Anggota Kelompok :
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
Di zaman sekarang, autisme nampaknya sudah bukan lagi suatu hal yang asing kita
dengar. Anak autis mengalami gangguan perkembangan yang kompleks sehingga mereka
juga disebut mengalami gangguan pervasif. Peeters (2004:4) mengartikan pervasif yaitu
menderita kerusakan jauh di dalam meliputi keseluruhan dirinya. Istilah pervasif juga
dilandasi oleh gangguan perkembangan yang diperlihatkan oleh anak autis.
Autisme didapatkan pada sekitar 20 per 10.000 penduduk, dan pria lebih sering dari
wanita dengan perbandingan 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukan
gejala yang lebih berat. Beberapa penyakit sistemik, infeksi dan neurologis menunjukan
gejala-gejala seperti autis atau memberi kecenderugan penderita pada perkembangan gejala
autis. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.
B.RUMUSAN MASALAH
2
3. Bagaimana patofisiologi anak Autisme?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
3
Autisme berasal dari kata ‘Auto’ yang artinya sendiri. Istilah ini dipakai
karena mereka yang mengidap gejala autisme sering memang terlihat seperti seorang
yang hidup sendiri. Mereka seolah-olah hidup di dunia sendiri dan terlepas dari
kontak sosial yang ada di sekitarnya.
B. Penyebab Autisme
1. Genetik
Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada
terjadinya autis. Menurut Nasional Institute of Health, keluarga yang memiliki
satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak
yang juga autis.
Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis,
kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama. Secara umum
para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autis.
Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan
cara sel-sel otak berkomunikasi. Namun gejala autis baru bisa muncul jika terjadi
kombinasi banyak gen. Bisa saja autis tidak muncul, meski anak membawa gen
autis. Jadi terkadang memerlukan faktor lain.
2. Pestisida
3. Obat-obatan
4
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki
risiko lebih besar mengalami autis. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan
thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk
mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia.
Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya
laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi
gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang
dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
4. Usia Orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak
menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan,
perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme
dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
5. Perkembangan Otak
6. Faktor Kelahiran
7. Faktor Lingkungan
5
Bayi yang lahir sehat belum tentu tidak mengalami autisme. Faktor
lingkungan (eksternal) juga bisa menyebabkan bayi menderita autisme, seperti
lingkungan yang penuh tekanan dan tidak bersih. Lingkungan yang tidak bersih
dapat menyebabkan bayi alergi melalui ibu. Karena itu, hindari paparan sumber
alergi berupa asap rokok, debu atau makanan yang menyebabkan alergi.
C. PATOFISIOLOGI
Letak kerusakan sistem syaraf pada anak autis ada pada beberapa posisi dianbtaranya
1. Cerebrum
b. Terjadi perluasan pada area midsagittal serta peningkatan volume otak dan
volume jaringan otak (Puven, et al., 1992)
c. Perluasan serabut kortikal kelabu dan putih pada usia 2-4 thn disertai
penurunan serabut kortikal putih pada usia 6-16 th (Courchesne et al., 2001)
d. Cortex Cerebral: Lapisan tipis pada substansi hemisfer serebri. Responsif pada
fungsi mental tinggi, motorik, dan perilaku.
2. Cerebellum
Anak autis mengalami permasalahan pada daerah otak kecil, hal ini
menyembabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, & kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Lobus
VI dan VII berukuran lebih kecil , area ini menghubungkan cerebellum dg cerebrum
terutama pada fungsi atensi dan stimulasi sensorik.
3. Sistem limbik
4. Neurotransmitter
6
Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan
untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa
neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua
fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke
tempat lain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Anak autis mengalami
permasalahan pada neurotransmitter antara lain:
D. Gejala Autisme
3. Tampilnya perilaku repetitif atau tampilnya interest yang sempit atau obsesif
pada suatu objek tertentu.
c. Lesu dan tidak acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi
dengannya.
7
d. Sedikit atau tidak ada kontak mata.
e. Mengerjakan sesuatu yang rutin tanpa dipikir dan berperangai buruk jika
dilarang akan membangkitkan kemarahan.
g. Memutar benda
8
n. Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
E. Hambatan Autisme
9
1. Hambatan dalam komunikasi
b. Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara, tetapi kemudian sirna.
d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain.
g. Bila senang meniru, dapat hapal betul kata-kata atau nyanyian tapi tidak mengerti
artinya.
h. Sebagian dari anak autis tidak bicara (non verbal) atau sedikit berbicara sampai usia
dewasa.
i. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.
b. Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
e. Senang pada benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda, dan lain-
lain.
12
b. Memperlihatkan stimulasi diri, seperti bergoyang-goyang, mengepakkan
tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan pada pada layar TV,
lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang berulang-ulang.
6. Gangguan emosi
Hambatan-hambatan di atas tidak semuanya ada pada anak autis. Hambatan dapat
beraneka ragam sehingga hambatan yang dimiliki seorang anak autis belum tentu
sama dengan anak autis lainnya. Itulah yang menyebabkan tidak ada anak autis yang
benar-benar sama dalam semua tingkah lakunya.
F. Penanganan
5. Meningkatkan kemampuan Bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain.
13
Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program
intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok
penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain
melalui cara menunjuk jari, menggunakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta
kata-kata. Program intervensi dini menawarkan pelayanan pendidikan dan
penanganan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis
mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Saat ini banyak penanganan yang bisa di terapkan pada anak dengan autisme
(Adriana S. Ginanjar), antara lain:
1. Penanganan Biomedis
2. Menidamentosa
Terapi ini dilakukan dalam ruang khusus dengan berbagai alat yang akan memberi
input sensorik, mendukung terjadinya respon adaptif, memperbaiki fungsi batang
otak dan thalamus.
4. Terapi ABA
Tujuan terapi adalah membentuk tingkah laku yang dapat diterima lingkungan dan
menghilangkan/ mengurangi tingkah laku bermasalah
5. Pendidikan Khusus
Beberapa terapi lain yang bisa dilakukan pada anak dengan autis antara lain:
14
b. Terapi wicara – Terapi wicara (speech therapy) merupakan suatu keharusan,
karena anak autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut
Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
h. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang
lainKetidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan
orang lainMengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain
atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
15
Menurut Townsend, M.C (1998) diagnose keperawatan yang dapat dirumuskan pada
pasien/anak dengan gangguan pervasive autisme antara lain :
d. Deprivasi ibu
e. Deprivasi ibu
16
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
d. Depresi ibu
b. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
c. Depresi ibu
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
17
b. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi:
c.Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-
mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik narik rambut,
pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat
gerakan- gerakan histeris.
- Anak tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
18
Intervensi
- Dengan kehadiran kita beri dukungan pada anak yang berusaha keras
membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya.
Intervensi
Tujuan : Anak akan menyebutkan bagian – bagian tubuh diri sendiri dan bagian-
bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan
emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil :
20
- Anak mampu untuk membedakan bagian – bagian dari tubuhnya dengan
bagian – bagian dari tubuh orang lain
Intervensi
21
BAB 1V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis
ditandai oleh gejala-gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi
social dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi social dan
emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik dan minat yang
terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan – gerakan berulang tanpa tujuan (Stereotipik).
Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik yang terlihat
sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui tetapi beberapa
hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai factor
yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter,
dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam
kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan
social dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang, anak cenderung asik dengan
dunianya sendiri dan cenderung suka mengamati hal-hal kecil yang bagi orang lain tidak
menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.
Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal
seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi para pembaca khususnya bagi
mahasiswa keperawatan dapat memahami asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan
khusus autis dan bagi orang tua yang memiliki anak autis.
DAFTAR PUSTAKA
22
Christopher Sunu. (2012). Unlocking Autism.Yogyakarta:Lintangterbit.
Joko Yuwono, M.Pd. Memahami Anak Autis. November 2012. Jakarta Barat : Alfabeta
Nattaya Lakshita. Panduan Simpel Mendidik Anak Autis. 2012. Yogyakarta : Javalitera
23