BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa yang
dimulai umur 8 – 14 tahun. Awal pubertas dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah
bangsa, iklim, gizi dan kebudayaan. Secara klinis mulai tumbuh ciri-ciri kelamin sekunder,
misalnya : tumbuh rambut pubis, ketiak, timbul jerawat pada wajah, peningkatan berat badan dan
tinggi badan, pada wanita mengalami pembesaran buah dada dan pada pria terjadi perubahan
pada suara dan tumbuh jakun.
Pada tahun 2000, jumlah penduduk remaja Indonesia 43,6 juta. Sebagian besar remaja
(69,3%) – umur kawin pertama dalam usia belia (<18 tahun).
Seks bebas itu sendiri ada kaitannya dengan perilaku yang berdampak buruk terhadap
kesehatan reproduksi. Mereka tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka misalnya, mereka
bisa terserang virus HIV ataupun bayi yang mereka lahirkan tidak mempunyai status.
Oleh karena itu pemerintah harus mampu mengambil tindakan dan menyaring pengaruh
yang berhak dan berdampak negatif bagi para remaja. Begitu pula peran remaja harus mampu
mengendalikan diri dan menghindari hubungan seks pra nikah.
Upaya-upaya pencegahan pergaulan bebas adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama,
moral dan etika, diantaranya : (1) Pendidikan agama, moral dan etika dalam keluarga. (2)
kerjasama guru dan orangtua, tokoh masyarakat, pendidikan yang diberikan hendaknya tidak
hanya kemampuan intelektual, tetapi juga mengembangkan kemauan emosi anak agar dapat
mengembangkan rasa percaya diri.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apa akibat dari seks bebas ?
2. Apa upaya pencegahan seks bebas ?
Dalam pembahasan masalah ini difokuskan pada akibat dari seks bebas yang mana dewasa
ini sangat banyak terjadi di kalangan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Menanamkan nilai-nilai agama, moral dan etika antara lain : pendidikan agama, moral dan etika
dalam keluarga, kerjasama guru, orangtua dan tokoh masyarakat.
b. Pendidikan yang diberikan hendaknya tidak hanya kemampuan intelektual, tetapi juga
mengembangkan kemauan emosional agar dapat mengembangkan rasa percaya diri,
mengembangkan ketrampilan mengambil keputusan yang baik dan tepat, mengembangkan rasa
harga diri, mengembangkan ketrampilan berkomunikasi, yang mampu mengatakan “tidak” tanpa
beban dan tanpa mengikuti orang lain.
Pada waktu ini cara-cara pendidikan seksual didasari oleh dua pandangan dan pendekatan yang
sangat berbeda, yaitu : (a) pendekatan psikoanalitik, yang hanya mengakui bahwa perkembangan
psiko-seksual ditentukan oleh pembawaan yang untuk sebagian besar sifatnya autonom. (b)
pendekatan sosiologik, yang mengakui adanya pengaruh dari lingkungan. Yang mempunyai
banyak pengikutnya adalah pandangan pendekatan yang kedua.
Pendidikan seksual sebaiknya sudah dimulai sedini mungkin, dalam masa kanak-kanak dengan
peranan utama dipegang oleh para orangtua dan para guru.
Bagi para remaja penyuluhan seksual sudah dapat dimulai di sekolah lanjutan, baik oleh dokter
maupun oleh guru, yang kedua-duanya sudah memiliki pengetahuan tentang seksologi modern.
Penyuluhan yang salah dapat berakibat negatif. Para orangtua tentunya dapat pula memegang
peranan dalam hal ini.
Dalam penyuluhan pada remaja perlu dibahas secara singkat anatomi dan fisiologi alat kelamin,
serta fisiologi hubungan seksual. Juga variasi dan penyimpangannya yang masih dianggap dalam
batas-batas normal perlu dikemukakan. Semua itu dilakukan dengan latar belakang norma-norma
yang berlaku, termasuk agama dan pandangan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
- Pengguguran kandungan/aborsi
- Terpaksa menikah
c. Penggunaan narkoba dan obat-obatan terlarang dapat merusak moral generasi muda.
b. Pendidikan yang diberikan hendaknya tidak hanya intelektual, tetapi juga mengembangkan
kemauan emosional agar dapat mengembangkan rasa percaya diri.
3.2. Saran
a. Bagi pemerintah
Diharapkan memberi bimbingan dan penyuluhan kepada para pemuda agar tidak salah dalam
memilih pergaulan.
b. Bagi orangtua
Diharapkan memberi kasih sayang tidak hanya limpahan materi saja tetapi perlu juga
memperhatikan tingkah laku anak-anaknya agar tidak salah jalan.
Isilah hidup dengan kegiatan yang positif dan jangan mencoba hal-hal yang memberikan
kenikmatan sesaat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastro Winata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi. Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Esa kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Seks Bebas di Kalangan Remaja ini dengan baik tanpa hambatan.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada para pembimbing dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini atas semua bantuan, bimbingan dan kemudahan
yang telah diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, sehingga kritik, koreksi, dan saran dari
semua pihak untuk menyempurnakan makalah kami selanjutnya senantiasa akan kami terima
dengan tangan terbuka.
Akhirul kalam, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang telah
membimbing kami untuk membuat makalah ini.
Sukabumi, Oktober 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1. Akibat dari Pergaulan Bebas.............................................................. 3
2.2. Upaya Pencegahan Pergaulan Bebas.................................................. 5
BAB III PENUTUP............................................................................................... 7
3.1. Simpulan........................................................................................... 7
3.2. Saran................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 9
BAB I
PANDAHULUAN
dan itelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan
bahwa anak tarsebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa
terdapat periode-periode kritik yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak
dapat dilalui dangan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukan
terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial
untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri
menepati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga
mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang
anak, terutama pada tahap awal maupan tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang
gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan menumpuk kebencian, rasa tidak
aman dan tindak kekerasan kapada anak-anaknya. Demikian pula jika keluarga
tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan
kenakalan anak remaja. Fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat
sangat luas. Oleh karena itu, disini membahas tentang pengertian kenakalan anak
Tujuan pokok dari karya tulis ini adalah untuk memenuhi nilai ujian semester
dua kelas XI bidang studi Bahasa Indonesia dan menyelesaikan tugas Bahasa
Dalam hal ini penulis membahas tentang pengertian kenakalan anak remaja,
anak.
BAB II
LANDASAN TEORI
norma hukum maupun norma sosial. Menurut Paul Moedikdo,SH kenaklan remaja
ada 3 yaitu :
1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi
2. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di
sekolah.
3. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengelami masalah
yang oleh dia sendiri tak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering
4. Anak-anak yang mengalami Phobia dan gelisah dalam melewati batas yang
di rumah.
7. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik
Masa remaja adalah masa dimana seseorang sedang mengalami saat kritis
sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Remaja barada dalam masa peralihan.
Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses
membutuhkan pengertian dan bantuan dari oarang yang dicintai dan dekat
dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan
diatas fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga manjamin rasa aman
tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan paganggan yang
memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnaim oleh konflik-konflik internal,
keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tatapi merupakan
masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan
dunia kaekraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari
kehidupannya.
tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina
bersama telah goyah dan tidak mampu menopang kehidupan yang harmanis.
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar
anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru
terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan
yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari kebudayaan bisu.
Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa
Susuasana perang dingin dapat menimbulkan rasa takut dan cemas pada
anak-anak. Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan
bingung serta tegang. Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan
problem yang dialami . Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah.
dibutuhkan oleh seorang anak , dan cara bagaimana pandidikan itu diberikan akan
menentukan. Sebab pendidikan itu pula pad prinsipnya adalah untuk meletakkan
Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak memberikan pendidikan agama atau
mencarikan guru agama di rumah atau oarang tua mau memberikan pendidikan
agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau mengikuti. Bagi anak
yang tidak dapat / mengikuti pendidikan agama akan cenderung untuk tidak
mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak patuh pada ajaran agama
mudah terjerumus pada perbuatan keji dan mungkar jika ada faktor yang
perempuan. Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut
rasa malu. Anak-anak ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga
Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga
menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua
sikap yaitu :
Yaitu perbuatan atau tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuh
menjauhkan sianak dari pada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang
buruk. Dalam hal sikap yang bersifat preventif, pihak orang tu dapat memberikan
atau mengadakan tindakan : Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak. Menjaga agar tetap terdapat
agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna. Penyaluran bakat
sianak ke arah pekerjaan yang berguna dan produktif. Rekreasi yang sehat sesuai
dengan kebutuhan jiwa anak. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sehai-
hari.
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secaraaktif dalam kegiatan sosial
anggota badan kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak
akan latar belakang dari pada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
Meminta bantuan para ahli (Psikolog atu petugas sosial) di dalam
3.1 Kesimpulan
telah disebutkan diatas seperti keluarga broken home yang disebaabkan perceraian,
kebudayaan bisu dan perang dingin serta kesalahan pendidikan akan berpengaruh
3.2 Saran
yang akan datang. Selain pihak keluarga pengendalian kenakalan remaja juga
3. Hamiru la, Ode, 1986, Faktor-faktor Lingkungan Sosial Dalam Kaitannya Dengan
OLEH :
DRA. WARASIA
TAHUN 2018