ditutup verban
(dibuka setiap pemberian
obat tetes mata)
Gaforin ED 8 x gtt I OD
P-Pred ED 8 x gtt I OD
Cyclon ED 3 x gtt I OD
C. Lyters 6 x gtt I OD
Timol 0,5 % 2 x gtt I OD
Metilprednisolon
1x32mg / PO (1-0-0)

Senin, 2/12/2019 S : mata kanan nyeri(+), Bed Rest Head Up 30o


pandangan kabur (-), pusing Pasien tdur setengah
(-), mual - duduk
O : TD 120/80, HR : 82x/m, Tidak boleh sujud atau
RR : 22x/m, T : 36,4 terlentang
A : Hifema OD Mata ditutup verban
(dibuka setiap pemberian
obat tetes mata)

26
Gaforin ED 8 x gtt I OD
P-Pred ED 8 x gtt I OD
Cyclon ED 3 x gtt I OD
C. Lyters 6 x gtt I OD
Timol 0,5 % 2 x gtt I OD
Metilprednisolon
1x32mg / PO (1-0-0)

Selasa,3/12/2019 S : mata kanan nyeri sudah Gaforin ED 8 x gtt I OD


berkurang(+) P-Pred ED 8 x gtt I OD
O : TD 110/80, HR : 80x/m, Cyclon ED 3 x gtt I OD
RR : 22x/m, T : 36,6 C. Lyters 6 x gtt I OD
A : Hifema OD Timol 0,5 % 2 x gtt I OD
Metilprednisolon
1x32mg / PO (1-0-0)

BAB IV

27
ANALISA KASUS

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam Bilik Mata


Depan (BMD), yaitu daerah diantara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

Kontusio atau benturan yang mengakibatkan penekanan bola mata


anteroposterior, pengembangan bagian tengah skleral, limbus menegang dan
perubahan letak lensa/iris posterior dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra
okuli secara tiba-tiba yang mana dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak pada
sudut bola mata.

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan


primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat
daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat
sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari
bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang
cukup untuk regenerasi kembali.
Diagnosa pada pasien ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan
pemeriksaan fisik opthalmologis. Pada anamnesis pasien mengeluhkan pandangan
kabur pada mata kanan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit setelah tertusuk paku.
Keluhan tersebut diikuti dengan nyeri, hiperemis, dan lakrimasi pada mata, juga

28
disertai nyeri pada kepala. Ditemukan juga darah di dalam bilik mata yang terlihat
dengan mata telanjang yang jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, darah akan
terlihat terkumpul di bagian bawah BMD, perdarahan yang mengisi setengah bilik
mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler,
sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik
mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun lagi.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit
sedang. Dari status oftalmologi, pada mata kanan dan mata kiri didapatkan visus 6/6,
visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
Pada konjunctiva palpebra tampak hiperemis, konjunctiva bulbi terdapat
injeksi konjunctiva +, dan injeksi siliaris +. Pada BMD tampak terisi penuh oleh
darah encer. Pupil, iris, lensa, vitreus, dan fundus sulit dinilai karena BMD terisi
darah. Perdarahan ini biasanya disebabkan oleh terjadinya robekan di pembuluh darah
ins atau badan siliar. Darah ini dapat mengotori permukaan kornea dan mengisi
BMD, sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur.
Penatalaksanaan dari hifema bertujuan untuk menghentikan perdarahan atau
menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan
bola mata, merawat dan mengobati jaringan sekitarnya, dan meminimalisasi
kerusakan lebih lanjut lagi. Tidur dengan posisi kepala dielevasi 30o– 45o
dimaksudkan untuk melokalisir darah dibilik mata depan bawah, supaya pupil tidak
terhalang oleh darah dan untuk memperkecil lokasi hemosiderosis. Mata perlu ditutup
dengan kasa steril untuk mengistirahatkan dan melindungi mata. Perawatan perlu
dilakukan setiap hari dimana kasa steril perlu diganti dan penderita tidak boleh
menggosok mata yang sakit.

29
BAB V

KESIMPULAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus
yang jernih.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi
karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma),
dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama
mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik
ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia,
penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat
dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau
somnolen.
Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu
perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan perdarahan,
menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan
bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan
menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati kelainan yang
menyertainya.

30
DAFTAR PUSTAKA

- Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI press
- Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Jakarta : FKUI press
- Ilyas, Sidarta. 2002 Trauma Tumpul Mata : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
Sagung Seto, Hal : 263-6.

- Vaughan, Daniel, G. 2000. Trauma : Oftamologi Umum edisi ke-14. Jakarta :


Widya Medika. Hal: 380,384.

- Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis, MO:
Mosby
- Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Mata: Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139. Penerbit: FK Unair,
Surabaya.
- Sumarsono, Contusio Oculi. Available at
http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.
- Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. Available at
http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior.
- Rahman A, 2009. Trauma Tumpul Okuli. Available at http://belibis-
a17.com/2009/10/11/trauma-tumpul-okuli/.

31

Anda mungkin juga menyukai