Proposal Gerontik
Proposal Gerontik
GANGGUAN MUSKULOSKELETAL
Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas riset keperawatan
Output
Oleh
Shinta Sihombing
30140112020
b. Tujuan khusus
1. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal.
2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep gangguan pada muskoluskeletal.
3. mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pada muskoluskeletal.
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem muskuloskeletal, khususnya dalam hal ini pada
lansia.
A. Pengertian Lansia
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari fenomena penuaan meliputi proses
menua dan degenerasi sel termasuk masalah-masalah yang ditemui dan harapan lansia
(Cunningham & Brookbank, 1988).
Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. ( Dep Kes RI, 2002)
Keperawatan gerontik didefinisikan sebagai ilmu yang membahas fenomena biologis,
psiko dan sosial serta dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dengan penekanan pada upaya prevensi dan promosi kesehatan sehingga tercapai status
kesehatan yang optimal bagi lanjut usia. ( www. google. com ).
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. ( www. google. com).
Jadi, gerontology adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang proses penuaan serta
berbagai masalah yang terkait didalamnya dan Lansia merupakan kelompok tahap
akhir manusia.
B. Proses Menua
Masa kemunduran (degenerative), masa ini terjadi mulai dewasa tua. Kecepatan proses
menua dipengaruhi oleh dua factor yaitu :
a. Faktor dalam
Factor dalam merupakan factor yang terjadi secara alami menyangkut fisis dan
psikis. Factor ini tidak dapat dihilangkan dan tidak berubah.
b. Faktor luar
Faktor yang dimaksud adalah lingkungan, dalam pengertian yang lebih luas,
menyangkut pola atau gaya hidup (perilaku). Faktor ini kecenderungan dapat
dikendalikan dan dirubah sehingga memungkinkan orang dapat meningkatkan
usia harapan hidup ( bukan memperpanjang umur).
Proses menjadi tua disebabkan oleh factor biologic yang terdiri dari tiga fase yakni
fase progresif, fase stabil dan fase regresif;
Dalam fase regresif, mekanisme lebih berat kearah kemunduran yang dimulai
dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia.
Dapat dikatakan, bahwa sel-sel mengalami kehausan karena berfungsi lama
sehingga mengakibatkan kemunduran lebih dominan dibandingkan pemulihan.
Dalam struktur anatomi dapat terlibat tanda-tanda kemunduran tersebut di dalam
sel, ini adalah proses menjadi tua . Proses ini terjadi secara alamiah, continue, terus-
menerus dan berkesinambungan yang dalam keadaan lanjut menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan atau organ badan yang
pada akhirnya mempengaruhi keadaan serta fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan.
WHO mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok yang meliputi :
1. Midle age (usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2. Elderly, antara 60-74 tahun
3. Old, antara 75-90 tahun
4. Very old, lebih dari 90 tahun
2. Sistem Pernafasan
Teradi perubahan struktur thorax yang menyebabkan pengembangan paru
menjadi terbatas, tulang iga tidak dapat bergerak bebas. Tulang punggung kifosis
yang menyebabkan paru semakin kaku dan kurang elastic, peningkatan kapasitas
residual, penurunan kapasitas vital ynag pada akhirnya dapat mengakibtakan kolaps
basal.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkurangnya elastisitas paru
b. Berkurangnya otot-otot pernapasan
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM) atau COPD ssebagai akibat dari
kebiasaan merokok dan polusi udara.
b. Menurunnya kekuatan otot pernafasan oleh karena kurang aktifitas (olahraga).
3. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang berhubungan dengan usia lanjut terjadi pada komposisis
kimiawi, sel-sel, jaringan jantung dan pembuluh darah, semuanya ini akhirnya
mempengaruhi fungsi kardiovaskuler. Namun walaupun demikian, jantung masih
mampu memenuhi kebutuhan harian dan berfungsi dengan baik kecuali dalam
kondisi stress atau karena gangguan penyakit.
Secara umum manifestasi klinis yng sering terjadi pada sistem kardiovaskuler
akibat ketuaan adalah :
a. Berkurangnya cadangan jantung (cardiac reserve)
b. Bertambahnya tekanan nadi (pulse pressure)
c. Kecenderungan hipotensi dan sinkop.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkuranhgnya jumlah sel dinding jantung dan vaskuler
b. Baroreseptor sensitivity
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Iskemia akibat adanya arteriosklerosis
b. Disfungsi ventrikel
c. Debaran jantung tidak teratur ( aritmia )
d. Penyakit ujantung oleh karena hipertensi
e. Gagal jantung kongestive
f. Infeksi akibat imunitas berkurang.
4. Sistem Perkemihan
Terjadi hubungan langsung antara suplai darah dan fungsi ginjal, renal sendiri
mendapat darah ( blood flow ) sekitar 25% dari keseluruhan volume darah yang ada
dalam tubuh, dengan kecepatan aliran darah kira-kira 5 sampai 10 kali lebih besar
dari suplai untuk jantung, hati dan otak.
Perubahan pada system urogenital dimanifestasikan dengan :
1) Berkurangnya rasio filtrasi glomerular dan reabsorbsi tubuler.
2) Uropati obstruktif dan overflow incontinence.
3) Stress incontinence.
Perubahan oleh karena menua primer :
1) Jumlah nefron berkurang disertai perubahan fungsi tubuler.
2) Tekanan dinding atau kapasitas kandung kemih dan tegangan spingter
berkurang.
3) Pada kebanyakan laki-laki mengalami hipertropi prostat, sedangkan pada
perempuan tegangan otot-otot pelvis yang berkurang.
Perubahan oleh karena menua sekunder :
1) Kondisi nefrosclerosis, biasanya karena adanya penyakit hipertensi.
2) Penyakit ginjal yang disebabkan oleh konsumsi obat-obatan .
3) Infeksi saluran kemih karena system imunitas berkurang.
5. Sistem Endokrin
Perubahan akibat proses penuaan pada system endokrin secara klinis
dimanifestasikan oleh:
a. Pada wanita terjadi menopause yang meliputi system vasomotoris dan atrofi
vagina.
b. Pada laki-laki terjadi penurunan libido, potensi serta frekuensi kegiatan seks.
c. Intoleransi relative terhadap glukosa.
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Relative lebih cepat terjadi pada wanita setelah berhenti haid.
b. Relative lambat pada laki-laki : testis mengecik, reserve capacity testis,
sperbmatogenesis dan kadar testosterone berkurang.
c. Respon dan sensitivitas terhadap insulin berkurang, sehingga cenderung
menjadi gemuk.
d. Respon tiroid berkurang.
Perubahan oleh karena menua sekunder :
a. Hipogonadism oleh karena pembedahan atau alcoholism.
b. Penyakit Diabetes Melitus.
6. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan struktur musculoskeletal dan fungsi bervariasi diantara individu
selama proses penuaan. Perubahan yang bermakna terjadi mulai usia pertengahan.
Secara umum perubahan sacara fisiologis adalah :
a. Penurunan tinggi badan sekitar 6-10 cm.
b. Lebar bahu menurun.
c. Fleksi pada lutut dan panggul.
d. Terjadi penyempitan dari diskus intervertebrae yang dapat berkurangnya
ukuran intervertebrae dan ruang intercostae.
e. Patah tulang akibat kompresi dari vertebrae.
f. Peningkatan kurve spina thoraks.
g. Kepala miring ke belakang dan leher memendek → mengimbangi kondisi
kiposis.
h. Jalan goyah karena perubahan otot dan fungsi motorik.
i. Jengkal lengan lebih besar.
Perubahan secara klinis dimanifestasikan oleh adanya :
a. Kekuatan berkurang.
b. Cenderung patah tulang (osteoporosis )
c. Sendi kaku dan cenderung inflamasi
Perubahan oleh karena menua primer :
a. Berkurangnya serta dan diameter otot.
b. Jumlah mineral dalam tulang berkurang.
c. Pembentukan tulang berkurang (senile osteoporosis)
d. Resorbsi tulang bertambah.
e. Tendon dan jaringan pengikat bertambah kaku
f. Tulang rawan persendian makin tipis-0987
g. nbvPerubahan oleh karena menua sekunder :
a) Atropi akibat inaktivitas (misalnya karena terlalu banyak duduk)
b) Defisiensi steroid gonadal.
c) Osteoporosis oleh karena defisiensi kalsium, alcoholism dan pengaruh
tembakau.
d) Osteomalasia (tulang lunak) oleh karena defisiensi vitamin D.
7. System Penglihatan
Pada usia 40-50 tahun visus akan menurun, dan pada 70 tahun banyak
memakai alat bantu. Terjadi perubahan struktur retina, pupil, lensa dan kornea.
Retina akan kehilangan sel-selnya. Kemampuan penglihatan berkurang akibat
berkurangnya elastisitas lensa, astigmatisma (tidak terpusatnya cahaya pada satu
titik retina).
Perubahan pada system penglihatan secara klinis dimanifestasikan oleh adanya :
1) Penurunan kekuatan otot mata untuk berakomodasi.
2) Kulit kelopak mata mengendur, jaringan lunak berkurang, sehingga mata
menjadi cekung.
3) Kelopak mata jauh dari permukaan bola mata sehingga mata tampak berair.
4) Selaput mata keruh, pinggir kornea bergaris putih,pupil kecil sehingga
penglihatan menjadi tidak terang.
8. Sistem Pendengaran
Perubahan yang terjadi pada system pendengaran akibat penuaan adalah
kehilangan daya mendengar jenis sensori neural berupa : presbikusis ( TULA =
Tuli Usia Lanjut ), dengan manifestasi klinis :
a. Kekurangan pendengaran progresif.
b. Pendengaran bertambah menurun → stress.
c. Daya diskriminasi menurun.
d. Tinnitus jika mendengar suara dengan nada tinggi.
9. Sistem Persyarafan
Pada persyarafan, walaupun tidak mengalami mitosis, tapi karena terjadinya
penurunan fungsi, maka secara klinis akan menunjukkan adanya hal-hal berikut :
1) Status mental
a. Gangguan ingatan ( lupa ).
b. Sangat hati-hati, namun inisiatif kurang.
c. Curiga
2) Insomnia → perubahan pola tidur/bangun.
3) Saraf kranialis
a. Saraf penglihatan
a) Melihat dekat terganggu
b) Melihat jauh dengan koreksi lensa
b. Saraf pendengaran
Kemampuan mendegar menurun
c. Saraf penggerak bola mata
Gerak bola mata lambat, melirik dan melihat ke atas terbatas
d. Saraf pengecap dan penghidu
Sensasi rasa terganggu
e. Sistem motorik
a. Cara berjalan dengan langkah kecil
b. Dasar melebar → Parkinson
c. Postur tubuh bungkuk
d. Ayunan tangan berkurang
e. Tungkai mengalami kekakuan
f. Tendo kurang elastis
f. Reflex
a) Reflex otot dan tumit menurun
b) Reflex telapak kaki → ekstensi
c) Reflex abdomen menghilang
g. Sensorik
a) Rasa getar menurun pada tungkai bawah
b) Ambang rasa, raba dan tusuk meningkat.
E. Perubahan Psikososial Pada Lansia
Perubahan psikososial pada lansia sering dimanifestasikan dengan tingkat
penyesuaian/adaptasi usila terhadap hal-hal berikut :
1. Penyesuaian terhadap penurunan fisik .
2. Penyesuaian terhadap penurunan penghasilan.
3. Penyesuaian terhadap pengaturan hidup yang layak.
4. Penyesuaian terhadap kematian pasangan hidup orang yang dicintai.
5. Penetapan hubungan dengan teman sebaya.
6. Pertemuan-pertemuan atau sosialisasi dengan masyarakat dan pemenuhan
kewajiban sebagai warga negara.
ATROFI OTOT
A. PENGERTIAN
Massa otot mulai berkurang kesiapannya pada suatu angka 6% setelah usia
30 tahun. Kekuatan statis dan dinamis otot berkurang 5% setelah usia 45 tahun.
Sedangkan endurance otot akan berkurang 1% tiap tahunnya (Budiharjo, 2005).
Kolagen berfungsi sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat. Akibat penuaan, kolagen mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur dan menyebabkan penurunan hubungan tarikan
linier. Penurunan ini menyebabkan tensile strength kolagen mulai menurun. Perubahan
pada kolagen ini dapat menimbulkan penurunan kekuatan otot.
Sedangkan otot sendiri mengalami penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, dan
hal ini juga menyebabkan penurunan kekuatan otot. Kelambanan serabut otot reaksi
cepat (tipe II) sering terjadi pada manula (Pudjiastuti, 2003).
Komposisi otot berubah sepanjang waktu manakala miofibril digantikan oleh lemak,
kolagen dan jaringan parut. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan menuanya
seseorang, diikuti dengan berkurangnya jumlah nutrien dan energi yang tersedia untuk
otot sehingga kekuatan otot berkurang. Pada usia 60 tahun, kehilangan total adalah 10-
20% dari kekuatan otot yang dimiliki pada usia 30 tahun (Soedjono, 2000).
Manula mengalami atropi otot, disamping sebagai akibat berkurangnya aktifitas, juga
seringkali akibat gangguan metabolik atau denervasi syaraf (Darmojo, 2004).
Lansia mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Salah satu
diantaranya adalah penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa
otot (atropi otot). Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak terjadi
pada ekstrimitas bawah. Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan bertambahnya
usia. Kekuatan otot ekstrimitas bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30 sampai 80
tahun (Gunarto, 2005).
B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Anatomi Fisiologi Rangka
Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang).
Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan
tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206 tulang )
yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama
tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago.
Rangka digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.
Persendian
Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada
tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan jenis
jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut
fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada
persendian).
Gambar. Sendi
(http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_376/images/hal14a.jpg)
I. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu,
diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat
memberi arah terhadap
1. Anamnesis.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1) Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawainan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2) Pada umunya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri pada daerah sendi yang
mengalami masalah. Untuk mempperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST.
a) Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
peradangan.
b) Quality Of Painn: Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
c) Region,Radition,Relief : Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi di
sendi yang mengalami masalah.
d) Severity(scale) Of Pain: Nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala
pengukuran 0-4.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul.Pada
klien artritis reumatoid , stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan
umum berupa malaise, penurunan berat badan,rasa capek,sedikit panas,dan anemia.
Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan, nyeri, dan gangguan gerak pada sendi
metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik muncul. Gejala awal terjadi
pada sendi. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,pergelangan
tangan,sendi lutut,sendi siku,pergelangan kaki, sendi bahu, serta sendi panggul, dan
biasanya bersifat bilateral/simetris. Akan tetapi,kadang artritis reumatoid dapat terjadi
hanya pada satu sendi.
4) Riwayat penyakit dahulu. Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya artritis reumatoid. Penyakit tertentu seperti penyakit diabetes
menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid. Masalah lain yang perlu ditanyakan
adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama. Sering klien ini
menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang
digunakan (NSAID, antibiotik, dan analgesik).
5) Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang
mengalami keluhan yang sama dengan klien.
6) Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam
keluarga dan masyarakat. Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena
perubahan bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
Klien ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan kelemahan fisik serta nyeri.
Klien artritis reumatoid akan merasa cemas tentang fungsi tubuhnya sehingga perawat
perlu mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat juga harus dikaji,
selain lingkungan, lama tidur, kebiasaan, kesulitan, dan pengguanaan obat tidur.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B6 (Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
1) B1 (Breathing). Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem
pernapasan pada saat inspeksi.Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.
2) B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi. Nadi mungkin meningkat,
iktus tidak teraba.Pada auskultasi,ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada
murmur.
3) B3(Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a) Kepala dan wajah : Ada sianosis.
b) Mata : Skelera biasanya tidak ada ikterik.
c) Leher : Biasanya JVP dalam batas normal
d) Telinga : Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada l esi atau nyeri tekan.
e) Hidung : Tidak ada deformitas,tidak ada pernapasan cuping
hidung.
f) Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil,gusi tidak terjadi
perdarahan,mukosa mulut tidak pucat.
g) Status mental : penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak
mengalami perubahan.
4) B4 (Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.
5) B5 (Bowel). Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan
eliminasi.Meskipun demikian,perlu dikaji frekuensi,konsitensi,warna serta
bau feses.Frekuensi berkemih,kepekatan urin,warna,bau,dan jumlah urin juga
harus dikaji.Gangguan gastointestinal yang sering adalah mual,nyeri
lambung,yang menyebabkan klien tidak nafsu makan,terutama klien yanmg
menggunakan obat reumatik dan NSAID. Peristaltik yang menurun
menyebabkan klien jarang defekasi.
6) B6 (Bone )
Look : Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa
(abnormal), deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan
kaki,dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan.Adanya degenerasi
serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan,atrofi otot yang disebabkan
oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi.Sering ditemukan nodul
subkutan multipel.
Feel : Nyeri tekan pada sendi yang sakit.
Move : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan
manifestasi nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien sering mengalami
kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari.
Pemeriksaan diagnostik :
Pemeriksaan radiologi
Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang mencolok. Pada
tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi
tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan degeneratif berupa densitas,
iregullaritas permukaan sendi, serta spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi
destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada
beberapa tempat.
Evaluasi
Gangguan Tidak terjadi cidera
muskuloskeletal Manajemen ASKEP dan fraktur
Pengkajian
Karakteristik Klien
a) Karena proses penuaan DO :
b) Atropi akibat inaktivitas -Nyeri pada sendi
(misalnya karena terlalu banyak -Penurunan dan peningkatan
duduk) calsium
c) Defisiensi steroid gonadal. DS :
d) Osteoporosis oleh karena -pasien tampak meringis
defisiensikalsium, kesakitan
alcoholism dan pengaruh -sendi tampak bengkak
tembakau.
e) Osteomalasia (tulang
lunak) oleh karena
defisiensi vitamin D.
Intervensi
Diagnosa Intervensi Pasien
1. Resiko terhadap cedera; fraktur a.Tingkatkan aktivitas fisik untuk
yang berhubungan dengan menguatkan otot, mencegah atropi
penurunan fungsi tubuh.
disuse, dan hambat demineralisasi tulang
progresif.
a. Berikan dorongan untuk melakukan
latihan isometrik untuk menguatkan
otot-otot trunkus
b. Berikan dorongan untuk berjalan,
penggunaan mekanik tubuh yang
baik, dan postur tubuh yang benar
c. Hindari membungkuk tiba-tiba,
gerakan mendadak, dan mengangkat
berat
Sumber
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_front.jpg
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1.
Jakarta : EGC.
Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II.
Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_back.jpg
http://www.daviddarling.info/images/muscles_human_body_front.jpg