Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah in. Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan Keperawatan HIV/AIDS program
studi Diploma III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pontianak Jurusan
Keperawatan Singkawang.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan, koreksi, dorongan, motivasi dan masukan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa/i Jurusan Keperawatan Singkawang dalam meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.

Singkawang, September 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
C. TUJUAN................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. PENGERTIAN.......................................................................................................4
B. ETIOLOGI.............................................................................................................4
C. PATOFISIOLOGI..................................................................................................5
D. MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................7
E. SIKLUS HIDUP HIV.............................................................................................8
F. KOMPLIKASI.......................................................................................................9
G. PENGOBATAN...................................................................................................10
H. MEKANISME IMUNODEFISIENSI..................................................................13
I. CARA PENULARAN..........................................................................................18
BAB III PENUTUP.........................................................................................................20
A. KESIMPULAN....................................................................................................20
B. SARAN................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada
tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan oleh human
immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala
penyakit kerusakan system kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi
diddapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan
masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan
mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas
yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya
manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi
melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih
dari 12.000 orang dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika
Serikat, 400 kasus di Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya,
Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak lebih
dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika
Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan
lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus
di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru
ini dari United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada
akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika
Serikat doperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi 270.000
dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus
baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan
AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai perbandingan dapat
dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang di Vietnam
berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode
Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di
tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita
HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan
tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan
lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya.
Jika ditambah dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan
pada pasien terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS,
bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress
mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan
kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta
mempercepat terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita

1
HIV/AIDS akan menurun secara signifikan, seperti aktivitas APC
(makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan anti-HIV.
Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4
hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang
hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke
rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal
tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor
yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis,
stimulusnya akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada
system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan
menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu
pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi
kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini
bersifatimmunosuppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila
stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan
menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system
imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC
(makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-
HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan
stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien
yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu
perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa dukungan
emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman
Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah
model asuhan keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi
koping dan dukungan social yang bertujuan untuk mempercepat respon
adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader,
1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social
(Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki
empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka
nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan
model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada paradigm
psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari HIV/AIDS ?
2. Apa saja tanda dan gejala dari HIV/AIDS ?
3. Apa saja etiologi  dari HIV/AIDS ?
4. Bagaimana Patofisiologi dari HIV/AIDS ?

2
5. Apa saja Komplikasi dari HIV/AIDS ?
6. Bagaimana Pengobatan dari HIV/AIDS ?
7. Bagaaimana cara penularan dari HIV/AIDS ?
8. Bagaimana Mekanisme imunodefisiensi dari HIV/AIDS ?
9. Bagaimana siklus hidup dari HIV ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui gejala dari HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui etiologi  dari HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui komplikasi HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui pengobatan dari HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui cara penularan dari HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui mekanisme imunodefesiensi dari HIV/AIDS
9. Untuk mengetahui siklus hidup HIV

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Menurut Green. CW (2007). HIV meripakan singkatan dari Human
Immunnedeficiency Virus. Disebut human (manusia) karena virus ini
hanya dapat menginfeksi manusia, immuno-deficiency karena efek virus
ini adalah melemahkan kamampuan sistem kekebalan tubuh untuk
melawan segala penyakit yang menyerang tubuh, termasuk golongan virus
karena salah satu karakteristiknya adalah tidak mampu  memproduksi diri
sendiri, melainkan memanfaatkan sel-sel tubuh

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat


menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan
cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi
DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk
pro virus dan kemudian melakukan replikasi.

Jadi menurut kelompok kami HIV ( Human Immunodeficiency Virus )


adalah suatu virus yang menginfeksi tubuh manusia yang dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit.

B. ETIOLOGI
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus
(LAV) atau human T-cell leukemia virus 111  (HTLV-111) yang juga di
sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh
montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di
temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang
sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian
pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus
tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah
HIV.

4
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua
untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel
hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk
merusak sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau
limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan
penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan
imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau
oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali
virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam
tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan
reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi
spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus
tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan
merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat
menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang
yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau
sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit
dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.

C. PATOFISIOLOGI
HIV termasuk kelompok retrovirus, virus yang mempunyai enzim
(protein) yang dapat merubah RNA, materi genetiknya, menjadi DNA.
Kelompok retrovirus karena kelompok ini membalik urutan normal yaitu
DNA diubah (replikasi) menjadi RNA. Setelah menginfeksi RNA HIV
berubah menjadi DNA oleh enzim yang ada dalam virus HIV yang dapat
mengubah RNA virus menjadi (reversetranscriptas) sehingga dapat
disisipkan ke dalam DNA sel-sel manusia. DNA itu kemudian dapat
digunakan untuk membuat virus baru (virion), yang menginfeksi sel-sel
baru, atau tetap tersembunyi dalam sel-sel yang hidup panjang, atau
tempat penyimpanan, seperti limfosit sel-sel CD4 (Sel T-Pembantu) yang
istirahat sebagai target paling penting dalam penyerangan virus ini.

5
Sel CD4 adalah salah satu tipe dari sel darah putih yang bertanggungjawab
untuk mengendalikan atau mencegah infeksi oleh banyak virus yang lain,
bakteri jamur dan parasit dan juga beberapa jenis kanker. Kemampuan
HIV untuk tetap tersembunyi dalam DNA dari sel-sel manusia yang hidup
lama, tetap ada seumur hidup membuat infeksi menyebabkan kerusakan
sel-sel CD4 dan dalam waktu panjang jumlah sel-sel CD4 menurun
menjadi masalah yang sulit untuk ditangani bahkan dengan pengobatan
efektif. (Gallant, 2010).
Apabila sudah banyak sel T4 yang hancur, terjadi gangguan imunitas
selular, daya kekebalan penderita menjadi terganggu/cacat sehingga
kuman yang tadinya tidak berbahaya atau dapat dihancurkan oleh tubuh
sendiri (infeksi oportunistik) akan berkembang lebih leluasa dan
menimbulkan penyakit yang serius yang pada akhirnya penyakit ini dapat
menyebabkan kematian. Apabila sudah masuk ke dalam darah, HIV dapat
merangsang pembentukan antibody dalam sekitar 3-8 minggu setelah
terinfeksi pada periode sejak seseorang kemasukan HIV sampai terbentuk
antibody disebut periode jendela (Window Period). Periode jendela ini
sangat perlu diketahui oleh karena sebelum antibody terbentuk di dalam
tubuh, HIV sudah ada di dalam darah penderita dan keadaan ini juga sudah
dapat menularkan kepada orang lain. (Yayasan Pelita Ilmu, 2012)
Cara pemeriksaan yang umum dipakai ialah dengan pemeriksaan darah
serologi dengan cara ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay)dan cara
pemeriksaan penentu dengan tekhnik Western blot. Pertama kali dilakukan
tes ELISA apabila hasil negatif berarti tidak terinfeksi HIV walaupun hasil
itu negatif bila baru saja terinfeksi belum lama berselang. Bila tes memberi
hasil positif laboratorium melakukan tes kedua dengan Western blot (WB),
bila kedua hasil tes terlihat positif maka penderita disebut seropositif atau
HIV positif. Jika pemeriksaan ELISA Positif dan WB tidak dapat
menentukan dengan pasti atau tidak sepenuhnya negatif namun tidak
positif juga ada dua kemungkinan penyebab tes tidak dapat menentukan
dengan pasti yaitu pertama kemungkinan baru terinfeksi dan dalam masa
pengembangan serologi positif (seroconverting) dan dilakukan tes ulangan
tidak lama berselang akan menjadi sepenuhnya positif dalam waktu 1

6
bulan. Kedua mungkin negatif tetapi hasil tes tidak pasti dengan alasan
yang tidak akan pernah diketahui dan bila tes tetap tidak pasti selama 1
sampai 3 bulan berarti tidak terinfeksi, hasil positif 97% dalam waktu 3
bulan dan 100% dalam waktu 6 bulan. (Gallant J, 2010).

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh
host akibat intervensi HIV. Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat
dibagi menjadi 4 stadium.
a. Stadium pertama : infeksi akut HIV
Sejak HIV masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang
sangat sulit dikenal karena menyerupai gejala influenza saja, berupa
demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan. Rentang waktu
sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody terhadap HIV
menjadi positif disebut periode jendela, lama periode jendela antara 3-
8 minggu bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan.
b. Stadium kedua
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi
tubuh tidak menunjukan gejala-gejala. Penderita tampak sehat tetapi
jika diperiksa darahnya akan menunjukan sero positif kelompok ini
sangat berbahaya karena dapat menularkan HIV ke orang lain.
Keadaan ini dapat berlangsung antara 8-10 bahkan 5-10 tahun.
c. Stadium ketiga
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
Generalized Lymphadenopathy) tidak hanya muncul pada satu tempat
saja dan berlangsung lebih 1 bulan biasanya disertai demam, diare,
berkeringat pada malam hari, lesu dan berat badan menurun pada
kelompok ini sering disertai infeksi jamur kandida sekitar mulut dan
herpes zoster.
d. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit antara
penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder. Gejala klinis pada
satdium AIDS dibagi antara lain :

7
1)    Gejala utama atau mayori
a)    Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
b)    Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus.
c)    Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan.
d)    Penurunan kesadaran dan gangguan neorologis.
e)    Ensepalopati HIV.
2)    Gejala tambahan atau minor
a)    Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan.
b)    Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur kandida
albicans.
c)    Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
d)    Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh
tubuh.
e)    Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal
diseluruh tubuh. (Nursalam, 2007)

E. SIKLUS HIDUP HIV


Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek;
hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru
untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya.
Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane
mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi
tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke
pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi
virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
1. Masuk dan mengikat
2. Reverse transkripstase
3. Replikasi
4. Budding
5. Maturasi
Tipe HIV
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2.

8
HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam
subtype dari HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik
dan kelompok spesifik resiko tinggi
Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe
HIV-1 dan distribusi geografisnya:
a) Sub tipe A: Afrika tengah
b) Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
c) Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
d) Sub tipe D: Afrika tengah
e) Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
f) Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
g) Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
h) Sub tipe H: Zaire,gabon
i) Sub tipe O: Kamerun,gabon
j) Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi
HIV baru d seluruh dunia

F. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi,dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
2. Neurologik
a) kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi social.
b) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan
efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik,
dan maranik endokarditis.

9
d) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma   Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek  ,batuk, nyeri,hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

G. PENGOBATAN
Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah
dengan pengobatan ARV (antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih
dalam tahap penelitian.
Jenis obat-obat antiretroviral :
 Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host)
dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan

10
membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti
padamanusia.
 Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA
virus ke dalam DNA sel hos. Beberapaobat-obatan yang dipergunakan
saat ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.
 Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase  yang
berfungsi menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk
virus. Penelitian obat ini pada manusia dimulai tahun 2001 (S-1360).
 Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi
memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan
obat ini sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir,
Lopinavir, dll.).
 Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir
(messenger) kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214.
Obat ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.
 Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang
mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini
masih dalam percobaan.
 Perawatan dan Dukungan
Perawatan dan dukungan untuk ODHA (orang dengan HIV/ AIDS)
sangat penting sekali. Hal tersebut dapat menimbulkan percaya diri/
tidak minder dalam pergaulan. ODHA sangat memerlukan teman untuk
memberikan motivasi hidup dalam menjalani kehidupannya. HIV/
AIDS memang belum bisa diobati, tetapi orang yang mengidap HIV/
AIDS dapat hidup lebih lama menjadi apa yang mereka inginkan.
Kiat Hidup Sehat Dengan HIV/AIDS
a) Makan makanan bergizi.
b) Tetap lakukan kegiatan dan bekerja/ beraktivitas.
c) Istirahat cukup.
d) Sayangilah diri sendiri.
e) Temuilah teman/ saudara sesering mungkin.
f) Temui dokter bila ada masalah/ keluhan.

11
g) Berusaha untuk menghindari infeksi lain, penggunaan obat-obat tanpe
resep dan hindari mengurung diri sendiri.
Perawatan di rumah (home care)
a) Melakukan pendidikan pada odha dan keluarga tentang pengertian,
cara penularan, pencegahan, gejala-gejala, penanganan hiv/ aids,
pemberian perawatan, pencarian bantuan dan motivasi hidup.
b) Mengajar keluarga ODHA tentang bertanya dan mendengarkan,
memberikan informasi dan mendiskusikan, mengevaluasi
pemahaman, mendengar dan menjawab pertanyaan, menunjukkan
cara melakukan sesuatu dengan benar dan mandiri serta pemecahan
masalah.
c) Mencegah penularan HIV di rumah dengan cara cuci tangan,
menjaga kain sprei dan baju tetap bersih, jangan berbagi barang-
barang tajam.
d) Menghindari infeksi lain seperti dengan cuci tangan, menggunakan
air bersih dan matang untuk konsumsi, jangan meludah sembarang
tempat, tutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin, buanglah sampah
pada tempatnya.
e) Menghindari malaria dengan menggunakan kelambu saat tidur dan
penggunaan obat nyamuk.
f) Merawat anak-anak dengan HIV/ AIDS, yaitu dengan
memberikan makanan terbaik (ASI), memberikan
imunisasi, pengobatan apabila si kecil sudah terinfeksi, serta
memperlakukan anak secara normal.
g) Mengenal dan mengelola gejala yang timbul pada ODHA.
Gejala-gejalanya seperti demam, diare, masalah kulit, timbul
bercak putih pada mulut dan tenggorokan,mual dan muntah,nyeri,
kelelahan dan kecemasan serta kecemasan dan depresi.
h) Perawatan paliatif (untuk memberikan perasaan nyaman dan
menghindari keresahan, membantu belajar mandiri, menghibur
saat sedih,membangun motivasi diri).

12
H. MEKANISME IMUNODEFISIENSI
Infeksi HIV menyebabkan terganggunya fungsi sistem imun alamiah dan
didapat. Gangguan yang paling jelas adalah pada imunitas selular, dan
dilakukan melalui berbagai mekanisme yaitu efek sitopatik langsung dan
tidak langsung. Penyebab terpenting kurangnya sel T CD4 + pada pasien
HIV adalah efek sitopatik langsung. Beberapa efek sitopatik langsung dari
HIV terhadap sel T CD4+ antara lain:
a) Pada produksi virus HIV terjadi ekspresi gp41 di membran plasma
dan budding partikel virus, yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran plasma dan masuknya sejumlah besar kalsium
yang akan menginduksi apoptosis atau lisis osmotik akibat masuknya
air. Produksi virus dapat mengganggu sintesis dan ekspresi protein
dalam sel sehingga menyebabkan kematian sel.
b) DNA virus yang terdapat bebas di sitoplasma dan RNA virus dalam
jumlah besar bersifat toksik terhadap sel tersebut.
c) Membran plasma sel T yang terinfeksi HIV akan bergabung dengan
sel T CD4+ yang belum terinfeksi melalui interaksi gp120-CD4, dan
akan membentuk multinucleated giant cells atau syncytia. Proses ini
menyebabkan kematian sel-sel T yang bergabung tersebut. Fenomena
ini banyak diteliti in vitro, dansyncytia jarang ditemukan pada pasien
AIDS
Pembentukan sel sinsitia.  
Selain efek sitopatik langsung, terdapat beberapa mekanisme tidak
langsung yang mengakibatkan gangguan jumlah dan fungsi sel T yaitu:
a) Sel yang tidak terinfeksi HIV akan teraktivasi secara kronik oleh
infeksi lain yang mengenai pasien HIV dan oleh sitokin yang
terbentuk pada infeksi lain tersebut. Aktivasi ini diikuti apoptosis yang
disebut dengan activation-induced cell death. Mekanisme ini
menjelaskan terjadinya kematian sel T yang jumlahnya jauh melebihi
sel terinfeksi HIV.
b) Sel T sitotoksik yang spesifik HIV terdapat pada banyak pasien AIDS.
Sel ini dapat membunuh sel T CD4+ yang terinfeksi HIV.

13
c) Antibodi terhadap protein envelope HIV dapat berikatan dengan sel T
CD4+ yang terinfeksi dan menyebabkan antibody-dependent cell-
mediated cytotoxicity (ADCC).
d) Penempelan gp120 pada CD4 intrasel yang baru disintesis akan
mengganggu pemrosesan protein di retikulum endoplasma dan
menghambat ekspresi CD4 di permukaan sel, sehingga tidak dapat
merespons stimulasi antigen.
e) Terjadi gangguan maturasi sel T CD4+ di timus.
Pentingnya peranan berbagai mekanisme tidak langsung ini terhadap
kurangnya sel T CD4+ pada pasien HIV masih belum jelas dan
kontroversial.
Gangguan sistem imun pada pasien HIV dapat dideteksi bahkan sebelum
terjadi kekurangan sel T CD4+ yang signifikan. Gangguan ini mencakup
penurunan respons sel T memori terhadap antigen, penurunan respons sel
T sitotoksik terhadap infeksi virus, dan lemahnya respons imun humoral
terhadap antigen walaupun kadar IgE total mungkin meningkat.
Disregulasi produksi sitokin pada infeksi HIV juga akan mengakibatkan
aktivasi sel T CD4 cenderung ke arah aktivasi sel TH2, yaitu aktivasi
imunitas humoral (sel B). Terjadi aktivasi sel B poliklonal sehingga kadar
imunoglobulin serum meningkat, yang dapat mengakibatkan pula produksi
autoantibodi dengan akibat timbulnya penyakit autoimun seperti purpura
trombositopenik idiopatik dan neutropenia imun. Aktivasi poliklonal sel B
ini juga dapat membuat sel B menjadi refrakter sehingga tidak dapat
bereaksi dengan antigen baru.
Mekanisme terjadinya gangguan ini masih belum jelas. Dikatakan bahwa
gangguan ini akibat efek langsung HIV terhadap sel T CD4+ dan efek
gp120 yang berikatan dengan sel yang tidak terinfeksi. CD4 yang
berikatan dengan gp120 tidak dapat berinteraksi dengan MHC kelas II
pada APC, sehingga respons sel T terhadap antigen dihambat. Selain itu,
penempelan gp120 pada CD4 ini akan mengeluarkan sinyal untuk
menurunkan fungsi sel T. Beberapa studi menunjukkan bahwa proporsi sel
TH1 (mensekresi IL-2 dan IFN-γ) menurun dan proporsi sel TH2-
like (mensekresi IL-4 dan IL-10) meningkat pada pasien HIV. Perubahan

14
ini dapat menjelaskan kerentanan pasien HIV terhadap infeksi mikroba
intraselular karena IFN-γ berperan untuk aktivasi, sedangkan IL-4 dan IL-
10 untuk menghambat pemusnahan mikroba oleh makrofag.
Protein Tat berperan pada patogenesis imunodefisiensi akibat HIV. Di
dalam sel T, Tat berinteraksi dengan berbagai protein regulator seperti
p300 koaktivator transkripsi, yang akan mengganggu fungsi sel T misalnya
sintesis sitokin. Tat tidak hanya dapat masuk ke nukleus, namun dapat pula
melewati membran plasma dan memasuki sel di dekatnya.
Makrofag, sel dendrit, dan sel dendrit folikular juga berperan penting
dalam infeksi HIV dan progresifitas imunodefisiensi.
a) Makrofag mengekspresikan CD4 jauh lebih sedikit dibandingkan sel
TH, tetapi mengekspresikan koreseptor CCR5 sehingga rentan
terhadap infeksi HIV. Beberapa strain HIV cenderung menginfeksi
makrofag karena predileksi ikatan dengan koreseptor CCR5 di
makrofag daripada koreseptor CXCR4 pada sel T. Makrofag relatif
resisten terhadap efek sitopatik HIV, mungkin karena diperlukan
ekspresi CD4 yang tinggi untuk terjadinya virus-induced cytotoxicity.
Makrofag juga terinfeksi melalui fagositosis sel terinfeksi atau
endositosis virion HIV yang diselubungi antibodi. Karena makrofag
dapat terinfeksi namun sulit dibunuh oleh virus, makrofag menjadi
reservoir HIV. Makrofag yang terinfeksi HIV akan terganggu
fungsinya dalam hal presentasi antigen dan sekresi sitokin.
b) Seperti makrofag, sel dendrit tidak secara langsung dirusak oleh
infeksi HIV. Sel dendrit dan makrofag dapat menginfeksi sel T naif
selama proses presentasi antigen sehingga dianggap sebagai jalur yang
penting dalam kerusakan sel T.
c) Sel dendrit folikular (FDC) di kelenjar getah bening dan limpa
menangkap HIV dalam jumlah besar di permukaannya, sebagian
melalui ikatan virus dan antibodi. Meskipun FDC tidak terinfeksi
secara efisien berkontribusi dalam patogenesis efisiensi imun  melalui
virus HIV yang terikat di permukaan selnya dan mampu menginfeksi
makrofag  dan sel T CD4 di kelenjar getah bening.

15
d) Sel ini turut berperan pada imunodefisiensi akibat HIV melalui 2 cara.
Pertama, permukaan sel ini merupakan reservoir HIV sehingga dapat
menginfeksi makrofag dan sel T CD4+ di kelenjar getah bening.
Kedua, fungsi sel ini dalam respons imun terganggu sehingga pada
akhirnya sel ini juga akan dihancurkan oleh HIV.
Replikasi virus tersebut akan mempergunakan komponen pejamu yang
dapat mengakibatkan perubahan jumlah dan struktur sitokin yang akan
diproduksi sel pejamu. Replikasi HIV di dalam sel makrofag membuat
sel makrofag menjadi reservoir HIV hingga dapat ditranspor oleh
monosit ke organ lain seperti paru dan otak.

Adanya gangguan produksi sitokin oleh sel makrofag dan monosit akan
menghambat maturasi sel prekursor T CD4 sehjngga jumlah sel T CD4
perifer berkurang.

Di samping itu, meskipun jumlah sel T CD4 belum banyak menurun,


fungsinya sudah terganggu. Hal ini disebabkan karena antara lain sel APC
(antigen presenting cell) yang sudah terinfeksi HIV tidak dapat
mempresentasikan antigen lagi sehingga sel T CD4 tidak terstimulasi.
Lagipula, molekul gpl20 dan gp41 virus mempunyai struktur yang
homolog dengan domain molekul MHC kelas II, akibatnya antibodi yang
terbentuk terhadap molekul gp120 dan gp41 virus akan bereaksi silang
dengan molekul MHC kelas II yang terdapat pada sel APC, sehingga sel
APC tidak dapat mempresentasikan antigen dan sel T CD4 tidak
terstimulasi.
Respons imun terhadap HIV
Pada pasien HIV terjadi respons imun humoral dan selular terhadap
produk gen HIV. Respons awal terhadap infeksi HIV serupa dengan pada
infeksi virus lainnya dan dapat menghancurkan sebagian besar virus di
dalam darah dan sel T yang bersirkulasi. Kendati demikian, respons imun
ini gagal untuk menghilangkan semua virus, dan selanjutnya infeksi HIV
mengalahkan sistem imun pada sebagian besar individu.
Terdapat 3 karakteristik respons imun terhadap HIV. Pertama, respons
imun dapat berbahaya terhadap pejamu, misalnya dengan

16
menstimulasi uptake virus yang teropsonisasi kepada sel yang tidak
terinfeksi melalui endositosis yang diperantarai Fc reseptor atau melalui
eradikasi sel T CD4+ yang mengekspresi antigen virus oleh sel T sitotoksik
CD8+. Kedua, antibodi terhadap HIV merupakan petanda infeksi HIV yang
digunakan secara luas untuk uji tapis tetapi sedikit yang memiliki efek
netralisasi. Ketiga, pembuatan vaksin HIV memerlukan pengetahuan
tentang epitop virus yang paling mungkin menstimulasi imunitas protektif.
Respons imun awal terhadap infeksi HIV mempunyai karakteristik
ekspansi masif sel T sitotoksik CD8+ yang spesifik terhadap protein HIV.
Respons antibodi terhadap berbagai antigen HIV dapat dideteksi dalam 6-
9 minggu setelah infeksi, namun hanya sedikit bukti yang menunjukkan
bahwa antibodi mempunyai efek yang bermanfaat untuk mengontrol
infeksi. Molekul HIV yang menimbulkan respons antibodi terbesar adalah
glikoprotein envelope, sehingga terdapat titer anti-gp120 dan anti-gp41
yang tinggi pada sebagian besar pasien HIV. Antibodi anti-
envelope merupakan inhibitor yang buruk terhadap infektivitas virus atau
efek sitopatik. Terdapat antibodi netralisasi dengan titer rendah pada
pasien HIV. Antibodi netralisasi ini dapat menginaktivasi HIV in vitro.
Terdapat pula antibodi yang memperantarai ADCC. Semua antibodi ini
spesifik terhadap gp120. Belum ditemukan korelasi antara titer antibodi
dengan keadaan klinis. Uji tapis standar untuk HIV menggunakan
imunofluoresensi atau enzyme-linked immunoassay untuk mendeteksi
antibodi anti-HIV pada serum. Setelah dilakukan uji tapis dengan hasil
yang positif, sering dilanjutkan dengan Western
blot atau radioimmunoassay untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap
protein virus tertentu.
Mekanisme penghindaran imun oleh HIV
Kegagalan respons imun selular dan humoral untuk mengatasi infeksi HIV
disebabkan berbagai faktor. Karena gangguan dalam hal jumlah dan fungsi
sel T CD4+, respons imun tidak mampu mengeliminasi virus. Selain itu,
HIV mempunyai berbagai cara utuk menghindari imunitas tubuh.
a) HIV mempunyai tingkat mutasi yang sangat tinggi sehingga HIV
dapat menghindari deteksi oleh antibodi atau sel T yang terbentuk.

17
Diperkirakan pada seseorang yang terinfeksi, mutasi titik (point
mutation) pada genom virus dapat terjadi setiap hari. Satu area protein
pada molekul gp120 yang disebut V3 loop mampu mengubah
komponen antigeniknya, dan dapat bervariasi walaupun bahannya
diambil dari individu yang sama pada waktu yang berbeda.
b) Sel terinfeksi HIV dapat menghindari sel T sitotoksik dengan
cara down-regulation ekspresi molekul MHC kelas I. Protein
HIV Nef menghambat ekspresi molekul MHC kelas I, khususnya
HLA-A dan HLA-B, dengan cara meningkatkan internalisasi molekul-
molekul tersebut.
c) Infeksi HIV dapat menghambat imunitas selular. Sel T H2 yang
spesifik untuk HIV dan mikroba lain dapat meningkat secara relatif
terhadap sel TH1. Karena sitokin TH2 menghambat imunitas selular,
hasil dari ketidakseimbangan ini adalah disregulasi (disebut juga
deviasi imun) yang meningkatkan kerentanan pejamu terhadap infeksi
mikroba intraselular, termasuk HIV itu sendiri.

I. CARA PENULARAN
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita
HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan
seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat
mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga
HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV
untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01%
sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala

18
AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya
mencapai 50% Penularan juga terjadi selama proses persalinan
melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane
mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily
V, 2004).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-
alat lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi
HIV,dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi
bisa menularkan HIV.
5. Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang,
membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV
sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di
gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU)
sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para
pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat
penyampur, pengaduk,dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi
tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu
tangan,toilet yang di pakai secara bersama-sama,berpelukan di
pipi,berjabat tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS,
gigitan nyamuk,dan hubungan social yang lain.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala
menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada
awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,
penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum
maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV
penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.

B. SARAN
Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu
pelayanan keperawatan HIV/AIDS penting sekali untuk memahami
beberapa tanda dan gejala mengenai HIV/AIDS beserta penularannya,
agar ke depan nya dapat mengurangi angka penderita HIV/AIDS dengan
cara mencegahnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan,


dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog


Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

https://dokterindonesiaonline.com/tag/perjalanan-penyakit-dan-respon-
imunologi-hiv-aids/ ( Diakses pada tanggal 9 September 2016 )

http://www.lusa.web.id/penyakit-imunologi-hiv-aids/ ( Diakses pada tanggal


9 September 2016 )

21

Anda mungkin juga menyukai